Perburuan yang dilakukan aparat terhadap dua penembak gelap yang menyerang anggota polisi akhirnya bermuara di sebuah desa bernama Cipacing. Desa kecil yamg terletak di Kecamatan Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat ini ternyata dikenal sebagai sentra kerajinan senapan angin. Kepolosan para perajin Cipacing dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab, mereka mendanai dan memesan senpi, yang kemudian dijual dan digunakan para teroris. Pergerakkan kelompok teroris yang masih intensif dan tindak kriminal yang kian meresahkan, jelas sangat berhubungan erat ketersediaan senjata api (senpi) ilegal. Semakin tinggi tingkat peredaran senpi ilegal maka akan semakin tinggi pula ancaman teroris dan kejahatan di tengah masyarakat. Pasokan senpi ilegal yang diperjualbelikan di Tanah Air, tidak saja datang dari luar negeri, melainkan juga buatan dalam negeri. Salah satunya adalah senpi made in Cipacing. Seperti disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, berdasarkan hasil penyidikan terhadap para terduga teroris yang telah ditangkap serta selongsong peluru yang dipakai untuk menembak anggota polisi, dapat disimpulkan jika senpi yang dipakai berasal dari Cipacing. Kemampuan Polri membuka tabir asal-usul senpi buatan Cipacing, bermula ketika aparat berhasil menangkap residivis teroris Iqbal Khusaini di rumah kontrakanya di daerah Cipayung, Jakarta Timur. Dia memiliki dua Airsoft Gun dan ratusan butir peluru. Atas keterangan Iqbal, polisi berhasil meringkus Aris Widagdo pemilik ratusan amunisi yang ditemukan di TMII. Dia ditangkap di sebuah hotel di Bandung. Dalam penangkapan itu, petugas juga menyita tiga senpi laras panjang dan 2 silinder revolver. Kemudian aparat menggeledah rumah kontrakan yang ditempati Aris di Cicendo, Bandung. Di tempat ini, polisi menyita 4 ribu peluru yang ditempatkan dalam tiga dus serta dua senpi kaliber 5,56 dan 7,62 mm. 1 / 5
Dari hasil pengembangan penyidikkan, kata Rikwanto, aparat gabungan Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat dan Polres Sumedang, pada 25 Agustus malam, melakukan penggrebekan di lokasi sentra kerajinan senapan angin di Cipacing. Di tempat ini petugas berhasil menangkap YM, DS, dan YMA. Mereka bertiga kemudian dilepas kembali karena tidak terkait dengan pembuatan senjata yang dipakai para teroris. Petugas terus menyisir rumah-rumah di Cipasing yang ditengarai dijadikan tempat merakit senpi. Dari lokasi ini, polisi menyita sejumlah senjata api ilegal berikut amunisi. Pada saat bersamaan, petugas juga menangkap Asep Barkah alias Barkah di daerah Cileunyi Kulon, Bandung. Dia adalah pemilik bengkel kerajinan sekaligus perajin yang ahli mendesain airsoft gun menjadi senjata api rakitan. Ia juga aktif dalam jual beli senjata api. Dari pengakuan Asep, pada Senin, 26 Agustus, polisi menangkap Phiong King Lay alias Kimlay warga Kelapa Gading Jakarta Utara. Dia dibekuk hendak berbelanja di pusat pertokoan Pasar Baru, Jakarta Pusat. Ia merupakan penyandang dana ditempat perakitan senjata milik Asep. Sehari kemudian, di daerah Galumpit, Cileunyi, Bandung, di tangkaplah Budi Alamsyah, yang berperan sebagai perantara jual beli senjata api. Dari tangan ketiga tersangka, petugas penyita sejumlah barang bukti berupa 11 senjata api rakitan jenis pistol, 2 senjata api revolver, 6 pen gun, 11 airsoft gun, 6 senapan, dua mesin perakit senjata, dan 4.992 butir peluru. Banyak Peminat Bisnis senpi rakitan buatan Cipacing ternyata sangat menggiurkan dan menjanjikan banyak keuntungan. Selain itu, juga mudah mendapatkan pembeli. Dari pengakuan tersangka Kimlay dan Iqbal, ujar Rikwanto, senpi asal Cipacing dijual kepada para teroris, jaringan narkoba dan pelaku kejahatan lain. Tidak bisa dipungkiri lagi, jika perdagangan senpi ilegal yang dilakukan kelima tersangka terkait dengan kasus penembakan yang menewaskan tiga dari empat anggota Polri di Tangerang Selatan. Hal itu, kata Rikwanto, juga diakui Kimlay, dan diperkuat dengan hasil penyelidikan barang bukti berupa anak peluru dan selongsong yang ternyata identik dengan peluru yang disita dari para tersangka. 2 / 5
Berdasarkan hasil uji forensik atas selongsong peluru di tempat kejadian perkara (TKP) penembakan anggota Polri, berasal dari senjata api modifikasi karena alur belakang selongsong hancur, ujarnya. Lebih jauh lagi Rikwanto memaparkan, sebagai penyandang dana Kimlay berhak memiliki seluruh senpi yang dibuat Asep. Tak heran, jika dia telah menjual 15 senpi secara ilegal kepada Iqbal Khusaeni. Ia yang berprofesi sebagai pedagang air soft gun mengaku sudah cukup lama mengenal Iqbal. Harga senpi yang dijual Kimlay bervariasi, ada yang Rp 3 juta dan ada yang Rp 5 juta, tergantung jenis dan modelnya. Sementara itu, lanjut Rikwanto, Asep selaku perajin kerap menerima order membuat senpi dari Kim, yang oleh para perajin senapan angin Cipacing dikenal sebagai bos besar. Ia mengaku mengenal Kim sejak tahun 2012. Perkenalan mereka berawal saat Budi Alamsyah memesan 30 senapan angin. Namun karena kekurangan dana, Asep kemudian dimodali oleh Kim sebesar Rp 40 juta. Sedangkan menurut pengakuan Iqbal kepada penyidik, pada Januari 2010 dirinya membeli 2 pucuk senpi rakitan jenis FN di Cipacing, yang kemudian diserahkan kepada seseorang di Bekasi. Senjata api tersebut dibeli seharga Rp 10 juta untuk latihan perang kelompok teroris. Masih pada Januari 2010, Iqbal juga menyerahkan sepucuk FN kepada Arhan, pelaku teroris untuk dibawa ke Aceh. Selanjutnya, pada Mei 2010, dia membeli 2 pucuk senpi di Cipacing atas pesanan seorang teroris di Depok, dengan harga Rp 10 juta. Februari 2011, Iqbal membeli 2 pucuk senpi di Cipacing kepada seseorang, seharga Rp 8 juta. Selanjutnya, November 2011, ia juga membeli senpi jenis FN di Cipacing sebanyak 3 pucuk, pesanan seorang oknum di Ambon. Pada Maret 2012. Ia membeli 2 pucuk FN di Cipacing atas pesanan seseorang. Pada Januari 2013, Iqbal membeli sepucuk senpi jenis FN untuk seseorang. Kemudian April 2013, ia juga membeli sepucuk FN. Rikwanto menambahkan, jika kelima tersangka terbukti terlibat dengan kelompok jaringan teroris, maka polisi akan menerapkan Undang-Undang Pemberantasan Teroris. Namun jika 3 / 5
tidak ditemukan keterkaitannya, mereka akan dijerat dengan Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 tahun 1951 dan UU RI tahun 1936 tentang Senjata Api. Dengan ancaman 20 tahun penjara. Keberadaan sentra kerajinan senapan angin Cipacing yang ternyata juga dimanfaatkan oleh oknum perajin untuk merakit senpi mendapat perhatian serius dari institusi kepolsian setempat. Seperti disampaikan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Suhardi Alius, dengan ditemukannya senpi dan ribuan amunisi tersebut, polisi akan memperketat pengawasan terhadap para pengusaha industri rumahan perajin senapan angin di Cipacing. Suhardi juga mengatakan, jika pengawasan yang dilakukan jajarannya tidak hanya di Cipacing, namun juga di setiap daerah. Pasalnya, perajin dapat membuat senpi dimana saja. Ke depan, kami akan memperketat pengawasan hingga tidak terjadi penyalahgunaan dalam pembuatan kerajinan senapan angin. Pengawasan yang dilakukan polisi akan menjalin kerjasama dengan stakeholder lainnya, termasuk media. Suhardi juga meminta masyarakat berperan aktif jika menemukan kegiatan usaha perajin senjata api di lingkungannya. Banyak sekali mudaratnya dalam masalah senjata ilegal, jelasnya. Buatan Sumatera Meski gencar diberitakan, asal senpi rakitan yang digunakan untuk menyerang polisi diproduksi oleh para perajin senjata di Cipacing, namun komisoner Kompolnas Edi Hasibuan mengingatkan jika Cipacing bukan satu-satunya pusat pembuatan senpi yang beredar di pasar gelap. Dari berbagai info yang berhasil dihimpun, ia mengatakan senpi juga banyak diproduksi di daerah Sumatera. Yang jelas, peredaran senpi rakitan ilegal di Indonesia bukan berasal dari manca negara, melainkan asli buatan masyarakat lokal. Sebab, sangat sulit untuk memasukan senpi dari luar negeri. Apalagi, kualitas senpi buatan dalam negeri juga memiliki kualitas lumayan. 4 / 5
Saat ini, ujar Edi, masih banyak senpi buatan masyarakat yang beredar dan diperjualbelikan dengan bebas. Tidak heran, jika saat ini banyak penjahat, teroris dan gembong narkoba yang memiliki senpi. Mantan wartawan ini juga mengakui sangat sulit untuk memperkirakan berapa jumlah senjata api yang saat ini beredar dipasaran dan yang masih di tangan masyarakat. Jika melihat tingkat kejahatan yang menggunakan senjata api terus meningkat, maka menyita seluruh senpi ilegal termasuk tugas yang mesti diprioritaskan oleh Polri. Menimpali pendapat rekan sejawatnya di Kompolnas, M Naser meminta agar Polri memberantas peredaran senjata api ilegal di Indonesia. Hal itu harus dilakukan guna mengantisipasi terulangnya aksi teror dan penembakan yang marak terjadi belakangan ini. Secara tegas Naser mengatakan jika Polri lamban dalam menangani masalah peredaran senpi ilegal, bahkan kurang tepat sasaran. Seperti yang ditangani saat ini, justru orang yang memiliki Airsoft Gun. Padahal masalahnya lebih besar dari itu, yakni produksi senpi rakitan. Kami berharap Polri memberikan perhatian utama terhadap peredaran senpi ilegal dengan membentuk satuan khusus. Dan, tidak bisa ditangani sporadis seperti ini. Ia juga mengingatkan pada seluruh jajaran Polri di daerah agar lebih ketat dalam mengawasi peredaran senpi ilegal. Mengingat, ada banyak wilayah yang memiliki potensi untuk memproduksi senjata api. 5 / 5