Kajian Efisiensi Tataniaga Cabai Merah Pada Pedagang Pengecer di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

ANALISIS MARJIN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis) PETANI DI DESA MUARA RENGAS KECAMATAN MUARA LAKITAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

ANALISIS EKONOMI KOMODITI KACANG PANJANG DI KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN. Oleh : Chuzaimah Anwar, SP.M.Si

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN SALAK PONDOH (Studi Kasus di Desa Sigaluh Kecamatan Sigaluh Banjarnegara) ABSTRAK

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAMBU AIR DI DESA MRANAK KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

IV. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

Oleh: 1 Sohidal Farid, 2 Jafar Sidiq, 3 Cecep Pardani

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengolah sumber daya alam pertanian dengan intensif. maka itu pilihan terakhir karena usaha di bidang lainnya gagal.

ANALISIS PEMASARAN CABE MERAH (Capsicum annuum L.) VARIETAS HOT BEAUTY (Suatu Kasus di Desa Cibeureum Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis)

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju)

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010).

SOCIETA IV - 1 : 48 53, Juni 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA ILMIAH MAHASISWA AGRIBISNIS

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

Nurida Arafah 1, T. Fauzi 1, Elvira Iskandar 1* 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan

STUDI PEMASARAN WORTEL (Daucus carota L.) DI DESA CITEKO KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

I. PENDAHULUAN. jagung mengandung pati 54,1-71,7%, sedangkan kandungan gulanya 2,6-12,0%.

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO).

BAB I PENDAHULUAN. fosfor 40 mg; dan menghasilkan energi 30 kalori (Tarmizi, 2010).

: Laila Wahyu R NIM :

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskanberdasarkanlatarbelakangdanrumusanmasalah, Indonesia mempunyai banyak wilayah yang dapat dijadikan sebagai lahan

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. membengkak membentuk umbi lapis. Bagian yang membengkak berisi cadangan

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-19247-0-9 170 Kajian Efisiensi Tataniaga Cabai Merah Pada Pedagang Pengecer di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan Chuzaimah Anwar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas IBA Palembang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan pola rantai tataniaga cabai merah yang terjadi, menganalisis besarnya marjin dan keuntungan yang didapatkan oleh pedagang pengecer di daerah penelitian, serta mengidentifikasikan tingkat efisiensi tataniaga cabai merah di daerah penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Mainan, Pasar Megaasri dan Pasar Serong yang terletak di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui wawancara langsung dan data sekunder diambil dari instansi yang terkait. Penarikan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian didapatkan bahwa pola rantai tataniaga cabai merah yang terjadi adalah saluran tidak langsung (petani cabai merah pedagang pengecer konsumen). Marjin tataniaga pedagang pengecer adalah pada pasar A sebesar Rp11.900/kg. Pada pasar B sebesar Rp12.050/kg dan pada pasar C Rp.10.850/kg. Keuntungan pada pedagang pengecer pasar A adalah Rp. 11.382,25/kg, pada pasar B Rp.11.374,2/kg dan pasar C Rp.10.400,942/kg. Nilai efisiensi tataniaga yang terdapat pada rantai tataniaga pasar A,B dan C adalah lebih kecil dari 50%, sehingga rantai tataniaga cabai merah di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin efisien. Kata kunci: rantai tataniaga, marjin, biaya tataniaga, keuntungan, efisiensi tataniaga PENDAHULUAN Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam memajukan perekonomian masyarakat Indonesia, baik dalam keadaan stabil maupun dalam keadaan krisis ekonomi. Secara geografis, negara Indonesia yang merupakan wilayah tropis, beriklim basah serta berada di wilayah khatulistiwa sangat cocok dan mendukung dalam pembudidayaan tanaman, khususnya tanaman sayur-sayuran. Cabe (Capsicum annum vaelongum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabe merupakan tanaman perdu dari famili terongterongan yang memilkiki nama ilmiah Capsicum sp.

171 Prosiding Seminar Nasional Kajian Efisiensi Tataniaga Cabai Merah Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa, dan Asia termasuk Negara Indonesia. Secara umum cabe memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Di antaranya Kalori, Protein, Lemak, Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabe juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, industry makanan dan industri obat obatan atau jamu. Buah cabe ini selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani. Di samping itu tanaman ini juga berfungsi sebagai bahan baku industri, yang memiliki peluang eksport, membuka kesempatan kerja.. Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran komersil yang sejak lama telah dibudidayakan di Indonesia, karena produk ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Dewi, 2009). Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian bahwa tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia. Rakyat Indonesia hanya mengkonsumsi 35 kg sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dengan angka konsumsi sayuran yang dianjurkan organisasi pangan dan pertanian dunia (Food and Agriculture Organization), yaitu 75 kg per kapita per tahun. Adapun tingkat konsumsi sayuran masyarakat dunia secara berjenjang adalah Cina (270 kg per kapita per tahun), Singapura (120 kg), Myanmar (80 kg), Vietnam (75 kg), Filipina (55 kilogram), India (50 kilogram), Malaysia (49 kg), Indonesia (40,1 kg), dan Thailand (30 kg) (http://endonesia.com). Oleh karena itu, diperlukan kesadaran masyarakat untuk memperbaiki kualitas pemenuhan kebutuhan gizi yang salah satunya mengkonsumsi sayuran. Kandungan gizi cabai merah per 100 g seperti terlihat pada Tabel 1. Pembangunan pertanian perlu didasarkan pada kekuatan pasar dan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Pengembangan komoditas pertanian memerlukan pemahaman tentang prospek pasar, kemampuan sumberdaya dan potensi teknologi. Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan akan mempengaruhi harga dan profitabilitas, sehingga memerlukan kebijakan intervenís dan perencanaan untuk menghadapi keadaan tersebut. Proyeksi disisi permintaan dan penawaran menjadi Sangat relevan untuk membuat suatu kebijakan intervensi (Kustiari et al, 2009).

Prosiding Seminar Nasional Chuzaimah Anwar 172 Tabel 1. Kandungan Gizi Cabai Merah per 100 g Kandungan gizi Cabai Merah Segar Cabai Merah Kering Kadar air (5) 90,9 10,0 Kalori (kal) 31,0 31,1 Protein (g) 1,0 15,9 Lemak (g) 0,3 6,2 Karbohidrat (g) 7,3 61,8 Kalsium (g) 29,0 160,0 Fosfor (mg) 24,0 370,0 Besi (mg) 0,5 2,3 Vitamin A (SI) 470,0 576 Vitamin C (mg) 18,0 50,0 Vitamin B1 (mg) 0,05 0,4 Berat yang dapat 85,0 85,0 dimakan/bbd (%) Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI dalam Buletin Teknopro Hortikultura, 2004. Menurut Setiadi (1994) bahwa cabai merah termasuk komoditas yang tidak diatur tataniaganya dengan kata lain tidak ada campur tangan pemerintah dalam bentuk peraturan tertulis, sehingga harga produk yang terjadi sangat tergantung pada mekanisme pasar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Koster dalam Adiyoga (1995), harga cabai merah diduga sangat dipengaruhi oleh pembentukan harga di tingkat pedagang besar. Hal ini terjadi karena melalui jaringannya, pedagang besar memiliki kemudahan untuk memperoleh informasi yang menyangkut situasi penawaran dan permintaan. Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk : (1). Mengidentifikasikan pola rantai tataniaga cabai merah yang terjadi; (2). Menganalisis besar marjin dan keuntungan yang didapatkan oleh pedagang pengecer di daerah penelitian, dan (3). Mengidentifikasikan tingkat efisiensi tataniaga cabai merah di daerah penelitian METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di tiga pasar yaitu Pasar Mainan, Pasar Megaasri dan Pasar Serong. Ketiga pasar tersebut terletak di Kecamatan

173 Prosiding Seminar Nasional Kajian Efisiensi Tataniaga Cabai Merah Banyuasin III Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang pengecer yang berada di Pasar Mainan (Pasar A), Pasar Megaasri (Pasar B) dan Pasar Serong (Pasar C). Penarikan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, dimana jumlah total sampel dari ketiga pasar yang diambil sebanyak 30 pedagang pengecer. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui wawancara langsung kepada pedagang pengecer dengan bantuan daftar pertanyaan (kuisioner). Untuk mendukung data primer digunakan data sekunder yang diambil dari instansi yang terkait seperti Dinas pertanian di tingkat kecamatan dan kabupaten serta instansi lainnya. Menjawab pertanyaan pertama, akan diuraikan secara deskriptif. Selanjutnya untuk menjawab permasalahan yang kedua digunakan analisis marjin dan keuntungan tataniaga dengan rumus sebagai berikut: MP = Pr Pf ; = MP - BP Keterangan: MP = Marjin tataniaga Pr = Harga konsumen Pf = Harga produsen = Keuntungan tataniaga dan BP = Biaya Tataniaga Untuk menjawab permasalah ketiga digunakan analisis efisiensi tataniaga dengan rumus: Biaya tataniaga Ep = x 100 % Nilai produk yang dipasarkan Jika, Ep 50 % maka saluran tataniaga dikatakan efisien Ep > 50 % maka saluran tataniaga dikatakan tidak efisien.

Prosiding Seminar Nasional Chuzaimah Anwar 174 Tataniaga akan semakin efisien apabila nilai efisiensi pemasaran (Ep) semakin kecil (Soekartawi, 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN Rantai tataniaga cabai merah Dalam penelitian yang telah dilakukan ternyata dari ketiga pasar (pasar mainan, pasar megaasri dan pasar serong) dimana para pedagang pengecernya yang dijadikan sampel hanya terdapat satu pola pemasaran komoditi cabai merah di Kecamatan Banyuasin III ini. Adapun skema alur pemasaran cabai merah dari titik produsen (petani) hingga sampai ke konsumen adalah sebagai berikut: Petani Cabai Merah Pedagang Pengecer Konsumen (Pasar) Gambar 1. Skema rantai tataniaga cabai merah di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan yaitu Menurut Assauri (1992), bahwa ada 2 bentuk pola saluran tataniaga 1. saluran langsung yaitu dari produsen konsumen 2. saluran tidak langsung, yang dapat berupa: a. produsen pengecer konsumen b. produsen pedagang besar/menengah konsumen c. produsen pedagang besar pedagang menengah pengecer konsumen Dari skema tergambar bahwa rantai tataniaga cabai merah yang terjadi di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin ini termasuk saluran tidak langsung. Para pedagang pengecer langsung mendatangi

175 Prosiding Seminar Nasional Kajian Efisiensi Tataniaga Cabai Merah petani-petani cabai merah ke kebun-kebun taninya sehingga transaksi jual belipun langsung dilakukan di kebun milik petani itu sendiri. Kebun-kebun ini merupakan sentra produksi tanaman cabai merah di Desa Setreo, Rimba Balai Kabupaten Banyuasin. Proses penyampaian komoditi mulai dari tingkat petani sebagai produsen sampai ke tingkat konsumen diperlukan biaya. Menurut Mubyarto (1995), biaya ini akan semakin besar dengan berkembangnya pertanian dan dengan makin kompleksnya tataniaga. Dalam tataniaga cabai merah ini, biaya penyampaian cabai merah dari petani, ditanggung oleh pedagang pengecer. Biaya yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengecer adalah biaya angkut cabai merah dari kebun petani ke pasar tempat mereka melakukan transaksi jual beli. Analisis marjin dan keuntungan tataniaga Marjin tataniaga sering digunakan sebagai indikator efisiensi tataniaga. Besarnya marjin tataniaga tergantung pada panjang atau pendeknya rantai tataniaga dan aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan serta keuntungan yang diharapkan oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalan tataniaga tersebut. Marjin tataniaga cabai merah adalah perbedaan harga cabai merah yang diterima oleh pedagang pengecer dengan harga yang dibayar oleh konsumen. Besarnya marjin tataniaga cabai merah ini dipengaruhi oleh besarnya harga jual dan harga beli yang berlaku serta volume cabai merah yang dibeli oleh pedagang pengecer. Tidak dapat dipastikan bahwa jumlah cabai merah yang dibeli pedagang pengecer dalam keadaaan baik semuanya dapat terjual habis dalam keadaan yang baik pula. Hal ini terjadi karena berhubungan dengan selera konsumen selaku pembeli. Sifat dari komoditi pertanian yang jumlahnya banyak (voluminous) dan mudah busuk sehingga akan terjadi penurunan harga komoditi tersebut bila dipasarkan lebih lama waktunya.

Prosiding Seminar Nasional Chuzaimah Anwar 176 Tabel 2. Rata-rata Marjin Tataniaga Pedagang Pengecer Cabai Merah di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin (Rp/kg) No. Jenis Pasar Marjin Tataniaga 1. Pasar A 11.900 2. Pasar B 12.050 3. Pasar C 10.850 Besarnya marjin rata-rata tataniaga cabai merah pada pedagang pengecer dapat dilihat pada Tabel 2 di atas. Harga beli pada pedagang pengecer pada pasar mainan (pasar A) dan pasar megaasri (pasar B) adalah sebesar Rp. 35.000 per kilogram, sedangkan pada pasar C (pasar serong) pedagang pengecer membeli dengan harga Rp. 37.000 per kilogram. Harga ini terjadi karena dipengaruhi oleh proses tawar menawar (bargaining) antara petani dan pedagang pengecer serta ketersediaan dari cabai merah pada saat transaksi berlangsung. Pada saat pedagang pengecer pasar serong melakukan transaksi, ketersediaan cabai merah sudah sedikit, sementara yang ada di kebun cabai rata-rata masih hijau sehinggá harga yang didapatkan pun lebih tinggi dari pedagang pengecer pada pasar mainan dan megaasri, dan harga pembelian tersebut berpengaruh terhadap marjin tataniaga yang terbentuk pada pasar C. Dari ketiga pasar di atas, terlihat bahwa pada pasar B mempunyai marjin yang paling tinggi dibandingkan pasar A dan pasar C. Hal ini terjadi karena pada pasar B harga jual yang terjadi cukup tinggi rata-rata Rp. 47.050 per kilogram dengan volume yang cukup besar dibandingkan dengan pasar A (Rp. 46.800 per kilogram). Keuntungan di tingkat pedagang pengecer diperoleh dari selisih antara marjin tataniaga dengan biaya tataniaga. Marjin tataniaga didapat dari pengurangan harga jual dan harga beli, sedangkan biaya pemasaran merupakan penjumlahan dari biaya angkut (transportasi) dan biaya pasar. Besarnya Biaya dan keuntungan tataniaga yang didapat pedagang pengecer cabai merah di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

177 Prosiding Seminar Nasional Kajian Efisiensi Tataniaga Cabai Merah Tabel 3. Rata-rata Biaya dan Keuntungan Tataniaga Pedagang Pengecer Cabai Merah di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin (Rp/kg) No. Jenis Pasar Biaya Tataniaga Keuntungan Tataniaga 1. Pasar A 517,75 11.382,25 2. Pasar B 675,80 11.374,2 3. Pasar C 449,058 10.400,942 Pada pasar A, pasar B dan pasar C komponen biaya tataniaga yang harus ditanggung pedagang pegecer meliputi biaya transportasi dan biaya pasar. Pada pasar A (pasar mainan), biaya pasar terdiri dari 4 (empat) komponen yaitu sewa tempat, sewa lampu, biaya kebersihan dan biaya parkir, sehingga rata-rata biaya tataniaganya sebesar Rp.517,75. Pada pasar B (pasar megaasri) komponen biaya pasar yang ditanggung pedagang pegecer meliputi 5 (lima) komponen yaitu sewa tempat, sewa lampu, biaya bulanan, biaya kebersihan dan biaya parkir sehingga rata-rata biayanya sebesar Rp.675,80 per kilogram, dan biaya pemasaran di pasar ini merupakan biaya paling tinggi dibandingkan pasar lainnya. Pada pasar C (pasar serong) biaya pasar yang harus ditanggung terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu sewa tempat, biaya kebersihan dan biaya parkir. Biaya transportasi dihitung berdasarkan atas berat dan jumlah barang yang dibawa. Untuk komoditi cabai merah satu karung besar umumnya sebesar 28 sampai 30 kilogram, dengan biaya per karung dihargai sebesar Rp.5.000 untuk diangkut menggunakan jasa pengangkutan mobil. Namun tidak sedikit para pedagang pengecer yang menngunakan sepeda motor untuk mengangkut cabai merah dengan biaya sebesar Rp. 4.500 per karung. Akan tetapi pengangkutan menggunakan sepeda motor lebih riscan dengan kerusakan. Misal karena kehujanan sehingga dapat menurunkan kualitas cabai merah yang akan dijual. Besarnya keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer cabai merah yang tertinggi terdapat pada pasar A yaitu sebesar Rp.11.382,25 per kilogram, dibandingkan dengan pasar B (pasar megaasri) dan pasar C (pasar serong). Hal ini dipengaruhi oleh biaya dan marjin tataniaga yang terjadi.

Prosiding Seminar Nasional Chuzaimah Anwar 178 Biaya pasar pada pasar A lebih banyak dibanding pasar C, akan tetapi marjin tataniaganyapun lebih besar dibanding pasar C. Pada pasar B, komponen biaya pasarnya lebih banyak dari pasar A, walaupun marjin tataniaganya lebih besar sehingga keuntungan yang didapat masih lebih kecil sedikit dari pasar A. Efisiensi tataniaga Efisiensi tataniaga adalah kemampuan jasa-jasa tataniaga untuk dapat menyampaikan suatu produk dari produsen ke konsumen secara adil dengan memberikan kepuasan pada semua pihak yang terlibat untuk statu produk yang sama. Adapun nilai efisiensi tataniaga selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Nilai efisiensi tataniaga Pedagang Pengecer Cabai Merah di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin (%) No. Jenis Pasar Efisiensi Tataniaga 1. Pasar A 33,4 % 2. Pasar B 35,5 % 3. Pasar C 28,7 % Dari hasil analisis ketiga pasar yaitu pasar A, pasar B dan pasar C, didapatkan bahwa nilai efisiensi tataniaganya pada pasar mainan adalah 33,4%, pada pasar megaasri sebesar 35,5% dan pasar serong sebesar 28,7%. Dari ketiga pasar tersebut, dapat dikatakan bahwa rantai tataniaga cabai merah di daerah Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin dikatakan efisien, karena nilai efisiensi tataniaganya lebih kecil dari 50%. Untuk menentukan efisiensi tataniaga bukan hanya dilihat dari besarnya angka efisiensi tataniaga, Namur ada faktor lain seperti rantai saluran tataniaganya. Semakin sedikit lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran tataniaga, maka saluran tataniaga tersebut akan semakin efisien. Hal lain yang dapat menentukan hádala biaya tataniaga. Biaya tataniaga yang tinggi disebabkan oleh panjangnya saluran pemasaraan dan banyaknya fungsi tataniaga yang diembannya.

179 Prosiding Seminar Nasional Kajian Efisiensi Tataniaga Cabai Merah KESIMPULAN Pola rantai tataniaga cabai merah yang terjadi adalah saluran tidak langsung : Petani cabai merah pedagang pengecer konsumen (pasar). Marjin tataniaga pedagang pengecer pada pasar A sebesar Rp11.900/kg, pada pasar B sebesar Rp12.050/kg dan pada pasar C Rp.10.850/kg. Keuntungan pada pedagang pengecer pasar A adalah Rp. 11.382,25/kg, pada pasar B Rp.11.374,2/kg dan pasar C Rp.10.400,942/kg. Nilai efisiensi tataniaga yang terdapat pada rantai tataniaga pasar A,B dan C adalah lebih kecil dari 50%, sehingga rantai tataniaga cabai merah di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin efisien. DAFTAR PUSTAKA Adiyoga.,Witono. 1995. Keragaan Pasar Komoditas Cabai Merah Di Jawa. Buletin Penelitian Hortukultura Vo. XXVII No.4. Lembang. Anonim. 2009. (on line) http://www.ideelok.com. Di akses tanggal 9 Maret 2011. Anonim. 2009. Gema Sayuran. http://www.endonesia.com. Diakses tanggal 9 Maret 2011 Assauri, S. 1992. Manajemen Pemasaran; Dasar, Konsep dan Strategi. Rajawali Press. Jakarta. Dewi.T.R. 2009. Analisis Permintaan Cabai Merah di Kota Surakarta. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura. 2004. Cabai Merah dalam Buletin Teknopro Hortikultura Edisi 65 (on line) http://ditsayur.hortikultura.deptan.go.id diakses tanggal 10 Maret 2011. Kustiari, Reni;Simatupang P; Sadra DK;Wahida;Purwoto A;Purba H J; Nurasa T. 2009. Model Proyeksi Jangka Pendek Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertanian Utama. Bogor Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Setiadi,T. 1994. Pemasaran Cabai. Makalah disampaikan pada Seminar Agribisnis Cabai,ABC dan Puslitbanghort. Jakarta, 27-28 Juli 1994.