NILAI GUNA ARSIP DALAM ANCAMAN BENCANA Oleh : FEBRIADI A. PENDAHULUAN Pada umumnya masalah kearsipan baik secara nasional maupun pada masing-masing daerah di tanah air belum menjadi isu strategis. Sehingga fenomena akselerasi pengelolaan arsip dinilai berjalan sangat lamban dan sangat rentan terhadap bencana, serta upaya pencapaian tujuannya sebagaimana yang sudah diamanatkan pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang kearsipan masih cukup jauh dari optimal. Kondisi yang dikemukakan diatas menggambarkan suatu keadaan saat ini, yang nyata sedang dihadapi, dialami dalam penyelenggaraan kearsipan dalam rangka mewujudkan eksistensi sebagai identitas dan jatidiri bangsa, serta sebagai memori, acuan dan bahan pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus dikelola dan diselamatkan oleh negara. Apabila terjadi kondisi negatif dalam penyelenggaraan kearsipan seperti dinilai lamban untuk maju dan rentan terhadap bencana, maka seharusnya ada upaya yang dapat merubah kondisi negatif tersebut menjadi kondisi yang positif, berupa upaya-upaya inovatif dan konstruktif, khususnya berkaitan dengan kondisi kearsipan dan pengendalian bencana. Perhatian utama dalam kondisi kearsipan dan pengendalian bencana adalah adanya risiko berupa ancaman bahaya kemusnahan arsip (the hazard of archives) dan munculnya kerentanan kapasitas arsip (the furelable capacity of archives). Oleh karena itu sangat diperlukan manajemen risiko terhadap penyelenggaraan kearsipan. Dilihat dari perspektif kearsipan, manajemen risiko berkaitan dengan upaya penyelamatan arsip yaitu suatu rangkaian kegiatan yang sistematis dan terpadu, yang dilakukan untuk melestarikan fungsi arsip dan mencegah
terjadinya kehancuran arsip (the disaster of archives) oleh berbagai faktor perusak dan atau penghancur arsip. Gambar 1. Tsunami, salah satu bencana alam yang mengancam
Gambar 2. Kerusuhan, bencana sosial yang juga merupakan ancaman bagi arsip Gambar 3. Penyimpanan arsip yang tidak tepat pun merupakan ancaman
B. NILAI GUNA ARSIP Pemahaman terhadap arsip seharusnya tertanam secara mendasar bahwa keberadaan arsip yang tercipta, digunakan, disimpan, dirawat dan dilestarikan karena terdapat nilai guna arsip yaitu nilai guna arsip yang didasarkan pada kegunaannya bagi kepentingan pengguna arsip 1. Apabila arsip tidak memiliki nilai guna arsip, maka arsip tersebut harus dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Karena arsip yang tidak bernilai guna tentunya akan menjadi beban atau masalah klasik yaitu pemborosan atau inefisiensi dan inefektif, dalam hal penyediaan ruang dan tempat penyimpanannya, ketersediaan personil dan anggaran yang relatif besar Nilai guna arsip menurut regulasi yang dikeluarkan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yaitu Surat Edaran Nomor : SE/02/1983 tentang Pedoman Umum Menentukan Nilai Guna Arsip meliputi : a. Nilai guna primer yaitu nilai guna arsip yang didasarkan pada kepentingan pencipta arsip, didalamnya terkandung atau berisi informasi tentang : - Nilai guna administratif adalah nilai guna arsip yang didasarkan pada kegunaan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga/instansi pencipta arsip. - Nilai guna keuangan adalah arsip yang mempunyai nilai guna berisikan segala hal yang menyangkut transaksi dan pertanggungjawaban keuangan. - Nilai guna hukum adalah arsip mempunyai nilai guna hukum, apabila berisikan bukti-bukti yang mempunyai kekuatan hukum atas hak dan kewajiban warga negara dan pemerintah. - Nilai guna ilmu pengetahuan adalah arsip bernilai guna ilmiah dan tehnologi, mengandung data ilmiah dan teknologi sebagai akibat/hasil penelitian murni atau penelitian terapan. a. Nilai guna sekunder yaitu nilai guna arsip yang didasarkan pada kepentingan diluar pencipta arsip, didalamnya terkandung atau berisi informasi tentang : 1 Surat Edaran Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor : SE/02/1983 tentang Pedoman Umum Untuk Menetukan Nilai Guna Arsip
- Nilai guna evidensial atau nilai guna kebuktian apabila arsip mengandung informasi tentang fakta dan keterangan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang bagaimana lembaga/instansi itu diciptakan, dikembangkan, diatur, fungsi dan kegiatan yang dilaksanakan serta hasil/akibat kegiatannya itu. - Nilai guna informasional apabila nilai guna arsip ditentukan oleh isi atau informasi yang terkandung didalamnya yang sangat berguna untuk berbagai kepentingan penelitian dan kesejahteraan tanpa dikaitkan lembaga/instansi penciptanya yaitu informasi mengenai orang, tempat, benda, fenomena, masalah dan sejenisnya. Berdasarkan nilai guna arsip yang disebutkan diatas, konsekuensi logisnya adalah arsip seharusnya dapat dikelola secara rasional dengan menyediakan ruang dan tempat penyimpanan arsip yang tepat guna, pengelolaan arsip secara sistematis dan tepat sasaran, arsip dapat dimanfaatkan dan digunakan untuk kepentingan pengguna arsip secara optimal, sehingga arsip sebagai sumber informasi yang nyata, lengkap dan benar benar- benar terwujud, baik sebagai bahan perencaan pembangunan, bahan penyusunan laporan yang akuntabel, bahan pengawasan yang objektif, yang selalu dapat dipercaya untuk digunakan sebagai tulang punggung dalam menopang kelancaran proses manajemen di lingkup organisasi manapun. Dan yang sangat mendasar bagi eksistensi arsip adalah terwujudnya memori kolektif bagi suatu peradaban umat manusia dari masa ke masa, menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari pembuktian warisan budaya manusia (human heritage culture). Pemahaman yang rendah terhadap nilai guna arsip merupakan faktor utamanya, hal ini harus segera diatasi karena sangat penting disadari bahwa akibat dari pemahaman yang rendah terhadap arsip telah menimbulkan tatanan penyelenggaraan kearsipan berupa ketidakseimbangan atau ketidaknormalan asupan informasi arsip statis ke lembaga kearsipan, sedangkan asupan informasi arsip statis tersebut berasal dari arsip dinamis yang menjadi tanggung jawab atau otoritas pencipta arsip. Dan diisinyalir dari beberapa keterangan, bahwa di daerah-daerah fenomena asupan informasi yang tidak seimbang dan
tidak normal tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2000 sampai dengan 2014, sekitar 14 tahun berlangsung, terhitung sejak kewenangan pengelolaan arsip statis diserahkan kewenangannya dari Pemerintah Pusat (ANRI) ke Pemerintah Daerah. Disini letak permasalahannya yaitu asupan yang rendah (tidak seimbang dan tidak normal) arsip statis ke lembaga kearsipan menunjukan indikasi bahwa tidak terjadi penyelamatan arsip, lantas dimana arsip-arsip yang bernilai guna kesejarahan sebagai memori kolektif peradaban tersebut berada dan atau disimpan, seharusnya arsip-arsip bernilai guna kesejarahan tersebut berada di lembaga kearsipan. Fenomena yang disebutkan diatas, sungguh sangat ironis dan sangat mengkhawatirkan bagi masa depan penyelamatan arsip sebagai memori kolektif peradaban. Kondisi yang tidak tertib dalam penyelenggaraan kearsipan yang disebabkan oleh rendahnya pemahaman nilai guna arsip tersebut, telah menimbulkan arsip-arsip yang bernilai guna tidak dapat diselamatkan dengan baik, sehingga sangat berpotensi terjadinya musnahnya atau hilangnya arsiparsip yang bernilai guna tersebut. Kondisi tersebut dapat dikatagorikan sebagai ancaman bencana non-alam yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang antara lain berupa kegagalan modernisasi. 2 Dikatakan sebagai kegagalan modernisasi karena kegagalan memainkan peranan arsip sebagai tulang punggung manajemen pemerintahan maupun memori kolektif bangsa, pasti berdampak pada kerentanan kapasitas arsip sebagai sumber informasi yang sangat diandalkan untuk membangun modernisasi suatu peradaban. C. APA SOLUSINYA Secara keilmuan kearsipan (archivology science), metodelogi untuk menghadapi atau mengatasi fenomena kearsipan seperti yang dikemukan diatas, sudah sangat jelas dan konkrit yaitu : 1. Metode penyusutan arsip yaitu metode untuk mengurangi volume arsip dinamis yang terdiri dari arsip aktif dan arsip inaktif, yang secara alami terus 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
menerus bertambah mengikuti laju perkembangan suatu organisasi, dengan cara pertama melalui mekanisme pemindahan arsip aktif dari unit pengolah (central file) ke unit kearsipan (records centre), kedua melalui mekanisme pemusnahan arsip (disposal of records) yang sudah habis masa simpannya (retention of records) dan berketerangan musnah, dan ketiga melalui penyerahan arsip statis dari pencipta arsip (creating agency) ke lembaga kearsipan (archival agency) yang dibentuk untuk menyimpan, merawat arsiparsip statis. Apabila metode ini mampu dijalankan oleh pencipta arsip secara efektif, maka dijamin penyelamatan arsip-arsipnya. 2. Metode akuisisi arsip yaitu metode untuk menambah khasanah arsip statis dengan cara-cara tertentu seperti melalui hibah arsip, ganti rugi untuk memperoleh arsip, suatu pihak secara sukarela menyerahkan arsip-arsip yang bernilai kesejarahan, dan hak pengelolaannya (archival management) secara hukum beralih dari pencipta arsip kepada lembaga kearsipan. Metode ini hanya dilakukan secara aktif oleh lembaga kearsipan sebagai suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang memiliki fungsi, tugas, dan tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip statis dan pembinaan kearsipan dalam rangka menciptakan penyelenggaraan kearsipan yang tertib dan teratur. Kedua metode diatas, sebetulnya sudah tidak asing lagi bagi para profesional di bidang kearsipan yaitu arsiparis, dan untuk menjalankan kedua metode tersebut secara sistemik sudah sangat siap karena kedua metode tersebut sudah dikenal dan menjadi bagian dari kompetensi para arsiparis. Tetapi kenapa masalah penyelamatan arsip tidak pernah kunjung memenuhi harapan, meskipun sebenarnya akar permasalahannya sudah ditemukan yaitu rendahnya pemahaman terhadap nilai guna arsip. Boleh jadi yang belum muncul adalah kearifan dan keinginan kuat dari para pengambil keputusan dan atau pimpinan untuk berpihak pada penguatan kapasitas arsip sebagai memori peradaban umat manusia, melalui kebijakan-kebijakan yang
secara konkrit tentang penyelamatan arsip, dimuat dalam program-program kearsipan. Tentang Penulis : Penulis, Drs. Febriadi, M.Si, saat ini menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Program di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Jawa Barat di Kota Bandung. Kiprahnya di dunia kearsipan dimulai saat penulis bekerja di Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta.