KONSERVASI SATWA LIAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

SURVEI. Hal yang perlu diperhatikkan dalam merancang survei. Persyaratan Ilmiah dalam perencanaan survei 6/7/2013

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

BAB IV METODE PENELITIAN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

BAB III METODE PENELITIAN

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten BAB II METODE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

Pengenalan metode survey satwa vertebrata (khususnya vertebrat besar) Andrew J. Marshall

IV. METODE PENELITIAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

Inventarisasi hutan dalam Indentifikasi High Carbon StoCck

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

Pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat (KPS)

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

4 METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

KERAGAMAN DAN HABITAT SATWA BURUNG DI TAMAN WISATA ALAM PLAWANGAN TURGO YOGYAKARTA. Ir. Ernywati Badaruddin, MP Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon

Transkripsi:

LAPORAN LAPANGAN KONSERVASI SATWA LIAR Penyusun: 1. Ja Posman Napitu 2. Rahayuningtyas 3. Indriani Ekasari 4. Tri Basuki 5. Achmad Fauzan Basori 6. Ulil Amri 7. Duta Kurniawan Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2007 [Type the document subtitle] Ayoe

PENDAHULUAN A. Latar belakang Jumlah satwa liar pada habitatnya di alam bebas (hutan), merupakan salah satu bentuk kekayaan dan keanekaragaman (biodiversity) sumberdaya alam hayati, karena itu perlu dilakukan perlindungan. Untuk dapat melakukan perlindungan perlu diketahui jumlah dan sebarannya pada habitat satwaliar. Penentuan jumlah satwaliar tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metoda sensus yang memudahkan kita untuk melakukan estimasi populasinya. Walaupun belum dapat diketahui jumlahnya secara pasti, namun metode ini merupakan cara untuk mendata populasi mendekati jumlah sebenarnya di habitat hidup satwa liar. Metoda yang dapat dilakukan diantaranya dengan metoda transects; merupakan salah satu metoda sensus satwa liar dengan cara pengamatan satwa pada jalur yang telah ditentukan dengan lebar jarak pengamatan dari garis tengah jalur selebar 25 m. Selain metoda transect digunakan pula metoda point count; yaitu pengamatan satwa liar pada plot sample berbentuk lingkaran dengan jari-jari lingkaran 25 m. Metoda tersebut di atas merupakan salah satu cara yang dipakai untuk sensus dan mengestimasi populasi satwa liar dalam habitat hidupnya. B. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan pelaksanaan pratikum pengelolaan satwaliar dengan lokasi Plawangan Turgo dari titik Tlogo Putri sampai dengan Tlogo Nirmolo adalah: 1) Mempelajari cara melakukan sensus satwa liar yang ada di habitatnya dengan metode line transects dan point count; 2) Melakukan pengamatan dan mengestimasi kepadatan populasi satwa di habitatnya; 3) Mengetahui tipe-tipe habitat satwa; 4) Mengetahui karakteristik habitat dan pengaruhnya terhadap populasi satwa. METODOLOGI A. Estimasi Kepadatan Populasi Satwa Metode yang dipergunakan untuk mengestimasi kepadatan populasi satwa di habitatnya adalah dengan metode line transects dan point count. Line transects adalah metode yang umumnya digunakan untuk sensus primata, burung dan herbivora besar. Garis transek merupakan suatu petak contoh, dimana seorang pengamat/pencatat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat; baik jumlah maupun jaraknya dari pencatat. Metode transek ini dapat dipergunakan untuk mencatat data dari beberapa jenis satwa secara bersamaan.

Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam metode ini adalah: a. Satwa dan garis transek terletak secara random b. Satwa tidak bergerak/pindah sebelum terdeteksi c. Tidak ada satwa yang terhitung dua kali (double account) d. Seekor satwa atau kelompok satwa berbeda satu sama lainnya. Seekor satwa yang terbang tidak mempengaruhi kegiatan satwa yang lainnya e. Respon tingkah laku satwa terhadap kedatangan pengamat tidak berubah selama dilakukan sensus f. Habitat homogen, bila tidak homogen dapat dipergunakan stratifikasi Point count adalah metode sensus satwa dengan konsep dan teori yang sama dengan line transects, namun petak contoh yang dipergunakan berbentuk lingkaran dengan radius tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan. Keuntungan dari metode ini adalah lebih efisien, dimana peneliti dapat meletakkan beberapa titik pengamatan yang terdistribusi secara random di lokasi pengamatan. Metode point count ini digunakan dengan cara mengamati keberadaan satwa secara langsung dan dengan mendengarkan suaranya, di dalam lingkaran dengan radius yang telah ditetapkan. Jarak antar titik tidak boleh kurang dari 200 m di seluruh lokasi penelitian, jika titik terlalu dekat akan ada invidu yang terhitung lebih pada beberapa titik. Periode waktu yang dipergunakan adalah 10 menit untuk tiap titik, dengan menunggu 2 menit saat kedatang pada titik pengamatan. Setiap titik yang dibuat dilakukan pencatatan koordinat dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Asumsi yang dipergunakan dalam metode ini adalah: 1) Burung tidak mendekati pengamat atau terbang; 2) Burung yang ada dalam sample dapat terdeteksi 100%; 3) Burung tidak bergerak selama perhitungan; 4) Burung berperilaku bebas (tidak tergantung satu sama lain); 5) Pelanggaran terhadap asumsi tersebut tidak berpengaruh terhadap habitat atau desain studi; 6) Estimasi jarak akurat; 7) Burung dapat teridentifikasi dengan baik seluruhnya.

B. Analisa Habitat Satwa Pengertian umum habitat menurut Alikodra (1990), adalah sebuah kawasan yang terdiri dari komponen fisik maupun abiotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar. Satwa liar menempati habitat yang sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya, karena habitat mempunyai fungsi menyediakan makanan, air dan pelindung. Habitat yang sesuai untuk suatu jenis, belum tentu sesuai untuk jenis yang lain, karena setiap satwa menghendaki kondisi habitat yang berbeda beda (Dasman, 1981). Habitat suatu jenis satwa liar merupakan sistem yang terbentuk dari interaksi antar komponen fisik dan biotik serta dapat mengendalikan kehidupan satwa liar yang hidup di dalamnya (Alikodra, 1990). Komponen habitat yang dapat mengendalikan kehidupan satwa liar (Shawn, 1985), terdiri dari: 1. Pakan (food), merupakan komponen habitat yang paling nyata dan setiap jenis satwa mempunyai kesukaan yang berbeda dalam memilih pakannya. Sedangkan ketersediaan pakan erat hubungannya dengan perubahan musim; 2. Pelindung (cover), adalah segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan perlindungan bagi satwa dari cuaca dan predator, ataupun menyediakan kondisi yang lebih baik dan menguntungkan bagi kelangsungan kehidupan satwa; 3. Air (water), dibutuhkan oleh satwa dalam proses metabolisme dalam tubuh satwa. Kebutuhan air bagi satwa bervariasi, tergantung air dan/atau tidak tergantung air. Ketersediaan air pada habitat akan dapat mengubah kondisi habitat, yang secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada kehidupan satwa; 4. Ruang (space), dibutuhkan oleh individu individu satwa untuk mendapatkan cukup pakan, pelindung, air dan tempat untuk kawin. Besarnya ruang yang dibutuhkan tergantung ukuran populasi, sementara itu populasi tergantung besarnya satwa, jenis pakan, produktivitas dan keragaman habitat. Tipe habitat merupakan komponen-komponen sejenis pada suatu habitat yang mendukung sekumpulan jenis satwa liar untuk beraktivitas. Tipe habitat yang diperlukan suatu satwa di identifikasi melalui pengamatan fungsi-fungsinya, misalnya untuk makan atau bertelur. Satwa memilih habitat yang tersedia dan sesuai untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sedangkan struktur vegetasi merupakan

susunan vertikal dan distribusi spasial tumbuh-tumbuhan (vegetasi) dalam suatu komunitas. Menurut Mueller, Dombois dan Ellenberg, 1974, struktur vegetasi berfungsi sebagai pengaturan ruang hidup suatu individu dengan unsur utama adalah: bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk (dikutip dari buku petunjuk Praktikum Satwa Liar, 2007). C. ALAT dan BAHAN Alat dan bahan yang dipergunakan untuk kegiatan estimasi kepadatan populasi satwa liar, baik line transects maupun point count adalah: a. Binokuler b. Kamera c. Tally sheet d. Populasi satwa di habitatnya Sedangkan alat dan bahan yang dipergunakan untuk analisa habitat satwa adalah: a. Kompas b. Klinometer c. Termometer d. Hygrometer e. Anemometer f. Binokuler g. Tallysheet h. Habitat satwa liar i. Faktor abiotik di habitat satwa liar PELAKSANAAN KEGIATAN A. Estimasi Kepadatan Populasi Satwa Kegiatan survey kepadatan populasi satwa liar di area Plawangan Turgo pada titik antara Tlogo Putri hingga Tlogo Nirmolo dilaksanakan dengan metode transek garis dan point count. Pada pelaksanaan transek garis, jalur yang digunakan mengikuti trek jalan setapak yang telah ada dengan estimasi lebar ke kanan dan ke kiri masing-masing 25 meter. Pelaksanaan sensus dengan line transects dimulai dengan titik 0 berada pada ketinggian 716 m dpl, yang merupakan awal pengamatan terhadap burung dan satwa liar lainnya yang ditemui di sepanjang jalur transek. Pencatatan pada tally sheet yang dilakukan meliputi jumlah dan jenis satwa liar, jaraknya dari pengamat serta jarak setiap titik pengamatan dari titik awalnya (titik 0).

Sensus satwa liar menggunakan metode point count dilaksanakan pada empat titik pengamatan (point count), dengan radius 25 meter dan jarak antar point count adalah 200 meter. Seperti halnya pelaksaan sensus dengan transek garis, maka pengamatan dan pencatatan dilaksanakan pada satwa liar yang dijumpai di area sejauh radius 25 meter dari lingkaran yang telah ditentukan. B. Analisis Habitat Satwa Pelaksanaan kegiatan sensus dan estimasi populasi satwa liar juga diikuti oleh kegiatan analisis habitat satwa yang ada di area sensus. Karena keterbatasan alat dan kondisi lapangan, maka vegetasi yang diamati hanya berdasarkan karakteristik dominan vegetasi yang dijumpai pada habitat satwa di sepanjang garis transek maupun di dalam area point count. Analisis habitat satwa juga dilakukan melalui pengukuran koordinat, ketinggian dari permukaan laut, kelembaban dan suhu serta kelerengannya. Hasil Pengamatan Populasi Satwa Metode Line Transects Pengamatan satwa di lapangan di khususkan pada pengamatan burung namun satwa lain yang terdapat di jalur transect juga diamati dan dicatat, sesuai dengan jenis satwanya. Estimasi populasi satwa yang diperoleh dengan menggunakan metode line transects adalah: 83 ekor satwa (termasuk 5 ekor kera), pada luas area 0.7 Km 2 (7 ha) dengan kerapatan satwa (density) adalah 11,8 ekor/ha. Data selengkapnya pada lampiran 1. Populasi Satwa Metode Point Count Sedangkan estimasi populasi satwa yang diperoleh menggunakan metode point count dengan radius 25 meter adalah: 47 ekor satwa (termasuk 3 ekor kera dan 1 tupai) serta kerapatan satwa (density) adalah 15,24 satwa/ha. Data selengkapnya pada lampiran 2. Analisa Habitat Satwa Berdasarkan hasil pengamatan pada saat sensus dengan menggunakan point count, analisa habitat satwa liar yang ada pada lokasi pengamatan Plawangan Turgo darintitik Tlogo Putri hingga Tlogo Nirmolo sebagian besar adalah hutan campuran, hanya sebagian habitat yang dominan vegetasi jenis Puspa (Schima walichi) yaitu yang terdapat pada point count ke 3.

PEMBAHASAN Populasi didefinisikan sebagai sekumpulan organisme, biasanya merupakan kumpulan organisme yang sejenis yang menempati suatu lokasi tertentu selama waktu tertentu pula. Populasi memiliki karakteristik tertentu yang tidak dapat dimiliki per individu satwa tertentu. Sebagai contoh: suatu populasi memiliki kerapatan tertentu yang berarti mencakup banyaknya satwa yang mendiami lokasi dengan luasan tertentu, terdapat 20 rusa yang mendiami 100 hektar (Bolen and Robinson, 1995). Populasi memiliki rerata pertumbuhan, kelahiran dan kematian dalam satuan hektar, tahun, per individu. Populasi juga memiliki struktur umur yaitu persebaran jumlah individu satwa pada berbagai kelas umur. Selain itu populasi juga memiliki rasio jenis kelamin (sex ratio) yang sangat mempengaruhi potensi perkembangbiakan. Artinya suatu jenis satwa tertentu bisa dikatakan punah apabila di dalam populasi tersebut hanya terdapat satu jenis kelamin saja sehingga tidak dapat berkembang biak. Pada pengamatan yang dilakukan di kawasan Tlogo Putri-Tlogo Nirmolo, Kaliurang, tentang populasi satwa burung mendapatkan hasil identifikasi 22 jenis burung (dengan metode line transek) dengan jumlah masing-masing populasi berbeda-beda. Pada line transek ditemukan populasi yang paling dominan adalah jenis Pleci (Yosterop) dengan jumlah 24 ekor. Jenis kedua yang dominan adalah Prenjak coklat sebanyak 11 ekor. Sedangkan jenis Gagak, Jalak ucet, Prenjak belalang, Sriti, Walet palem asia, dan Wiwik klabu masing-masing ditemukan sebanyak 1 ekor. Setiap titik pengamatan dilakukan pemberhentian beberapa saat untuk memastikan jenis burung yang lewat. Beberapa burung sempat terlihat tanpa alat bantu (binoluker) tetapi sebagian besar hanya terdengar suaranya untuk menentukan jenis burung. Kawasan yang dipergunakan sebagai transek merupakan kawasan hutan lindung Kaliurang dan sepanjang transek yang dilalui dengan menggunakan jalan setapak didominasi hutan campur. Pada pengamatan ini melewati 2 bangunan yang dipergunakan sebagai pos pengamatan burung, hanya sayang sekali pada waktu itu cuaca tidak mendukung untuk melakukan pengamatan (cuaca berkabut).

Gb 1. Hutan campur sebagai habitat satwa burung pada transek Plawangan Turgo Tlogo Nirmolo, Kaliurang. Kredit foto: Indriani. Gb 2. Salah satu pohon yang sering dihinggapi burung yang kemungkinan besar merupakan sarang burung dengan jenis tertentu. Kredit foto: Indriani. Pada gambar 1 terlihat bahwa kawasan hutan lindung dengan vegetasi campur mendominasi kawasan ini sebagai tempat tinggal satwa burung. Terlihat tidak adanya campur tangan manusia seperti penebangan ataupun perburuan liar, hal ini disebabkan petugas patroli selalu mengkontrol dengan teratur dan menjaga penuh kawasan ini. Beberapa satwa burung dapat berkembang biak dan bergerak dengan leluasa karena tersedianya bahan makanan yang melimpah di dalam hutan lindung dan terdapatnya pohon-pohon untuk bersarang (Gambar 2). Metode line transects yang digunakan pada pengamatan kali ini menggunakan jalan setapak, hal ini dikarenakan untuk efisiensi waktu dan menghemat biaya karena tidak perlu membuka jalan pengamatan baru. Lebar kanan kiri jalan setapak untuk pengamatan burung sebesar 50m (25 m kanan dan 25 m kiri) dan panjang yang diperoleh adalah 1.400 m sehingga luas pengamatan adalah 70.000m² atau 0,7 km². Kerapatan populasi semua burung yang diamati sebanyak 11,8 satwa burung/ ha. Bolen and Robinson (1995) mengatakan bahwa kerapatan populasi ini sangat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: 1. Keberadaan pakan, yang meliputi kualitas (cukup nutrisi) dan kuantitas (jumlahnya cukup banyak) makanan yang ada di kawasan tersebut. 2. Penutupan vegetasi di kawasan tersebut, apakah kawasan tersebut bebas dari gangguan manusia ataupun tidak. 3. Keberadaan rantai makanan, yang menyebabkan predator cepat berkembang maka populasi satwa kecil akan lebih cepat punah. 4. Kompetisi hidup antar jenis, hal ini sangat menentukan jenis satwa yang akan bertahan. 5. Penyakit dan parasit, yang sedang mewabah di kawasan tersebut dapat mengakibatkan beberapa jenis menjadi punah.

6. Kegiatan manusia, seperti perburuan liar dan penebangan pohon. Untuk metode point count, jarak yang digunakan berkisar antara 150-500 m dengan radius 25-30 m. Untuk jarak 150 m biasanya digunakan di hutan alam yang masih utuh sehingga kerapatannya sangat tinggi, sedangkan jarak 500 m biasanya digunakan untuk kawasan yang telah terbuka. Pada pengamatan kali ini jarak yang digunakan untuk pengamatan sepanjang 200 m dengan radius 25 m. Hal ini karena kawasan yang diambil sebagai sample adalah kawasan lindung yang masih utuh dan pembukaan lahan yang tidak terlalu lebar. Pada masing-masing titik pengamatan dilakukan pemberhentian selama 10 menit untuk melihat atau mendengarkan burung-burung yang lewat. Point count ini memiliki kelebihan jika digunakan pada topografi yang sulit. Pada pengamatan kali ini mendapatkan 4 titik dengan menggunakan jalan setapak dari Tlogo Putri ke Tlogo Nirmolo. Didapatkan hasil 15,24 satwa/ha yang berada di kawasan tersebut. Jumlah ini relatif banyak dibandingkan dengan pengamatan line transek, hal ini dikarenakan pada setiap pengamatan pada point count selalu didapatkan satwa yang lebih banyak. Pada gambar 3 terlihat selain satwa burung terdapat beberapa satwa yang dapat diamati antara lain kera (Macaca sp.) dan tupai. Hal ini berkaitan juga adanya hutan campur yang mendominasi kawasan ini sehingga terdapat beragamnya satwa yang ditemui. Maka kawsan ini berarti memiliki keanekaragaman satwa yang tergolong tinggi. Dengan demikian kawasan ini cocok untuk dikembangkan beberapa satwa untuk kegiatan selanjutnya seperti pariwisata alam dengan melihat satwa liar. Gb 3. Seekor kera yang datang menghampiri pengunjung kawasan lindung Kaliurang. Kredit foto: Indriani. Gb 4. Kegiatan pengamatan satwa di kawasan lindung Kaliurang. Kredit foto: Indriani.

DAFTAR PUSTAKA Krebs,CJ., 1989, Ecological Methodology,University of British Colombia Buckland et all.,1993,distance Sampling,Estimating abundance of biological populations Bolen, EG., and Robinson, WL., 1995, Wildlife Ecology and Management, Third Edition, Prentice Hall, New Jersey, USA. UGM.,2007 Buku Petunjuk Praktikum Pengelolaan Satwa Liar,Fakultas Kehutaan Universitas Gadjah Mada Yogjakarta.