BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. remaja dihadapkan pada konflik dan tuntutan social yang baru, termasuk. dirinya sesuai dengan perkembangannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BULLYING. I. Pendahuluan

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan aksi bullying. Definisi kata kerja to bully dalam Oxford

BAB I PENDAHULUAN. bullying selalu terjadi bahkan sudah menjadi sebuah tradisi. Bullying

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

Pengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. siswa sendiri. Bahkan kekerasan tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi

PERILAKU BULLYING YANG TERJADI DI SD NEGERI UNGGUL LAMPEUNEURUT ACEH BESAR. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku Bullying Siswa Di Sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, apabila rakyat cerdas maka majulah bangsa tersebut. Hal ini senada

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. Bullying adalah ketika siswa secara berulang-ulang dan berperilaku

BAB 1 PENDAHULUAN. Perilaku kekerasan yang menimpa anak di Indonesia, masih tetap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditemui baik melalui informasi di media cetak maupun televisi. Selain tawuran

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kekerasan, terutama pada remaja. Sekolah seharusnya menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penilitian ini adalah keluarga yang tinggal di Wilayah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibicarakan, karena akibat negatif yang sangat mengkhawatirkan yang akan

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka. 1. Pengertian Siswa. Siswa merupakan pelajar yang duduk dimeja belajar setrata sekolah dasar maupun menengah pertama (SMP), sekolah menengah keatas (SMA). Siswa-siswa tersebut belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan untuk mencapai pemahaman ilmu yang telah didapat dunia pendidikan. Siswa atau pesetra didik adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselengarakan di sekolah, dengan tujuan untuk menjadi manusia yang berilmu pengetahuan, berketrampilan, berpengalaman, berkepribadian, berakhlak mulia, dan mandiri (Kompas,1985). Siswa adalah organism yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembanganya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadianya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masingmasing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. hal yang sama siswa juga dapat dikatakan sebagai sekelompok orang dengan usia tertentu yang belajar baik secara kelompok atau perorangan. Siswa juga dapat dikatan sebagai murid atau pelajar, ketika berbicara siswa maka fikiran kita akan tertuju kepada lingkungan sekolah, baik sekolah dasar maupun menengah (Jawa pos, 1949) 14

15 Pengertian yang sama diambil dari (Kompas Gramedia, 2005) Siswa adalah komponen masukan dalam system pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan siswa dapat ditinjau dan berbagi pendekatan antara lain: a. Pendekatan social, siswa adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik. b. Pendekatan psikologi, siswa adalah suatu organism yang sedang tumbuh dan berkembang. c. Pendekatan edukatif, pendekatan pendidikan menempatkan siswa sebagai unsure penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka system pendidikan menyeluruh dan terpadu. Siswa sekolah dasar masalah-masalah yang mncul belum begitu banyak, tetapi ketika memasuku lingkungan sekolah menengah maka banyak masalah yang muncul karena anak atau siswa sudah memasuku usia remaja. Selain itu juga siswa sudah mulai berfikir tentang dirinya, bagaimana kluarganya, teman-teman pergaulannya. Pada masa ini seakan mereka menjadi manusia dewasayang bisa segalanya dan terkadang tidak memikirkan akibatnya. Hal ini yang harus diperhatikan oleh orang tua, kluarga dan tentu saja pihak sekolah (Jawa pos,2013).

16 Pengertian siswa menurut Wikipedia, siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha meningkatkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Istilah siswa dalam dunia pendidikan meliputi: a. Siswa: siswa atau siswi istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. b. Mahasiswa: mahasiswa atau mahasiswi istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi. c. Warga Belajar: warga belajar istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan non formal seperti pusat kegiatan belajar masyarakat (PKMB), Baik paket A, Paket B, Paket C. d. Pelajar: istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat dasar maupun pendidikan formal tingkat menengah (Kompasina, 2013). Menurut Naqawi (dalam Aly, 2008) menyebutkan bahwa kata murid berasal dari bahasa arab, yang artinya orang yang menginginkan (the willer). Menurut Nata (dalam Aly, 2008) kata murid diartikan sebagai orang yang menghendaki untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik sebagai bekal hidupnya agar bahagia dunia dan akhirat dengan jalan belajar sungguhsungguh. Disamping kata murid dijumpai istilah lain yang sering digunakan dalam bahasa arab, yaitu tilmidz yang berarti murid atau

17 pelajar, jamaknya talamidz. Kata ini merujuk pada murid yang belajar di madrasah. Kata lain yang berkenaan dengan murid adalah thalib, yang artinya pencari ilmu, pelajar, mahasiswa. Mengacu dari beberapa istilah murid, murid diartikan sebagai orang yang berada dalam taraf pendidikan, yang dalam berbagai literatur murid juga disebut sebagai anak didik. Sedangkan Dalam Undang-undang Pendidikan No.2 Th. 1989, murid disebut peserta didik Muhaimin dkk (2005). Dalam hal ini siswa dilihat sebagai seseorang (subjek didik), yang mana nilai kemanusiaan sebagai individu, sebagai makhluk sosial yang mempunyai identitas moral, harus dikembangkan untuk mencapai tingkatan optimal dan kriteria kehidupan sebagai manusia warga negara yang diharapkan. Menurut Arifin (2000) menyebut murid, maka yang dimaksud adalah manusia didik sebagai makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan atau pertumbuhan menurut fitrah masingmasing yang memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal yakni kemampuan fitrahnya. Akan tetapi dalam literatur lain ditegaskan, bahwa anak didik (murid) bukanlah hanya anak-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orang tua, bukan pula anak yang dalam usia sekolah saja. Pengertian ini berdasar atas tujuan pendidikan, yaitu manusia sempurna secara utuh, untuk mencapainya manusia berusaha terus menerus hingga akhir hayatnya. Penulis menyimpulkan, pengertian murid sebagai orang yang memerlukan ilmu pengetahuan yang membutuhkan bimbingan dan

18 arahan untuk mengembangkn potensi diri (fitrahnya) secara konsisten melalui proses pendidikan dan pembelajaran, sehingga tercapai tujuan yang optimal sebagai manusia dewasa yang bertanggung jawab dengan derajat keluhuran yang mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah di bumi (Jakarta: Kompas, 2001). Muhaimin dkk (2005) Adapun sifat-sifat dari anak didik (siswa) memiliki sifat umum antara lain : a. Anak bukanlah miniatur orang dewasa, sebagaimana statement J.J. Rousseau, bahwa anak bukan miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah anak dengan dunianya sendiri b. Peserta didik (murid), memiliki fase perkembangan tertentu, seperti pembagian Ki Hadjar Dewantara (Wiraga, Wicipta, Wirama) c. Murid memiliki pola perkembangan sendiri-sendiri d. Peserta didik (murid), memiliki kebutuhan. Diantara kebutuhan tersebut adalah sebagaimana dikemukakan oleh para ahli pendidikan seperti, L.J. Cionbach, yakni afeksi, diterima orang tua, diterima kawan, independence, harga diri. Sedangkan Maslow memaparkan : adanya kebutuhan biologi, rasa aman, kasih sayamg, harga diri, realisasi. Sedangkan menurut para ahli psikologi kognitif memahami anak didik (murid), sebagai manusia yang mendayagunakan ranah kognitifnya semenjak berfungsinya kapasitas motor dan sensorinya Piget (2003). Selanjutnya hal yang sama menurut Sarwono (2007) siswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di dunia

19 pendidikan. Dari pendapattersebut bias dijelaskan bahwa asiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan dunia pendidikan yang diharapkan menjadi calon-calon intelektual untuk menjadi generasi penerus bangsa. 2. Pengertian Perilaku Bullying Ada banyak definisi mengenai bullying, namun disini penulis akan membatasi konteks dalam scholl bullying. Menurut Soesanto (dalam Ariesto. 2009) mendefinisikan pengertian school bullying sebagai pererilaku agresift yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Bullying adalah bentuk perilaku kekeerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying yang disebut bully bisa seseorang, bisa juga sekelompok orang yang memiliki kekuasaan untuk melukai apa saja terhadap korbanya. Pengertian perilaku bullying masih menjadi perdebatan dan belum menemukan suatu definisi yang diakui secara universal, sehingga belum ada pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng senang menyeruduk kesana kemari Sejiwa( dalam widiharto dkk 2009).

20 Menurut Coloroso (dalam sugiariyani, 2012) bentuk perilaku bullying terdiri atas fisik, verbal, dan psikologis/relasional. Perilaku bullying secara fisik merupakan bentuk yang paling tampak dan mudah diidentifikasi, seperti pada kejadian-kejadian yang disebutkan di atas. Perilaku bullying secara verbal merupakan bentuk yang paling umum dilakukan seperti ejekan, cemoohan, dan olok-olok. Hal ini mungkin terkesan sepele dan terlihat wajar namun perilaku ini termasuk bullying apabila mengakibatkan dampak negatif pada korban, misalnya menjadi malu, tidak percaya diri, atau menarik diri dari lingkungan. Bentuk yang ketiga adalah secara psikologis, bentuk ini paling sulit dideteksi karena mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti memandang sinis, mendiamkan atau mengucilkan orang tertentu. Menurut sullivan (dalam Widiharto dkk, 2009) bullying juga harus dibedakan dari tindakan atau perilaklu agresif lainya. Perbedaanya adalah tidak bisa dikatakan bullying jika seseorang menggoda orang lain secara bercanda, perkelahian yang tidak bertujuan untuk menyebabkan kehancuran atau kerusakan baik secara material maupun mental. Selain itu tidak bisa dikatakan bullying jika termasuk perbuatan kriminal seperti penyerangan dengan senjata tajam, perbuatan serius untuk menyakiti atau membunuh, pelecehan seksual dilakukan hanya sekali. Menurut Sejiwa (dalam Widiharto dkk, 2009) yang menyatakan bahwa bulying adalah situasi dimana seseorang menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan

21 berulang-ulang. Dalam hal ini sang korban tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara fisik atau mental. Definisi yang diterima secra luas adalah yang di buat Olweus (2004) yang menyatakan bahwa siswa yang melakukan bullying adalah ketika siswa secara berulang-ulang dan setiap saat berperilaku negatif terhadap seseorang atau lebih siswa lain. Tindakan negatif disini adalah ketika seseorang sengaja melukai atau membuat seseorang tidak nyaman. Berdasarkan pengertian bullying, maka dapat disimpulakan bahwa perilaku bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan membuat seseorang tidak nyaman. Menurut Hasan (Bullying apa dan bagaimnana mencegahnya 2008) Bullying adalah aktivitas yang secara sadar sengaja dilakukan untuk tujuan melukai, menanamkan perasaan takut dan cemas terutama adalah membuat seseorang merasa dirinya buruk, jelek, tidak percaya diri sehingga timbul dendam dan rasa marah yang tidak terlampirkan. Sedangk Olweus mengatakan bahwa bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ualang. Bullying merupakan gertakan yang di lakukan terhadap seseorang yang lebih lemah atau menganggu orang yang lebih lemah. Bullying bisa berupa kekerasan dalam bentuk fisik (misal: menampar, memukul, menganiaya, menciderai), verbal (misal: mengejek, mengolokolok, memaki), dan mental psikis (misal: memalak, mengancam,

22 mengintimidasi, mengucilkan) atau gabungan di antara ketiganya Olweus ( dalam Prasetyo 2011). Ahimsa-Putra (Sumijati, 2001:38-39) membedakan kekerasan yang dialami oleh anak-anak ke dalam tiga jenis, yakni: (1) kekerasan fisik, (2) kekerasan mental, dan (3) kekerasan seksual. Sebagai gejala sosial budaya, tindak kekerasan terhadap anak tidak muncul begitu saja dalam situasi yang kosong atau netral. Ada kondisi-kondisi budaya tertentu dalam masyarakat, yakni berbagai pandangan, nilai dan norma sosial, yang memudahkan terjadinya atau mendorong dilakukannya tindak kekerasan tersebut. Pendapat lain juga dikemukan oleh Mellor (dalam Sisnarwastu Djati 2008) yang mengatakan bahwa dalam tingkatan tertentu, efek bullying bisa menurunkan kemampuan akademis siswa. Ini lantaran siswa seringkali merasa gundah, sulit berkonsentrasi sehingga kurang bergairah dalam belajar. Siswa juga seringkali takut (karena trauma) dan tidak percaya diri. Dampaknya potensi siswa gagal diberdayakan sekolah. Bullying merupakan perilaku verbal atau perilaku fisik yang dimaksudkan untuk mengganggu orang lain yang lebih lemah. Bullying dapat dibedakan menjadi verbal bullying dan physical bullying Santrock (dalam Suwarjo, 2009). Bullying dapat dilakukan secara verbal, psikologis dan fisik Kim (dalam, 2006). Bentuk perilaku tersebut dikatakan sebagai salah satu bnetuk kenakalan anak). Seseorang dengan perilaku bullying menyalahgunakan kekuatan kepada korban yang lemah secara individu

23 ataupun kelompok, dan biasanya terjadi berulang kali Smith (dalam Ardyansyah, 2009). School bullying didefinisikan sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti siswa itu, baik berupa fisik langsung, kontak verbal langsung, atu secara tidak langsung. Kekerasan oleh anak dalam lingkungan sekolah atau disebut sebagai school bullying memiliki tujuan menyakiti anak lainya baik secara fisik maupun psikis. Yang paling ekstrim, akibat dari school bullying adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban. School bullying bisa berupa tindakan fisik, verbal, emosional dan juga seksual. Kekerasan yang dilakukan dapat berawal dari yang paling ringan sampai yang mengarah pada bentuk pidana. Biasanya yang menjadi korban adalah anak yang lebih lemah dibanding dengan pelaku. Beberapa alasan mengapa seseorang melakukan bullying adalah orang merasakan kepuasan dengan menindas orang yang lebih lemah, atau bisa juga ia melakukan itu sebagai kopensasi dari kepercayaan diri yang rendah, atau sebaliknya, karena kepercayaan diri yang begitu tinggi sekaligus implusif. Namun yang jelasa pelaku bullying umumnya kurang atau bahkan tidak pernah dididik memiliki empati terhadap orang lain. Alasan lain adalah sebagai pelampiasan kekecewaan atau kekesalan karena mereka tidak mempunyai teman, sehingga dia berusaha mengumpulkan teman atau teman

24 dengan cara mem-bullly orang yang lebih lemah. Kemungkinan lainya, ia sekedar mengulangi apa yang pernah dilihat atau dialami sendiri. Pelaku bullying menganiaya orang lain karena mungkin pelaku sendiri adalah korban penganiayaan orangtuanya dirumah atau mungkin seniornya di sekolah Riauskina dkk (dalam Prandhika: 2009) Bullying merupakan gertakan yang di lakukan terhadap seseorang yang lebih lemah atau menganggu orang yang lebih lemah. Bullying bisa berupa kekerasan dalam bentuk fisik (misal: menampar, memukul, menganiaya, menciderai), verbal (misal: mengejek, mengolok-olok, memaki), dan mental psikis (misal: memalak, mengancam, mengintimidasi /memojokan, mengucilkan) atau gabungan di antara ketiganya. Berdasarkan definisi di atas, bullying terjadi karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying yang lebih kuat dan korban yang lebih lemah. 3. Ciri-ciri perilaku bullying Bentuk perilaku yang cenderungan digunakan dalam melakukan bullying adalah tipe penindasan secara fisik dimana pelakunya cenderung melakukan pemukulan misalnya. Sedangkan tipe ke-dua adalah tipe penindasan secara verbal dimana pelakunya cenderung akan memakimaki, mengejek dan membentak korban bullying. 4. Faktor-faktor perilaku bullying Santock (dalam Ardyansyah, 2009), berkenaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi bullying. Faktor-faktor yang mempengaruhi bullying

25 yang dimaksud adalah gambaran atau deskripsi mengenai fenomena yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi bullying adalah sebagai berikut: a. faktor pergaulan sosial, seperti kesetiakawanan untuk membantu teman atau memiliki dukungan teman-teman dan individu yang memiliki otoritas. Hal tersebut berdasarkan fakta-fakta yang menyebutkan bahwa pergaulan sosial dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan bullying. b. Faktor keluarga, Keluarga adalah lingkungan pertama yang dimasuki oleh setiap individu. Keluarga merupakan pemberi dukungan terhadap para anggota keluarga lainnya baik berupa dukungan yang positif maupun negatif. Selain itu perilaku ini juga akan muncul apabila salah satu anggota keluarganya ada yang menjadi pelaku bullying itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka seseorang yang salah satu keluarganya seorang pelaku bullying maka kemungkinan akan mempengaruhi anggota keluarga yang lainnya, karena anggota keluarga yang lainnya akan mengamatinya sebagai model (vicarious experience). c. Faktor keinginan, keinginan atau niat itu juga akan memunculkan kecenderungan melakukan bullying, maka yang muncul adalah keinginan untuk mengganggu teman. Berdasarkan sumber data tersebut maka keinginan atau niat ini juga apa bila terpenuhi akan memunculkan bullying.

26 d. Faktor kebutuhan yang muncul dari dalam diri pelaku bullying. Kebutuhan bisa dibangkitkan oleh proses internal, tetapi lebih sering dirangsang oleh faktor lingkungan dan semua kebutuhan tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya dalam berbagai cara (Alwisol, 2004). B. Kecenderungan perilaku bullying siswa Bullying merupakan salah satu bentuk perilaku negatif yang sangat marak terjadi di sekolah-sekolah. Permasalahan remeh dapat terjadi pertengkaran individual yang berlanjut menjadi perkelaian masal dan tak jarang melibatkan penggunaan senjata tajam atau bahkan senjata api. Banyak korban yang berjatuhan, baik karena luka ringan, luka berat, bakan tidak jarang terjadi kematian. Bullying atau kekerasan ini juga membawa dendam berkepanjangan bagi para pelaku maupun korban yang terlibat didalamnya dan sering berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. Menurut Coloroso (dalam Sugiariyani, 2012) bentuk perilaku bullying terdiri atas fisik, verbal, dan psikologis/relasional. Perilaku bullying secara fisik merupakan bentuk yang paling tampak dan mudah diidentifikasi, seperti pada kejadian-kejadian yang disebutkan di atas. Perilaku bullying secara verbal merupakan bentuk yang paling umum dilakukan seperti ejekan, cemoohan, dan olok-olok. Hal ini mungkin terkesan sepele dan terlihat wajar namun perilaku ini termasuk bullying apabila mengakibatkan dampak negatif pada korban, misalnya menjadi malu, tidak percaya diri, atau menarik diri dari lingkungan. Bentuk yang ketiga adalah secara psikologis, bentuk ini

27 paling sulit dideteksi karena mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti memandang sinis, mendiamkan atau mengucilkan orang tertentu. Perilaku bullying merupakan fenomena kompleks yang harus dipahami sebagai hasil interaksi dari faktor internal dan eksternal, yaitu karakteristik pelaku bullying, lingkungan keluarga, dan seting sosial tempat perilaku bullying terjadi. Menurut Veenstra dkk. (dalam Djwita, 2007) karakteristik individual mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku bullying daripada faktor dari lingkungan sosial. Hal ini membuat penulis tertarik untuk meneliti kecenderungan perilaku bullying siswa. Salah satu karakteristik kepribadian yang mempengaruhi perilaku bullying adalah bahwa pelaku cenderung memiliki harga diri yang lebih rendah. Menurut Rigby (2007) perilaku bullying merupakan konsekuensi dari perasaan tidak berharga atau harga diri yang rendah. Apabila pelaku mampu mengenali bahwa dirinya berharga maka kebutuhan untuk melakukan bullying pada orang lain akan menghilang. Hal ini berarti apabila individu mempunyai harga diri rendah maka perilaku bullying cenderung tinggi. C. Kerangka Teoritik Dari penjelasan variabel diatas sudah dijelaskan bahwasanya bullying bertujuan untuk melukai dan membuat individu tidak nyaman. Terjadinya perilaku bullying seperti itu, bisa saja berawal dari persoalan kecil atau ringan. Persoalan ini menimpa pada mereka yang berada pada masa rawan yakni masa remaja. Persoalan-persoalan ringan seperti mengejek, memelototi dapat

28 dengan mudah memicu perilaku agresi yang bisa menimbulkan konflik diantara kedua belah pihak. Bullying merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan secara sengaja, dan dilakukan berulang-ulang, yang terjadi diantara kedua belah pihak (pelaku dan korban). Bentuk yang dimunculkan pun berbeda-beda bullying ada dalam bentuk fisik atau verbal. Menurut Coloroso (dalam sugiariyani, 2012) bentuk perilaku bullying terdiri atas fisik, verbal, dan psikologis/relasional. Perilaku bullying secara fisik merupakan bentuk yang paling tampak dan mudah diidentifikasi, seperti pada kejadian-kejadian yang disebutkan di atas. Perilaku bullying secara verbal merupakan bentuk yang paling umum dilakukan seperti ejekan, cemoohan, dan olok-olok. Hal ini mungkin terkesan sepele dan terlihat wajar namun perilaku ini termasuk bullying apabila mengakibatkan dampak negatif pada korban, misalnya menjadi malu, tidak percaya diri, atau menarik diri dari lingkungan. Bentuk yang ketiga adalah secara psikologis, bentuk ini paling sulit dideteksi karena mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti memandang sinis, mendiamkan atau mengucilkan orang tertentu. Verbal Perilaku Bullying Non-verbal (Fisik) D. Hipotesis Ada kecenderungan perilaku bullying siswa yang tinggi.