ANALISIS PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF DAN RADIUS DAERAH BISU

dokumen-dokumen yang mirip
PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK

TELAAH PROPAGASI GELOMBANG RADIO DENGAN FREKUENSI 10,2 MHz DAN 15,8 MHz PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO BANDUNG WATUKOSEK DAN BANDUNG PONTIANAK

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

KAJIAN AWAL EFISIENSI WAKTU SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) BERBASIS MANAJEMEN FREKUENSI

KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF

DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY)

PERAN LAPISAN E IONOSFER DALAM KOMUNIKASI RADIO HF

Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

PREDIKSI SUDUT ELEVASI DAN ALOKASI FREKUENSI UNTUK PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI RADIO HF PADA DAERAH LINTANG RENDAH

PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA

KAJIAN HASIL UJI PREDIKSI FREKUENSI HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO DI LINGKUNGAN KOHANUDNAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN ALE (AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT) NASIONAL

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW

Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT (ALE) NASIONAL

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf

LAPISAN E SPORADIS DI ATAS TANJUNGSARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

UNTUK PENGAMATAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF SECARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMUNIKASI RADIO HIGH FREQUENCY JARAK DEKAT

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

Varuliantor Dear 1 dan Gatot Wikantho Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 8 Maret 2014; Disetujui 14 Juni 2014 ABSTRACT

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

ANALISIS AKURASI PEMETAAN FREKUENSI KRITIS LAPISAN IONOSFER REGIONAL MENGGUNAKAN METODE MULTIQUADRIC

KOMUNIKASI DATA MENGGUNAKAN RADIO HF MODA OLIVIA PADA SAAT TERJADI SPREAD-F

PEMANFAATAN PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK MANAJEMEN FREKUENSI

Diterima 6 September 2012; Disetujui 15 November 2012 ABSTRACT

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF Di LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

SISTEM PENGOLAH PREDIKSI PARAMETER KOMUNIKASI RADIO

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI HF TINGKAT PROVINSI DI INDONESIA SELAMA AWAL SIKLUS MATAHARI MINIMUM 25

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran berkomunikasi radio sangat ditentukan oleh keadaan lapisan E

IMPLEMENTASI PROGRAM APLIKASI UNDUH FILE DATA REAL TIME INDEKS T GLOBAL UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PENELITIAN

VARIASI KUAT SIGNAL HF AKIBAT PENGARUH IONOSFER

Manajemen Frekuensi Data Pengukuran Stasiun Automatic Link Establishment (ALE) Riau

Optimasi Prediksi High Frekuensi Untuk Komunikasi Jarak Jauh Guna Pemantauan Laut Wilayah Indonesia

ANALISIS KOMPATIBILITAS INDEKS IONOSFER REGIONAL [COMPATIBILITY ANALYSIS OF REGIONAL IONOSPHERIC INDEX]

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

LAPISAN E SPORADIS IONOSFER GLOBAL DARI TEKNIK GPS-RO

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO

OPTIMALISASI PENGAMATAN DATA UJI KOMUNIKASI RADIO DENGAN MEMANFAATKAN PERANGKAT LUNAK PrintKey 2000

VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F

Sri Suhartini *)1, Irvan Fajar Syidik *), Annis Mardiani **), Dadang Nurmali **) ABSTRACT

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

LAPISAN E IONOSFER INDONESIA

UJI COBA PAKET PROGRAM HamPAL UNTUK PENGIRIMAN DATA MENGGUNAKAN RADIO KOMUNIKASI HF

POTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA

ANALISIS KARAKTERISTIK FREKUENSI KRITIS (fof2), KETINGGIAN SEMU (h F) DAN SPREAD F LAPISAN IONOSFER PADA KEJADIAN GEMPA PARIAMAN 30 SEPTEMBER 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemodelan Markov untuk kanal HF Availability pada Link Malang-Surabaya

ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007

ALOKASI FREKUENSI RADIO (RADIO FREQUENCY) DAN MEKANISME PERAMBATAN GELOMBANGNYA. Sinyal RF ( + informasi)

PENGAMATAN KUAT SINYAL RADIO MENGGUNAKAN S METER LITE

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Telekomunikasi: penyampaian informasi atau hubungan antara satu titik dengan titik yang lainnya yang berjarak jauh. Pengantar Telekomunikasi

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Jurusan Fisika. diajukan oleh SUMI DANIATI

ANALISA PERHITUNGAN LINK BUDGET SISTEM KOMUNIKASI ANTAR PELABUHAN MENGGUNAKAN KANAL HF

Radio dan Medan Elektromagnetik

PROGRAM APLIKASI MixW UNTUK KOMUNIKASI DATA MENGGUNAKAN RADIO HF

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

VARIASI LAPISAN E DAN F IONOSFER DI ATAS KOTOTABANG

Eny Sukani Rahayu 1, Anugerah Galang Persada 1, Muhammad Farras Archi 2, Rahardian Luthfi Prasetyo 2

BAB III PRINSIP DASAR MODEL PROPAGASI

NEAR REAL TIME SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM PEMANTAU CUACA ANTARIKSA

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 9 Komunikasi Radio

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro

KEGIATAN BELAJAR 2. FREKUENSI GELOMBANG RADIO PADA APLIKASI SISTEM TELEKOMUNIKASI

Dasar- dasar Penyiaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMUNIKASI DATA ST014 REMEDIAL S1 Teknik Informatika. DOSEN PENGAMPU : Ferry Wahyu Wibowo, S.Si., M.Cs

PROPAGASI UMUM PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dasar- dasar Penyiaran

KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK DINAS BERGERAK

PROPAGASI. Oleh : Sunarto YB0USJ

Sri Suhartini 1, Irvan Fajar Syidik, Slamet Syamsudin Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 15 Februari 2014; Disetujui 17 April 2014

Jl. Ganesha No. 10 Bandung Indonesia **) Pusat Sains Antariksa

DIRGANTARA VOL. 10 NO. 3 SEPTEMBER 2009 ISSN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK Jiyo

KAJIAN DUA MODEL EMPIRIS LAPISAN E IONOSFER

Makalah Peserta Pemakalah

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

Transkripsi:

Analisis Propagasi Gelombang Radio HF dan Radius Daerah Bisu (Jiyo) ANALISIS PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF DAN RADIUS DAERAH BISU Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN ABSTRACT In this paper we discuss HF radio wave propagation and its relation to skip zone. Based on the simulation using a simple formula and 7 th -9 th November 7 ionospheric data, we obtained the minimum distance for sky wave which is the radius of the skip zone. The results have been compared with observed data from mobile HF radio communication operated over road of Yogyakarta-Banyuwangi-Yogyakarta. The results are: () the minimum distance for sky wave depends on the height and critical frequency of the ionosphere, () the variation of the height and critical frequency during the day cause the variation of the skip zone, (3) the probability of the existence of skip zone in the morning is higher than in the afternoon, () probability of skip zone for lower working frequency is higher than that in the higher working frequency, (5) skip zone prediction needs an ionospheric model. Keywords:Propagation, Skip zone minimum distance, Critical frequency, Ionospheric model ABSTRAK Pada makalah ini dibahas tentang propagasi gelombang radio pada pita frekuensi HF (3-3 MHz) dan kaitannya dengan radius daerah bisu. Melalui simulasi menggunakan rumus sederhana dan data ionosfer hasil pengamatan selama tiga hari yakni tanggal 7 9 November 7 dapat dihitung jarak rambat terdekat (jrd) yang merupakan radius daerah bisu. Hasil simulasi dibandingkan dengan data pengamatan menggunakan perangkat radio bergerak (mobile) dari Yogyakarta hingga Banyuwangi pergi-pulang. Dari pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa : () jarak rambat terdekat bergantung kepada ketinggian dan frekuensi kritis lapisan ionosfer, () ketinggian lapisan ionosfer dan frekuensi kritisnya bervariasi sepanjang hari sehingga radius daerah bisu juga berubah sepanjang hari, (3) pada umumnya peluang kemungkinan terjadinya daerah bisu lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan siang hari, () peluang terjadinya daerah bisu untuk frekuensi kerja yang lebih rendah juga lebih kecil dibandingkan frekuensi kerja yang lebih tinggi, (5) untuk memprediksi radius daerah bisu diperlukan model ionosfer. Kata kunci: Propagasi, Radius daerah bisu, Jarak rambat terdekat, Frekuensi kritis, Model ionosfer PENDAHULUAN Penjalaran (propagasi) gelombang radio HF (3-3 MHz) dari stasiun pemancar (Tx) menuju stasiun penerima (Rx) terjadi dalam tiga cara yakni perambatan secara langsung (line of sight, LOS), perambatan melalui permukaan bumi (ground wave, GRW), dan perambatan di angkasa (sky wave, SKW). Gelombang radio dengan frekuensi tertentu yang dipancarkan dari satu stasiun radio mempunyai kemungkinan untuk menjalar dalam tiga cara tersebut. Persyaratan terjadinya penjalaran secara langsung adalah antara Tx dan Rx harus saling melihat. Maksudnya, antara Tx dan Rx tidak ada suatu objekpun yang menghalanginya. Jarak yang bisa ditempuhnya juga tidak sejauh jangkauan GRW dan SKW karena banyaknya objek yang dapat menghalanginya dan faktor kelengkungan 3

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. No. Desember 9 : 3-3 permukaan Bumi. Gelombang permukaan (GRW) merambat dari Tx menuju Rx mengalami proses pemantulan oleh benda-benda yang ada di antara Tx dan Rx. Jarak tempuh gelombang bergantung kepada konduktivitas dan permitivitas permukaan serta daya dari pemancar. Selanjutnya, gelombang angkasa (SKW) menjalar dari Tx munuju Rx melalui proses penyerapan dan pembiasan oleh lapisan ionosfer. Jarak jangkauan SKW lebih jauh dibandingkan LOS dan GRW. Pada gelar komunikasi radio HF sering kali dijumpai fakta bahwa satu frekuensi kerja yang lebih tinggi tidak bisa digunakan untuk menjangkau jarak tertentu, sedangkan frekuensi yang lebih rendah justru bisa digunakan. Contohnya, frekuensi 7 MHz (band - meter) yang digunakan stasiun radio di Bandung, tidak dapat menjangkau stasiun radio di Palembang, namun dapat menjangkau stasiun radio di Medan yang jaraknya lebih jauh. Pada saat yang sama frekuensi MHz justru dapat digunakan untuk komunikasi Bandung-Palembang. Dengan demikian terdapat radius tertentu yang mana sinyal gelombang radio dengan frekuensi 7 MHz tidak dapat diterima. Daerah seperti ini disebut daerah bisa atau skip zone (McNamara, 99; Silver, ) untuk frekuensi 7 MHz. Pada penelitian ini dibahas tentang perambatan gelombang angkasa dan kaitannya dengan radius daerah bisu. Melalui simulasi dengan data ionosfer secara aktual akan diperoleh pemahaman tentang eksistensi daerah bisu dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilainya. Dengan pemahaman ini, maka penggunaan kanal frekuensi pada stasiun radio akan menjadi lebih optimal. LANDASAN TEORI. Perambatan Gelombang Angkasa Perambatan gelombang angkasa dapat diilustrasikan seperti skema pada Gambar -. Misalkan h adalah ketinggian lapisan ionosfer; f c adalah frekuensi maksimum gelombang radio yang dipantulkan oleh lapisan ionosfer. Kemudian adalah sudut pancar gelombang radio yang dipantulkan lapisan ionosfer di titik P dengan sudut datang, adalah sudut pancar gelombang radio yang dipantulkan lapisan ionosfer di titik P dengan sudut datang, dan adalah sudut pancar gelombang radio yang mencapai di titik P 3 dengan sudut datang namun tidak dipantulkan lapisan ionosfer. Gambar -:Skema perambatan gelombang angkasa (skywave) 3

Analisis Propagasi Gelombang Radio HF dan Radius Daerah Bisu (Jiyo) Jika selisih sudut pancar, dan cukup kecil, maka titik P, P, dan P 3 juga tidak terlalu jauh sehingga frekuensi f c dan ketinggian h untuk ketiga titik tersebut dapat diasumsikan sama. Nilai f c dan h dapat diperoleh dari pengamatan menggunakan radar ionosfer (ionosonda). Nilai h untuk lapisan F adalah h F, untuk lapisan E yaitu h E, dan untuk lapisan E Sporadis adalah h Es. Nilai f c sama dengan frekuensi kritis lapisan ionosfer. Maksudnya, nilai f c untuk lapisan F adalah fof, untuk lapisan F adalah fof, untuk lapisan E adalah foe, dan untuk lapisan E Sporadis adalah foes. Frekuensi maksimum gelombang radio yang dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer di titik P (MOF, Maximum Oblique Frequency) dapat ditentukan dengan rumus berikut: MOF fc cos (-) Dan berdasarkan definisi MOF ini, maka syarat untuk frekuensi gelombang radio (f o) supaya dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer di titik P dan mencapai titik Rx dengan jarak d, harus lebih kecil atau sama dengan MOF. Persyaratan ini dapat dituliskan dalam bentuk pertidaksamaan berikut: fo fc cos (-) Untuk berkas gelombang radio dengan sudut pancar yang lebih kecil dari, maka akan menghasilkan sudut datang yang lebih besar dari di titik P. Akibatnya MOF di titik ini lebih besar daripada MOF di titik P sehingga f o masih lebih kecil dari MOF di titik P. Jadi gelombang radio dengan frekuensi f o dan sudut pancar masih dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer sehingga mencapai titik Rx dengan jarak d.. Jarak Rambat Terdekat dan Radius Daerah Bisu Misalkan pada sudut elevasi yang sedikit lebih besar dari sedemikian sehingga gelombang radio dengan frekuensi f o mencapai lapisan ionosfer di titik P 3 dengan sudut datang namun gelombang tersebut tidak dapat dipantulkan (lihat skema Gambar -). Maka jarak d pada Gambar - adalah jarak rambat terdekat (jrd) gelombang angkasa dengan frekuensi f o pada saat lapisan ionosfer mempunyai frekuensi maksimum f c dan ketinggian h. Jarak rambat terdekat dapat didekati dengan rumus berikut: fo fc jrd h' (-3) fc Jadi, jika frekuensi gelombang radio f o lebih besar dari f c, maka gelombang radio tersebut mempunyai jarak rambat terdekat. Sebaliknya, jika frekuensi gelombang radio lebih kecil atau sama dengan f c, maka berdasarkan persamaan (-3) jrd adalah atau imajiner. Artinya, gelombang radio dengan frekuensi f o<f c tidak mempunyai jrd. Daerah di sekitar Tx dengan radius sampai dengan jrd disebut daerah bisu (skip zone) untuk frekuensi f o karena gelombang radio dengan frekuensi tersebut tidak dapat dipantulkan lapisan ionosfer. Jadi eksistensi jrd dan daerah bisu ditentukan oleh frekuensi kerja yang digunakan, frekuensi kritis lapisan ionosfer, dan ketinggiannya. Frekuensi kritis lapisan ionosfer dan ketinggiannya berubah terhadap waktu sehingga jarak rambat terdekat dan daerah bisu juga berubah setiap waktu. 3 METODOLOGI Dengan rumus (-3) dapat dihitung jarak rambat terdekat jika diketahui frekuensi kerja yang digunakan, frekuensi kritis lapisan ionosfer, dan ketinggian lapisan di titik 33

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. No. Desember 9 : 3-3 P pada waktu tertentu. Pada simulasi ini frekuensi kerja yang digunakan adalah 7, MHz dan, MHz. Perhitungan jarak rambat terdekat menggunakan persamaan (-3) dengan paket program Microsoft Excel. Sedangkan data frekuensi kritis lapisan F ionosfer (fof) dan ketinggiannya diamati di Stasiun Pengamat Dirgantara Tanjungsari tanggal 7 9 Mei 7 menggunakan ionosonda IPS7 yang beroperasi setiap 5 menit untuk mendapatkan data. Untuk mengujinya pada tanggal tersebut dilakukan komunikasi antara stasiun radio LAPAN Bandung (,9º LS; 7,59º BT) dengan stasiun bergerak pada titik-titik sepanjang perjalanan Yogyakarta- Banyuwangi pergi pulang. Dalam pengujian jarak rambat terdekat, radio di stasiun LAPAN Bandung mengirimkan sejumlah huruf secara otomatis setiap 5 menit sekali. Pengiriman paket huruf secara otomatis ini dilakukan dengan menggunakan piranti keras komputer, radio, dan TNC (Tone Node Controller), serta perangkat lunak MixW. Perangkat yang sama digunakan pada stasiun bergerak yang menyusuri jalan Yogyakarta-Banyuwangi pergi pulang. Perangkat pada stasiun bergerak menerima paket huruf yang dikirimkan dan mencatat kuat sinyal penerimaan. HASIL DAN PEMBAHASAN. Simulasi Perhitungan Jarak Rambat Terdekat dan Daerah Bisu Hasil simulasi dengan data tanggal 7 November 7 diperlihatkan pada Tabel -. Pengukuran kuat sinyal gelombang radio pada frekuensi 7, MHz dan, MHz dilakukan mulai pukul 9. WIB sampai dengan pukul 7. WIB dengan posisi pengukuran (posisi Rx) sepanjang perjalanan dari Solo (7,5ºLS;,5ºBT) sampai dengan Probolinggo (-7,5ºLS;,39ºBT). Frekuensi 7, MHz diukur kuat sinyalnya di titik-titik sepanjang radius 35 km (Solo) sampai dengan radius 533 km di Mojokerto (7,5 ºLS;,39ºBT) dari stasiun radio LAPAN Bandung. Sedangkan kuat sinyal frekuensi, MHz diukur dari radius 35 km hingga km di Probolinggo (7,75ºLS; 3,9ºBT). Kemudian hasil simulasi dengan data tanggal November 7 dapat dilihat pada Tabel -. Pengukuran kuat sinyal gelombang radio pada frekuensi 7, MHz hanya dilakukan pada jarak 7 km di Banyuwangi (,ºLS;,37º BT). Sedangkan pengukuran kuat sinyal gelombang radio pada frekuensi, MHz dilakukan mulai pukul. WIB sampai dengan pukul. WIB dengan posisi pengukuran sepanjang perjalanan dari radius 7 km di Situbondo (7,9ºLS;,9ºBT) hingga pada radius 7 km di Banyuwangi (,ºLS;,37º BT), kemudian kembali ke Sitobondo, hingga sekitar Probolinggo (7,73º LS; 3,º BT) pada posisi km dari stasiun LAPAN Bandung. Selanjutnya hasil simulasi dengan data tanggal 9 November 7 diperlihatkan pada Tabel -3. Pengukuran kuat sinyal gelombang radio pada frekuensi 7, MHz dimulai pada pukul. dengan posisi Rx di radius 55 di Watukosek (7,5ºLS;,3ºBT) hingga pukul 5. pada radius 3 km di Yogyakarta (7,ºLS;,3ºBT). Kemudian dilanjutkan pengukuran kuat sinyal untuk frekuensi, pada pukul., pukul 7., dan pukul.. Posisi Rx di radius 3 km, 39 km, dan 9 km dari stasiun LAPAN Bandung. 3

Analisis Propagasi Gelombang Radio HF dan Radius Daerah Bisu (Jiyo) Tabel -: MOF DAN JARAK RAMBAT TERDEKAT (JRD) HASIL SIMULASI MENGGUNAKAN RUMUS (3-) DENGAN MASUKAN fof DAn h F HASIL PENGAMATAN IONOSONDA, DAN KUAT SINYAL GELOMBANG RADIO PADA FREKUENSI 7, MHz DAN MHz HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN PERANGKAT KOMUNIKASI RADIO BERGERAK YANG DILAKUKAN PADA TANGGAL 7 NOVEMBER 7 UT+7 Posisi Rx h'f fof MOF jrd7, jrd, KS-7, KS-, (km) (km) (MHz) (MHz) (km) (km) (db) (db) 9 35 33 7.39.37 53.5 375 33. 9.7 9.5 5 33.9. 3 7.5 9 3.9 9. 559.5 3 533 3 9.5. 9 7 53 3 9..77 97-5 5 55 37 9.. 37-5.5 59 355 9..3 359-5 7 3 9.39 3. - 3.5 Tabel -: MOF DAN JARAK RAMBAT TERDEKAT (JRD) HASIL SIMULASI MENGGUNAKAN RUMUS (3-) DENGAN MASUKAN fof DAN h F HASIL PENGAMATAN IONOSONDA, DAN KUAT SINYAL GELOMBANG RADIO PADA FREKUENSI 7, MHz DAN,MHz HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN PERANGKAT KOMUNIKASI RADIO BERGERAK YANG DILAKUKAN PADA TANGGAL NOVEMBER 7 UT+7 Posisi Rx h'f fof MOF jrd7, jrd, KS-7, KS-, (km) (km) (MHz) (MHz) (km) (km) (db) (db) 7 33. 9. - 9 7 37.9 9. 35 9 - - 37 7.3-7 - - 7.. 3 5 7 39 9..59 3 3 75 359. 5. - 5.5 7 35.. - 5 9 353.9. - 353.39 3.79 - Tabel -3: MOF DAN JARAK RAMBAT TERDEKAT (JRD) HASIL SIMULASI MENGGUNAKAN RUMUS (3-) DENGAN MASUKAN fof DAN h F HASIL PENGAMATAN IONOSONDA, DAN KUAT SINYAL GELOMBANG RADIO PADA FREKUENSI 7, MHz DAN,MHz HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN PERANGKAT KOMUNIKASI RADIO BERGERAK YANG DILAKUKAN PADA TANGGAL 9 NOVEMBER 7 UT+7 Posisi Rx h'f fof MOF jrd7, jrd, KS 7, KS, (km) (km) (MHz) (MHz) (km) (km) (db) (db) 55 3 5. 7. 597 9-9 53 5 5.5 5. 979 73 75 5..3 55 35-5 39 7.39.5 7 7-39 7.5.9 97 7-3 33 39.5 9. 5 7-3 35 9.. 33 7-5 3 35 9.9.7 35-3 335 9.7. 3 -.5 7 39 93 9.95.5 3-3.5 9 59 9.9.5 9-3.5 35

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. No. Desember 9 : 3-3. Pembahasan Hasil simulasi dan pengamatan seperti pada Tabel -, -, dan -3 dibuat dalam bentuk grafik seperti pada Gambar -, -, dan -3. Dari grafik pada Gambar -(a) terlihat bahwa mulai pukul 9. WIB hingga pukul 7. WIB MOF lebih tinggi dari 7, MHz. Ini berarti pada tanggal 7 November 7 frekuensi 7, MHz tidak mempunyai daerah bisu karena jarak rambat terdekatnya bernilai atau lebih kecil (Gambar -(b)). Hal ini diperkuat oleh data hasil pengukuran kuat sinyal pada radius 35 km di Solo hingga radius 533 km di Mojokerto seperti pada Gambar -(c). Selama perjalanan Solo-Mojokerto tidak terjadi penurunan kuat sinyal pada frekuensi ini. Untuk frekuensi, MHz, pada pukul 9. WIB hingga pukul. WIB MOF lebih rendah atau di sekitar, MHz. Kemudian dari pukul 3. WIB hingga pukul 7. WIB MOF lebih tinggi dari, MHz. Dari grafik pada Gambar -(b) terlihat sebelum pukul 3. WIB posisi Rx lebih rendah atau disekitar jrd. Ini berarti bahwa posisi Rx masuk dalam radius daerah bisu. Setelah pukul 3. WIB posisi Rx lebih jauh dari jrd sehingga Rx sudah diluar daerah bisu untuk frekuensi ini. Hal ini diperkuat oleh data kuat sinyal yang mulai naik setelah pukul 3. WIB (Gambar -(c)). Kemudian dari Gambar -(a) terlihat bahwa pada tanggal November 7 mulai pukul. WIB hingga pukul 7. WIB MOF juga masih lebih tinggi dari 7, MHz. Ini berarti bahwa pada tanggal tersebut posisi Rx di luar dari radius daerah bisu untuk frekuensi 7, MHz (Gambar - (b)). Hasil pengukuran kuat sinyal di Banyuwangi pada posisi Rx 7 km dari stasiun radio LAPAN Bandung memperkuat hal ini. MHz (a) (b) (c) 7 November 7 7 9 3 5 7 MOF 7 5 3 jrd & Posisi Rx, 7 November 7 7 9 3 5 7 JRD-7,MHz JRD-,MHz Posisi Rx 7 November 7 Gambar -: Grafik hasil simulasi dan pengamatan tanggal 7 November 7 : (a) MOF, (b) posisi radio penerima dan jarak rambat terdekat (jrd), dan (c) posisi radio penerima (Rx) dan kuat sinyal db 7 5 3 7 9 3 5 7 UT+7 KS-7,MHz KS-,MHz Posisi Rx 7 5 3 MHz (a) (b) (c) November 7 7 9 3 5 7 MOF 9 7 5 3 jrd & posisi Rx, November 7 7 9 3 5 7 JRD-7,MHz JRD-,MHz Posisi Rx Gambar -: Grafik hasil simulasi dan pengamatan tanggal November 7 : (a) MOF, (b) posisi radio penerima dan jarak rambat terdekat (jrd), dan (c) posisi radio penerima (Rx) dan kuat sinyal db 9 7 5 3 November 7 7 9 3 5 7 KS-7,MHz KS-,MHz Posisi Rx 9 7 5 3 3

Analisis Propagasi Gelombang Radio HF dan Radius Daerah Bisu (Jiyo) Selanjutnya, pada tanggal November 7 untuk frekuensi, MHz, pada pukul. WIB hingga pukul 9. WIB MOF-nya lebih rendah atau di sekitar nilai, MHz (Gambar -(a)). Selang waktu berikutnya MOF lebih tinggi dari, MHz hingga pukul 7. WIB. Dari grafik pada Gambar -(b) terlihat bahwa sebelum pukul. WIB posisi Rx berada dalam radius daerah bisu (posisi Rx < jrd). Kemudian Gambar -(c) memperkuat hal ini karena pada pukul 9. WIB kuat sinyal mulai meningkat dan semakin tinggi pada pengukuran berikutnya hingga pukul 7. WIB. Pada tanggal 9 November 7 dari pukul. WIB hingga pukul. WIB MOF sedikit di bawah 7, MHz (Gambar -3(a)) dan posisi Rx masuk dalam radius daerah bisu karena posis Rx lebih dekat ke stasiun radio LAPAN Bandung daripada jrd (Gambar - 3(b)). Meskipun demikian, hasil pengukuran pada pukul 9. WIB menunjukkan kuat sinyal mencapai db (Gambar -3(c)). Hal ini kemungkinan disebabkan adanya perbedaan fof di titik tengah antara Tx dan Rx yang jaraknya sekitar 5 km dari Tanjungsari dengan fof di Tanjungsari yang digunakan. Kemungkinan lain disebabkan terjadinya pemantulan oleh lapisan E. Pada pukul 9. WIB dan pukul. WIB nilai foe berturut-turut 3,9 MHz dan 3,5 MHz yang menghasilkan nilai MOF berturut-turut 9, MHz dan 7,7 MHz. Kemudian untuk frekuensi, MHz, dari pukul. WIB hingga pukul 5. WIB MOF-nya lebih rendah atau di sekitar, MHz (Gambar -3(a)). Setelah pukul 5. WIB MOF-nya di atas, MHz. Dari Gambar -3(b) terlihat bahwa mulai pukul. WIB sampai dengan pukul 5. WIB posisi Rx berada di dalam daerah bisu karena jrd lebih tinggi atau sama dengan posisi Rx. Hasil pengukuran kuat sinyal menunjukkan bahwa mulai pukul. WIB Rx dapat menerima sinyal dari stasiun radio LAPAN Bandung hingga pukul. WIB. Dari simulasi menggunakan data pengujian selama tiga hari tersebut terlihat bahwa jarak terdekat bervariasi seiring dengan variasi ketinggian dan frekuensi kritis lapisan ionosfer. Dari pagi menuju tengah hingga sore hari nilai jrd semakin rendah dan bahkan bernilai. Hal ini sesuai dengan hasil terdahulu (Jiyo, 7) tentang variasi harian fof yang menunjukkan bahwa pada pagi hari hingga siang hari terjadi kenaikan fof. Dari persamaan (3-), jika terjadi kenaikan f c maka jrd akan menurun. Dengan demikian kemungkinan adanya daerah bisu pada pagi hari lebih besar dibandingkan pada siang hari. Frekuensi 7, MHz mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk menghasilkan daerah bisu dibandingkan frekuensi, MHz. Hal ini karena pada pagi hari f c umumnya relatif lebih rendah sehingga frekuensi 7, MHz lebih dekat dengan f c daripada frekuensi, MHz. Dengan demikian jrd untuk frekuensi 7, MHz lebih kecil dibandingkan untuk frekuensi, MHz. Selain itu menjelang tengah hari fof di Indonesia lebih tinggi dari 7, MHz sehingga frekuensi ini tidak mempunyai daerah bisu pada siang hari. Dalam tulisan ini hanya dibahas hasil simulasi menggunakan data pengamatan tiga hari saja. Untuk melihat variasi jrd lebih luas lagi, maka diperlukan data pengamatan untuk kondisi yang lain. Demikian pula untuk mendapatkan prediksi jrd dan daerah bisu untuk frekuensi tertentu diperlukan model ionosfer yang dapat menghasilkan informasi ketinggian dan frekuensi kritis lapisan tersebut. Contoh paket program prediksi jrd adalah program SKIPZ (Jiyo, ) yang memanfaatkan model ionosfer yang terdapat dalam paket program ASAPS (Advanced Stand Alone Prediction System). 37

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. No. Desember 9 : 3-3 MHz (a) (b) (c) 9 November 7 7 9 3 5 7 MOF jrd & posisi Rx, 9 November 7 7 9 3 5 7 JRD-7,MHz JRD-,MHz Posisi Rx Gambar -3: Grafik hasil simulasi dan pengamatan tanggal 9 November 7 : (a) MOF, (b) posisi radio penerima dan jarak rambat terdekat (jrd), dan (c) posisi radio penerima (Rx) dan kuat sinyal db 9 7 5 3 9 November 7 7 9 3 5 7 KS-7,MHz KS-,MHz Posisi Rx 55 5 5 35 3 5 5 KESIMPULAN Dari simulasi melalui perumusan sederhana dengan menggunakan data ketinggian dan frekuensi kritis lapisan ionosfer serta pengukuran kuat sinyal menggunakan perangkat radio stasiun bergerak pada tanggal 7-9 November 7, maka dapat disimpulkan bahwa: Jarak rambat terdekat bergantung kepada ketinggian dan frekuensi kritis lapisan ionosfer sehingga daerah bisu juga bergantung terhadap kedua parameter lapisan ionosfer tersebut, Ketinggian lapisan ionosfer dan frekuensi kritisnya bervariasi sepanjang hari sehingga radius daerah bisu juga berubah sepanjang hari. Pada pagi hari umumnya frekuensi kritis lapisan ionosfer lebih rendah daripada nilainya pada siang hari sehingga kemungkinan terjadinya daerah bisu lebih tinggi pada pagi hari, Peluang terjadinya daerah bisu untuk frekuensi kerja yang lebih rendah juga lebih kecil dibandingkan frekuensi kerja yang lebih tinggi, Untuk memprediksi radius daerah bisu diperlukan model ionosfer. DAFTAR RUJUKAN Jiyo,. Penentuan Jarak Rambat Terdekat Gelombang Angkasa, Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa III, Bandung, 5- November, halaman 75-3. Jiyo, 7. Variasi Lapisan F Ionosfer Indonesia dalam Sains Atmosfer dan Iklim, Sains Antariksa serta Pemanfaatannya, Publikasi Ilmiah LAPAN:, halaman 7-53. McNamara, L. F., 99. The Ionosphere: Communications, Surveillance, and Direction Finding, Kreiger Publishing Company, halaman 3-. Silver, W.,. Ham Radio for Dummies, Wiley Publishing, Inc., halaman 3. 3