PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE

dokumen-dokumen yang mirip
SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

ELIZA FITRIA

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2009 mengenai. Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

PENCABUTAN PERKARA DI PERADILAN AGAMA

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

EKSEKUSI RIEL PUTUSAN HAKIM TERHADAP BENDA TIDAK BERGERAK

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. EKSEKUSI YANG TIDAK DAPAT DIJALANKAN MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Rahmawati Kasim 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB III EKSEKUSI NAFKAH IDDAH DAN MUT AH. A. Prosedur dan Biaya Eksekusi di Pengadilan Agama Pekalongan

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1945 menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan. berkembang dan berkehidupan yang adil dan berdaulat.

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

A. Pelaksaan Sita Jaminan Terhadap Benda Milik Debitur. yang berada ditangan tergugat meliputi :

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

Maulidiazeta Wiriardi: Prinsip-Prinsip Hukum Perjanjian

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005

SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

E K S E K U S I (P E R D A T A)

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Kata Kunci : Alat Bukti, Sumpah dan Pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN NOTARIS DALAM KASUS PERDATA DAN PIDANA Dr. AGUNG IRIANTORO, SH.,MH

PENTINGNYA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DENGAN JALAN PERDAMAIAN. * Heru Guntoro ABSTRAK

E K S E K U S I Bagian I Oleh : Drs. H. Taufiqurrohman, SH. Ketua Pengadilan Agama Praya

PEMBEBANAN SUMPAH PEMUTUS (DECISSOIR) DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Perkara Perdata Putusan No. 100/PN.Dps/Pdt/1978.)

BAB IV PENUTUP. Perselisihan Hubungan Industrial yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap

PROSES PEMBUKTIAN DAN PENGGUNAAN ALAT-ALAT BUKTI PADA PERKARA PERDATA DI PENGADILAN. Oleh : Deasy Soeikromo 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN. Rosdalina Bukido. Abstrak

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB I PENDAHULUAN. diantara mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki. kepentingannya, haknya, maupun kewajibannya.

hal 0 dari 11 halaman

JAMINAN. Oleh : C

ABSTRAK Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Perlawanan terhadap sita eksekutorial (executorial beslag) oleh pihak ketiga di pengadilan negeri (studi kasus di pengadilan negeri Sukoharjo)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK. yang bersifat memaksa. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah tergugat

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : HKT 4009 JUMLAH SKS : 4

DAFTAR REFERENSI. Dirdjosisworo, Soedjono. Hukum Perusahan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia. Cet. 2 (Bandung: Mandar Maju, 1999).

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB II PERMOHONAN SITA JAMINAN ATAS SEBIDANG TANAH YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN OLEH PIHAK KETIGA

KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

Oleh : YUDI PRASETYO

EFFEKTIFITAS ALAT BUKTI PEMERIKSAAN SETEMPAT PADA SIDANG PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI GRESIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 EKSEKUSI. cet.2, ed. revisi, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 276

BAB III PELAKSANAAN PASAL 1131 KUHPERDATA ATAS JAMINAN BENDA-BENDA TAK BERGERAK YANG TIDAK DIPERJANJIKAN

BAB III PENUTUP. Dari hasil analisis terhadap permasalahan yang diajukan, hasilnya dapat

KESIMPULAN. saja Kesimpulan dapat membantu hakim dalam menjatuhkan Putusan

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL/ STANDARD OPERATING PROCEDURES ( SOP)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

ADMINISTRASI PERKARA KEPANITERAAN PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SIBOLGA

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

SEKITAR PENYITAAN. Oleh A. Agus Bahauddin

ANALISIS YURIDIS GUGATAN REKONVENSI YANG INGKAR MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (GUGATAN DIKABULKAN) Oleh : Bandaharo Saifuddin 1.

BAB I PENDAHULUAN. proses beracara yang sesuai dengan hukum acara perdata. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta. Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 77/PMK.01/2008 TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

Transkripsi:

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE Oleh : Suhartanto I. Latar Belakang Permasalahan : Pada pasal 60 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, ditentukan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Ditegaskan lagi dalam penjelasan pasal tersebut, bahwa terhadap putusan arbitrase tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali. Dengan kata lain, terhadap putusan arbitrase tidak disediakan upaya hukum, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa, kecuali perlawanan pihak ketiga yang dalam hal ini sangat memungkinkan. Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, upaya hukum biasa adalah perlawanan terhadap putusan perstek, banding dan kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa adalah perlawanan pihak ketiga dan rekes sipil atau peninjauan kembali. 1 Lebih lanjut, di dalam pasal 64 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, ditentukan bahwa putusan arbitrase yang telah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Dari ketentuan tersebut, sudah sangat jelas bahwa eksekusi putusan arbitrase tunduk pada ketentuan hukum acara perdata yang mengatur tentang eksekusi putusan 1 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, cet. 6, Mandar Maju, Bandung, 1989, h. 134. 1

2 pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan putusan (eksekusi), diatur dalam Het Herziene Indonesisch Regelemen (HIR) atau sering disebut dengan RIB (Reglemen Indonesia Yang Dibaharui) pada Bagian Kelima tentang Menjalankan Keputusan. 2 Dengan demikian, segala ketentuan yang mengatur tentang eksekusi perkara perdata atas putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang biasa dilakukan oleh pengadilan negeri, berlaku pula terhadap eksekusi atas putusan arbitrase. II. Rumusan Masalah : Berdasarkan uraian di atas, oleh karena eksekusi putusan arbitrase tunduk pada ketentuan hukum acara perdata yang mengatur tentang pelaksanaan putusan, maka isu hukum yang muncul adalah : Apakah semua putusan arbitrase yang sudah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri dapat dieksekusi? III. Pembahasan : Di dalam hukum acara perdata, putusan pengadilan yang dapat dieksekusi adalah yang berkaitan dengan : 2 M. Karyadi, Reglemen Indonesia Yang Dibaharui, cet.ulang, Gita Karya, Jakarta, 1979, h. 52 60. 3

1. eksekusi putusan yang menghukum untuk membayar sejumlah uang (pasal 196 HIR); 2. eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan (pasal 225 HIR); dan 3. eksekusi riel (diatur pasal 1033 Rv). 3 Persoalan-persoalan yang muncul ketika putusan akan dilaksanakan adalah bagaimana jika pihak yang dihukum untuk membayar sejumlah uang tidak mampu atau tidak mau membayar. Bagaimana pula jika pihak yang dihukum untuk melakukan perbuatan tertentu, tetap bersikukuh tidak bersedia melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh putusan. Dan bagaimana pula, jika eksekusi riel, misalnya pengosongan sebuah rumah, ternyata rumah itu berada dalam kekuasaan pihak lain atau pihak ketiga yang bukan pihak dalam perkara. Hal-hal semacam ini sangat mungkin terjadi pada eksekusi putusan arbitrase. Sehingga persoalan yang kemungkinan muncul dalam eksekusi putusan pengadilan akan muncul pula dalam pelaksanaan putusan arbitrase. Saya mengambil contoh putusan BANI Jakarta, tanggal 04 Oktober 2007, yang amarnya menyatakan menghukum PT. Pertamina (Persero) untuk membayar uang sejumlah US$ 20,1 juta kepada PT. Pandanwangi Sekartadji. Ternyata, PT. Pertamina (Persero) membandel, karena hanya bersedia membayar sejumlah US$ 6,4 juta, dan sampai saat berita ini dimuat di Tempoiteraktif. Com. PT. Pertamina 3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, ed. 3, Liberty, Yogyakarta, 1988, 201. 4

(Persero) sebagai perusahaan plat merah telah memberi contoh tidak bersedia tunduk pada putusan arbitrase yang telah menjadi pilihan secara suka rela dalam penyeleseaian sengketa. Sehingga dari pihak PT. Pandanwangi Sekartadji ngomong di media, sebagai upaya untuk mendesak PT. Pertamina (Persero) agar bersedia memenuhi isi putusan BANI Jakarta. 4 Untuk eksekusi putusan yang menghukum orang agar membayar sejumlah uang dan ternyata orang itu tidak mau atau tidak mampu membayar meskipun sudah dilakukan teguran (aanmaning) dalam jangka waktu 8 (delapan) hari, sebagaimana yang ditentukan pasal 196 HIR, maka upaya yang harus dilakukan oleh pihak yang menang (pemohon eksekusi) adalah mengajukan permohonan sita eksekusi atas barang-barang milik termohon eksekusi, baik atas barang bergerak maupun barang tidak bergerak untuk digunakan sebagai jaminan pembayaran (pasal 197 HIR). Jika setelah dilakukan sita eksekusi ternyata termohon eksekusi tetap membandel dan tidak bersedia melaksanakan isi putusan, maka langkah berikutnya adalah menjual lelang atas barang-barang yang sudah disita eksekusi. Berbeda dengan eksekusi putusan yang menghukum agar termohon melakukan suatu perbuatan hukum tertentu, misalnya menandatangani akta jual beli. Hal ini sangat sulit untuk dapat dilaksanakan meskipun dengan upaya paksa dengan bantuan kekuasaan Negara. Oleh karena itu, di dalam praktek pengadilan perdata, diantisipasi dengan memasang petitum gugatan/amar putusan : jika tergugat menolak, maka kepada penggugat oleh pengadilan diberi kuasa untuk menandatangani akta jual beli 4 Tempointeraktif. Com., Pertamina Didesak Bayar Ganti Rugi US$ 6,4 Juta, 11 Januari 2011. 5

untuk dan atas nama tergugat (termohon eksekusi). Hal demikian itu tidak mungkin muncul dalam putusan arbitrase, karena arbitrase tidak mempunyai kewenangan seperti yang dipunyai oleh hakim pengadilan. Kesulitan-kesulitan yang demikian itu juga akan muncul dalam hal eksekusi riel, misalnya berupa pengosongan sebuah rumah yang dikuasai oleh pihak lain atau pihak ketiga yang tidak termasuk sebagai pihak dalam putusan arbitrase. Sebagai pihak yang berada di luar putusan, baik putusan arbitrase maupun putusan pengadilan, menurut pasal 1917 KUHPerdata, ditentukan bahwa pihak lain atau phak ketiga tersebut tidak terikat dengan putusan. Dengan demikian, pihak lain atau pihak ketiga tersebut tidak dapat dihukum atau dipaksa untuk tunduk agar melaksanakan putusan. Dengan kata lain, putusan arbitrase (maupun putusan pengadilan) menjadi tidak dapat dieksekusi atau bersifat nonexecutable. IV. Kesimpulan : Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa tidak semua putusan arbitrase dapat dieksekusi mengingat adanya kesulitan-kesultan dalam pelaksanaannya, seperti halnya dalam pelaksanaan atau eksekusi putusan pengadilan perdata. Selain dari pada itu, untuk dapat dilakukan eksekusi, dalam hal-hal tertentu masih diperlukan upaya-upaya penting, agar eksekusi tidak menjadi illusoir atau menang di atas kertas saja, yaitu perlu upaya penting dengan cara mengajukan sita eksekusi atas barang-barang milik termohon, agar ada jaminan bahwa kewajiban untuk membayar sejumlah uang dapat diwujudkan. 6

V. Saran : Idealnya selama proses persidangan arbitrase, arbiter diberi kewenangan untuk melakukan sita lebih dahulu atas barang-barang milik termohon atas ijin Ketua Pengadilan Negeri, agar putusannya nanti tidak menjadi illusoir atau menang di atas kertas saja. VI. Daftar Bacaan : M. Karjadi, Reglemen Indonesia Yang Dibaharui (S.1941 No.44), cet. ulang, Gita Karya, Jakarta, 1979. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, cet. 38, Pradnya Paramita, Jakarta, 2007. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, cet. 6, Mandar Maju, Bandung, 1989. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, ed. III, Liberty, Yogyakarta, 988. Sekretariat Negara, Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Lembaran Negara Nomor 138, Jakarta, 1999. -o0o-