VI. KEBUTUHAN INVESTASI

dokumen-dokumen yang mirip
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

Lampiran 1. Lanjutan. Keterangan : *) sementara **) sangat sementara. Sumber : Ditjenbun dan PPKS, 2006

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT SKALA KECIL (MINI PLANT)

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Gambar 1.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Tantangan dan Hambatan Di Masa Depan. Oleh : Asmar Arsjad APKASINDO

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. para stakeholdernya. Keberhasilan dalam pencapaian tujuan perusahaan

PENGEMBANGAN INDUSTRI DI TIMOR LESTE

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SUMBER DAYA ALAM INDONESIA: DI BAWAH CENGKRAMAN MAFIA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KARET

BANDARA MUARA BUNGO. Latar Belakang Pembangunan

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

Lampiran -1 : Spesifikasi Mesin dan Peralatan. 10 Pisau duduk. Gear Box no : 5 Zn 280. Ratio : 1 : 20. : Spc 400x4 & Spc 400x4

PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah lahan yang luas tersebut, pasti akan membutuhkan banyak tenaga kerja.

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet. Tabel 4. Pertumbuhan ekspor dan nilai ekspor karet Indonesia,

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

Disampaikan dalam acara Focus Working Group 2017 Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Jakarta, 18 Mei 2017

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KARET ALAM DI PROVINSI RIAU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis Pembangunan Ekonomi Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

1.1 LATAR BELAKANG. Pendahuluan Masterplan Jambi Agro Industrial Park

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

Boks 2. Investasi Provinsi Jambi Dan Krisis Pasar Modal Dunia 2008

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERJANJIAN KINERJA TAHUN ANGGARAN 2015 DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN TEBO

I. PENDAHULUAN. dari 1,0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 1,9

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang

BAB 2 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO

IV. INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

LAMPIRAN PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB. langsung. Wewenang dan tanggung jawab untuk masing-masing jabatan pada PT.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Transkripsi:

VI. KEBUTUHAN INVESTASI Biaya yang diperlukan untuk mengembangkan komoditi karet ke depan mencakup kebutuhan biaya di on-farm dan off-farm. Untuk kebutuhan biaya di on-farm, khususnya peremajaan tanaman diperlukan biaya sekitar Rp. 10,5 juta/ha (tahun 004). Biaya tersebut diperlukan untuk pembongkaran tunggul, pengadaan bibit, penanaman, pupuk dan pestisida, tanaman sela, dan pemeliharaan tanaman. Kebutuhan biaya di on-farm karet (peremajaan) dalam kurun waktu antara 005-010 dan 005-05 disajikan pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Kebutuhan biaya untuk peremajaan karet 005-05 Kegiatan 005-010 005-05 Peremajaan kebun (ha) 6.000 1.00.000 Biaya (Rp milyar).58 1.600 Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk membiayai peremajaan karet diperlukan dana sebesar Rp.,5 trilyun dalam periode 005-010, sedangkan dalam periode 005-05 diperlukan dana Rp. 1,6 trilyun (menggunakan harga tahun 004). Kebutuhan biaya peremajaan di berbagai propinsi dalam jangka menengah disajikan pada Lampiran. Pada dasarnya pembiayaan yang diperlukan untuk merealisasikan rencana pengembangan karet ke depan berasal dari berbagai sumber, yaitu dana masyarakat dan perbankan, pemerintah pusat dan daerah, pengusaha, dan dana komoditi. Dengan pertimbangan bahwa pada saat ini dana perbankan kurang tersedia untuk mendukung pembiayaan pembangunan agribisnis karet (tingkat suku bunga terlampau tinggi) serta keterbatasan dana yang berasal dari masyarakat dan pemerintah, maka perlu segera ditinjau untuk menghidupkan kembali pungutan dana dari komoditi (semacam CESS)

karet untuk pengembangan, promosi, peremajaan dan peningkatan kapasitas SDM pada komoditi karet. Hasil monitoring jumlah pabrik pengolahan karet remah (crumb rubber) di Indonesia menunjukkan bahwa saat ini jumlah kapasitas terpasang (1.9.400 ton/th) melebihi dari produksi (1.60.000 ton/th). Perimbangan antara kapasitas terpasang dengan produksi di berbagai Propinsi adalah beragam, namun terjadi kelebihan kapasitas pabrik di Sumatera Utara, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Hasil simulasi prediksi pertambahan produksi (5%) sampai dengan tahun 010 menunjukkan bahwa produksi karet hanya sekitar juta ton/th, sehingga belum perlu menambah investasi di pabrik karet remah. Pada saat ini, kebutuhan dana untuk investasi pada pabrik karet remah dengan kapasitas 70 ton/hari adalah sekitar Rp 5,6 milyar (Lampiran ) Pemanfaatan kayu karet di dalam negeri masih mengalami kendala dalam beberapa hal seperti tidak jelasnya kelembagaan yang menangani kayu karet, kurangnya kontinuitas sumber bahan baku karena lokasi bahan baku yang terpencar dengan aksesibilitas yang terbatas terhadap fasilitas angkutan, kualitas kayu yang sangat beragam dan pengiriman produk yang tidak kontinu, ketimpangan harga bahan baku di tingkat pabrik (tinggi) dan produk (rendah), jenis produk yang kurang variatif, adanya pajak ekspor permanen (USD 150/m ), serta kurangnya apresiasi pasar domestik terhadap kayu karet. Masuknya investasi pada pabrik pengolahan kayu karet tentu saja akan sangat tergantung pada seberapa jauh hambatan-hambatan di atas dapat dikurangi. Pada saat ini investasi peralatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan treated sawn timber hanya sekitar Rp,1 milyar pada kapasitas 0 m /hari. 4 VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN Untuk mempercepat laju investasi di bidang agribisnis karet, diperlukan beberapa kebijakan pendukung sebagai berikut : 1. Penciptaan iklim investasi yang makin kondusif : a. Pemberian kemudahan dalam proses perijinan. b. Pembebasan pajak (tax holiday) selama tanaman atau pabrik belum berproduksi. c. Pemberian rangsangan kepada pengusaha untuk menghasilkan end product bernilai tambah tinggi yang non-ban, yang prospek pasarnya di dalam negeri cerah. d. Adanya kepastian hukum dan keamanan baik untuk usaha maupun lahan bagi perkebunan. e. Penghapusan berbagai pungutan dan beban yang memberatkan iklim usaha.. Pengembangan sarana dan prasarana berupa jalan, jembatan, pelabuhan, alat transportasi, komunikasi, dan sumber energi (tenaga listrik).. Penyediaan dana untuk membiayai pengembangan industri hilir, peremajaan, promosi dan peningkatan kapasitas SDM karet. Salah satu alternatif adalah menghidupkan kembali penghimpunan dana dari hasil produksi/ekspor (semacam CESS). Kelembagaan CESS tidak seperti dulu lagi tetapi mengambil bentuk sebagai institusi yang bersifat independent di bawah Departemen Keuangan dengan aturan main yang jelas dan sedemikian rupa sehingga penggunaan dana mudah diawasi dan kembali untuk kepentingan investasi di bidang perkebunan. 4. Pengembangan sistem kemitraan antara petani dan perusahaan, misalnya dengan pola PIR Plus. Mulai pola ini, salah satu disainnya adalah : petani tetap memiliki kebun beserta pohon karetnya, dan ikut sebagai pemegang saham perusahaan yang menjadi mitranya. Dengan cara demikian, maka kepastian bagi perusahaan untuk memperoleh bahan baku dalam jumlah cukup lebih terjamin. 5

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana peremajaan tanaman Karet Rakyat di Indonesia 005-010 No. Propinsi Kondisi Perkebunan Rakyat (00)* Kebutuhan Dana (Rp juta) Produksi (Ton) Areal PR (Ha) 005 006 007 008 009 010 Jumlah 1 N A D 45.07 70.475 - - - - - - - Sumatera Utara 189.598 85.059 11.500 1.706 1.656 15.940 18.890 4.408 98.100 Sumatera Barat 61.845 98.89 7.600 19.095 6.448 1.170 0.060 50.877 185.49 4 Riau 189.9 6.090 4.500 64.119 86.781 101.66 96.56 101.46 485.088 5 Jambi 176.6 418.95 7.600 8.95 8.1.970 9.140 45.71 01.98 6 Sumatera Selatan 66.1 66.540 57.500 98.41 10.918 11.186 145.1 149.991 676.48 7 Bangka Belitung 14.05 1.169.00.741.191.76 4.416 5.169 1.554 8 Bengkulu.88 59.71.00 5.041 5.9 6.98 8.15 9.585 7.99 9 Kalimantan Barat 166.585 56.774.00 19.978 1.948 7.74 58.50 68.46 48.796 10 Kalimantan Tengah 1.680 50.61.000 7.41 18.11 0.915 5.015 4.071 157.56 11 Kalimantan Selatan 5.11 111.908.00 19.978 1.948 7.74 58.50 68.46 48.796 1 Kalimantan Timur 14.06 6.481 6.900 8.4 7.74 8.468 10.058 11.770 5.69 Indonesia 1.41.558.708.70 57.600 07.00 57.40 418.460 494.60 578.906.414.06 *) Sumber : Statistik perkebunan Indonesia Lampiran. Kebutuhan dana untuk peremajaan tanaman Karet Rakyat di Indonesia 005-010 No. Propinsi Kondisi Perkebunan Rakyat (00)*) Produksi (Ton) Areal PR (Ha) Kebutuhan Dana (Rp juta) 005 006 007 008 009 010 Jumlah 1 N A D 45.07 70.475 - - - - - - - Sumatera Utara 189.598 85.059 11.500 1.706 1.656 15.940 18.890 4.408 98.100 Sumatera Barat 61.845 98.89 7.600 19.095 6.448 1.170 0.060 50.877 185.49 4 Riau 189.9 6.090 4.500 64.119 86.781 101.66 96.56 101.46 485.088 5 Jambi 176.6 418.95 7.600 8.95 8.1.970 9.140 45.71 01.98 6 Sumatera Selatan 66.1 66.540 57.500 98.41 10.918 11.186 145.1 149.991 676.48 7 Bangka Belitung 14.05 1.169.00.741.191.76 4.416 5.169 1.554 8 Bengkulu.88 59.71.00 5.041 5.9 6.98 8.15 9.585 7.99 9 Kalimantan Barat 166.585 56.774.00 19.978 1.948 7.74 58.50 68.46 48.796 10 Kalimantan Tengah 1.680 50.61.000 7.41 18.11 0.915 5.015 4.071 157.56 11 Kalimantan Selatan 5.11 111.908.00 19.978 1.948 7.74 58.50 68.46 48.796 1 Kalimantan Timur 14.06 6.481 6.900 8.4 7.74 8.468 10.058 11.770 5.69 Indonesia 1.41.558.708.70 57.600 07.00 57.40 418.460 494.60 578.906.414.06 *) Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia 8 9

Lampiran. Investasi pabrik karet remah kapasitas 70 ton per hari I Line Latex Grade : 49 tonnes/day 1.1. Building No Description Size Unit Total Unit 1.. Line Latex Grade 1 Receiving Tank 50 Coagulating Through (Rp milion) m 1 5.50 5.50 1 Crumb Rubber Plant.500 Power House 00 m 1 00 00 Laboratory 00 m 1 00 00 4 Product Ware House 1.500 m 1.50.50 5 Office 00 m 1 00 00 6 Worker Bufet 00 m 1 5 5 7 Godown 150 m 1 11,5 11,5 8 Workshop 00 m 1 00 00 9 Water Treatment 500 m 1 500 500 10 Porter 15 m 1 11,5 11,5 11 Rubber Trap 5 m 5 50 1 Anaerobic Pond 750 m 1 50 50 1 Facultative Pond 750 m 1 50 50 14 Aerobic Pond 750 m 1 50 50 of Building 9.548,75 m,5 65 m 15 10,75 161,5 Mobile Crusher 75 5 4 Creper 500 kg/hr 1 100 100 5 Cutter Mill 1 ton/hr 150 450 6 Vortex Pump 1 ton/hr 5 75 7 Dryer.5 ton/hr 1 1500 1500 8 Baling Press 800 kg/hr 50 750 9 Metal Detector 5 50 10 Trolley 150 Kg/unit 50 1 50 11 Packing Box 1 ton/hr 5 0,5 1,5 of Line Latex Grade 4.58,75 1.. Utility 1 Electical Genset 1.000 KVA 1.500.000 Maintenance Tools 1 500 500 Water Tower 50 m 1 50 50 4 Water Pump 10 1,5 15 Varies 5 Piping 50 0,05 1,5 6 Electical Panel 4,5 10 7 Forklift Ton 1 150 150 8 Fuel Tank 10 m 1 5 5 of Utility 4.07,5 TOTAL OF INVESTMENT I (1.1+1.+1.) 18.160 II. Line Field Grade: 1 tonnes/day.1. Processing Machineries 1 Receiving Cup Lump 100 m 1,5,5 Lump Breaker 500 kg/hr 150 00 Macroblending Tank I 50 m 75 150 4 Creper 500 kg/hr 8 100 800 5 Hammer Mill 1 ton/hr 150 00 6 Cutter Mill 1 ton/hr 150 00 7 Dryer ton/hr 1 1.000 1.000 8 Baling Press 800 kg/hr 1 50 50 9 Metal Detector 1 5 5 10 Trolley 1 ton/unit 0 1 0 11 Packing Box 1 ton/unit 10 0,5 5 1 Vortex Pump 1 5 5 of Processing Machineries.07,5.. Building No Description Size Unit Total Unit Tot al Price 1 Raw material Shed 1000 m 1 500 500 Predrying 1500 m 1 800 800 of Building 1.00 40 41

.. Utility 1 Electical Panel 4,5 10 Forklift ton 1 150 150 Lift Blanket 1 75 75 of Utility 5 TOTAL OF INVESTMENT II (.1+.+.) 4.74,5 III. LAND PREPARATION.1. Land Preparation To tal Price 1 Land Preparation 10 ha 1 100 100 Fencing 4.000 m 1 100 100 Upgrading Emplacement 10 ha 1 150 150 of Land Preparation 50 TOTAL OF INVESTMENT III (.1) 50 TOTAL INVESTMENT FOR PLANT 70 TONNES/DAY (I+II+III).5,5 Contigencies 10%.5,5 GRAND TOTAL 5.577,75 4