KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

dokumen-dokumen yang mirip
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

BAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

Bagian Kedua Penyidikan

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA


BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBUKTIKAN TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN HUBUNGAN KELUARGA. Oleh: Marwan Busyro * Abstrak

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB VI PENUTUP. 1. Prosedur tetap (protap) pembuatan visum et repertum. a. Pemeriksaan korban hidup. b. Pemeriksaan korban mati

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

SKRIPSI PERANAN SAKSI DAN KETERANGAN AHLI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi pasien mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lex Privatum, Vol.IV/No. 5/Juni/2016. FUNGSI OTOPSI FORENSIK DANKEWENANGAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN KUHAP 1 Oleh: Indra Makie 2

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kejahatan sudah ada sejak manusia dan masyarakat ada, demikian

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017. KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

TINJAUAN ALUR PROSEDUR PEMBUATAN VISUM ETREPERTUM DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA TAHUN 2010

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

Transkripsi:

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN Zulaidi, S.H.,M.Hum Abstract Criminal proceedings on the case relating to the destruction of the body, health and human life, the very need to get help from a medical expert judges to examine the wound so that it can unfold the incident was a criminal incident. Keyword : Criminal cases, experts, events. I. PENDAHULUAN Dalam pemeriksaan perkara pidana yang menyangkut masalah perusakan tubuh manusia maka sangat diperlukan bantuan seorang dokter. Dokter dalam melakukan tugas sehari-hari, suatu waktu dapat diminta bantuannya oleh penegak hukum, karena itu perlu sekali adanya hubungan yang baik antara penegak hukum dan dokter. Sehubungan dengan itu maka ada baiknya apabila dokter juga mengetahui tentang prosedur dari pemeriksaan perkara pidana mulai dari penyidikan sampai keputusan hakim. Adapun prosedur dari pemeriksaan perkara pidana termasuk kasus penganiayaan dilakukan dalam tiga tahapan yaitu tahapan pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan kepolisian, tahapan penuntutan oleh jaksa sebagai penuntut umum dan tahapan pemeriksaan sidang pengadilan. Dalam pemeriksaan perkara pidana mulai dari penyidikan harus ada pembuktian yang menguatkan tentang kesalahan dari seorang tersangka. Untuk kasus penganiayaan diperlukan adanya keterangan ahli untuk menguatkan telah terjadi penganiayaan yang dituangkan kedalam visum et repertum. Sebelum dibuat visum at repertum maka diperlukan pemeriksaan luka untuk menentukan apa benar merupakan tindak pidana sehingga ada pertanggung jawaban pidana bagi pelakunya. Dalam rangka penanganan perkara penganiayaan tugas yang dibebankan kepada kepolisian menurut kitab

2 undang-undang hukum acara pidana ada beberapa istilah yang dikenal yaitu penyelidikan dan penyidikan. Selanjutnya yang dimaksud dengan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana. Jika ternyata suatu peristiwa itu merupakan tindak pidana, maka dapat dilanjutkan dengan penyidikan. Sedangkan makna dari penyidikan itu adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Di dalam tahapan penyidikan itulah maka penyidik bertugas untuk mencari dan mengumpulkan bukti, sehubungan dengan itu maka menurut ketentuan hukum acara pidana. Bahwa dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta bantuan seorang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus, untuk penyidikan terhadap kasus penganiayaan maka diperlukan bantuan dari seorang ahli untuk mengetahui bilamana terjadi suatu keadaan dimana seorang menderita sakit atau luka atau meninggal dunia sehingga perlu melibatkan dokter untuk menanganinya. Tugas dari seorang dokter atau seorang dokter kehakiman didalam membantu aparat penegak hukum sebagai salah satu tugas yang wajib dilakukan olehnya didalam menangani kasus tindak criminal yaitu misalnya didalam melakukan pemeriksaan luka, memeriksa mayat atau bagian tubuh mayat, memeriksa mayat dalam penggalian mayat, memeriksa benda/barang bukti lain dari sipelaku ataupun si korban. Kewajiban tersebut dapat terlaksana apabila kepadanya telah dilakukan permintaan (permohonan) menurut prosedur yang berlaku baik oleh penyidik, jaksa maupun hakim sesuai menurut tahapan pemeriksaan

3 termasuk oleh tersangka/terdakwa atau penasehat hukumnya. Selanjutnya tugas dokter atau dokter ahli tersebut juga berlaku terhadap ahli lainnya yang bukan dokter misalnya ahli balistik, ahli obat-obatan, ahli laboratorium, ahli sidik jari dan ahli lainnya yang memiliki keahlian khusus tentang sesuatu hal sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana. Sedangkan didalam tahapan pemeriksaan sidang pengadilan maka seorang ahli yang diminta keterangannya sebagai ahli wajib memberi keterangan ahli demi keadilan. II. PERMASALAHAN Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu Bagaimana kekuatan Visum et repertum Dalam Perkara Penganiayaan? III. PEMBAHASAN A. Visum Et Revertum Dalam Perkara Pidana Visum et repertum ialah yang dilihat dan diketemukan, jadi visum et repertum adalah suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan diketemukan didalam melakukan pemeriksaan terhadap luka atau mayat. Jadi merupakan kesaksian tertulis. Visum et repertum merupakan suatu hal yang penting dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya Corpus Delicti dalam suatu perkara pidana yang menyangkut perusakan tubuh kesehatan dan nyawa manusia. Maka tubuh si korban adalah corpus delicti, demikian pula halnya dengan tubuh manusia misalnya luka-luka pada tubuh seseorang akan selalu berubahubah yaitu mungkin akan sembuh, membusuk atau akhirnya menimbulkan kematian dan mayatnya menjadi busuk dan harus dikubur. Jadi keadaan itu tidak pernah tetap seperti pada waktu pemeriksaan dilakukan, maka oleh karenanya corpus delicti yang

4 demikian itu tidak mungkin disediakan/ diajukan pada sidang pengadilan maka diganti oleh visum et repertum. Suatu pemeriksaan perkara pidana yang berhubungan dengan perusakan tubuh kesehatan dan nyawa manusia maka diperlukan bantuan dari seorang ahli yaitu ahli kedokteran kehakiman guna untuk menambah keyakinan dan kelancaran bagi hakim dalam menjatuhkan keputusannya. Oleh karena itu maka tugas pokok dari seorang dokter dalam membantu proses penanganan perkara pidana terhadap kasus penganiyaan adalah pembuatan Visum Et Repertum. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu alat bukti menurut Kitab undang-undang hukum acara pidana adalah keterangan ahli dan menurut penjelasan dari pasal 133 ayat (2) keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman. Dalam ilmu kedokteran kehakiman di kenal bukti-bukti selain saksi hidup, juga bukti mati untuk mengetahui dan mempelajari hubungan antara bukti mati dengan suatu kasus tindak pidana diperlukan ahli dalam bidang tersebut. Untuk memeriksa, mengetahui dan mempelajari serta mengungkap bendabenda mati diperlukan ilmu pengetahuan kedokteran kehakiman yang dapat diperiksa dengan ilmu-ilmu pengetahuan tersebut Atas benda-benda mati ini lazim disebut dengan saksi diam (silent witness) yang terdiri dari benda atau tubuh manusia yang hidup atau telah meninggal, alat untuk melakukan kejahatan, jejak atau bekas-bekas si pelaku, benda-benda yang terbawa atau yang ditinggqalkan oleh si pelaku. Sebenarnya saksi diam itu berbicara banyak, hanya saja dalam bahasanya sendiri,sehingga tidak dapat dimengerti oleh orang awam, oleh karenanya diperlukan seorang penterjemah yaitu seorang ilmuan yang telah melakukan pemeriksaan dengan ilmu

5 pengetahuan yang dimilikinya dapat menangkap bahwa saksi diam itu dan menterjemahkannya, sehingga dapat dimengerti oleh orang-orang yang berkepentingan yaitu polisi, Jaksa dan Hakim serta penasehat hukum dan terdakwa sendiri. Untuk terbuktinya suatu perkara pidana di sidang pengadilan, maka syarat-syarat minimum alat bukti yang sah mutlak diperlukan yang dengan alat bukti tersebut Hakim akan memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga Hakim dapat menjatuhkan pidananya. B. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Dengan berdasarkan pada lima macam alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat (1) Kitab undang-undang hukum acara pidana, maka keterangan ahli sudah dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan, jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum maka pada pemeriksaan di sidang pengadilan, diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Ahli yang telah mengutarakan pendapatnya tentang suatu hal atau keadaan dari suatu perkara tertentu dapat dipakai sebagai kejelasan dan dasardasar bagi hakim untuk menambah keyakinannya, akan tetapi hakim dengan demikian tidak wajib menuruti pendapat ahli itu bilamana pendapat ahli itu bertentangan dengan keyakinannya. Seorang hakim berhak pula untuk mengambil alih pendapat ahli tersebut dan menjadikannya sebagai pendapatnya sendiri sesuai dengan istilah-istilah yang tertera dalam laporan tersebut atau dikemukakan dalam sidang dam dalam berita acara pemeriksaan sidang sudah barang tentu bilamana hakim tidak setuju atau tidak

6 sependapat dengan apa yang menjadi pendapat ahli tersebut maka hakim wajib mempertimbangkan didalam keputusannya mengapa ia tidak sependapat disertai alasan-alasannya. Pemeriksaan oleh dokter ahli atau orang ahli lainnya yang kemudian dituangkan dalam pemdapat dan pengambilan kesimpulan ahli itu kepada hakim adalah sebagai salah satu upaya untuk membantu mencari serta mengungkapkan fakta selengkaplengkapnya. Bagi pengadilan bantuan orang ahli itu bersama-sama alat-alat bukti lain nantinya akan berangkaian dan bersesuaian satu dengan yang lain serta bermanfaat bagi terbuktinya pemenuhan unsurunsur tindak pidana itu disertai keyakinan hakim. Dalam pemeriksaan perkara pidana oleh hakim disidang pengadilan suatu berkas perkara pidana apakah ada atau tidak ada visum et repertum maka perkara yang bersangkutan tetap harus diperiksa kelengkapan visum et repertum dalam berkas perkara terdakwa yang diperiksa oleh hakim, diserahkan kepada penuntut umum yang sejak mulai diserahkan kepadanya berkas perkara tersebut oleh penyidik penuntut umum harus berusaha untuk membuktikannya dalam sidang, agar hakim yakin perihal terbuktinya kesalahan terdakwa tersebut. Dalam beberapa kasus perkara pidana yang diperiksa dipersidangan hakim sendiri tidak mutlak harus berdasarkan diri pada visum et repertum. Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa visum et repertum adalah suatu rencana atau suatu verslag atas pemeriksaan barang bukti oleh karena itu maka visum et repertum sebenarnya merupakan pengganti barang bukti yang diperiksa seperti barang bukti luka tidak bisa lagi ditampilkan disidang pengadilan seperti keadaan waktu terjadinya peristiwa sudah berubah sembuh atau malah lebih parah lagi. Untuk menampilkan keadaan aslinya tidak ada cara lain kecuali mengajukan visum et repertum sehingga

7 yang terpenting dari visum et repertum adalah bagian ketiga yang merupakan lukisan kata dari apa yang diamati terutama apa yang dilihat dan diketemukan. Visum et repertum mempunyai daya bukti yang dimuat dalam pemberitaannya merupakan kesaksian, karena ia memuat segala sesuatu hal yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. Jadi sama halnya dengan seseorang yang melihat dan menyaksikan sendiri misalnya suatu kecelakaan ditempat peristiwa itu terjadi. Sedangkan kesimpulam didalam visum et repertum dibuat untuk memudahkan bagi jaksa atau hakim dengan catatan bahwa apabila kesimpulan itu logis maka dapat diterima, sebaliknya bila dianggap tidak logis jaksa atau hakim yang bersangkutan dapat menolaknya dan mengambil langkah-langkah lain. Karena visum et repertum merupakan pengganti sepenuhnya dari pada barang bukti yang diperiksa maka oleh karenanya pula visum et repertum pada hakekatnya adalah menjadi alat bukti yang sah,sehingga nilai atau penghargaan dari visum et repertum dalam hubungannya dengan pembuktian perkara pidana adalah mengikat, namun demikian nilai dan kekuatan pembuktiannya sepenuhnya diserahkan kepada hakim. IV. PENUTUP Dalam pemeriksaan perkara pidana yang menyangkut perusakan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia maka sangat diperlukan adanya bantuan dari seorang ahli kedokteran kehakiman untuk dapat mengungkapkan faktafakta apakah itu merupakan peristiwa pidana kemudian dari hasil pemeriksaan ahli kedokteran kehakiman tersebut dituangkan dalam visum et repertum merupakan bukti sebagai pengganti barang bukti sehingga merupakan kesaksian tertulis. Sehubungan dengan pembuktian perkara pidana terhadap kasus penganiayaan memerlukan bantuan seorang

8 ahli sehingga erat hubungannya dengan pembuktian dalam hukum acara pidana sebagai alat bukti maka visum et repertum adalah mengikat dan merupakan alat bukti yang sah menurut undang-undang. DAFTAR PUSTAKA Amir Syamsudin, 2008, Integritas Penegak hukum, Hakim, Jaksa, Polisi Dan Pengacara, Jakarta, Kompas. Atang Ranoemihardja, R. 1991, Ilmu Kedokteran Kahehakiman (Forensic Science), Bandung, Tarsito. Bambang Sutiyoso, 2010, Reformasi, Keadilan Dan Penegakan hukum Di Indonesia, Yogyakarta, UII Press. Marpaung Leden, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan), Jakarta, Sinar Grafika. Njowito Hamdani, 1992, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. R. Soeparmono, 1989, Keterangan ahli dan Visum Et Repertum Dalam Aspek Hukum Acara pidana, Semarang, Satya wacana.