MENGUKUR PRODUKSI TERNAK

dokumen-dokumen yang mirip
PETUNJUK PRAKTIS. Petunjuk Praktis Pengukuran Ternak Sapi

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

Berikut tips mengenali dan memilih pangan yang berasal dari hewan yang memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) B. Pertumbuhan

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh,

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA)

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan taksonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

POKOK BAHASAN IV V PENAMPILAN EKSTERIOR TERNAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

MATERI DAN METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

Bibit sapi potong Bagian 1: Brahman Indonesia

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

c. 4 supplier d. 5 supplier

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

Mutu karkas dan daging ayam

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

Transkripsi:

MENGUKUR PRODUKSI TERNAK PERTUMBUHAN Kata pertumbuhan dapat diterapkan pada suatu sel, organ, jaringan, seekor ternak maupun populasi ternak. Pertumbuhan menurut Williams (1982) adalah perubahan bentuk atau ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume ataupun massa. Menurut Swatland (1984) dan Aberle et al. (2001) pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum dan mendapat tempat berlindung yang layak. Peningkatan sedikit saja ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang proporsional dari bobot tubuh, karena bobot tubuh merupakan fungsi dari volume. Pertumbuhan mempunyai dua aspek yaitu: menyangkut peningkatan massa persatuan waktu, dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat dari pertumbuhan diferensial komponen-komponen tubuh Pertumbuhan ternak menunjukkan peningkatan ukuran linear, bobot, akumulasi jaringan lemak dan retensi nitrogen dan air. Terdapat tiga hal penting dalam pertumbuhan seekor ternak, yaitu: proses-proses dasar pertumbuhan sel, diferensiasi sel-sel induk menjadi ektoderm, mesoderm dan endoderm, dan mekanisme pengendalian pertumbuhan dan diferensiasi. Pertumbuhan sel meliputi perbanyakan sel, pembesaran sel dan akumulasi substansi ekstraseluler atau material-material non protoplasma. Pertumbuhan dimulai sejak terjadinya pembuahan, dan berakhir pada saat dicapainya kedewasaan. Pertumbuhan ternak dapat dibedakan menjadi pertumbuhan sebelum kelahiran (prenatal) dan pertumbuhan setelah terjadi kelahiran (postnatal). Pertumbuhan prenatal dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu periode ovum, periode embrio dan periode fetus. Pada domba periode ovum dimulai saat ovulasi sampai terjadinya implantasi, periode embrio dimulai dari implantasi sampai terbentuknya organ-organ utama seperti otak, kepala, jantung, hati dan saluran 1

pencernaan, periode fetus berlangsung sejak hari ke-34 masa kebuntingan sampai terjadinya kelahiran Pertumbuhan post natal biasanya dibagi menjadi pertumbuhan pra sapih dan pasca sapih. Pertumbuhan pra sapih sangat tergantung pada jumlah dan mutu susu yang dihasilkan oleh induknya Pada domba, pertumbuhan pra sapih dipengaruhi oleh genotip, bobot lahir, produksi susu induk, litter size, umur induk, jenis kelamin anak dan umur penyapihan. Pertumbuhan pasca sapih (lepas sapih) sangat ditentukan oleh bangsa, jenis kelamin, mutu pakan yang diberikan, umur dan bobot sapih serta lingkungan misalnya suhu udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan penyakit lainnya. Pertumbuhan hewan yang diukur dalam berat tubuh atau berat karkas maupun organ, jaringan atau bagaian tubuh tertentu, bila diplot pada kertas grafik terhadap umurnya, merupakan suatu kurva berbentuk sigmoid, dengan persamaan : A W t 1 be kt Disini Wt Ukuran tubuh pada waktu t, A adalah ukuran maksimum yang dapat dicapai pada waktu t tak hingga, sedangkan a, b, dan k adalah suatu kontanta yang mempunyai arti tertentu dalam pertumbuhan dan e adalah bilangan logaritma alami yang besarnya 2,71828. Pertumbuhan terdapat dua fase, yaitu: fase pertama self accelerating phase, dimana kecepatan tumbuh meningkat, dengan persamaan W t = W 0 e kt, disini W 0 ukuran tubuh pada saat lahir atau menetas dan k adalah kecepatan pertumbuhan Fase kedua self inhibiting phase dimana pertambahan ukuran tubuh per unit waktu turun sampai pertambahan ukuran tubuh tersebut menjadi nol atau mencapai ukuran maksimum, dan dalam keadaan ini ukuran tubuh dewasa telah tercapai dengan persamaan W t = A - be kt. Titik antara kedua fase ini disebut titik balik ( inflection point ). 2

Ukuran Tubuh (Wt) A 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 0 20 40 60 80 100 Umur(t) Brody (1945) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat diukur dengan tigacara, yakni: (1) laju pertumbuhan kumulatif (cumulative growth rate), (2) laju pertumbuhan relative (relative growth rate) dan (3) laju pertumbuhan absolute (absolute growth rate). a. Pertumbuhan Kumulatif Kurva laju pertumbuhan kumulatif adalah kurva bobot badan versus waktu, bentuk kurva ini sigmoid. Menurut Tulloh (1978) pertumbuhan sapi jantan di bawah kondisi lingkungan yang terkendali dapat digambarkan sebagai kurva yang berbentuk sigmoid (Gambar 1). Kurva pertumbuhan kumulatif diperoleh dengan cara menimbang bobot hidup ternak sesering mungkin, selanjutnya dibuat kurva dengan aksisnya adalah umur dan ordinatnya adalah bobot hidup. Di bawah kondisi lingkungan yang terkendali, bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang tinggi sampai dicapainya pubertas. Setelah pubertas dicapai bobot badan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang semakin menurun, dan akhirnya tidak terjadi peningkatan bobot badan setelah dicapai kedewasaan. Pertumbuhan 3

selanjutnya adalah pertumbuhan negatif atau tidak terjadi lagi penambahan bobot badan bahkan terjadi penurunan bobot badan karena ketuaan. b. Pertumbuhan Absolut Menurut Brody (1945) adalah pertambahan bobot badan per unit waktu atau laju pertumbuhan absolut (LPA). Dapat digambarkan dengan rumus : W 2 W LPA 1 t2 t1 Dimana : W1 = bobot badan pada umur t1 W2 = bobot badan pada umur t2 Kurva ini diperoleh dengan cara menggambarkan pertambahan bobot badan harian versus umur. Pada saat lahir sampai pubertas terjadi peningkatan pertambahan bobot badan yang semakin meningkat. Setelah dicapai pubertas, pertambahan harian menurun sampai dicapai titik nol setelah dicapainya kedewasaan. Setelah kedewasaan laju pertumbuhannya menjadi negative. Gambar 1. Kurva pertumbuhan sejak lahir sampai ternak mati 4

Keterangan : Y = Bobot hidup, Pertambahan bobot badan harian atau persen laju ertumbuhan X = Umur C = Pembuahan B = Kelahiran P = Pubertas M = Dewasa tubuh D = Mati c. Pertumbuhan Relatif Menurut Brody (1945) laju pertumbuhan relatif (LPR) pada self accelerating phase didefinisikan sebagai kecepatan tumbuh absolut dibagi dengan setengah jumlah bobot badan awal dan bobot badan akhir pengamatan. Dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut : (W2 W1) / (t2 t1) (ln W2 ln W1) LPR = k = --------------------------- atau k = ------------------------ ½ (W2 + W1) (t 2 t1) Persen laju pertumbuhan selalu menurun sepanjang hidup ternak, laju pertumbuhan tertinggi dicapai saat terjadinya pembuahan. Meskipun laju pertumbuhannya sama, ternak yang lebih kecil tumbuh tiga kali lebih cepat bila perbandingan dibuat dalam persen laju pertumbuhan (Tabel 1). Ternak dari bangsa yang besar kerangka tubuhnya meskipun pertambahan bobot badan hariannya lebih tinggi tetapi persen laju pertumbuhannya lebih kecil bila dibandingkan dengan bangsa yang kerangka tubuhnya kecil (Tabel 2). Sebagai gambaran untuk memperjelas penyataan tersebut disajikan data pertumbuhan sapi bobot 100 dan 300 kg dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang sama (1,0 kg). Tabel 1. Laju pertumbuhan relatif sapi pada bobot potong 100 dan 300 kg Bobot Potong Laju Pertumbuhan PBBH (kg) 100 1,0 1,0 300 1,0 0,3 % Laju Pertumbuhan Sumber : Tulloh (1978) 5

Tabel 2. Laju pertumbuhan relatif sapi bangsa A dan bangsa B Bangsa Bobot Potong Laju Pertumbuhan PBBH (kg) % Laju Pertumbuhan A 200 0,5 0,25 B 500 1,0 0,20 Sumber : Tulloh (1978) d. Pertumbuhan Alometri Perkembangan tubuh ternak dapat dipelajari dengan mengukur pertumbuhan relatif komponen-komponen tubuh dan biasanya dilakukan dengan teknik pemotongan ternak secara beruntun (Butterfield, 1988). Dengan menggunakan persamaan alometrik Huxley (1932) yaitu Y = ax b, dapat diketahui gambaran pertumbuhan organ atau komponen tubuh secara kuantitatif. Transformasi logaritma persamaan Huxley akan menghasilkan garis lurus untuk setiap komponen tubuh terhadap bobot tubuh. Bentuk tranformasi logaritmanya adalah : log Y = log a + b log X. atau ln Y = ln a + b ln X 3.0 2.5 2.0 1.5 B b>1 b=1 b<1 1.0 0.5 0.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6

Menurut Natasasmita (1979) dengan mengetahui besaran nilai koefisien pertumbuhan relatif (b) dari suatu bagian komponen tubuh (Y) terhadap bobot tubuh (X) di dalam persamaan Alometrik Huxley, dapat dipelajari fenomena pertumbuhan komponen bersangkutan. Jika prinsip allometrik Huxley diaplikasikan secara tepat pada sejumlah individu hewan, kita akan menghasilkan hewan yang mempunyai komposisi karkas dan bobot yang spesifik selama pertumbuhan (McDonald et al., 1975). Bila slope atau koefisien pertumbuhan relatif b=1, maka kedua komponen tubuh tumbuh dengan laju yang sama. Bila b<1 berarti komponen tubuh (yang diwakili pada sumbu Y) tumbuh lebih lambat dari bobot tubuh (yang diwakili pada sumbu X), dan bila b>1 menunjukkan komponen tubuh (Y) bertambah sejalan dengan peningkatan bobot tubuh (X), atau dapat diinterpretasikan bahwa kecepatan pertumbuhan relatif komponen tubuh (Y) lebih tinggi, bila dibandingkan dengan peningkatan bobot tubuh (X) Koefisisen ini menunjukkan bahwa waktu perkembangan komponen tubuh (Y) termasuk masak lambat, sehingga potensi pertumbuhan relatif dari komponen tubuh (Y) termasuk potensi tinggi. Penggunaan persamaan ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan relative komponen tubuh selama pertumbuhan lebih tergantung pada bobot hidup, dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai ukuran tersebut dan pakan (Tulloh.1963). Hal ini berarti bahwa umur fisiologis (berdasarkan bobot hidup) lebih berpengaruh dari pada umur kronologis (Natasasmita, 1978). Kemudian untuk mengetahui karakteristik tumbuh kembang komponen tubuh, Natasasmita (1979) mencoba menginterpretasikan dengan menguji nilai b terhadap satu dengan formula : (b-1) / Sb. Untuk mencegah penyimpangan hasil yang didapat dalam analisis ini, dianjurkan agar pemotongan ternak secara serial, sesuai dengan masa pertumbuhan atau pada selang bobot potong yang tidak terlalu besar. Tulloh (1963) menganjurkan pemakaian persamaan alometrik Huxley dalam bentuk linier dengan alasan penggunaan ratio ataupun persentase dari bagian tubuh terhadap bobot tubuh secara keseluruhan, dapat memperoleh gambaran tentang perubahan komponen tubuh selama pertumbuhan seekor ternak tidak terlalu besar. Hasil penelitian Murray 7

dan Slezacek (1976) dan Wood et al. (1980) pada domba, mendapatkan bahwa persentase tulang karkas berkurang sesuai dengan pertambahan umur maupun bobot tubuh karena nilai koefisien pertumbuhan relative (b<1) Pulungan dan Rangkuti (1981) dan Herman (1993) meneliti domba jantan didapat bahwa persentase tulang berkurang dengan meningkatnya bobot karkas. Hasil penelitian Hendri (1986) pada kambing Kacang dan domba Priangan pada tingkat umur yang berbeda mendapatkan bahwa pertumbuhan komponen tulang dan jaringan ikat tergolong masak dini, lemak karkas masak lambat dan jaringan daging tanpa lemak (lean) masak sedang, sehingga persentase bobot tulang karkas dan jaringan ikatnya berkurang, persentase bobot lemak meningkat dan persentase daging tanpa lemak (lean) relatif konstan dengan meningkatnya umur.herman (1993) dalam penelitian tumbuh-kembang karkas domba Priangan dan Ekor Gemuk menyatakan bahwa dengan meningkatnya bobot hidup maka persentase karkas meningkat (b>1). Dengan meningkatnya bobot karkas, maka persentase otot, tulang dan jaringan pengikat berkurang (b<1), sedangkan persentase lemak meningkat (b>1). Dengan meningkatnya lemak karkas pada domba Priangan maka persentase lemak subkutan konstan (b=1), lemak intermuskuler berkurang (b<1), lemak ginjal dan lemak pelvis meningkat (b>1), 21 sedangkan pada domba Ekor Gemuk persentase lemak subkutan, intermuskuler, ginjal dan pelvis konstan (b=1) dengan semakin meningkatnya lemak karkas. Secara umum persentase otot, tulang dan jaringan pengikat selalu lebih tinggi, sedangkan persentase lemak selalu lebih rendah pada domba Priangan dibandingkan dengan domba Ekor Gemuk. Bangsa domba sangat nyata berpengaruh pada intersep bobot otot, tulang, lemak dan jaringan ikat, sedangkan pada distribusi lemak menunjukkan koefisien pertumbuhan lemak subkutan, intermuskuler, lemak abdomen, lemak ginjal dan lemak pelvis tidak nyata dipengaruhi oleh bangsa domba.dari segi depot lemak, Herman (1993) menyatakan bahwa dengan meningkatnya bobot tubuh, maka persentase lemak tubuh domba Priangan dan Ekor Gemuk semakin meningkat (b>1). Pada domba Priangan persentase lemak subkutan 8

dan lemak ginjal meningkat (b>1), lemak intermuskuler, lemak pelvis, lemak rongga thorax berkurang (b<1) dan lemak rongga abdomen dan lemak ekor konstan (b=1) dengan meningkatnya lemak tubuh. Pada domba Ekor Gemuk, lemak subkutan dan lemak rongga abdomen meningkat (b>1), lemak intermuskuler, lemak pelvis, lemak rongga thorax dan lemak ekor berkurang (b<1) serta lemak ginjal konstan (b=1) dengan meningkatnya lemak tubuh. Kempster (1980) menyatakan bahwa pada sapi, babi dan domba, lemak subkutan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan lemak intermuskuler.urutan pertumbuhan depot lemak relatif terhadap total lemak tubuh adalah (1) lemak rongga perut, (2) lemak subkutan dan (3) lemak intermuskuler. Menurut Soeparno (1992) lemak menumpuk diberbagai depot dengan kecepatan yang berbeda dan mempunyai urutan : (1) lemak mesenterium, (2) lemak ginjal, (3) lemak intermuskuler, dan (4) lemak subkutan dan yang terakhir tumbuh adalah lemak diantara ikatan serabut otot yaitu lemak intramuskuler atau marbling.berdasarkan laju pertumbuhan maksimumnya, jaringan tubuh mempunyai urutan pertumbuhan berdasarkan umurnya yaitu (1) jaringan syaraf, (2) tulang, (3) otot dan (4) lemak. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TERNAK. Tumbuh-kembang dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon, lingkungan dan manajemen. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan sebelum lepas sapih adalah genotipe, bobot lahir, produksi susu induk, jumlah anak perkelahiran, umur induk, jenis kelamin anak dan umur sapih. Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia. Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigour) dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim. 9

SELEKSI TERNAK Penampakan ekspresi potensi ternak secara mendasar dipengaruhi oleh dua faktor utama yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yakni faktor genetic dan lingkungan termasuk didalamnya manajemen pemeliharaan secara menyeluruh. Telah diketahui bahwa lingkungan dan penanganan manajemen yang memadai atau sesuai dengan kebutuhan ternak tidak akan memberikan ekpresi produksi (kualitas maupun kuantitas) yang diharapkan jika tidak didukung dengan potensi genetic ternak yang baik. Begitu pula sebaliknya jika ternak memiliki potensi genetic yang baik tidak akan terekspresikan secara optimal bila tidak didukung oleh lingkungan dan manajemen yang maksimal. Dengan demikian kedua faktor tersebut hendaknya memperoleh perhatian yang sama seriusnya dalam pemeliharaan komoditas temak yang dilakukan. Pemeliharaan ternak yang mempunyai nilai genetk tinggi disertai dengan manajemen yang baik tentunya akan memberikan hasil yang optimal baik dari segi produksi dan efisiensi usaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging adalah : 1. Pakan. Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat 2. Faktor Genetik. Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi. 3. Jenis Kelamin. Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar. 10

4. Manajemen. Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat Pemuliaan dan Pembibitan Ternak Pemuliaan adalah merupakan suatu usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu genetik ternak melalui pengembanganbiakan ternak-temak yang memiliki potensi genetik yang baik sehingga diperoleh kinerja atau potensi produksi yang diharapkan. Sedangkan arti pembibitan adalah suatu tindakan manusia untuk menghasilkan ternak bibit, dimana yang dimaksud dengan temak bibit adalah ternak yang memenuhi persyaratan dan karakter tertentu untuk dikembangbiakan dengan tujuan standar produksi /kinerja yang ditentukan. Seorang peternak dapat menentukan dua hat yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu genetic temaknya yakni melalui : Memilih ternak yang dipakai sebagai tetua. Memilih ternak yang akan dikawinkan, Alat atau metode yang dapat digunakan antara lain berupa 1. Seleksi 2. Mengendalikan sistim perkawinan untuk ternaknya. Dalam pemuliaan temak, seorang peternak cenderung untuk merubah atau menentukan hat-hat yang terlihat seperti produktifitas ternak pada tingkatan tertentu yang diinginkan. Untuk melakukannya diperlukan informasi atau data mengenai sifatsifat yang akan diturunkan tersebut atau sering disebut dengan sifat-sifat genetic misalnya seperti bobot badan, produksi telur, warna bulu dan sebagainya. Beberapa perbedaan sifat-sifat genetika tersebut sangat mudah dan dapat dilihat, dibedakan 11

dan dikelompokkan, misalnya ternak bertanduk dengan yang tidak bertanduk, warna kulit tubuh merah ataupun hitam dan sebagainya. Sifatsifat seperti itu dikenal sebagai sifat kualitatif dan dikontrol oleh sejumlah kecil gen. Sedangkan kebanyakan sifat-sifat produktif yang menjadi pengamatan peternak adalah dikontrol oleh pasangan-pasangan gen dan termodifikasi oleh lingkungan yang dihadapi oleh ternak bersangkutan. Sifat-sifat produksi ini dikenal sebagai sifat kuantitatif dan tidak dapat dikelompokkan secara tegas misalnya produksi daging, susu dan bulu (wool). 1. Sistim Perkawinan Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dasar dalam pemuliaan ternak adalah untuk meningkatkan produksi dan produktifitas ternak melalui perbaikan atau peningkatan mutu genetiknya. Cara atau metode yang digunakan terdiri dari sistim perkawinan dan sistim seleksi. Sistim perkawinan yang selalu dan sering digunakan untuk meningkatkan mutu genetic ternak antara lain : a. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan homosigotas (Inbreeding). b. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan heterogositas (Outbreeding). 2. Sistim Seleksi Seleksi adalah istilah dalam pemilihan ternak yang menggambarkan proses pemilihan secara sistimatis ternak-ternak dari suatu populasi untuk dijadikan tetua generasi berikutnya. Pada dasarnya seleksi dibagi menjadi dua bentuk yakni: a. Seleksi Alam Yaitu pemilihan hewan atau ternak menjadi tetua untuk generasi selanjutnya, yang dilakukan oleh alam. Seleksi alarn yang berlangsung beratus tahun akan menghasilkan ternak yang mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan alarn sekitar yang berlaku setempat. b. Seleksi Buatan Seleksi yang dilakukan oleh manusia dengan tujuan tertentu. Seleksi buatan selanjutnya dapat dibedakan menjadi : 12

Seleksi Individual (Mass Selection), yaitu seleksi untuk ternak bibit yang didasarkan pads catatan produkti fitas masing-masing ternak. Seleksi individual pada ternak sapi adalah cara seleksi yang paling sederhana dan mudah dilakukan di pedesaan dengan dasar bobot sapih anak sapi yang ada dan sebagainya. Seleksi Kekerabatan (Family Selection), yaitu seleksi individu atas dasar performans kerabat-kerabatnya (misalnya saudara tiri sebapak atau saudara kandung). Seleksi kerabat dilakukan untuk memilih calon pejantan sapi perah dengan tujuan untuk meningkatkan produksi susu yang tidak dapat diukur pada ternak sapi jantan, dengan mengukur produksi kerabat-kerabat betinanya yang menghasilkan susu. Seleksi Silsilah (Pedigree Selection), yaitu seleksi yang dilakukan berdasarkan pada silsilah seekor ternak. Seleksi in] dilakukann untuk memilih ternak bibit pada umur muda,sementara hewan muda tersebut beium dapat menunjukkan sifat-sifat produksinya. Pemilihan Bibit Ternak (contoh : ternak knmbing / domba) Pemilihan bibit ternak bertujuan untuk memperoleh bangsa-bangsa ternak yang memiliki sifat-sifat produktif potensial seperti memiliki persentase kelahiran anak yang tinggi, kesuburan yang tinggi, kecepatan tumbuh yang baik serta ppersentasi karkas yang baik dan sebagainya. Kriteria kriteria yang biasa dipergunakan sebagai pedoman dalarn rangka melaksanakan seleksi atau pemilihan bibit ialah : bangsa ternak, kesuburan dan persentase kelahiran anak, temperamen dan produksi susu induk, produksi daging dan susu, recording dan status kesehatan temak tersebut. Bangsa Pemilihan jenis ternak misalnya (kambing/domba) yang hendak diternakkan biasanya dipilih dari bangsa ternak kambing/domba unggul Kesuburan dan persentase kelahiran anak yang tinggi 13

Seleksi calon induk maupun pejantan yang benar jika dipilih dari turunan yang beranak kembar dan mempunyai kualitas kelahiran anak yang baik. Temperamen dan jumlah produksi susu induk Induk yang dipilih hendaknya memiliki temperamen yang baik, mau merawat anaknya serta selalu siap untuk menyusui anaknya. Penampilan Eksterior Penampilan eksterior ternak bibit harus menunjukkan kriteria yang baik untuk bibit baik ternak jantan maupun betinanya (induk). Untuk memberikan penilaian keadaan atau penampilan eksterior dapat dilakukan dengan melakukan perabaan/pengukuran ataupun pengamatan. Penilaian ternak setelah dipotong Definisi : 1. Karkas Ruminansia adalah bagian dari ternak ruminansia yang didapatkan dengan cara disembelih secara halal dan benar, dikuliti, dikeluarkan darahnya, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala, kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain melalui pendinginan yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga lazim dan layak dikonsumsi oleh manusia. 2. Karkas Unggas adalah bagian dari ternak unggas yang telah disembelih secara halal, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kaki atau cekernya. 3. Karkas Babi adalah bagian dari ternak babi yang disembelih setelah dikerok bulunya dan dikeluarkan isi rongga perut dan isi rongga dada. 4. Daging adalah bagian dari karkas yang didapatkan dari ternak yang disembelih secara halal (kecuali babi) dan benar serta lazim, layak, dan aman dikonsumsi manusia, yang terdiri dari potongan daging bertulang atau daging tanpa tulang 14

lainnya kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada pendinginan, termasuk daging variasi dandaging olahan. 5. Daging Variasi (variety meats, fancy meats, co-products) adalah bagian dari ternak yang didapatkan dengan cara disembelih secara halal dan benar selain karkas, kulit dan darah, yang dapat dikonsumsi oleh manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada pendinginan. 6. Daging Olahan adalah daging yang diproses dengan cara atau metoda tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan yang dilakukan secara halal, dan benar serta lazim, layak, dan aman dikonsumsi oleh manusia. 7. Daging Untuk Pakan Hewan adalah daging yang tidak layak dikomsumsi oleh manusia dan hanya diperuntukkan bagi pakan hewan. 8. Jeroan (edible offal) adalah bagian dari dalam tubuh hewan yang berasal dari ternak ruminansia yang disembelih secara halal dan benar serta dapat, layak, dan aman dikonsumsi oleh manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada pendinginan. Di pasaran terdapat beragam daging yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat konsumen, tips ini dapat membantu konsumen untuk memilih daging dengan ragam dan kualitasnya. Daging Anak Sapi/Sapi Muda Pada Umumnya agak pucat, kelabu putih, sampai merah pucat dan menjadi tua Terdiri dari serabut-serabut halus Konsistensi agak lembek Bau dan rasa berbeda dengan daging sapi dewasa 15

Daging Sapi Dewasa Daging merah pucat Berserabut halus dengan sedikit lemak Konsistensi liat Bau dan rasa aromatis Daging Domba Daging terdiri dari serabut halus Warna merah muda, konsistensi cukup tinggi Banyak lemak di otot Bau sangat khas Lemak berwarna putih Daging Kambing Daging lebih pucat dari daging domba Lemak menyerupai lemba domba Daging kambing jantan berbau khas Daging Babi Daging umumnya pucat hingga merah muda Otot punggung yang mengandung lemak umumnya kelihatan kelabu putih Serabut halus konsistensi padat dan berbau spesifik 16

Daging Kerbau Pada umumnya liat, karena disembelih pada umur tua Serabut otot kasar dan lemaknya putih Rasanya hampir sama dengan daging sapi Daging Ayam Warna daging putih pucat Bagian otot dada dan otot paha kenyal Bau agak amis sampai tidak berbau Kriteria Kualitas Daging Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan hidup, faktor penentu kualitas dagingnya adalah cara pemeliharaan, yang meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan dan perawatan kesehatan. Kualitas daging juga dipengaruhi oleh pengeluaran darah pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi sesudah hewan dipotong. Kualitas daging yang baik Keempukan atau kelunakan Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari, daging sehat akan memiliki konsistensi kenyal (padat). 17

Kandungan lemak atau marbling Marbling adalah lenak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap citra rasa daging. Warna Warna daging bervariasi, tergantung dari jenis secara genetik dan usia, misalnya daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah, daging sapi muda lebih pucat daripada daging sapi dewasa. Rasa dan Aroma Cita rasa dan aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging yang berkualitas baik mempunyai rasa yang relatif gurih dan aroma yang sedap. Kelembaban Secara normal daging mempunyai permukaan yang relatif kering sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dari luar. Dengan demikian mempengaruhi daya simpan daging tersebut. Kualitas daging yang tidak baik Bau dan rasa yang tidak normal Bau yang tidak normal biasanya akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal itu dapat disebabkan oleh adanya kelainan antara lain : Hewan sakit. Hewan yang sakit, terutama yang menderita radang bersifat akut pada organ dalam, akan menghasilkan daging yang berbau seperti mentega tengik. Hewan dalam pengobatan. Hewan dalam masa pengobatan terutama dengan pemberian antibiotika, akan menghasilkan daging yang berbau obat-obatan. 18

Warna daging tidak normal Warna daging yang tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan konsumen, namun mengurangi selera konsumen. Konsistensi daging tidak normal Daging yang tidak sehat mempunyai kekenyalan rendah (jika ditekan dengan jari akan terasa lunak) apalagi diikuti dengan perubahan warna yang tidak normal. Maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi Daging busuk Daging yang busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen, karena menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat disebabkan karena penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan protein oleh enzim-enzim dalam daging. MENAFSIR BERAT BADAN TERNAK Penafsiran berat badan sangat penting dilakukan oleh para pemilik ternak untuk mengetahui bobot tubuh ternak. Cara ini merupakan cara lain untuk mengetahui berat badan ternak selain penimbangan berat badan. Apabila setiap kali harus selalu dilakukan penimbangan, hal ini dirasa kurang praktis di samping timbangan itu jumlahnya terbatas. Rumus penentuan berat badan sapi berdasar ukuran tubuh bertolak dari anggapan bahwa tubuh ternak sapi berupa tong. Oleh karena itu, ukuran tubuh yang digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya adalah panjang badan dan lingkar dada. Rumus yang telah dikenal adalah rumus Schoorl yang mengemukakan pendugaan bobot ternak sapi berdasarkan lingkar dada sebagai berikut : Bobot badan (kg) = (lingkar dada (cm) + 22) 2 100 19

Rumus lain diturunkan oleh Scheiffer yang telah menggunakan lingkar dada dan panjang badan dalam pendugaannya. Rumus itu sebagai berikut : Bobot badan (lbs) = Lingkar dada (inchi) 2 x Panjang badan (inchi) 300 Rumus lain yang dapat digunakan adalah Lambourne : rumus modifikasi oleh Bobot badan (kg) = Panjang badan (cm) x {Lingkar dada (cm)} 2 10400 Sejumlah peneliti mencoba membuktikan keakuratan rumus-rumus itu diujicobakan terhadap beberapa kelompok sapi, domba, kambing antara bobot taksir dan bobot timbangan. Hasilnya rumus Scheiffer dan Lambourne lebih mendekati berat real sapi, domba, kambing sebenarnya dengan tingkat kesalahan di bawah 10 persen. Sedangkan rumus Schoorl tingkat kesalahannya mencapai 22,3 persen. Perbedaan perhitungan berat pada mahluk hidup adalah wajar, karena bobot hewan sangat dipengaruhi situasi dan kondisi lingkungan, yakni gelisah (stress), habis makan, banyak minum atau baru buang feses. Hewan yang ditimbang sekalipun, akibat buruk perlakuan dan pengangkutan dapat menyebabkan susut tubuh 5-10%. Dengan memperoleh angka taksiran bobot hidup, maka persentase karkas dan daging dapat segera diketahui. Karkas sapi berkisar 47-57 persen dari bobot hidupnya dan daging 75 persen dari karkas. Karkas adalah potongan daging tulang tanpa kepala, kaki, kulit dan jeroan. Untuk domba persentase karkasnya sekitar 45 persen dan dagingnya 75 persen dari karkas. Selain itu penafsiran berat badan dapat pula dilakukan dengan pengamatan visual yaitu memperkirakan berat badan ternak yang diamati. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan DWT (Daily Cow Weighting Tape) yaitu dengan melingkarkan DWT pada sternum 3 4 dan angka yang ditunjuk pada pita ukur itu menunjukkan berat badan ternak. Cara penafsiran yang merupakan cara untuk mengetahui berat badan ternak adalah penimbangan. Penimbangan dilakukan 20

dengan menggunakan timbangan ternak / neraca. Besar atau kecil, stationer atau portabel, timbangan merupakan bagian yang sangat diperlukan dalam tehnik-tehnik pengukuran, (Blakely and Bade, 1998). Metode visual adalah suatu metode yang digunakan untuk menafsir berat badan dengan melihat, mengamati keadaan sapi dengan baik, kemudian kita menafsir berat sapi tersebut. Metode ini perlu kejelian dan latihan yang banyak supaya taksirannya hampir mendekati benar. Dan juga metode ini banyak dipakai oleh para pedagang hewan (Buffran,1986). Ukuran-Ukuran Untuk Hewan Ternak I. Ukuran-Ukuran Tinggi 1. Tinggi pundak : yaitu jarak titik tertinggi pundak sampai ketanah 2. Tinggi punggung : yaitu jarak dari tajuk ruas punggung terakhir sampai tanah atau garis tegak lurus di belakang rusuk terakhir. 3. Tinggi kelakang : yaitu jarak titik tertinggi kelakang sampai ke tanah, titik ini terletak sedikit kebelakang permulaan tulang kelakang dan agak jauh di belakng garis yang menghubungkan sudut tulang pangkal paha. 4. Tinggi pangkal ekor : yaitu jarak dari titik di mana ekor meninggalkan badan sampai ke tanah. II. Ukuran-Ukuran Panjang 1. Panjang badan : Jarak lurus dari garis tegak lurus diadakan teoritis dari sikum (boeng) sampai benjol;an tulang tapis. 2. Panjang kelakang : Jarak antara muka pangkal paha sampai benjolan tulang tapis III. Ukuran-Ukuran Lebar 1. Lebar dada : Lebar dada muka ialah jarak antara kedua benjolan siku luar. 21

Lebar dada rusuk ialah jarak antara rusuk kiri-kanan diukur di belakang tulang belikat. 2. Lebar pangkal paha : Jarak antara sisi luar sudut pangkal paha. 3. Lebar tulang tapis : Jarak antara sisi luar benjolan tulang tapis. IV. Ukuran-Ukuran Dalam 1. Dalam dada : Jarak antara titik tertingi pundak dan tulang dada, diukur di belakang siku. V. Ukuran-Ukuran Lingkar 1. Lingkar dada : diukur melingkar dada dibelakang siku. 2. Lingkar pipa : yakni diukur dengan pita ukur di tengah-tengah tulang pipa dari kaki kiri. VI. Ukuran-Ukuran Kepala 1. Panjang kepala : Jarak dari puncak kepala sampai ke daging gigi seri. 2. Lebar dahi Lebar dahi atas adalah jarak panggkal tanduk atas. Lebar dahi bawah adalah jarak antara kedua lingkungan tulang mata. Cara mengukur berat sapi yaitu dengan terlebih dahulu mengukur lingkar dada, setelah mendapatkan lingkar dada otomatis kita dapat memperkirakan berat badan sapi. Tabel 1. Penaksiran berat badan sapi berdasarkan lingkar dada No. Lingkar dada (cm) Berat badan (kg) 1. 100 101 2. 105 114 3. 110 127 4. 115 141 5. 120 155 22

6. 125 171 7. 130 188 8. 135 205 9. 140 223 10. 145 242 11. 150 262 12. 155 283 13. 160 305 14. 165 328 15. 170 350 16. 175 377 17. 180 402 18. 185 429 19. 190 457 20. 195 486 21. 200 515 Sumber: http://id.shvoong.com/how-to/health/2027649-mengukur-beratsapi/#ixzz1rkte3reo PENGUKURAN TUBUH Perubahan ukuran tubuh ternak dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan ternak. Perubahan pada ukuran tubuh ternak menunjukkan apakah ternak mengalami pertumbuhan atau tidak. Mengukur Lingkar Dada Lingkar Dada (LD) merupakan salah satu dimensi tubuh yang dapat digunakan sebagai indikator mengukur pertumbuhan dan perkembangan ternak. Pengukuran 23

lingkar dada diukur pada tulang rusuk paling depan persis pada belakang kaki depan. Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan melingkarkan pita ukur pada badan. Cara Mengukur Lingkar Dada : Teknik pengukuran yang baik dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Siapkan pita ukur dengan panjang minimal 200 cm. 2. Siapkan buku data untuk mencatat hasil pengukuran lingkar dada 3. Pengukuran lingkar dada dilakukan simultan setelah ternak ditimbang 4. Pastikan ternak sudah tenang dan berdiri dengan posisi yang tegak 5. Catat angka lingkar dada yang terukur pada pita ukur kedalam buku data. Mengukur Tinggi Panggul Tinggi panggul adalah jarak tegak lurus dari tanah sampai dengan puncak gumba atau di belakang punuk untuk sapi Hisar dan Ongole. Cara Mengukur Tinggi Panggul : 1. Siapkan mistar ukur berbentuk L dan siapkan ternak yang akan diukur 2. Siapkan buku untuk pengisian data 3. Tempatkan ternak sapi pada posisi/tempat yang rata dan pastikan ternak berdiri tegak secara alami. 4. Ukurlah ternak dengan menempatkan mistar ukur tegak lurus dan pastikan bagian horizontal dari mistar persis berada di atas gumba. 5. Catat hasil pengukuran pada buku data yang telah disiapkan. Mengukur Tinggi Pinggul Cara Mengukur Tinggi Pinggul : 24

1. Tempatkan ternak sapi pada posisi/tempat yang rata dan pastikan ternak berdiri tegak secara alami. 2. Ukurlah ternak dengan menempatkan mistar ukur tegak lurus dan pastikan bagian horizontal dari mistar persis berada di atas pinggul. 3. Catatan hasil pengukuran pada buku data yang telah disiapkan. Mengukur Panjang Badan Panjang badan adalah panjang dari titik bahu ke tulang duduk (pin bone).engukuran T Cara Mengukur Panjang Badan : 1. Siapkan alat berupa mistar ukur berbentuk lurus. 2. Tempatkan ternak sapi pada posisi/tempat yang rata dan pastikan ternak berdiri tegak secara alami. 3. Ukur ternak dengan menempatkan mistar ukur pada bagian titik bahu sampai pada tulang duduk. 4. Catatan hasil pengukuran pada form isian yang telah disiapkan SKOR KONDISI TUBUH Skor kondisi dimaksudkan untuk memberikan kriteria pada seekor ternak sapi yang dinilai secara kualitatif. Standar penilaian ini penting terkait dengan kondisi tubuh ternak yang dapat menjadi indikator terhadap pertumbuhan ternak dan potensi reproduksi yang dimiliki oleh seekor ternak. Skor 1 Pada kondisi skor 1 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang Sangat Kurus di mana tonjolan tulang belakang, tulang rusuk, tulang pinggul dan tulang pangkal ekor terlihat sangat jelas. Pada kondisi tubuh seperti ini, sapi betina dewasa mengalami gangguan reproduksi berat yang ditandai dengan berhentinya siklus birahi. 25

Skor 2 Pada kondisi skor 2 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang Kurus, namun lebih baik dibandingkan dengan ternak pada kondisi skor 1 dimana tonjolan tulang di berbagai tempat mulai tidak terlihat namun garis tulang rusuk masih terlihat jelas dan sudah mulai terlihat ada sedikit perlemakan pada pangkal tulang ekor dimana pangkal tulang ekor terlihat sedikit lebih bulat. Pada kondisi tubuh seperti ini, sapi betina dewasa masih mengalami gangguan reproduksi yang ditandai dengan siklus birahi yang tidak teratur dan cenderung kurang dari 21 hari dan lama birahi yang lebih pendek kurang dari 4 jam dan sering disebut dengan birahi tenang. Skor 3 Pada kondisi skor 3 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang Sedang atau Menengah, dimana tonjolan tulang sudah tidak terlihat lagi dan kerangka tubuh, pertulangan dan perlemakan mulai terlihat seimbang namun masih terlihat jelas garis berbentuk segitiga antara tulang HIP dan rusuk bagian belakang dan tonjolan pangkal tulang ekor sudah membentuk kurva karena adanya penimbunan perlemakan pada pangkal tulang ekor. Pada kondisi tubuh seperti ini, aktivitas reproduksi sapi betina dewasa sudah kembali normal. Skor 4 Pada kondisi skor 4 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang Baik, dimana kerangka tubuh dan tonjolan tulang sudah tidak terlihat dan perlemakan sudah lebih menonjol pada semua bagian tubuh. Garis tonjolan pangkal tulang ekor masih terlihat namun jika dilihat dari belakang. Bagian belakang tubuh sudah mulai berbentuk persegi panjang yang menunjukkan perlemakan pada bagian paha, pinggul dan paha bagian dalam. Pada kondisi tubuh seperti ini ternak akan dapat bertahan dan aktivitas reproduksi tidak terganggu selama musim kering atau musim kekurangan pakan. 26

Skor 5 Pada kondisi skor 5 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang Gemuk, dimana kerangka tubuh dan struktur pertulangan sudah tidak terlihat dan tidak teraba. Tulang pangkal ekor sudah tenggelam oleh perlemakan dan bentuk persegi panjang pada tubuh belakang sudah membentuk lengkungan pada bagian kedua ujungnya. Pada kondisi tubuh seperti ini ternak akan dapat berproduksi dan tidak terganggu oleh perubahan musim. KETEBALAN LEMAK Deposisi lemak merupakan petunjuk kecukupan pakan yang diperoleh ternak. Pada kondisi pakan yang baik misalnya pada musim hujan dimana pakan tersedia dalam jumlah dan kualiats yang baik, sebagian besar ternak mengalami peningkatan berat badan yang sangat nyata dan terjadi penimbunan lemak pada punggung bagian belakang mulai dari tulang pinggul sampai tulang ekor. Jika diraba akan terasa lembut menandakan adanya timbunan lemak dan sebaliknya terasa keras menandakan tidak adanya timbunan lemak. Pengukuran deposisi lemak juga dapat dilakukan dengan memijit lapisan kulit di sebalah kiri dan kanan tulang ekor diatas anus. Jika bagian ini ditekan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk dan terasa tebal dan lembut seperti busa menandakan terdapat timbunan lemak dan bila yang terasa hanya dua lapisan kulit yang bergesekan menandakan tidak ada timbunan lemak. Ternak yang mempunyai timbunan lemak yang cukup pada awal musim kering dan paceklik pakan akan tetap dapat mempertahankan kemampuan produksinya karena mempunyai simpanan energi yang cukup. Pada kondisi tertentu pengukuran langsung tidak mungkin dilakukan. Deposisi lemak dapat ditilik dengan memperhatikan bagian brisket atau gelambir dan dari belakang dengan mengamati perlemakan pada daerah pangkal tulang ekor dan lipatan kulit diantara dua paha belakang untuk mengetahui ketebalan lemak pada paha dalam bagian belakang. 27

PETUNJUK UNTUK MENDUGA KETEBALAN LEMAK SECARA VISUAL Ketebalan lemak pada pangkal ekor Ketebalan lemak pada pangkal ekor dapat digunakan sebagai indikasi untuk mengetahui ketebalan lemak. Ternak yang kurus jika dilihat dari belakang bagian ekor terlihat bundar penuh dan pertemuan pangkal tulang dan penutup terlihat jelas. Ternak dengan perlemakan sedang ekor terlihat bundar setengah dan pertemuan pangkal tulang ekor dan penutup tersambung dengan halus. Pada ternak gemuk bundaran ekor tidak terlihat sehingga terlihat rata dan ada benjolan tumpukan lemak di kanan dan kiri pangkal tulang ekor. Ketebalan lemak pada paha dalam bagian belakang Mengukur ketebalan lemak pada paha belakang bagian dalam juga dapat dilakukan untuk mengatahui tingkat deposisi lemak yang berhubungan dengan ketersediaan dan kecukupan pakan yang diberikan. Ketebalan diukur dengan melihat tingkat ketajaman pertemuan kulit antara kedua paha bahagian dalam. Pada ternak kurus sudut pertemuan kulit antara kedua paha dalam berbentuk cekungan yang tajam atau lancip, sedangkan pada ternak dengan perlemakan sedang sudut pertemuan berbentuk cekungan dengan sambungan halus dan pada ternak gemuk sudut pertemuan berbentuk cembung dengan sambungan yang halus. 28