BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

PROSES MANUFACTURING

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

PERMANEN MOLD CASTING

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB II LANDASAN TEORI

11 BAB II LANDASAN TEORI

TI-2121: Proses Manufaktur

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

BAB I PROSES MANUFAKTUR

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

Pembahasan Materi #11

BAB I PENDAHULUAN. machining adalah proses pemotongan bahan dengan memanfaatkan energi

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

Merencanakan Pembuatan Pola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATERIAL TEKNIK LOGAM

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 PROSES PENGECORAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Electrical discharge machining (EDM) yang merupakan metode

PROSES MOLDING PEMBUATAN KEYMASCOD SEPEDA MOTOR MAULANA MUNAZAT

A. Pengertian Electrical Discharge Machine

BAB 3. PENGECORAN LOGAM

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

Gambar 1 Sistem Saluran

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Bab 3 Perbaikan Proses Pembuatan Pola Volute Casing Pompa Sentrifugal

PROSES PRODUKSI I METALURGI SERBUK BY ASYARI DARYUS UNIVERSITAS DARMA PERSADA

PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA. Idris Prasojo Teknik Mesin Dr.-Ing.

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PENENTUAN TEMPERATUR OPTIMUM PADA PENGECORAN INVESTMENT CASTING DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN TANAH LIAT

I. PENDAHULUAN. 26, Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Diagram alir penelitian selama proses penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 dibawah ini : Mulai

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

2 PROSES MANUFAKTUR I CASTING PROCESSES JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MEKANIS DAN KOMPOSISI KIMIA ALUMUNIUM HASIL PEMANFAATAN RETURN SCRAP

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar

3. Uraikan & jelaskan perbedaan yang mendasar antara teknik pressing & sintering konvensional dengan teknik pressing & sintering modern.

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia manufaktur khususnya pada pembuatan tool dalam industri mold

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

Redesain Dapur Krusibel Dan Penggunaannya Untuk Mengetahui Pengaruh Pemakaian Pasir Resin Pada Cetakan Centrifugal Casting

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

RANCANG BANGUN CETAKAN PEMANEN (PERMANENT MOLD) UNTUK PEMBUATAN PULLEY ALUMINIUM ABSTRACT

Analisis Pengaruh Time Buff Terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses EDM MP-50 Material Stainless Steel SUS 304

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

Penghantar Fungsi penghantar pada teknik tenaga listrik adalah untuk menyalurkan energi listrik dari satu titik ketitik lain. Penghantar yang lazim

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

PENGECORAN SENTRIFUGAL (CENTRIFUGAL CASTING) dimana : N = Kecepatan putar (rpm) G factor = Faktor gaya normal gravitasi selama berputar

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn

OPTIMASI DESAIN CETAKAN DIE CASTING UNTUK MENGHILANGKAN CACAT CORAN PADA KHASUS PENGECORAN PISTON ALUMINIUM

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna

OPTIMASI PARAMETER PERMESINAN TERHADAP LAJU PEMBUANGAN MATERIAL DAN KETELITIAN UKURAN (OVERCUT) PADA PROSES ELECTRICAL DISCHARGE MACHINE (EDM)

Dasar pengecoran logam

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Battery cord Battery cord merupakan komponen penghubung antara cell battery dengan cell battery lainnya. Battery cord yang paling umum dibuat dari bahan timah dan kuningan, Hasil dari produk umumnya di lengkapi dengan kabel sebagai penghubung, dengan panjang ukuran kabel konduktor yang terpasang pada cord, baik secara langsung terpasang pada cord maupun tidak langsung (menggunakan baut) sebagai penghubung, lihat Gambar 2.1. Fungsi dari battery cord untuk penghubung antar input/output battery di mana pada battery cord itu terdapat kabel yang sudah tertanam langsung. Saat ini pembuatan produk battery cord menggunakan metoda pengecoran logam. Metoda pengecoran digunakan karena dilihat dari bentuk dan ukuran battery cord sendiri yang lebih mudah di buat, dibandingkan dengan proses pemesinan. Kendala yang dihadapi dalam pembuatan produk tersebut adalah terdapatnya cacat pada produk di antaranya : permukaan produk yang kasar, kabel isolator yang terpasang pada clamp tidak terbakar/meleleh, dan ikatan antara clamp dengan kabel terpasang kuat. (a) Gambar 2.1 Battery Cord (b) (Sumber : shanghaitylon.en.gasgoo.com) (a) Battery cord, (b) Battery cord yang telah terpasang kabel II-1

II-2 Macam-Macam Bentuk Battery cord : 1. Battery cord dengan kabel terpasang dicor. Gambar 2.2 Battery cord dengan kabel terpasang dicor. (Sumber : http://w34.indonetwork.co.id) Pada battery cord ini kabel terpasang langsung dengan clamp pada saat proses pengecoran. Material yang digunakan pada battery cord ini menggunakan timah. 2. Battery cord dengan kabel terpasang di-press. Gambar 2.3 Battery cord dengan kabel terpasang di-press (Sumber : http: http://wb6.itrademarket.com) Pada battery cord ini kabel terpasang langsung dengan clamp dengan cara kabel diclamp langsung oleh battery cord. Material yang digunakan pada battery cord ini menggunakan kuningan. 3. Battery cord dengan kabel terpisah. Gambar 2.4 Battery cord dengan kabel terpisah. (Sumber : http: http://w22.indonetwork.co.id)

II-3 Pada battery cord ini kabel dihubungkan dengan cara diclamp menggunakan baut yang terpasang pada battery cord. Material yang digunakan pada battery cord ini menggunakan kuningan. 1.2 Timah Timah adalah unsur kimia dengan nomor atom 50 dan nomor massa 118,69. Merupakan unsur logam, dengan warna putih keabuan. Timah memiliki titik lebur 231,89 Celcius dan titik didih 2.260 Celcius, pada Tabel 2-1 di sebutkan beberapa logam beserta temperature lebur dan temperatur tuangnya. Biji timah terdapat dalam bentuk kasiterit. Penggunaan timah sendiri sering digunakan untuk membuat campuran atau paduan logam yaitu kuningan, perunggu, campuran timah putih dan timah hitam, patri, logam-logam yang dapat melebur, serta logam untuk lonceng. Logam paduannya digunakan untuk kertas perak, pelapisan pembuatan pipa, pembuatan alat minum, dan pematrian. Lambang kimia untuk timah adalah Sn. Sifat-sifat dari : 1. Sifat Umum Timah (Sn) Timah merupakan logam perak keputih-putihan, ductile dan memilki struktur kristal yang tinggi, Dalam keadaan normal (13 160 C), logam ini bersifat mengkilap dan mudah dibentuk. Timah juga tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga tahan karat. Ditemukan dalam banyak alloy, dan digunakan untuk melapisi logam lainnya untuk mencegah karat. 2. Sifat Fisik Timah (Sn) Keadaan benda : Padat Titik lebur : 505.08 K (449.47 F) Titik didih : 2875 K (4716 F) Densitas : 7,365 g/cm3 (Sn putih) 5,769 g/cm3 (Sn abu-abu) Volume molar : 16.29 10-6 m3/mol Kalor penguapan : 295.8 kj/mol

II-4 Kalor peleburan : 7.029 kj/mol Kalor jenis : 27,112 J/molK Panas fusi : 7,03 kj/mol Tekanan uap : 5.78 E-21 Pa at 505 K Kecepatan suara : 2500 m/s pada 293.15 K 3. Sifat Mekanik Timah (Sn) Kekuatan tariknya rendah, sekitar 2000 psi Modulus Youngnya adalah 5,9-7,8 x 10 6 psi Kekuatan Mohs 1,8 atau Brinell 5,0 (1000 kg, 10 mm) Massa jenis 7,3 g/cm 3 Tabel 2-1 Temperatur Cair Dan Temperatur Tuang Temperatur Cair Dan Temperatur Tuang No Logam/paduan logam Temperatur lebur Temperatur tuang 1 Gray Cast Iron 1370 1510-1590 2 Cast Steel 1480 1600-1720 3 Cooper 1083 1130-1200 4 Nickel 1453 1500-1590 5 Aluminum 860 700-780 6 Zinc 420 450-480 7 Lead 327 350-380 8 Tin 232 280-290 9 Cu-Ni alloy 1175 1220-1280 10 Gun Metal 1040 100-1180 - temperature dalam satuan Celcius 1.3 Proses Pengecoran Proses Pengecoran (casting) adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan ke dalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli dari produk cor yang akan dibuat. Pengecoran juga dapat diartikan sebagai suatu proses manufaktur yang

II-5 menggunakan logam cair dan cetakan untuk menghasilkan bagian-bagian dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Ada 4 faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri dari proses pengecoran, yaitu: 1. Adanya aliran logam cair ke dalam rongga cetak 2. Terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam dalam cetakan 3. Pengaruh material cetakan 4. Pembekuan logam dari kondisi cair Klasifikasi pengecoran berdasarkan umur dari cetakan, ada pengecoran dengan sekali pakai (expendable mold) dan ada pengecoran dengan cetakan permanen (permanent mold). Cetakan pasir termasuk dalam expendable mold. Oleh karena hanya bisa digunakan satu kali pengecoran saja, setelah itu cetakan tersebut dirusak saat pengambilan benda coran. Dalam pembuatan cetakan, jenisjenis pasir yang digunakan adalah pasir silika, pasir zircon atau pasir hijau. Sedangkan perekat antar butir-butir pasir dapat digunakan, bentonit, resin, furan atau air gelas. Secara umum cetakan harus memiliki bagian-bagian utama sebagai berikut : Cavity (rongga cetakan), merupakan ruangan tempat logam cair yang dituangkan kedalam cetakan. Bentuk rongga ini sama dengan benda kerja yang akan dicor. Rongga cetakan dibuat dengan menggunakan pola. Core (inti), fungsinya adalah membuat rongga pada benda coran. Inti dibuat terpisah dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan digunakan. Gating system (sistem saluran masuk), merupakan saluran masuk kerongga cetakan dari saluran turun. Sprue (Saluran turun), merupakan saluran masuk dari luar dengan posisi vertikal. Saluran ini juga dapat lebih dari satu, tergantung kecepatan penuangan yang diinginkan. Pouring basin, merupakan lekukan pada cetakan yang fungsi utamanya adalah untuk mengurangi kecepatan logam cair masuk langsung dari ladle ke sprue. Kecepatan aliran logam yang tinggi dapat terjadi erosi pada

II-6 sprue dan terbawanya kotoran-kotoran logam cair yang berasal dari tungku kerongga cetakan. Riser (penambah), merupakan cadangan logam cair yang berguna dalam mengisi kembali rongga cetakan bila terjadi penyusutan akibat solidifikasi. Cetakan untuk pengecoran umumnya dibuat menjadi dua bagian. Satu bagian adalah tetap, bagian depan dan yang lain berfungsi untuk mengeluarkan logam. Masing-masing dilengkapi dengan dua pin (penyemat) atau alat lain untuk meluruskan kedua bagian, kebanyakan seperti pola yang terpisah. Kedua bagian cetakan bertemu pada garis pemisah, dan bergabung dengan sistem penguncian ketika dalam posisi tertutup. Dalam proses pengerasan, coran menciut ke inti pin dan akan ditahan oleh bagian pendorong dari cetakan. Saat laogam cair sudah mendingin, plat pendorong yang terdapat pada bagian yang bebas dimajukan secukupnya, tujuannya untuk mendorong coran dari rongga. Proses produksi pun dapat dilakukan kembali. Cetakan dapat dikelompokan menjadi berikut : 1. Cetakan satu rongga 2. Cetakan multi rongga 3. Cetakan kombinasi 4. Cetakan unit Cetakan rongga tunggal hanya memproduksi satu coran pada tiap operasinya. Dalam produksi dengan jumlah yang banyak, digunakan cetakan multi rongga, tujuannya untuk menghasilkan beberapa coran dalam waktu yang sama. Cetakan kombinasi mempunyai dua atau lebih bentuk yang berbeda, yang mana dituang dalam waktu yang sama, pada saat itu pula sebuah penyangga cetakan menyangga atau memegang di beberapa cetakan pada waktu yang sama. 1.3.1 Gravity casting Teknik gravity casting merupakan teknik pengecoran yang paling tua. Logam cair dituangkan pada rongga cetakan yang terbuat dari pasir, besi cor, atau paduan baja tahan panas lainnya. Proses ini hanya memanfaatkan gaya gravitasi saja, tanpa mengaplikasikan gaya tekan mekanis. Logam cair mengalir ke dalam cetakan dan membeku dengan cepat selama proses pengecoran berlangsung. Hasil

II-7 pengecoran dengan sistem ini memiliki permukaan yang kasar dan dimensi yang tidak akurat. Tidak seperti pada cetakan permanen cetakan baja dapat digunakan berkali-kali. Kelemahannya, proses pembuatan cetakannya cukup mahal. Gambar 2.5 Cetakan Gravity casting Beserta Bagian-bagiannya. (Sumber : http://www.themetalcasting.com) 1.3.2 Die Casting Die Casting merupakan permanent mold casting proses, logam cair masuk ke dalam cetakan dengan cara diinjeksi atau ditekan dengan tekanan berkisar 7-350 Mpa, lihat Gambar 2.6. Tekanan dijaga sampai dengan logam cair membeku dalam cetakan. Cetakan dalam proses pengecoran ini disebut dengan die, oleh karena itu proses pengecorannnya dinamai dengan Die Casting. Penggunaan tekanan untuk mengalirkan logam cair ke dalam cetakan membedakan proses ini dengan proses pengecoran lain pada kelompok permanent mold casting.

II-8 Gambar 2.6 Pengecoran dengan sisitem injeksi (Sumber : http://openlearn.open.ac.uk/) Berdasarkan pada bagaimana logam cair diinjeksikan/ditekan ke dalam cetakan, die casting dibedakan atas: 1. Hot chamber process Logam dicairkan dalam suatu wadah (chamber ) yang tergabung dalam mesin die casting, sebuah piston digunakan untuk menekan logam cair ke dalam cetakan dengan tekan yang tinggi, 7-35 MPa. Tekanan diberikan pada logam cair sampai dengan logam cair membeku didalam cetakan. Proses ini umumnya digunakan untuk paduan logam dengan titik lebur rendah seperti: seng, timah dan timbal. Gambar 2.7 Die Casting Hot chamber process (Sumber : http://www.custompartnet.com)

II-9 2. Cold chamber process Logam dicairkan di luar mesin die casting dan dituang ke dalam wadah (chamber ) yang tidak dipanaskan, digunakan sebuah piston untuk mengalirkan logam cair kedalam cetakan dengan tekanan yang lebih tinggi antara 14-140 MPa. Umumnya digunakan untuk paduan logam dengan titik lebur dengan temperatur tinggi seperti: aluminium, magnesium dan tembaga. Gambar 2.8 Die Casting Cold chamber process (Sumber : http://www.custompartnet.com/) Secara komersial, mesin die casting mempunyai kapasitas antara 25-3000 ton. Umumnya die terbuat dari hot work dieesteels atau mold steels. Keausan die meningkat dengan naiknya temperatur logam cair, oleh karena itu kadang diperlukan pelumas ( parting agents ) dengan memberikan lapisan tipis pada permukaan die. Melalui proses die casting di mungkinkan untuk membuat komponen dengan kecepatan produksi yang tinggi serta menghasilkan komponen dengan kekuatan yang tinggi, komponen bentuk kompleks dengan kualitas tinggi, akurasi, dimensi dan permukaan yang baik, sehingga tidak atau sedikit memerlukan proses pemesinan sebagai proses akhir ( net shape forming ). Keuntungan proses die casting : 1. Kecepatan produksi tinggi 2. Kehalusan permukaan yang baik 3. Dimungkinan untuk bagian yang kecil sekitar 0,5 mm

II-10 4. Toleransi dimensi sangat ketat, ±0,076 mm untuk komponen kecil 5. Pendinginan cepat akan menghasilkan butir halus dengan kekuatan yang tinggi 6. Ekonomis untuk produksi dengan jumlah yang besar Keterbatasan dari proses ini terletak pada bentuk benda kerja dikaitkan dengan kemudahannya untuk dikeluarkan dari cetakan. Proses die casting terdiri dari: 1. Material (penanganan awal pada material). 2. Melting Operations (proses peleburan). 3.Die Casting Operation (proses pengecoran). 4.Trimming (pemisahan return scrap). 5. Visual check Tabel 2-2 Perbedaan Antara Hot chamber process dengan Cold chamber process Hot Chamber Process 1. Tungku peleburan terdapat pada mesin dan Cylinder injeksi terendam dalam logam cair 2. Tekanan injeksi berkisar antara 7 sampai 35 MPa 3. Digunakan untuk logam cor dengan titik lembur rendah seperti Sn, Pb, Zn. 4. Laju produksi cepat, bisa mencapai 500 produk/jam. Cold Chamber Process Tungku peleburan terpisah, Cylinder injeksi diisi logam cair secara manual atau mekanis. Tekanan injeksi berkisar antara 14 sampai 140 Mpa. Digunakan untuk logam cor dengan titik lebur lebih tinggi seperti Al, Cu, Mg. Laju produksi lebih lambat dibandingkan cetak tekan ruang panas.

II-11 1.3.2.1 Siklus Die Casting Siklus proses die casting terdiri dari 4 tahapan utama, yang dijelaskan di bawah ini : 1. Clamping Langkah pertama adalah persiapan dan menjepit kedua belah cetakan logam, lalu kedua belah cetakan logam dilekatkan pada mesin Die Casting, ditutup dan dijepit bersama-sama. Kekuatan clamping cetakan harus kuat agar logam tetap aman saat diinjeksikan. Waktu yang diperlukan untuk menutup dan menjepit cetakan tergantung pada mesin - mesin yang lebih besar akan membutuhkan lebih banyak waktu. 2. Injeksi Logam di lebur hingga melebihi titik leburnya dan suhunya diatur bertujuan agar saat logam cair dimasukan tidak membeku terlebih dahulu, selanjutnya ditransfer ke dalam ruang injeksi untuk diinjeksikan ke dalam cetakan. Setelah ditransfer, logam cair diinjeksikan pada tekanan tinggi ke die. Tekanan injeksi berkisar antara 1.000 hingga 20.000 psi. Tekanan ini menjaga logam cair dalam cetakan selama solidifikasi. Waktu injeksi adalah waktu yang diperlukan untuk logam cair untuk mengisi semua saluran dan rongga dalam cetakan. Biasanya kurang dari 0,1 detik, untuk mencegah pembekuan awal salah satu bagian dari logam. Waktu injeksi yang tepat dapat ditentukan dengan sifat termodinamika materi, serta ketebalan dinding coran. Sebuah ketebalan dinding lebih besar akan membutuhkan waktu injeksi lagi.. 3. Pendinginan Logam cair yang diinjeksikan ke die akan mulai mendingin dan mengeras setelah memasuki rongga cetakan. Ketika seluruh rongga diisi dan logam cair didinginkan, bentuk akhir dari casting terbentuk. Cetakan tidak dapat dibuka sampai waktu pendinginan telah berlalu dan casting dipadatkan. Waktu pendinginan dapat diperkirakan dari sifat termodinamika beberapa logam, ketebalan dinding maksimum casting, dan kompleksitas cetakan. Sebuah ketebalan dinding lebih besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama

II-12 pendinginan. Kompleksitas geometris cetakan juga membutuhkan waktu yang lebih lama pendinginan karena hambatan tambahan untuk aliran panas. 4. Ejection Setelah waktu pendinginan yang telah ditentukan telah berlalu, kedua belah cetakan logam dapat dibuka dan mekanisme ejeksi mendorong casting keluar dari rongga cetakan. Waktu untuk membuka cetakan logam dapat diperkirakan dari waktu siklus kering mesin dan waktu ejeksi ditentukan oleh ukuran cetakan pengecoran dan harus mencakup pada waktu casting untuk jatuh bebas dari cetakan. Setelah casting dikeluarkan, die di pasangkan kembali dan mekanisme injeksi akan kembali ke posisi semula untuk injeksi berikutnya. 1.4 Desain Cetakan Pengecoran Logam Pada prinsipnya, keberhasilan merancang sebuah cetakan permanen itu didasarkan atas pengalaman yang telah dialami. Berdasarkan pengalaman tersebut kompenen utama dalam merancang sebuah produk yaitu : desain secara fisik pada produk yang akan dicor, pemilihan material, pola produksi untuk mold dan core, proses pengecoran dan evaluasi. Hal-hal yang harus ada dan diperhatikan dalam membuat cetakan permanen adalah sebagai berikut : 1.4.1 Core dan Cavity Cavity (rongga cetakan), merupakan ruangan tempat logam cair yang dituangkan ke dalam cetakan. Bentuk rongga ini sama dengan benda kerja yang akan dicor. Rongga cetakan dibuat dengan menggunakan pola, sedangkan core (inti), fungsinya adalah membuat rongga pada benda coran. Inti dibuat terpisah dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan digunakan 1.4.2 Belahan/Permukaan Pisah (Parting Line) [4] Pembuatan pola pada hampir semua benda cor, pada umumnya dibagi dalam dua bagian atau lebih, terutama untuk bentuk yang rumit. Benda yang bentuknya sederhana, memungkinkan untuk dibuat tanpa belahan yang biasa disebut pola tunggal. Pola yang mempunyai konstruksi belahan, bagian atas biasa disebut kup dan bagian bawah disebut drag. Dalam menentukan kup dan drag tidak ada ketentuan yang pasti, hanya diperlukan suatu wawasan yang

II-13 berhubungan dengan nilai dan atau faktor ekonomis dalam proses pembuatan pola. Pada prinsipnya, penentuan kup dan drag merupakan kebebasan dan keleluasaan bagi perancang, persyaratannya harus tidak menyulitkan proses selanjutnya, misalnya tidak banyak memakan waktu pengerjaan, tidak menyulitkan dalam pembuatan cetakan dan tidak memakan biaya besar dalam penyelesaian akhir. Gambar 2.9 Tanda/kode belahan (Sumber : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/modulcastingdesign) 1.4.3 Penyusutan Dimensi/Penyusutan Padat Penyusutan dimensi (penyusutan padat) akan selalu terjadi pada benda coran, lihat Tabel 2-3, hal ini terjadi mulai saat awal pembekuan hingga dingin (mencapai suhu kamar). Oleh sebab itu, dalam pembuatan pola, harus diberikan tambahan ukuran dari ukuran nominal yang diminta. Besar penambahan ukuran tergantung pada jenis logam yang di cor. Dalam pembuatan pola, prosentase penyusutan dapat dibantu dengan alat ukur khusus untuk membuat pola seperti penggaris dan jangka sorong yang mempunyai tambahan ukuran dalam prosentase: 0,50%, 0,75%, 1,00%, 1,25%, 1,50%, 1,75%, 2.00%, dan 2,50%. Meski besar penyusutan dimensi bahan sangat beragam, dapat digunakan alat ukur yang mendekati dan masuk toleransi.

II-14 Tabel 2-3 Penyusutan Dimensi Jenis Bahan Benda Coran Harga yang Berlaku (%) Besi Cor Kelabu (FC) 1,00 Besi Cor Nodular (FCD) 1,00 Besi Cor Mampu Tempa (Perapian Putih) 1,60 Besi Cor Mampu Tempa (Perapian Hitam) 0,50 Besi Cor (SC) 2,00 Aluminium Paduan (Al) 1,20 Magnesium Paduan (Mg) 1,20 Tembaga Paduan (Cu paduan) 1,90 Brons/Bronze (Cu Sn) 1,50 Kuningan/Brass (Cu Zn) 1,50 Kuningan Khusus/ Paduan Mn-Fe-AL 2,00 Alumnium-Brons (Cu Al) 1,80 Seng (Zn) 1,30 Timbal (Pb) 1,00 1.4.4 Draft angel Draft angel agar benda dapat dengan mudah dikeluarkan dari cetakan, dinding cetakan harus didesain dengan sudut draft sedikit, kisarnya antara 1-3 seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.10. Draft sudut yang lebih kecil menyebabkan masalah dalam mengeluarkan benda cor dari cetakan, seperti ditunjukan pada Gambar 2.11. Gambar 2.10 Kisar Sudut

II-15 Gambar 2.11 Desain Kemiringan 1.4.5 Radius Radius adalah cara terbaik untuk merancang bagian tidak dengan sudut tajam. Sudut yang tajam mengakibatkan takik, yang berkonsentrasi strees dan mengurangi dampak kekuatan bagian itu, Radius sudut A, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11, akan meningkatkan kekuatan dan memperbaiki sudut pengisian cetakan. Jari-jari harus dalam kisaran 25% sampai 75% dari tebal dinding; 50% disarankan. Gambar 2.12 menunjukkan strees konsentrasi sebagai fungsi dari rasio radius sudut ke dinding tebal, R / T. Gambar 2.12 Mengurangi konsentrasi strees

II-16 Gambar 2.13 Strees Konsentrasi 1.5 Electrical Discharge Machine Teknik Fabrikasi yang di gunakan untuk membuat cetakan ialah menggunakan mesin EDM (Electrical Discharge Machine). Electric Discharge Machine (EDM) adalah suatu mesin perkakas Non Konvensional yang proses pemotongan material (material removal) benda kerjanya berupa erosi yang terjadi karena adanya sejumlah loncatan bunga api listrik secara periodik pada celah antara katoda (pahat) dengan anoda (benda kerja) di dalam cairan dielektric. Proses Electric Discharge Machine (EDM) memiliki kemampuan dasar, diantaranya : 1. Mampu mengerjakan metal atau paduan yang sangat keras yang tidak mudah untuk dikerjakan dengan proses pemesinan konvensional, sehingga proses EDM banyak digunakan dalam pembuatan peralatan-peralatan pembentuk (cetakan) dan perkakas pemotong yang dibuat dari baja yang dikeraskan, Karbida, Tungsten, dll. 2. Mampu mengerjakan kontur permukaan benda kerja yang kompleks, dengan dimensi sama secara berulang-ulang selama proses pembentukan tidak membutuhkan gerakan elektroda diluar jangkauan gerakan utama proses Electric Discharge Machine (EDM). Selain kemampuan dasar di atas proses EDM juga memiliki beberapa keuntungan, diantaranya : a. Handling benda kerja di atas mesin tidak rumit b. Permukaan benda kerja hasil proses EDM relatif halus

II-17 c. Tingkat kebisingan rendah d. Kemudahan dalam pembuatan elektroda Namun demikian, proses EDM juga mempunyai beberapa kerugian, diantaranya : a. Mesin EDM dan perlengkapannya masih relatif mahal b. Proses erosi benda kerja sangat kecil, sehingga waktu operasinya lama c. Harus dioperasikan oleh operator yang tidak elergi terhadap cairan dielektric. Gambar 2.14 Mesin EDM Sumber : (http://tosuro.wordpress.com/) Material removal yang berupa erosi terjadi akibat adanya loncatan bunga api listrik di antara elektroda dan benda kerja dalam cairan dielektric. Loncatan bunga api listrik terjadi apabila beda tegangan antara pahat dan benda kerja melampaui break down voltage celah dielektrik. Break down voltage bergantung pada : a. Jarak terdekat antara elektroda (pahat) dengan benda kerja b. Karakteristik tahanan dari cairan dielektric c. Tingkat kotoran pada celah di antara elektroda dengan benda kerja.

II-18 Gambar 2.15 Proses EDM Sumber : (http://tosuro.wordpress.com/) Proses terjadinya loncatan bungan api listrik di antara elektroda dan benda kerja adalah sebagai berikut: Pengaruh medan listrik yang ada di antara elektroda dan benda kerja menyebabkan terjadinya pergerakan ion positif dan elektron masing-masing menuju kutub yang berlawanan sehingga terbentuklah saluran ion yang bersifat konduktif. Pada kondisi tersebut arus listrik dapat mengalir melalui saluran ion dan terjadilah loncatan bunga api listrik.

II-19