KETAHANAN LIMA JENIS KAYU ASAL LENGKONG SUKABUMI TERHADAP BEBERAPA JAMUR PELAPUK

dokumen-dokumen yang mirip
KETAHANAN LIMA JENIS KAYU TERHADAP TIGABELAS JAMUR PERUSAK KAYU

Oleh/By. Sihati Suprapti & Krisdianto ABSTRACT. attack. The resistance of four plantation wood species (Acacia aulacocarpa A. Cunn.

KETAHANAN LIMA JENIS KAYU ASAL SUKABUMI TERHADAP JAMUR PERUSAK KAYU (The Resistance of Five Wood Species from Sukabumi Against Wood Destroying Fungi)

KETAHANAN LIMA JENIS KAYU ASAL CIANJUR TERHADAP JAMUR (The Resistance of Five Wood Species from Cianjur Against Decaying Fungi)

KETAHANAN LIMA JENIS KAYU TERHADAP BEBERAPA JAMUR PERUSAK KAYU The Resistance of Five Wood Species Against Several Wood Destroying Fungi

Sihati Suprapti & Djarwanto 1) 1)

KETAHANAN ENAM JENIS KAYU TERHADAP JAMUR PELAPUK (The Resistance of Six Wood Species Against Decaying Fungi)

Pengaruh Pengkaratan Logam terhadap Pelapukan

Oleh/By: Djarwanto dan Sihati Suprapti

SIFAT PENGKARATAN BESI PADA LIMA JENIS KAYU ASAL SUKABUMI (Iron Corrosion Properties on Five Wood Species Originated from Sukabumi)

Djarwanto & Sihati Suprapti

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

SIFAT PENGKARATAN LIMA JENIS KAYU YANG DISIMPAN DI TEMPAT TERBUKA TERHADAP BESI

SIFAT PENGKARATAN LIMA JENIS KAYU ASAL CIAMIS TERHADAP BESI (Corrosion Properties of Five Wood Species from Ciamis to Iron)

berdasarkan definisi Jane (1970) adalah bagian batang yang mempunyai warna lebih tua dan terdiri dari sel-sel yang telah mati.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketahanan Kayu Sengon terhadap Pycnophorus sanguineus dan Pleurotus djamor untuk Uji Standar Nasional Indonesia (SNI)

SEKRUP LOGAM. Sihati Suprapti & Djarwanto

SIFAT PENGKARATAN BESI PADA SEBELAS JENIS KAYU (Iron Corrosion Properties on Eleven Wood Species) ABSTRACT

SIFAT PENGKARATAN BESI PADA SEBELAS JENIS KAYU (Iron Corrosion Properties on Eleven Wood Species)

176 Elis Nina Herliyana et al. J. Silvikultur Tropika. Elis Nina Herliyana 1, Laila Fithri Maryam 1 dan Yusuf Sudo Hadi 2

KEAWETAN ALAMI KAYU MERANTI MERAH

Oleh/By Ginuk Sumarni & Mohammad Muslich ABSTRACT

oleh/by Krisdianto Abstract fulfil the need of wood-industries. Anatomical characteristics and fiber quality of five wood

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

oleh/by: Krisdianto & Ginuk Sumarni 1 Abstract Teak wood (Tectona grandis L.f.) has been popularly used as furniture and

Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu. Lampiran 2. Pengujian Sifat Keawetan terhadap rayap tanah (Captotermes curvignathus Holmgreen.

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal.

KELAS AWET JATI CEPAT TUMBUH DAN LOKAL PADA BERBAGAI UMUR POHON (Durability class of Fast Growing and Local Teak On Various Tree Ages)

LIMA JENIS JAMUR PELAPUK KAYU ASAL BOGOR UNTUK UJI KEAWETAN KAYU DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Oleh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

Kandungan Kayu Gubal dan Teras pada Dolog dan Papan Gergajian. Manglid (Manglieta glauca Bl.))

PRAKATA. merupakan laporan hasil penelitian mengenai Inventarisasi Jamur Pelapuk Putih

PENANGGULANGAN MASALAH SERAT BERBULU PADA KAYU LABU ( Endospermum spp.) SEBAGAI BAHAN BAKU PENSIL

Gambar (Figure) 1. Bagan Pengambilan Contoh Uji (Schematic pattern for wood sample collection)

SIFAT KIMIA TIGA JENIS KAYU RAKYAT

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Medium Potato Dextrose Agar (PDA) (Fardiaz,1993).

Kulit masohi SNI 7941:2013

Oleh/By Djarwanto, Sihati Suprapti, dan Dominicus Martono ABSTRACT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Diterima tgl 1 Juni 2009; disetujui tgl... ABSTRACT Study on decomposition of mangium (Acacia mangium) leaves and twigs as wood

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. METODE PENELITIAN

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

(Mixture of Sawdust of Sengon Wood and Corn Cob as Medium for White Oyster Mushrooms Cultivation)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

sangat bagus, tidak memerlukan pemangkasan karena pada masa pertumbuhan cabang akan rontok sendiri (Gambar 4a) (Mulyana et al. 2011).

SIFAT ANATOMI DAN FISIS KAYU JATI DARI MUNA DAN KENDARI SELATAN Anatomical and Physical Properties of Teak from Muna and South-Kendari

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

Lampiran 1. Pembuatan Media Media PDA (Potato Destrose Agar) Kentang dikupas dan dicuci bersih lalu ditimbang 250 gram, dipotong

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

Jl. Gn. Batu No. 5. Bogor Telp , Fax Diterima, 22 April 2010; disetujui, 25 Agustus 2010

KELAS AWET 15 JENIS KAYU ANDALAN SETEMPAT TERHADAP RAYAP KAYU KERING, RAYAP TANAH DAN PENGGEREK DI LAUT

Bambu lamina penggunaan umum

Oleh/ By : Barly, Neo Endra Lelana & Agus Ismanto

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

ANALISIS ANGKA KONVERSI PENGUKURAN KAYU BULAT DI AIR UNTUK JENIS MERANTI (Shorea spp)

TOKSISITAS BAHAN PENGAWET BORON-KROMIUM TERHADAP SERANGGA DAN JAMUR PELAPUK KAYU

Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia. IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia Corresponding author: (Fauzi Febrianto)

TINJAUAN PUSTAKA Kulit Batang

TINGKAT DEGRADASI BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris schard var. vitata) DAN BAMBU HIJAU (Bambusa vulgaris schard var.vulgaris) OLEH JAMUR

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VII No. 2 : 1-6 (2001)

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian

TUGAS AKHIR SB091358

Lampiran 1. Dokumen Asli Standar Pengujian SNI Cara uji ketahanan terhadap serangan jamur

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

Perlakuan Kimia dan Fisik Empat Jenis Rotan sesudah Penebangan (Chemical and Physical Treatments of Four Rattan Species after Felling)

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

PENGARUH POSISI RADIAL KAYU BAWANG (Dysoxylum sp.), JENIS FILLER DAN DERAJAT KELEMBUTANNYA TERHADAP KETEGUHAN REKAT

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh/By: Sihati Suprapti, Djarwanto dan Ridwan Ahmad Pasaribu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

PENELITIAN BERBAGAI JENIS KAYU LIMBAH PENGOLAHAN UNTUK PEMILIHAN BAHAN BAKU BRIKET ARANG

UJI KETAHANAN BEBERAPA NOMER KENTANG (Solanum tuberosum Linn.) TERHADAP SERANGAN NEMATODA SISTA KENTANG (Globodera rostochiensis Woll.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

JAMUR KAYU SUMBER PANGAN SEHAT DARI HUTAN. Sihati Suprapti dan Djarwanto

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH SUMBER BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM (The influence of spawn sources on oyster mushroom growth) Oleh/By: ABSRTRACT

MATERI DAN METODE. Materi

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. yang berharga. Salah satu bentuk keanekaragaman tersebut selain kayu adalah

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di

KETAHANAN LIMA JENIS KAYU BERDASARKAN POSISI KAYU DI POHON TERHADAP SERANGAN RAYAP

Transkripsi:

KETAHANAN LIMA JENIS KAYU ASAL LENGKONG SUKABUMI TERHADAP BEBERAPA JAMUR PELAPUK (The Resistance of Five Wood Species Originated from Lengkong Sukabumi Against Some Decaying Fungi) Oleh /By : Sihati Suprapti, Djarwanto & Hudiansyah 1 sihatisuprapti@yahoo.com, djarwanto2006@yahoo.com Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610 Telp. (0251)-8633378, Fax. (0251)-8633413. 1 Diterima 22 Juni 2011, disetujui 24 September 2011. ABSTRACT Five wood species i.e. ki lubang ( Calophyllum grandiflorum JJS ), ki kuya (Ficus vasculosa Wall. Ex Miq.), ki bulu (Gironniera subaequalis Planch ), ki hantap (Sterculia oblongata R.Br.) and ki bancet (Turpinia sphaerocarpa Hassk. ) were evaluated its resistance property against eleven fungal attacks using Kolle-flash methods. Samples of every wood species were extracted from two different tree stands, divided radially into two groups, namely outer and inner parts of log. Results indicated that C. grandiflorum, G. subaequalis and T. sphaerocarpa were moderately resistant (class III), while, S. oblongata and F. vasculosa were not resistant (class IV). The percentage of samples weight loss on tree-i was lower than that on tree-ii, however both are categorized as not resistant wood (class IV). Comparing of those two samples groups, the weight loss of the inner part was lower than that of the outer part of logs, nevertheless they are both classified as not resistant wood (class IV) to the fungal attack. The highest weight loss was encountered on both the outer and inner log parts of tree I and II of S. oblongata and F. vasculosa exposed to Pycnoporus sanguineus HHBI-324 ( > 40%). Keyword : Tree sample, wood, inner part of log, outer part of log, fungi. ABSTRAK Lima jenis kayu kurang dikenal yaitu ki lubang ( Calophyllum grandiflorum JJS), ki kuya ( Ficus vasculosa Wall. Ex Miq.), ki bulu ( Gironniera subaequalis Planch), ki hantap ( Sterculia oblongata R.Br.) dan ki bancet ( Turpinia sphaerocarpa Hassk.), diuji ketahanannya terhadap jamur menggunakan metode Kolle-flash. Contoh uji setiap kayu diambil dari bagian tepi dan dalam dolok dari dua tegakan pohon berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu ki lubang, ki bancet dan ki bulu termasuk kelompok kayu agaktahan (kelas III), sedangkan kayu ki hantap dan ki kuya termasuk kelompok kayu tidak-tahan (kelas IV). Kehilangan berat contoh yang diambil dari tegakan pohon I lebih rendah dibandingkan dengan pohon II, walaupun keduanya termasuk kelompok kayu tidak-tahan (kelas IV). Sedangkan kehilangan berat kayu bagian dalam umumnya lebih rendah dibandingkan dengan kayu bagian tepi dolok, yang termasuk dalam kelompok kayu tidak-tahan (kelas IV). Kehilangan berat tertinggi terjadi pada ke dua bagian tepi dan tengah dolok pohon contoh I dan II kayu ki hantap dan ki kuya yang diuji dengan Pycnoporus sanguineus HHBI-324 yaitu > 40%. Kata kunci : Tegakan pohon contoh, kayu, bagian dalam dolok, bagian tepi dolok, jamur. 259

Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 No. 3, September 2011: 259-270 I. PENDAHULUAN Di Indonesia, saat ini banyak beredar jenis kayu kurang dikenal yang dicampurkan ke dalam kelompok kayu yang telah dikenal, dimanfaatkan dan diperdagangkan. Kartasujana dan Martawijaya (1979) menyatakan bahwa dari 400 jenis yang telah dimanfaatkan, 113 jenis di kelompokkan ke dalam kayu kurang dikenal, dan kemungkinan berpotensi cukup besar (Kartasujana dan Martawijaya, 1979). Kualitas kayu kurang dikenal umumnya dianggap rendah karena dalam pemakaiannya belum memperhatikan sifat kayunya. Akibat kurang dikenal baik jenis maupun sifatnya, maka dalam penggunaannya sering tidak dipilah antara kayu berkualitas rendah dan tinggi sesuai dengan tujuan pemakaian, sehingga pengelolaan sumber daya tersebut tidak efisien. Ketahanan kayu terhadap serangan jamur merupakan salah satu sifat penting dalam pengolahan kayu. Penelitian sifat ketahanan kayu terhadap jamur pelapuk perlu dilakukan terutama di daerah tropis di mana organisme tersebut tumbuh subur, untuk melengkapi informasi sifat dasar dan kegunaan kayu kurang dikenal. Tegakan pohon contoh, posisi contoh kayu di dalam dolok yaitu bagian dalam (dianggap sebagai kayu teras) dan bagian tepi (dianggap sebagai kayu gubal), diduga memiliki sifat ketahanan yang berlainan terhadap jamur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan kayu bagian dalam dan tepi dolok dari dua pohon lima jenis kayu terhadap serangan jamur pelapuk secara laboratoris. II. BAHAN DAN METODE A. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu yang diambil dari Sukabumi, Jawa Barat, seperti tercantum pada Tabel 1. Bahan kimia yang digunakan antara lain Malt extract, Bacto agar, Potato dextrose agar (PDA), alkohol dan formalin. Sedangkan jenis jamur penguji yang digunakan yaitu Chaetomum globossum FRI Japan-5-1, Coriolus versicolor FRI Japan- 1030, Dacryopinax spathularia HHBI-145, Lentinus lepideus HHBI-267, Phlebia brevispora Mad., Polyporus sp. HHBI-209, Postia placenta Mad.-696, Pycnoporus sanguineus HHBI-324, Pycnoporus sanguineus HHBI-8149, Schizophyllum commune HHBI-204 dan Tyromyces palustris FRI Japan-507. Tabel 1. Jenis kayu yang diteliti terhadap jamur pelapuk Table 1. The wood species tested to decaying fungi. No Jenis kayu (Wood species) Nama daerah (Local name) Suku (Family) 1 Calophyllum grandiflorum JJS Ki lubang Guttiferae 2 Ficus vasculosa Wall. Ex Miq. Ki kuya Moraceae 3 Gironniera subaequalis Planch Ki bulu Ulmaceae 4 Sterculia oblongata R.Br. Ki hantap Sterculiaceae 5 Turpinia sphaerocarpa Hassk. Ki bancet Staphyleaceae Diameter dolok (Log diameter), cm 43,3 38,0 23,9 45,1 27,3 260

Ketahanan Lima Jenis Kayu Asal Lengkong Sukabumi Terhadap... (Sihati Suprapti, Djarwanto & Hudiansyah) B. Metode 1. Pembuatan contoh uji Contoh uji berukuran 5 cm x 2,5 cm x 1,5 cm, dengan panjang 5 cm searah serat diambil dari bagian pangkal dolok dari dua tegakan pohon. Dolok kayu digergaji dibuat papan dan diserut sehingga tebalnya 2,5 cm. Pada papan terlebar dibuang bagian tepi dan kulitnya sehingga tepi papan menjadi lurus, lalu digergaji dan diserut sehingga tebalnya 1,5 cm, dan dikelompokkan masing-masing mulai dari bagian tepi sampai ke bagian tengah, selanjutnya pada masing-masing bagian tersebut dipotong sepanjang 5cm. Contoh uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bagian tepi dan bagian dalam terdekat dengan bagian tengah/empulur, diampelas, diberi nomor dan kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu o 105 C. Pola pengambilan contoh uji adalah seperti terlihat pada Gambar 1. Empulur ( pith) Bagian dalam ( inner part) Bagian tepi (outer part) Gambar 1. Pola pengambilan contoh uji ( Cutting sample pattern) 2. Pembuatan media jamur Media uji yang digunakan adalah MEA ( malt-ekstrak-agar) dengan komposisi maltekstrak 3% dan bacto-agar 2% dalam air suling dan kusus untuk Chaetomium globosum digunakan media PDA ( Potato dextrose agar) 39 gram per liter air suling. Media yang telah dilarutkan secara homogen dimasukkan ke dalam piala Kolle sebanyak 80 ml per-piala. Mulut 0 piala di sumbat dengan kapas steril, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 C, tekanan 1,5 atmosfer, selama 30 menit. Media yang telah dingin diinokulasi biakan murni jamur penguji, selanjutnya disimpan di ruang inkubasi sampai pertumbuhan miseliumnya rata dan tebal. 3. Pengujian sifat ketahanan kayu Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Kolle-flash, seperti yang dilakukan oleh Martawijaya (1975), Djarwanto & Suprapti (2004), dan Suprapti (2010). Contoh uji yang 261

Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 No. 3, September 2011: 259-270 telah diketahui berat kering mutlaknya dimasukkan ke dalam piala yang berisi biakan jamur tersebut. Setiap piala diisi dua buah contoh uji yang terdiri dari kayu bagian tepi dan kayu bagian dalam dolok, diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak saling bersinggungan, kemudian diinkubasikan selama 12 minggu. Untuk setiap jenis kayu, tegakan pohon, dan jenis jamur disediakan 3 buah piala sebagai ulangan. Pada akhir pengujian contoh uji dikeluarkan dari piala, dibersihkan dari miselium yang melekat, dan ditimbang pada kondisi sebelum dan sesudah dikeringkan dengan oven, guna mengetahui kehilangan beratnya. Kehilangan berat dihitung berdasarkan selisih berat contoh sebelum dengan sesudah perlakuan dibagi berat awal contoh uji dalam kondisi kering oven dan dinyatakan dalam persen. C. Analisis Data Persentase kehilangan berat contoh uji di analisis menggunakan rancangan faktorial 5x2x2x11 (jenis kayu, tegakan pohon contoh, bagian kayu dalam dolok dan jenis jamur), dengan tiga kali ulangan. Rata-rata kehilangan berat kayu dikelompokkan dengan menggunakan nilai atau skala kelas resistensi menurut Martawijaya (1975) sesuai Tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap jamur berdasarkan persentase kehilangan berat Table 2. Classification of wood resistance to fungus based on its weight loss Kelas (Class) Ketahanan (Resistance) I Sangat tahan (Very resistant) < 0,5 (less than 0.5) Kehilangan berat rata-rata (Average weight loss), % II Tahan (Resistant) 0,5 - < 5 (0.5 to < 5) III Agak tahan (Moderately resistant) 5 - < 10 (5 to<10) IV Tidak tahan (Non-resistant) 10-30 (10 to 30) V Sangat tidak tahan (Perishable) > 30 (more than 30) Sumber ( Source): Martawijaya, 1975. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan berat contoh uji merupakan salah satu tanda terjadinya kerusakan kayu oleh jamur. Kehilangan berat terjadi karena komponen kimia (lignin dan selulosa) pada kayu tersebut telah dihidrolisis oleh ensim yang dikeluarkan jamur (Antai and Crawford, 1982). Rata-rata kehilangan berat kayu bagian dalam dan tepi dolok dari masing-masing tegakan pohon contoh disajikan pada Tabel 3, 4, 5 dan 6. Data kehilangan berat kayu bagian dalam maupun tepi dolok dari dua pohon contoh terlihat bervariasi. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis kayu, tegakan pohon contoh, bagian kayu dalam dolok dan jenis jamur berpengaruh terhadap kehilangan berat contoh uji (p < 0.01). Rata-rata kehilangan berat kayu dan kelas resistensinya terhadap jamur disajikan pada Tabel 7. Hasil uji beda Tukey (p < 0.05) terhadap lima jenis kayu memperlihatkan bahwa persentase kehilangan berat terendah terjadi pada kayu ki bancet ( T. sphaerocarpa). Sedangkan persentase kehilangan berat tertinggi terjadi pada kayu kikuya ( F. vasculosa). 262

Ketahanan Lima Jenis Kayu Asal Lengkong Sukabumi Terhadap... (Sihati Suprapti, Djarwanto & Hudiansyah) Berdasarkan hasil uji beda Tukey terhadap dua pohon contoh (p < 0.05) memperlihatkan bahwa rata-rata kehilangan berat kayu yang diambil dari tegakan pohon I yaitu 12,02%, lebih rendah dibandingkan dengan kehilangan berat kayu dari tegakan pohon II yaitu 12,61% (p < 0.05), akan tetapi kedua pohon contoh tersebut termasuk kelas yang sama (kelas IV). Laporan sebelumnya menyebutkan bahwa kehilangan berat lima jenis kayu yang berasal dari lima tegakan pohon bervariasi, namun ke lima pohon tersebut termasuk kelas IV (Djarwanto et al., 2001). Tabel 3. Persentase kehilangan berat kayu bagian dalam dolok dari pohon I dan kelas resistensinya Table 3. Percentage of weight loss and its resistance class of inner part logs from tree I Jenis jamur (Fungi species) Persentase kehilangan berat dan kelas resistensi pada jenis kayu ( Weight loss percentage and resistance class of wood species) Calophyllum grandiflorum Ficus vasculosa Gironniera subaequalis Sterculia oblongata Turpinia sphaerocarpa Chaetomium 1,8 (II) 5,3 (III) 1,3 (II) 4,3 (II) 2,7 (II) globosum Coriolus 8,1 (III) 7,2 (III) 6,0 (III) 5,2 (III) 1,4 (II) versicolor Dacryopinax 4,9 (II) 7,0 (III) 1,6 (II) 31,2 (V) 1,3 (II) spathularia Lentinus 11,4 (IV) 8,7 (III) 14,6 (IV) 3,1 (II) 2,9 (II) lepideus Phlebia 11,0 (IV) 25,9 (IV) 3,1 (II) 25,2 (IV) 0,9 (II) brevispora Polyporus sp. 8,4 (III) 14,5 (IV) 5,8 (III) 7,8 (III) 2,2 (II) Postia placenta 3,2 (II) 5,4 (III) 3,3 (II) 4,5 (II) 1,5 (II) Pycnoporus 23,8 (IV) 44,2 (V) 15,7 (IV) 48,6 (V) 8,9 (III) sanguineus HHBI-324 P. sanguineus 3,5 (II) 31,2 (V) 1,5 (II) 4,8 (II) 1,3 (II) HHBI-8149 Schizophyllum commune 7,1 (III) 12,8 (IV) 3,9 (II) 16,3 (IV) 2,2 (II) Tyromyces palustris 5,0 (III) 17,2 (IV) 18,7 (IV) 29,7 (IV) 15,0 (IV) Keterangan ( Remarks): Angka latin menunjukkan persentase kehilangan berat rata-rata dari tiga ulangan ( Latin number represent the average of three replications). Angka romawi menunjukkan kelas resistensi kayu ( Rome numbers show the resistance class of wood) Sedangkan hasil uji beda Tukey terhadap posisi contoh uji menunjukkan bahwa ratarata kehilangan berat pada kayu bagian dalam yaitu 10,89%, lebih rendah dibandingkan dengan kehilangan berat kayu bagian tepi dolok yaitu 13,74% (p < 0.05), meskipun demikian kedua bagian tersebut masih termasuk dalam kelas ketahanan yang sama yaitu kelas IV (kelompok kayu tidak-tahan). Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan zat ektraktif yang 263

Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 No. 3, September 2011: 259-270 dapat menghambat pertumbuhan jamur pada kayu bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan pada kayu bagian tepi dolok. Suprapti et al. (2004); Suprapti & Krisdianto (2006) dan Suprapti & Djarwanto (2008) menyatakan bahwa kehilangan berat kayu bagian dalam lebih rendah (ketahanannya lebih tinggi) dibandingkan dengan kehilangan berat kayu bagian tepi. Coggins (1980) and Khan (1954) juga menyatakan bahwa ketahanan kayu bagian teras ( heartwood) lebih tinggi dibandingkan dengan ketahanan kayu bagian gubal (s apwood). Tabel 4. Persentase kehilangan berat kayu bagian dalam dolok dari pohon II dan kelas resistensinya Table 4. Percentage of weight loss and its resistance class of inner part logs from tree II Jenis jamur (Fungi species) Persentase kehilangan berat dan kelas resistensi pada jenis kayu (Weight loss percentage and resistance class of woodspecies) Ficus Gironniera Sterculia vasculosa subaequalis oblongata Calophyllum grandiflorum Turpinia sphaerocarpa Chaetomium 3,0 (II) 5,2 (III) 1,9 (II) 4,2 (II) 2,4 (II) globosum Coriolus 9,8 (III) 7,7 (III) 10,7 (IV) 7,4 (III) 3,3 (II) versicolor Dacryopinax 4,4 (II) 6,6 (III) 3,8 (II) 27,2 (IV) 1,3 (II) spathularia Lentinus 7,2 (III) 8,1 (III) 21,6 (IV) 2,2 (II) 5,8 (III) lepideus Phlebia 11,6 (IV) 36,1 (V) 5,2 (III) 21,6 (IV) 3,2 (II) brevispora Polyporus sp. 9,0 (III) 15,0 (IV) 6,1 (III) 7,2 (III) 0,6 (II) Postia 4,1 (II) 6,0 (III) 5,7 (III) 8,0 (III) 2,4 (II) placenta Pycnoporus 24,7 (IV) 50,1 (V) 22,7 (IV) 51,6 (V) 10,3 (IV) sanguineus HHBI-324 P. sanguineus 2,9 (II) 41,3 (V) 3,6 (II) 4,9 (II) 1,9 (II) HHBI-8149 Schizophyllum commune 5,5 (III) 13,7 (IV) 5,3 (III) 14,2 (IV) 2,2 (II) Tyromyces palustris 5,6 (III) 15,0 (IV) 31,2 (V) 28,3 (IV) 12,9 (IV) Keterangan ( Remarks): Angka latin menunjukkan persentase kehilangan berat rata-rata dari tiga ulangan ( Latin number represent the average of three replications). Angka romawi menunjukkan kelas resistensi kayu ( Rome numbers show the resistance class of wood) Hasil analisis didapatkan interaksi yang nyata antara jenis kayu, bagian atau posisi kayu dalam dolok dan jenis jamur (p < 0.01). Interaksi yang kuat, yang ditunjukkan dengan kehilangan berat tertinggi terjadi pada bagian dalam dolok pohon contoh II kayu ki kuya ( F. vasculosa) yang diuji dengan P. sanguineus HHB-324 yaitu 50,09%. Sedangkan interaksi yang lemah, ditunjukkan dengan kehilangan berat terendah dijumpai pada bagian dalam pohon II kayu kibancet ( T. sphaerocarpa) yang diuji dengan D. spathularia (1,28%). 264

Ketahanan Lima Jenis Kayu Asal Lengkong Sukabumi Terhadap... (Sihati Suprapti, Djarwanto & Hudiansyah) Tabel 5. Persentase kehilangan berat kayu bagian tepi dolok pohon I dan kelas resistensinya Table 5. Percentage of weight loss and its resistance class of outer part logs of tree I Jenis jamur (Fungi species) Persentase kehilangan berat dan kelas resistensi pada jenis kayu ( Weight loss percentage and resistance class of wood species) Calophyllum grandiflorum Ficus vasculosa Gironniera subaequalis Sterculia oblongata Turpinia sphaerocarpa Chaetomium 4,8 (II) 8,6 (III) 1,4 (II) 5,1 (III) 6,6 (III) globosum Coriolus 10,3 (IV) 12,8 (IV) 11,7 (IV) 3,8 (II) 4,6 (II) versicolor Dacryopinax 8,1 (III) 11,8 (IV) 4,5 (II) 18,9 (IV) 2,3 (II) spathularia Lentinus 2,9 (II) 9,5 (III) 13,5 (IV) 4,7 (II) 26,8 (IV) lepideus Phlebia 11,7 (IV) 25,3 (IV) 4,1 (II) 29,6 (IV) 7,9 (III) brevispora Polyporus sp. 20,1 (IV) 18,3 (IV) 15,8 (IV) 27,3 (IV) 12,3 (IV) Postia placenta 11,2 (IV) 7,0 (III) 8,5 (III) 6,8 (III) 7,7 (III) Pycnoporus 22,7 (IV) 46,9 (V) 27,7 (IV) 39,8 (V) 14,9 (IV) sanguineus HHBI-324 P. sanguineus 6,8 (III) 20,1 (IV) 2,4 (II) 6,1 (III) 2,0 (II) HHBI-8149 Schizophyllum 8,6 (III) 18,3 (IV) 6,6 (III) 15,5 (IV) 5,3 (III) commune Tyromyces palustris 11,1 (IV) 38,7 (V) 14,7 (IV) 36,2 (V) 26,9 (IV) Keterangan ( Remarks): Angka latin menunjukkan persentase kehilangan berat rata-rata dari tiga ulangan ( Latin number represent the average of three replications). Angka romawi menunjukkan kelas resistensi kayu ( Rome numbers show the resistance class of wood) Hasil analisis didapatkan interaksi yang nyata antara jenis kayu, bagian atau posisi kayu dalam dolok dan jenis jamur (p < 0.01). Interaksi yang kuat, yang ditunjukkan dengan kehilangan berat tertinggi terjadi pada bagian dalam dolok pohon contoh II kayu ki kuya ( F. vasculosa) yang diuji dengan P. sanguineus HHB-324 yaitu 50,09%. Sedangkan interaksi yang lemah, ditunjukkan dengan kehilangan berat terendah dijumpai pada bagian dalam pohon II kayu kibancet ( T. sphaerocarpa) yang diuji dengan D. spathularia (1,28%). Berdasarkan klasifikasi ketahanan kayu terhadap jamur secara laboratoris maka kayu ki lubang, ki bancet dan ki bulu termasuk kelompok kayu agak-tahan (kelas III), sedangkan kayu ki hantap dan ki kuya termasuk kelompok kayu tidak-tahan (kelas IV). Hal ini mungkin disebabkan kandungan zat eksraktif pada ke dua jenis kayu ini lebih tinggi dibandingkan dengan ke tiga jenis kayu lainnya. Menurut Sumarni et al. (2009) dan Pari (2010) bahwa kelarutan dalam air panas pada kayu ki hantap dan ki kuya lebih tinggi, masing-masing yaitu 10,35% dan 10,70%, dan kelarutan dalam NaOH 1% adalah 22,55% dan 21,56%. Sedangkan 265

Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 No. 3, September 2011: 259-270 kelarutan dalam air panas pada kayu ki lubang, ki bancet dan ki bulu berturut-turut adalah 6,61%, 4,52% dan 7,96%, serta kelarutan dalam NaOH 1% adalah 17,42%, 16,81% dan 17,82%. Kelas ketahanan kayu ki lubang dan ki bulu memiliki kelas yang sama dengan kelas menurut Seng (1990) yaitu kelas III. Ketahanan tiga jenis kayu lainnya yaitu ki hantap, ki kuya dan ki bancet termasuk kelompok kayu agak-tahan sampai sangat tahan (kelas III-IV), sedikit lebih tinggi atau lebih tahan terhadap serangan jamur dibandingkan dengan laporan Seng (1990) yaitu kelas V, yang dinilai berdasarkan usia pakai kayu dengan tidak disebutkan jenis organisme yang menyerangnya. Tabel 6. Persentase kehilangan berat kayu bagian tepi dolok pohon II dan kelas resistensinya Table 6. Percentage of weight loss and its resistance class of outer part logs of tree II Jenis jamur (Fungi species) Persentase kehilangan berat dan kelas resistensi pada jenis kayu (Weight loss percentage and resistance class of wood species) Ficus Gironniera Sterculia vasculosa subaequalis oblongata Calophyllum grandiflorum Turpinia sphaerocarpa Chaetomium 5,3 (III) 10,2 (IV) 2,1 (II) 4,1 (II) 3,5 (II) globosum Coriolus 14,2 (IV) 13,9 (IV) 6,8 (III) 4,8 (II) 4,5 (II) versicolor Dacryopinax 12,2 (IV) 15,1 (IV) 2,9 (II) 18,9 (IV) 1,3 (II) spathularia Lentinus 3,5 (II) 7,4 (III) 9,3 (III) 5,1 (III) 19,2 (IV) lepideus Phlebia 11,8 (IV) 23,0 (IV) 4,2 (II) 27,4 (IV) 6,6 (III) brevispora Polyporus sp. 20,4 (IV) 24,1 (IV) 10,5 (IV) 31,3 (V) 10,2 (IV) Postia placenta 9,6 (III) 8,3 (III) 4,5 (II) 9,4 (III) 6,7 (III) Pycnoporus 25,4 (IV) 48,3 (V) 24,2 (IV) 44,9 (V) 16,3 (IV) sanguineus HHBI-324 P. sanguineus 7,5 (III) 28,3 (IV) 3,1 (II) 4,8 (II) 2,3 (II) HHBI-8149 Schizophyllum 8,7 (III) 21,1 (IV) 7,0 (III) 18,4 (IV) 4,3 (II) commune Tyromyces palustris 9,4 (III) 34,7 (V) 11,9 (IV) 35,3 (V) 27,8 (IV) Keterangan ( Remarks): Angka latin menunjukkan persentase kehilangan berat rata-rata dari tiga ulangan ( Latin number represent the average of three replications). Angka romawi menunjukkan kelas resistensi kayu ( Rome numbers show the resistance class of wood) 266

Ketahanan Lima Jenis Kayu Asal Lengkong Sukabumi Terhadap... (Sihati Suprapti, Djarwanto & Hudiansyah) Pada Tabel 8 ditunjukkan variasi kemampuan jamur untuk melapukkan lima jenis kayu. P. sanguineus HHBI-324 merupakan jamur pelapuk putih yang memiliki kemampuan melapukkan kayu tertinggi, kemudian diikuti oleh T. palustris. Kemampuan jamur P. sanguineus HHBI-324 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan HHBI-8149. Hal ini mungkin disebabkan karena strain jamur tersebut berbeda, yang ditunjukkan oleh warna miselium HHBI-8149 setelah terjadi penebalan lebih pudar (Suprapti dan Djarwanto, 2001). Sedangkan kemampuan melapukkan kayu terendah dijumpai pada C. globosum. Laporan sebelumnya menyebutkan bahwa kemampuan melapukkan kayu tertinggi dijumpai pada P. sanguineus HHBI-324. Sementara itu, jamur T. palustris memiliki kemampuan melapukkan kayu yang tinggi, diikuti oleh Polyporus sp., dan P. brevispora, sedangkan kemampuan melapukkan kayu terendah didapatkan pada P. placenta dan C. globosum (Suprapti dan Djarwanto, 2008). Selain itu, Suprapti dan Krisdianto (2006) menyatakan bahwa kemampuan melapukkan kayu tertinggi terjadi pada T. palustris, kemudian Polyporus sp., P. sanguineus HHBI- 324, sedangkan kemampuan melapukkan kayu terendah dijumpai pada P. sanguineus HHBI- 8149 dan C. globosum. Tabel 7. Rata-rata kehilangan berat dan kelas resistensi lima jenis kayu Table 7. The average of weight loss and resistance class of five wood species Jenis kayu (Wood species) Pohon contoh (Sample tree)) Diameter dolok (Log diameter), cm Bagian dalam (Inner part) Kehilangan berat (Weight loss), % Bagian tepi (Outer part) Rata-rata (Average) Kelas (Class) Calophyllum I 43,5 8,01 10,75 9,60 c III grandiflorum II 43,0 7,98 11,65 (II-IV) Ficus vasculosa I 40,0 16,30 19,76 18,99 a IV II 36,0 18,60 21,30 (III-V) Gironniera I 25,3 6,88 10,08 8,89 c III subaequalis II 22,4 10,72 7,87 (II-IV) Sterculia I 45,2 16,44 17,62 17,16 b IV oblongata II 45,0 16,07 18,49 (II-V) Turpinia I 27,5 3,66 10,66 6,94 d III sphaerocarpa II 27,0 4,20 9,24 (II-IV) Keterangan ( Remarks): Angka-angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey p < 0.05 ( The number within a column followed by the same letter, means nonsignificantly different, Tukey test p < 0.05) 267

Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 No. 3, September 2011: 259-270 Tabel 8. Rata-rata kehilangan berat kayu oleh jamur pelapuk Table 8. The average weight loss of wood due to destroying fungi Jenis jamur (Fungi species) Kelompok jamur (Group of fungi) Kehilangan berat (Weight loss), % Chaetomium globosum FRI Japan 5-1 Pelunak (Soft rot fungi) 4,19 g Coriolus versicolor FRI Japan-1030 Pelapuk putih (White rot fungi) 7,71 e Dacryopinax spathularia HHBI-145 Pelapuk coklat (Brown rot fungi) 9,21 d Lentinus lepideus HHBI-267 Pelapuk coklat (Brown rot fungi) 9,39 d Phlebia brevispora Mad. Pelapuk putih (White rot fungi) 14,76 c Polyporus sp. HHBI-209 Pelapuk coklat (Brown rot fungi) 13,35 c Pycnoporus sanguineus HHBI-324 Pelapuk putih (White rot fungi) 30,60 a Pycnoporus sanguineus HHBI-8149 Pelapuk putih (White rot fungi) 9,02 de Postia placenta Mad-696 Pelapuk putih (White rot fungi) 6,12 f Schizophyllum commune HHBI-204 Pelapuk putih (White rot fungi) 9,86 d Tyromyces palustris FRI Japan-507 Pelapuk coklat (Brown rot fungi) 21,26 b Keterangan ( Remarks): Angka-angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey p < 0.05 ( The number within a column followed by the same letter, means non-significantly different, Tukey test p < 0.05) IV. KESIMPULAN Dari lima jenis kayu yang diteliti didapatkan bahwa kayu ki lubang ( Calophyllum grandiflorum), ki bancet ( Turpinia sphaerocarpa) dan ki bulu ( Gironniera subaequalis) termasuk kelompok kayu agak-tahan (kelas III) dan kayu ki hantap ( Sterculia oblongata) dan ki kuya ( Ficus vasculosa) termasuk kelompok kayu tidak-tahan (kelas IV). Kehilangan berat contoh yang diambil dari tegakan pohon I lebih rendah dibandingkan pohon II, walaupun keduanya termasuk kelompok kayu tidak-tahan (kelas IV). Sedangkan kehilangan berat kayu bagian dalam umumnya lebih rendah dibandingkan dengan kayu bagian tepi dolok, yang termasuk dalam kelompok kayu tidak-tahan (kelas IV). Kehilangan berat tertinggi terjadi pada ke dua bagian tepi dan tengah dolok pohon contoh I dan II kayu ki hantap ( S. oblongata) dan ki kuya ( F. vasculosa) yang diuji dengan P. sanguineus HHB-324 yaitu > 40%. Sedangkan kehilangan berat terendah dijumpai pada bagian dalam dolok pohon contoh I dan II kayu kibancet ( T. sphaerocarpa) yang masing-masing diuji dengan P. brevispora (0,9%), dan Polyporus sp. (0,6%). Kemampuan jamur untuk melapukkan kayu berlainan tergantung pada jenis kayu dan jenis jamur yang menyerangnya. Kemampuan melapukkan kayu tertinggi, yaitu P. sanguineus HHBI-324, diikuti T. palustris, P. brevispora, Polyporus sp., S. commune, L. lepideus, D. spathularia. Sedangkan kemampuan melapukkan kayu terendah terjadi pada C. globosum. 268

Ketahanan Lima Jenis Kayu Asal Lengkong Sukabumi Terhadap... (Sihati Suprapti, Djarwanto & Hudiansyah) DAFTAR PUSTAKA Antai, S. P. and D. L. Crawford. 1982. Degradation of extractive-free lignoeelluloses by Coriolus versicolor and Poria placenta. European J Appl Microbiol Biotechnol (1982) 14:165-168 Coggins, C.R. 1980. Decay of timber in buildings dry rot, wet rot and other fungi. Rentokil Limited Felcourt, East Grinstead. 115 p. Djarwanto, Suprapti, S. dan Hudiansyah. 2001. Ketahanan lima jenis kayu dolok diameter kecil terhadap enam jenis jamur pelapuk. Prosiding Seminar Nasional III Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) tanggal 22-23 Agustus 2000 di Bandung. Hal.: 453-460. Fakultas Kehutanan Universitas Winayamukti. Bandung. Djarwanto dan S. Suprapti. 2004. Pengujian ketahanan kayu terhadap jamur secara laboratoris. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi tanggal 11-12 Oktober 2004. Hal.: 15-22. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Kartasujana, I. dan A. Martawijaya. 1979. Kayu perdagangan Indonesia sifat dan kegunaannya. Penerbitan ulang gabungan Pengumuman No. 3 TH 1973 dan No. 56 TH 1975. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Khan, A. H. 1954. Decay in timber its cause & control. Pakistan Forest Research Institute, Abbottabad. 29 p. Martawijaya, A. 1975. Pengujian laboratoris mengenai keawetan kayu Indonesia terhadap jamur. Kehutanan Indonesia. Hal.: 775-777. Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta. Pari, G. 2010. Analisis kimia beberapa jenis kayu kurang dikenal. Manuskrip. Seng, O.D. 1990. Berat jenis dari jenis-jenis kayu Indonesia dan pengertian beratnya kayu untuk keperluan praktek. Pengumuman Nr. 13. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Sumarni, G., M. Muslich, N. Hadjib, Krisdianto, D. Malik, S. Suprapti, E. Basri, G. Pari, M.I. Iskandar dan R.M. Siagian. 2009. Sifat dan Kegunaan Kayu: 15 jenis kayu andalan setempat Jawa Barat. 88 hal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Suprapti, S. dan Djarwanto. 2001. Kemampuan sepuluh isolat jamur dalam melapukkan kayu. Prosiding Seminar Nasional III Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) tanggal 22-23 Agustus 2000 di Bandung. Hal.: 190-197. Fakultas Kehutanan Universitas Winayamukti. Bandung. Suprapti, S., Djarwanto dan Hudiansyah. 2004. Ketahanan lima jenis kayu terhadap beberapa jamur perusak kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 22 (4): 239-246. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. Suprapti, S., dan Krisdianto. 2006. Ketahanan empat jenis kayu hutan tanaman terhadap beberapa jamur perusak kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24 (4): 267-274. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. 269

Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 No. 3, September 2011: 259-270 Suprapti, S. and Djarwanto. 2008. Ketahanan lima jenis kayu asal Sukabumi terhadap jamur perusak kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 26 (2): 129-137. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Suprapti, S. 2010. Decay resistance of 84 Indonesian wood species against fungi. Journal of Tropical Forest Science 22(1): 81-87. 270