BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pada dasarnya hunian tidak dapat dilihat sebagai tempat hidup saja

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

VISI DAN MISI CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI PEMALANG PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LATAR BELAKANG. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan permukiman untuk pelaksanaan aktivitas kehidupan

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR. TAHUN. TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI PAMEKASAN,

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN TERHADAP KONSEP ELEMEN ALAMI DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TEPIAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

Transkripsi:

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Permukiman tradisional nelayan suku Makasar dengan permukiman resettlement Untia memiliki banyak perbedaan dibanding persamaan ditinjau dari aspek budaya dan gaya hidup. Perbedaan-perbedaan tersebut berkaitan dengan desain permukiman dan rumah. Berikut ini temuan konsep-konsep yang merupakan jawaban atas permasalahan penelitian. A. Konsep Permukiman Tradisional Suku Makassar yang Berbasis Budaya dan Gaya Hidup di Wilayah Pesisir Konsep Budaya pada Permukiman dan Rumah Tradisional Suku Makassar Pembentukan permukiman dan rumah didasarkan pada budaya. Nilainilai budaya berperan penting dalam menyertai proses pembentukan permukiman dan rumah. Proses tersebut telah melalui perjalanan panjang dan terus dimodifikasi menyesuaikan diri dengan manusia, alam, dan lingkungan disekitarnya. Nilai-nilai budaya suku Bugis-Makassar yang berkaitan dalam desain permukiman dan rumah tradisional nelayan meliputi nilai falsafah, ekonomi/politik, status sosial, kesatuan hidup keluarga, estetika, dan ikatan kekerabatan. Nilai-nilai budaya tersebut memiliki dampak postif bagi masyarakat, seperti nilai falsafah yang bertujuan untuk menciptakan kedamaian, ketentraman, keamanan, kesehatan, dan kemakmuran. Nilai ekonomi politik dan status sosial bertujuan untuk mengangkat wibawa, harga diri, kehormatan keluarga dan pribadi pemilik rumah. Nilai tersebut akan mendorong seseorang atau keluarga untuk berusaha lebih keras dalam upaya mengangkangkat status. Nilai kesatuan hidup keluarga bertujuan menciptakan harmonisasi, kebersamaan dan kebahagian pada keluarga. Nilai estetika bertujuan menciptakan ketenangan dan kesenangan, yang diekspresikan oleh alam dan lingkungan terbangun kepada yang melihatnya. Terakhir adalah ikatan 385

kekerabatan yang bertujuan meningkatkan sifat gotong royong, kekeluargaan, dan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antarmasyarakat dan antarkeluarga. Selain memiliki dampak positif terhadap masyarakat, nilai-nilai budaya juga berdampak positif terhadap permukiman dan rumah, yaitu sebagai alat proteksi untuk tetap melestarikan wujud rumah tradisional sebagai karya arsitektur dari leluhur dan sebagai sumber ilmu pengetahuan. Konsep Gaya Hidup pada Permukiman dan Rumah Tradisional Suku Makassar Gaya hidup juga berperan penting dalam proses perjalanan permukiman dan rumah tradisional nelayan suku Makassar selain budaya. Terdapat beberapa faktor penentu gaya hidup yang berkaitan dengan permukiman dan rumah, meliputi : pekerjaan, pendidikan, usia, status sosial ekonomi, aktivitas harian, dan kepercayaan masyarakat. Pekerjaan berperan dalam menentukan letak permukiman dan jenis fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan, tujuannya untuk mendapatkan efisiensi, efektifitas, dan keamanan kerja nelayan. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat lebih banyak berdiam dalam permukiman dari pada di luar lingkungan permukiman, sehingga menyebabkan komunikasi semakin meningkat yang berdampak pada kedekatan antarpenghuni permukiman. Selain itu, pekerjaan juga berkaitan pada penggunaan ruang tertentu pada rumah dan menjadikan ruang tersebut sebagai tempat yang menyenangkan untuk bekerja. Pendidikan berperan terhadap kreatifitas, wawasan, dan kesempatan kerja nelayan yang berkontribusi kepada penghasilan. Penghasilan berkaitan dengan prioritas seseorang dalam permukiman, menyangkut kesempatan mendirikan rumah. Bagi kalangan berpendidikan rendah dengan penghasilan rendah yang jua rendah, letak, status, dan luas lahan, serta keamanan lingkungan permukiman tidak dipermasalahkan. Demikian pula dengan desain rumah dan identitas pribadi bukan masalah, yang terpenting adalah 386

kesempatan untuk dapat mendirikan rumah. Akibatnya tata letak rumah menjadi padat dan tidak teratur. Usia berperan terhadap letak rumah dalam permukiman dan prioritas pengembangan ruang tertentu. Semakin meningkat usia produktif, penghasilan semakin meningkat. Pada tahap tersebut letak rumah, status lahan, dan luas lahan, keamanan lingkungan, dan identitas pribadi mulai dipertimbangkan. Hasilnya, rumah semakin menjauh dari pantai dan mendekati jalan desa. Selain itu, usia juga berkaitan dengan prioritas pengembangan ruang tertentu pada rumah. Aktivitas harian memiliki kaitan dengan penggunaan ruang tertentu pada permukiman dan rumah. Aktivitas harian berbeda antara jenis kelamin dan usia yang melahirkan adanya perbedaan penggunaan ruang. Berdasarkan jenis kelamin dan usia, rumah dan ruang yang teduh, terlindung dan aman yang banyak digunakan wanita dalam beraktivitas. Pria dan anak-anak lebih banyak menggunakan ruang terbuka semi publik dan publik dalam beraktivitas. Kepercayaan berkaitan dengan kehadiran tempat atau ruang-ruang tententu di permukiman dan rumah. Kepercayaan membuat suatu tempat atau ruang menjadi bermakna dan dan bernilai. B. Hasil Evaluasi Permukiman Resettlement Untia dari Aspek Budaya dan Gaya Hidup Hasil evaluasi budaya dan gaya hidup di permukiman tradisional suku Makassar di wilayah pesisir terhadap budaya dan gaya hidup di permukiman resettlement Untia, menunjukkan bahwa nilai budaya masyarakat Bugis Makassar terkait dengan permukiman sangat kurang digunakan (hampir tidak digunakan) di permukiman resettlement Untia. Sedang pada rumah inti, nilai-nilai budaya tersebut kurang digunakan. Namun pada pengembangan rumah, justru nilai-nilai tersebut tampak penggunaanya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan penggunaan nilai budaya pada rumah tinggal di permukiman tersebut. 387

Sementara itu, konsep gaya hidup masyarakat di permukiman tradisional nelayan suku Makassar sangat kurang (hampir tidak) digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam desain permukiman resettlement Untia. Demikian pula dengan konsep gaya hidup yang digunakan pada rumah tradisional nelayan suku Makassar kurang digunakan pada rumah inti di permukiman resettlement Untia. Namun, konsep tersebut digunakan setelah rumah dikembangkan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa masyarakat selalu ingin memperlihatkan gaya hidup yang disimbolkan melalui rumah. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa aspek budaya dan gaya hidup turut berkontribusi terhadap kegagalan permukiman resettlement Untia. Sehingga diperlukan suatu perbaikan konsep permukiman resettlement di wilayah pesisir dari aspek budaya dan gaya hidup agar permukiman resettlement ke depan dapat lebih berhasil dan kehidupan masyarakat yang dipindah ke tempat baru dapat lebih baik dari tempat semula. C. Konsep Permukiman Tradisional Suku Makassar yang Berbasis Budaya dan Gaya Hidup di Wilayah Pesisir yang Dapat Menjadi Salah Satu Dasar Konsep Permukiman Resettlement ke Depan Temuan konsep permukiman tradisional suku Makassar yang berbasis budaya dan gaya hidup dapat dipakai sebagai dasar konsep permukiman resettlement di wilayah pesisir ke depan, demikian pula dengan sisi positif yang dimiliki oleh permukiman resettlement Untia dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Konsep permukiman resettlement baru di wilayah pesisir:yang diusulkan adalah : Tanggap terhadap Budaya Konsep permukiman resettlement yang tanggap terhadap budaya, adalah konsep yang memasukkan nilai-nilai budaya sebagai bahan pertimbangan dalam desain permukiman dan rumah. Nilai-nilai budaya yang sejalan dengan perkembangan zaman, tidak merugikan masyarakat, dan mendatangkan manfaat patut untuk dipertahankan. Budaya adalah produk yang dinamis dan akan selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan manusia dan lingkungan sekitar. Dalam penyesuaian tersebut akan selalu ada hal-hal 388

yang tetap dipertahankan dan ada yang berubah, namun bila terdapat perubahan maka hal tersebut memerlukan waktu yang lama. Penerapan nilai budaya dalam desain permukiman dan rumah mengandung nilai-nilai yang sangat baik bagi kehidupan masyarakat. Hal ini meliputi nilai falsafah, ekonomi/politik, status sosial, kesatuan hidup keluarga, estetika, dan kekerabatan. Nilai falsafah yang diterapkan pada permukiman dan rumah memperlihatkan kepatuhan terhadap tradisi, adat istiadat, penghargaan terhadap alam dan leluhur. Nilai ekonomi/politik dan status sosial, adalah nilai yang dapat memberi dorongan dan semangat kepada setiap orang untuk berusaha lebih baik dari sebelumnya, nilai yang mampu meningkatkan kualitas pribadi dan kelompok keluarga, sehingga mendapat penghormatan dan wibawa dalam masyarakat. Nilai kesatuan hidup keluarga, adalah nilai yang bertujuan menciptakan keharmonisan kehidupan keluarga terutama hubungan suami istri dalam sebuah rumah. Nilai estetika, adalah nilai yang dapat memperlihatkan keindahan dan image/citra yang dimiliki oleh permukiman dan rumah. Terakhir, nilai ikatan kekerabatan, adalah nilai yang bermanfaat untuk menciptakan persatuan, kebersamaan, meningkatkan semangat gotong royong kelompok keluarga atau masyarakat, dan dapat menciptakan keamanan lingkungan. Tanggap terhadap Gaya Hidup Konsep permukiman resettlement yang tanggap terhadap gaya hidup adalah konsep yang menyertakan gaya hidup masyarakat dalam pertimbangan desain permukiman dan rumah. Faktor penentu gaya hidup yang berkontribusi terhadap permukiman dan rumah meliputi pekerjaan, pendidikan, usia, aktivitas harian, dan kepercayaan. Tangap terhadap pekerjaan utama, adalah mempertimbangkan pekerjaan utama masyarakat dalam permukiman resettlement sehingga bermanfaat mendapatkan efisiensi dan efektifitas yang berdampak pada penghematan waktu, tenaga dan biaya operasional dalam bekerja. Selain itu, juga bermanfaat untuk keamanan peralatan penunjang pekerjaan. Tanggap terhadap pendidikan, adalah mempertimbangkan tingkat pendidikan masyarakat calon penghuni dan sumber 389

daya alam di lokasi permukiman resettlement, sehingga bermanfaat untuk menyajikan sistem pendidikan yang sesuai yang akan membantu masyarakat menambah wawasan dan pengetahuan tanpa merusak lingkungan sekitar. Tanggap terhadap usia, adalah mempertimbangkan usia dalam desain permukiman, menjadikan penghuni betah pada lokasi semula dan tidak berpikir untuk pindah ke tempat lain, hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat kedudukan lahan dan rumah (hak milik). serta penyediaan tempat yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat dari semua usia. Tanggap terhadap aktivitas harian, adalah mempertimbangkan aktivitas harian calon penghuni, bermanfaat untuk menyiapkan wadah yang diperlukan masyarakat baik skala permukiman maupun rumah, sehingga permukiman dapat menjadi pusat aktivitas masyarakat dan rumah menjadi pusat aktivitas keluarga. Hal tersebut akan berdampak pada persatuan, kerjasama (gotong royong), dan keamanan. bermukim. Tanggap terhadap kepercayaan, adalah resettlement yang mempertimbangkan kepercayaan sebagai unsur yang penting dalam disain. Penyediaan fasilitas peribadatan sebagai pusat aktivitas spiritual masyarakat berpengaruh terhadap ketenangan dan kedamaian dalam bermukim. Dengan demikian dapat dikatakan pertimbangan gaya hidup dalam desain permukiman dan rumah bertujuan untuk memberikan ketenangan masyarakat dalam bermukim, meningkatkan kesejahteraan, keamanan lingkungan permukiman, dan keberlanjutan ekologi setempat. Konsep permukiman tradisional suku Makassar yang berbasis budaya dan gaya hidup sebagai dasar konsep permukiman resettlement di wilayah pesisir, merupakan suatu konsep yang menyeimbangkan antara konsep budaya dan gaya hidup yang dianut oleh masyarakat di permukiman tradisional dengan konsep yang terencana buatan pemerintah. Konsep yang lahir dari masyarakat menempatkan dimensi manusia dan alam sebagai suatu kesatuan dan saling mempengaruhi. Sedang konsep pemerintah lebih menekankan pada aspek fisik dari lingkungan terbangun seperti penyesuaian dengan rencana tata ruang, ketersediaan lahan, harga lahan, dan aturan-aturan tata bangunan. Penggunaan konsep permukiman resettlement kedepan yang tanggap terhadap budaya, gaya hidup dan kepentingan pemerintah diharapkan akan dapat 390

menghadirkan ketenangan, kedamaian, dan kepuasan dalam bermukim, yang akan berujung kepada peningkatan kreatifitas, aktivitas, dan kesejahteraan pemukim, serta keberlanjutan lingkungan permukiman. Sumbangan Terhadap Teori Perumahan dan Permukiman Konsep yang telah ditemukan dapat menjadi sumbangan bagi teori-teori berikut : Aspek Manusia dalam Pembentukan Lingkungan Buatan Hasil penelitian tentang budaya dan gaya hidup memperkuat pandangan terhadap epit Forms follows culture oleh Parmono (1997), dimana dalam konsep ini menempatkan manusia dalam posisi yang sentra, dan aspek-aspek lainnya merupakan rusuk-rusuk penunjang, namun kedudukan penunjang tersebut kuat, karena jika salah satu rusuk penunjang tersebut dihilangkan, maka menghilangkan keseimbangan, dan menciptakan kondisi tidak ideal suatu tempat. Perencanaan Menghormati Lingkungan Alam Lingkungan alam berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat, jika lingkungan alam rusak atau terganggu keseimbanganya, akan berdampak sangat besar dalam kehidupan manusia. Hal inipula yang dialami oleh resettlement Untia, lingkungan alamnya mengalami gangguan (pendangkalan oleh lumpur), hutan mangrove yang semakin menipis tak mampu menahan aliran lumpur dari kedua sungai yang mengapitnya. Akibatnya kehidupan masyarakat terganggu yang kemudian mempengaruhi perubahan sikap masyarakat, sehingga diperlukan perencanaan permukiman wilayah pesisir yang terintegrasi antara lingkungan alam dengan buatan untuk mempertahankan keseimbangan ekologis. Hal ini diperkuat oleh teori dari Budiharjo (1987), Silas (1993), Komaruddin (1997), Altman and Chemers (1984), bahwa perencanaan permukiman harus menyeimbangkan antara manusia, lingkungan buatan, dan lingkungan alam disekitarnya. Perencanaan Partisipatif Permukiman tradisional di pedesaan melibatkan keputusan bersama seluruh anggota masyarakat melalui musyawarah. Perencanaan yang 391

mengikutsertakan masyarakat dalam proses pembuatannya dari sejak awal hingga akhir, inilah yang dimaksud perencanaan partisipatif. Perencanaan yang demikian akan menghasilkan karya (permukiman dan rumah) yang dapat menciptakan kepuasan dan ketenangan bermukim. Hal ini sangat didukung oleh teori Turner (1972) bahwa peran penghuni sangat dibutuhkan untuk terlibat dalam pembangunan permukiman, termasuk rumah tinggal. Pengaturan Kreatifitas Pada permukiman tradisional bentuk struktur rumah terlihat sama (typical). Hal ini terjadi karena adanya ikatan-ikatan masyarakat terhadap nilainilai, norma-norma, dan aturan-aturan tak tertulis yang dianut dan dipercaya bersama. Namun dalam penyelesaian tampak rumah, masyarakat bebas menentukan penggunan bentuk, ukuran, material, dan ornamen rumah yang tentunya disesuaikan dengan jati diri pemilik/penghuni rumah. Pengaturan kreativitas seperti ini dapat diterapkan pada permukiman resettlement. Calon penghuni ikut berpatisipasi dalam perencanaan bagian-bagian rumah diluar struktur utama (rumah inti) yang akan disesuaikan dengan kebutuhannya. Hal ini dapat memperlihatkan identitas (status sosial, ekonomi, dan politik). Selain itu, permukiman akan terlihat lebih variatif dan tidak monoton, sehingga penghuni akan merasa tidak pindah rumah, meskipun pindah permukiman. Selain sumbangan teori, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi kebijakan pemerintah sebagai berikut. Diperlukan studi pendahuluan pada permukiman lama tentang karakter fisik lokasi (lingkungan alam dan lingkungan terbangun), karakter kelompok target (budaya dan gaya hidup), setelah itu juga dilakukan studi pada lokasi-lokasi yang direncanakan untuk menjadi lokasi permukiman resettlement. Hal ini dilakukan agar permukiman lama dan resettlement tidak memiliki perbedaan yang sangat besar karena ini dapat menyebabkan permukiman resettlement akan gagal. Faktor lainnya yang juga sangat berpengaruh terkait dengan pengaturan kebijakan pemerintah adalah: 392

- Penegasan kedudukan lahan (bersertifikat) pada calon penghuni sebagai jaminan di permukiman resettlement, hal ini dapat menciptakan rasa aman dalam bermukim dan sebagai daya tarik untuk menempati tempat tersebut. - Penerapan asas keadilan bagi masyarakat di permukiman resettlement, dengan memberikan permukiman dan rumah yang sesuai dengan level yang dimiliki di permukiman lama, sehingga diperoleh kepuasan dalam bermukim dan tidak menimbulkan konflik kecemburuan sosial diantara sesama penghuni, karena hal tersebut dapat menyebabkan penolakan terhadap permukiman resettlement. SARAN Pengembangan Penelitian Lebih Lanjut Penelitian tentang permukiman tradisional suku Makassar yang berbasis budaya dan gaya hidup sebagai dasar konsep permukiman resettlement di wilayah pesisir, dapat dikembangkan lebih lanjut ke permukiman-permukiman suku lainnya di Sulawesi Selatan yang berlokasi di wilayah pesisir yang masyarakatnya memiliki pekerjaan yang terkait dengan laut. Hal ini bertujuan agar diperoleh konsep tentang permukiman wilayah pesisir Sulawesi Selatan yang lebih terintegrasi, bukan hanya pada suku Makassar tapi juga suku lainnya yaitu Bugis dan Mandar yang juga memiliki wilayah pesisir yang luas. Dengan konsep yang terintegrasi sangat mungkin untuk membuat suatu konsep permukiman di wilayah pesisir dimanapun dalam wilayah Sulawesi Selatan. Adanya pengaruh air pasang dan musim yang ekstrim di wilayah sekitar pantai, serta kemungkinan perubahan iklim menyebabkan terjadinya pengendapan pada satu sisi dan erosi pada sisi lain dari area tersebut. Hal ini mengakibatkan masyarakat yang tinggal berbatasan langsung dengan pantai harus mempersiapkan rumahnya untuk dibongkar dan dipindah. Diperlukan penelitian terapan yang melibatkan kreatifitas dan teknologi yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, dan mempertimbangkan perubahan iklim. Konsep budaya dan gaya hidup suku Makassar di wilayah pesisir pedesaan ini dapat pula digunakan untuk meninjau permukiman resettlement nelayan lainnya yang ada di kota Makassar untuk mengetahui apakah unsur budaya dan 393

gaya hidup masyarakat yang dipindah juga dimasukkan sebagai bahan pertimbangan dalam desain permukiman resettlement tersebut. 394