HUBUNGAN KEKERABATAN KERBAU BANTEN DAN SUMATERA UTARA (Genetic Relationship Between Buffalo and North Sumatera Buffalo) LISA PRAHARANI 1, ENDANG TRIWULANNINGSIH 1 dan UPIK HIDAYAT 2 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 2 Institut Pertanian Bogor ABSTRACT A study was conducted in order to collect informations of body measurement variation, genetic distance, phylogenetics tree and discriminant variables between and North Sumatera Buffalo. Data of 602 animals was collected from the province of (293 animals) and North Sumatera (309 animals). As a dummy variable, data of 193 animals collected from Central Java (Brebes) were included to obtain the genetic distance. Parameters observed were height of shoulder, chest girth and body length. The data were analyzed by descriptive statistic and -t test of software package MINITAB 13, discriminant and canonical analysis using SAS package program version 6.12 and program MEGA2 to construct phenograms tree. The result of genetic relationship analysis indicated that related population s between and North Sumatera buffalo was far (0.172743) compared to either and Central Java buffalo or Central Java and North Sumatera buffalo, although was not quite big different. Key Words: Buffalo, Body Measurements, Genetic Relationship ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan kekerabatan berdasarkan ukuran tubuh. Sebanyak 602 ekor kerbau yang digunakan sebagai bahan penelitian, 293 ekor Provinsi dan 309 ekor dari Propinsi. Sebanyak 193 ekor kerbau dari Provinsi Jawa Tengah ditambahkan sebagai dummy variable untuk mengukur jarak genetik. Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang berkaitan dengan sifat kuantitatif, yaitu tinggi pundak, panjang badan serta lingkar dada. Data ukuran-ukuran tubuh dianalisis dengan analisis deskriptif dan uji -t untuk membandingkan ukuran tubuh antar populasi. Data di analisis dengan menggunakan perangkat lunak komputer MINITAB 13. Analisis diskriminan dan analisis korelasi kanonik menggunakan program SAS version 6.12 dan program MEGA2 untuk mendapatkan jarak genetik, pohon fenogram dan struktur total kanonik. Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa kerbau dan mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat (0,172743) dibandingkan kerbau dan serta dengan, meskipun tidak besar. Kata Kunci: Kerbau, Ukuran-Ukuran Tubuh, Jarak Genetik PENDAHULUAN Kerbau mempunyai berbagai peranan penting antara lain menunjang pertanian (ternak kerja dan sumber pupuk organik), perekonomian rumah tangga petani (sebagai tabungan), ketahanan pangan (sumber protein) dan budaya (ternak untuk upacara ritual). Populasi kerbau lumpur di Indonesia sebesar 2.2 juta atau 6% dari total populasi kerbau dunia. Jumlah populasi kerbau di Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun 2002 populasi kerbau mencapai 2.403.033 ekor dan menurun 11,42% menjadi 2.128.491 ekor pada tahun 2005 (DITJEN PETERNAKAN, 2006). Penurunan populasi diakibatkan lahan penggembalaan makin sempit dan penggunaan kerbau sebagai penarik bajak mulai berkurang oleh penggunaan traktor. Keragaman fenotifik dari individu ternak ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan dimana keragaman tersebut dapat dibedakan dengan mudah melalui penanda fenotifik (SARBAINI, 2004) seperti ukuranukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola warna bulu tubuh, bentuk dan 231
perkembangan tanduk dan sebagainya. Keragaman fenotifik kerbau di Indonesia cukup besar, sehingga mengakibatkan ditemukan beberapa galur kerbau di Indonesia seperti kerbau rawa di Kalimantan Selatan dan kerbau Tedong Bonga di daerah Toraja (SIREGAR et al., 1996). Beberapa penelitian melaporkan adanya perbedaan morfometrik ukuran tubuh antara kerbau, Sumatera Utara, Jawa Timur (Baluran), dan Jawa Tengah (TRIWULANINGSIH et al., 2004; SIREGAR et al., 1998). Keterbatasan informasi data penampilan dan potensi biologis ternak kerbau belum banyak diketahui. Salah satunya informasi morfologi ternak kerbau antar daerah dan hubungan kekerabatan merupakan informasi penting dimana ternak kerbau sebagai salah satu kekayaan plasma nutfah. Selain itu informasi hubungan genetik tersebut bermanfaat dalam penentuan pengembangan ternak kerbau melalui pemuliaan. Keragaman genetik kerbau salah satunya dapat diteliti melalui pengamatan terhadap keragaman fenotifik sifat-sifat kuantitatif dan kualitatif melalui analisis morfometrik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara kerbau dengan kerbau Sumatera Utara berdasarkan ukuran tubuh. MATERI DAN METODE Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah kerbau rawa (swamp buffalo). Jumlah ternak yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 602 ekor berasal dari Kabupaten Lebak dan Pandeglang, Propinsi dan Balai Penelitian Ternak Unggul (BPTU) Kerbau dan Babi, peternak serta pasar hewan di kecamatan Siborong-borong, Propinsi Sumatera Utara. Data kerbau dari Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah sebanyak 193 ekor digunakan untuk membantu dalam analisis hubungan genetik. Data dikelompokkan ke dalam lima kelompok umur dan dua jenis kelamin. Penentuan umur kerbau berdasarkan informasi dari peternak dan berdasarkan pergantian gigi seri. Parameter yang diamati adalah karakteristik fenotipik yang berkaitan dengan sifat kuantitatif (panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada) yang diukur dengan menggunakan pita ukur dan tongkat ukur. Data ukuran-ukuran tubuh kerbau dianalisis dengan analisis statistik deskriptif, uji -t, analisis diskriminan dan analisis korelasi kanonik. Sebelum dilakukan pembandingan rataan antara daerah, data dikoreksi terlebih dahulu. Faktor koreksi adalah umur dan jenis kelamin: (a) koreksi data berpatokan pada kelompok umur tiga tahun menurut jenis kelamin jantan untuk menghitung perbandingan kerbau dan, (b) koreksi data berdasarkan umur untuk menghitung perbandingan jenis kelamin kerbau antara daerah dan (c) koreksi data berdasarkan jenis kelamin untuk melihat perbedaan umur antara kerbau di dan. Perhitungan hubungan genetik ditambah data dari sebagai Dummy Variable (variabel untuk membantu proses perhitungan tanpa mempengaruhi perhitungan utama), karena pendugaan hubungan genetik yang dilakukan secara morfometri dibutuhkan minimal tiga daerah. Analisis diskriminan digunakan untuk menentukan hubungan genetik (HERERA et al., 1996). Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan hubungan Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik minimum yang digunakan menurut petunjuk NEI (1987). Analisis statistik Mahalanobis dilakukan dengan menggunakan program statistik SAS versi 6.12 dengan menggunakan PROC CANDISC. Program MEGA2 digunakan untuk mendapatkan pohon fenogram. Teknik pembuatan pohon fenogram dilakukan dengan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic) dengan asumsi bahwa laju evolusi antara kelompok kerbau adalah sama. Analisis kanonikal digunakan untuk menentukan gambaran kanonikal dari kelompok kerbau, nilai kesamaan dan nilai campuran di dalam maupun di antara kelompok kerbau. Analisis ini juga dipakai untuk menentukan beberapa peubah dari ukuran fenotipik yang memiliki pengaruh kuat terhadap penyebab terjadinya pengelompokan populasi kerbau (pembeda populasi). Prosedur analisis dengan menggunakan PROC DISCRIM dari SAS versi 6.12. Nilai struktur total kanonik tertinggi dipilih sebagai variabel pembeda. 232
Nilai kanonik HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan antara populasi kerbau bertujuan untuk mempelajari hubungan kekerabatan dan faktor peubah pembeda antar populasi. Pengelompokan dilakukan berdasarkan analisis fungsi diskriminan dan analisis korelasi kanonik ukuran-ukuran morfometrik tubuh, yakni tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada. Hasil analisis data ukuran fenotipik dapat diketahui dari nilai total struktur kanonik seperti yang disajikan pada Tabel 1, dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa lingkar dada dapat digunakan untuk membedakan kerbau dan. Dugaan ini didasari oleh hasil analisis total struktur kanonik yang relatif tinggi pada lingkar dada (kanonik 1 = 0,845964). Perbedaan lingkar dada diperoleh juga pada struktur kanonik kerbau betina (kanonik 1 = 0,920370), seperti yang disajikan pada Tabel 2. Hasil yang berbeda diperoleh dari struktur kanonik kerbau jantan (Tabel 3) yang menunjukkan bahwa tinggi pundak (kanonik 1 = 0,977215) dan lingkar dada (kanonik 1 = 0,824240) yang membedakan kerbau jantan dan. Tabel 1. Struktur total kanonik ukuran-ukuran tubuh kerbau, dan Tinggi pundak -0,040089 0,637841 Panjang badan -0,111445 0,905477 Lingkar dada 0,845964 0,514095 Keragaman total 73,58% 26,42% Tabel 2. Struktur total kanonik ukuran-ukuran tubuh kerbau betina, dan Tinggi pundak 0,559958 0,802361 Panjang badan 0,068551-0,025717 Lingkar dada 0,920370-0,284469 Keragaman total 97,68% 2,32% Tabel 3. Struktur total kanonik ukuran-ukuran tubuh kerbau jantan, dan Tinggi pundak 0,977215 0,082145 Panjang badan 0,415392 0,869077 Lingkar dada 0,824240-0,320040 Keragaman total 93,26% 6,74% Perbedaan yang diperoleh dari struktur total kanonik yang membedakan kerbau jantan dan pada ukuran tubuh tinggi pundak, mungkin karena contoh ternak jantan terlalu sedikit yang menyebabkan data kurang akurat. Hasil penelitian yang menyebutkan lingkar dada sebagai peubah pembeda populasi kerbau dan, sepertinya berkaitan dengan ketersediaan pakan dan sistem pemeliharaan di kedua daerah. Peubah lingkar dada merupakan salah satu parameter ukuran tubuh yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Berdasarkan penelitian ini, sistem pemeliharaan secara ekstensif pada kerbau lebih baik jika dibandingkan dengan pemeliharaan secara semi intensif. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh SIREGAR et al. (1996) bahwa di Taman Nasional Baluran yang pemeliharannya secara ekstensif, produktivitas dan pertumbuhan kerbau Baluran lebih tinggi. Hubungan kekerabatan Berdasarkan variabel pembeda diantara kelompok populasi kerbau, dan, ditentukan jarak genetik dan pohon fenogram. Jarak genetik dan pohon fenogram antara populasi kerbau dan menunjukkan bahwa populasi kerbau dan terpisah, dengan jarak genetik dekat seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4 dan Gambar 1 hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan kerbau dan secara genetik dekat. Begitu juga dengan populasi, secara genetik hubungan populasi dengan populasi dan adalah dekat. Hal yang sama dinyatakan oleh MUKHERJEE et al. (1991) bahwa hubungan genetik kerbau rawa di Asia Tenggara tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. AMANO et al. (1981) menyatakan hal 233
yang serupa bahwa hubungan genetik antara kerbau rawa di Jawa Barat, Sumatera Barat, Toraja dan Ujung Pandang mempunyai hubungan genetik yang dekat, sedangkan hubungan genetik antara kerbau rawa dan kerbau Murrah mempunyai hubungan genetik yang jauh. Tabel 4. Hubungan genetik antara populasi kerbau, dan Lokasi 0 0,148762 0 0,172743 0,133604 0 Tabel 5. Hubungan genetik antara kerbau Betina, dan Lokasi 0 0,183984 0 0,404981 0,241992 0 Hubungan genetik (Tabel 6) dan pohon fenogram (Gambar 3) antara populasi kerbau jantan menunjukkan bahwa antara kerbau jantan dan populasinya tidak terpisah, namun secara genetik dekat (nilai D = 1,144771). Hasil ini berbeda dengan hasil analisis hubungan genetik dan pohon fenogram berdasarkan populasi asal ternak dan kerbau betina. Perbedaan hasil yang diperoleh dari analisis hubungan genetik dan pohon fenogram pada populasi kerbau jantan mungkin disebabkan jumlah sampel yang digunakan pada kerbau jantan lebih sedikit. Tabel 6. Hubungan genetik antara kerbau Jantan, dan Lokasi 0 1,242662 0 1,144771 2,185591 0 0,01 0,08 0,08 0,06 0,04 0,02 0,00 Gambar 1. Pohon fenogram populasi kerbau, dan 0,09 0,16 0,09 0,15 0,10 0,05 0.00 Gambar 2. Pohon fenogram kerbau Betina Populasi, dan 234
0,28 0,86 0,57 0,57 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 Gambar 3. Pohon fenogram kerbau Jantan Populasi, dan KESIMPULAN 1. Nilai total struktur kanonik yaitu perbedaan kerbau dan secara morfometrik dari peubah lingkar dada (kanonik 1 = 0,845964). 2. Hasil analisis hubungan genetik menunjukkan bahwa populasi kerbau terpisah dari populasi kerbau, namun mempunyai hubungan genetik yang dekat (0,172743). Perlu penelitian lebih lanjut menggunakan data lebih banyak per lokasi dan membandingkan hubungan kekerabatan paling sedikit 3 lokasi untuk memudahkan prosedur pembandingan. DAFTAR PUSTAKA AMANO, T., S. KATSUMATA, K. SUZUKI, Y. NOZAWA, T. KAWAMOTO, H. NAMIKAWA, I.K. MARTOJO, ABDULGANI and H. NADJIB. 1981. Morphological and genetical survey of buffalous in Indonesia. The Origin and Phylogeny of Indonesia Livestock. Part II. pp. 31 54. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2006. Statistika Peternakan 2006. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI, Jakarta. HERERA, M., E. RODERO, M.J. GUTIERREZ, F. PENA dan J.M. RODERO. 1996. Application of multifaktorial discriminant analysis in the morphostructural differentiation of Andalusian caprine breeds. Small Ruminansia. 22: 39 47. MUKHERJEE, T.K., J.S.F. BAKER, S.G. TAN, O.S. SALVARAJ, J.M. PANANDM, Y. YUSHARYATI and SREETARAM. 1991. Genetic relationship among population of swamp buffalo in Southeast Asia. In: Buffalo and Goats in Asia: Genetic Diversity and Use Application. TULLAOH, N.M. (Ed.). Proc. Seminar. Kuala 34-40, Aciar Proc. Series No. 34, Canberra, Australia. NEI, M. 1987. Molecular Evolutianary Genetics. New York: Columbia University Press. SARBAINI. 2004. Kajian Keragaman Karakter Eksternal dan DNA Mikrosatelit Sapi Pesisir di Sumatera Barat. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. SIREGAR, A.R, K. DIWYANTO, E. BASUNO, A. THALIB, T. SARTIKA, R.H. MATONDANG, J. BESTARI, M. ZULBARDI, M. SITORUS, T. PANGGABEAN, E. HANDIWIRAWAN, Y. WIDIAWATI dan N. SUPRIYATNA. 1996. Karakteristik dan konservasi keunggulan genetik kerbau di Pulau Jawa. Buku 1: Penelitian Ternak Ruminansia Besar. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. TRIWULANNINGSIH, E., SUBANDRIYO, P. SITUMORANG, T. SUGIARTI, R.G. SIANTURI, D.A. KUSUMANINGRUM, I GEDE PUTU, P. SITEPU, T. PANGGABEAN, P. MAHYUDIN, ZULBARDI, S.B. SIREGAR, U. KUSNADI, C. THALIB dan A.R. SIREGAR. 2004. Data Base Kerbau di Indonesia. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. 235