BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

Yogie Irawan, dr. Roro Rukmi Windi P M.Kes Fakultas Kedokteran Universitas Lampung No. Telpon:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2011 sampai Desember 2011 di. RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

I. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. Serangan asma merupakan salah satu penyebab rawat inap pada anak dirawat di

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan faktor resiko primer penyakit jantung dan stroke. Pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di seluruh dunia (Halbert et al., 2006). PPOK terjadi karena adanya kelainan

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. pada abad ini. Dijelaskan oleh WHO, di dunia penyakit tidak menular telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang akan dicapai dari 2016 pencapaian pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jalan, Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Jumlah seluruh

BAB I. Pendahuluan. Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan penyakit. jantung yang dibawa sejak lahir, karena sudah terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalensi asma bronkial meningkat pada anak maupun dewasa. Prevalensi total asma bronkial di dunia diperkirakan 7,2 % (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi pada tiap negara dan bahkan perbedaan juga didapat antar daerah di dalam suatu negara. Prevalensi asma bronkial di berbagai negara sulit dibandingkan, tidak jelas apakah perbedaan angka tersebut timbul karena adanya perbedaan kritertia diagnosis atau karena benar-benar terdapat perbedaan (IDAI, 2010). Sebenarnya asma bronkial bukan termasuk penyakit yang mematikan, namun morbiditas dan mortalitas asma bronkial relatif meningkat tiap tahunnya, menurut perkiraan WHO, sekitar 300 juta orang menderita asma bronkial dan 255 ribu orang meninggal karena asma bronkial di dunia pada tahun 2005 dan angka ini masih terus meningkat. Dilaporkan pada bahwa tahun 1994 sekitar

2 5500 pasien asma bronkial meninggal di Amerika. Angka kematian pada setiap kelompok usia meningkat pada tahun 1980-1995. Kematian akibat asma bronkial pada semua usia meningkat 3,4% tiap tahun, sejak tahun 1980-1998. Kematian mencapai 3,8 per 1 juta anak pada tahun 1996, menurun menjadi 3,1 per 1 juta anak pada tahun 1997, dan meningkat kembali 3,5 per 1 juta anak pada tahun 1998. Berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000, terdapat 4487 kematian akibat penyakit asma bronkial atau 1,6 per 100.000 populasi (NCHS, 2003). Riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh badan penelitian dan pengembangan kesehatan dalam rangka mengetahui berbagai prevalensi penyakit pada tahun 2007 mendapatkan bahwa prevalensi penyakit asma bronkial di Indonesia adalah sebesar 3,32%. Prevalensi asma bronkial terbesar adalah di provinsi Gorontalo yaitu sebesar 7,23%, dan terendah adalah di provinsi NAD (Aceh) sebesar 0,09%. Sedangkan prevalensi asma bronkial pada provinsi Lampung adalah 1,45%. Sidhartani pada tahun 1994 meneliti 632 anak usia 12-16 tahun di Semarang dan menemukan prevalensi asma bronkial 6,2%. Penelitian multisenter di beberapa pusat pendidikan di Indonesia mengenai prevalensi asma bronkial pada anak usia 13-14 tahun (SLTP) menghasilkan angka prevalensi di Palembang 7,4%; di Jakarta 5,7%; dan di Bandung 6,7% (Kartasasmita, 1996).

3 Laporan kasus penyakit tidak menular pada dinas kesehatan Jawa Tengah khusus penderita asma bronkial bronkial dari beberapa rumah sakit di kabupaten Kudus tahun 2005 sebanyak 6.315 penderita, tahun 2006 sebanyak 6.579 penderita,sedangkan pada tahun 2007 sampai pada bulan Maret sebanyak 2.958. Laporan kasus asma bronkial bronkial pada anak rumah sakit daerah Kudus tahun 2005 sebanyak 160 penderita asma bronkial bronkial, sedangkan tahun 2006 sebanyak 118 anak, dan pada tahun 2007 sebanyak 89 penderita bronkial anak (Dinkes Jateng, 2007). Asma bronkial memberi dampak negatif bagi kehidupan pengidapnya, seperti menyebabkan sering tidak masuk sekolah atau kerja dan membatasi kegiatan olahraga serta aktifitas dari individu maupun seluruh keluarganya. Pada anakanak, biaya tidak langsung meningkat jika anak dirawat sehingga menggangu pekerjaan keluarga. Menurut sumber, di Amerika tiap harinya 30.000 orang kambuh, 40.000 orang tidak masuk kerja dan sekolah dan 5.000 orang masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) akibat asma bronkial. Anak dengan asma bronkial membutuhkan biaya kesehatan 2,8 kali lebih tinggi daripada anak tanpa asma bronkial (CDC, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyo pada pasien anak penderita asma bronkial yang datang berobat ke klinik paru dokter spesialis paru di Semarang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara derajat penyakit asma bronkial dengan skor kualitas hidup, semakin berat derajat penyakit asma

4 bronkial maka skor kualitas hidupnya semakin rendah. Dimana skor kualitas hidup dinilai melalui keadaan fisik, emosi, sosial, dan hubungannya dengan penyakit asma bronkial yang diderita melalui sebuah kuisioner yang ditanyakan kepada subyek penelitian (Sulistyo, 2005). Berdasarkan penelitian sebelumnya, karakteristik asma bronkial pada anak digambarkan melalui faktor-faktor risiko yang terdapat pada anak penderita asma bronkial. Faktor risiko asma bronkial adalah berbagai faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma bronkial, kejadian asma bronkial, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma bronkial. Beberapa faktor tersebut sudah disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis kelamin, usia, sosio-ekonomi, alergen, infeksi, atopi, lingkungan, dan lainlain (IDAI, 2010). Risiko berkembangnya asma bronkial merupakan interaksi antara faktor pejamu (host faktor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma bronkial, yaitu genetik, alergik (atopi),hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau predisposisi asma bronkial untuk berkembang menjadi asma bronkial, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma bronkial menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan

5 (virus), diet, status sosio-ekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan bahwa baik faktor lingkungan maupun faktor genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma bronkial, dan pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma bronkial pada individu dengan genetik asma bronkial (PDPI, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi asma bronchial akan berbeda pada tiap individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo pada tahun 2008 pada pasien asma bronkial di RS Daerah Kudus, didapatkan bahwa faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian asma bronkial pada anak adalah; jenis kelamin, kepemilikan binatang piaraan, perubahan cuaca, riwayat penyakit keluarga, asap rokok. Sedangkan faktor risiko yang tidak terbukti berpengaruh adalah perabot rumah tangga sumber alergen, jenis makanan, dan debu rumah. Ketiga faktor tersebut berpengaruh akan tetapi besar risiko yang diakibatkan lebih kecil, dan secara statistik tidak bermakna.terdapat hubungan antara kontak dengan kucing dengan risiko mengidap asma bronkial pada anak. Anak yang memiliki riwayat kontak dengan kucing memiliki empat kali lipat kemungkinan mengidap asma bronkial dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki riwayat kontak dengan kucing. Selain itu kontak dengan kecoa, penggunaan kasur kapuk, perokok pasif, dan riwayat atopi juga merupakan faktor yang terbukti berpengaruh secara signifikan (Made, 2009).

6 Penelitian di Australia menunjukan bahwa derajat beratnya penyakit asma bronkial tidak banyak berubah dengan berjalannya waktu. Sebagai konsekuensi, anak dengan asma bronkial berat saat usia sekolah akan mengalami asma bronkial berat saat dewasa sampai berusia 35 tahun. Sebaliknya, anak dengan asma bronkial ringan akan menunjukan gejala yang ringan pada masa dewasa. Berdasarkan keadaan ini, bayi dan anak kecil yang mempunyai risiko mengalami asma bronkial di kemudian hari harus diidentifikasi agar strategi intervensi dini dapat ditentukan. Bandar Lampung adalah kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Propinsi Lampung dan masih terus bertambah, yaitu 743.109 jiwa pada tahun 2000 dan 841.370 jiwa pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2009, jumlah populasi berdasarkan umur pada kelompok umur 0-4 tahun adalah 80714 jiwa, 5-9 tahun adalah 78731 jiwa, 10-14 80280 jiwa, dan 15-19 tahun sebanyak 83967 jiwa (BPS Lampung, 2011). Asma bronkial merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 menunjukan asma bronkial menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma bronkial, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma bronkial diseluruh Indonesia sebesar 13/1000 dibandingkan dengan bronkitis kronik11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Secara keseluruhan prevalensi asma bronkial di dunia

7 meningkat. Kendati Indonesia dinyatakan sebagai low prevalence country untuk asma bronkial, kenyataan sulit dibantah bahwa asma bronkial ada di mana-mana. Sebagaimana yang tertera dalam buku Ilmu Kesehatan Anak Nelson, disebutkan bahwa penyakit asma bronkial merupakan penyakit kronik terbanyak pada anak. RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung adalah rumah sakit pusat rujukan di propinsi lampung, akan tetapi penelitian sebelumnya tentang penyakit pernapasan khususnya asma bronkial pada anak, baik penelitian mengenai prevalensi maupun faktor risiko asma bronkial anak di poli anak tersebut belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan faktor risiko penyakit asma bronkial antara pasien penderita asma bronkial dengan pasien tanpa asma bronkial di poli anak rawat jalan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada bulan Oktober-Desember 2011. B. Rumusan Masalah Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang paling sering pada anak, dan prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Kejadian asma bronkial dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.asma bronkial yang tidak ditangani dengan baik pada masa anak-anak akan menyebabkan penyakit asma bronkial yang lebih berat pada masa dewasa dibandingkan dengan asma bronkial yang ditangani dengan baik pada masa anak-anak. Sedangkan di Bandar Lampung masih belum ada penelitian

8 mengenai prevalensi, maupun faktor risiko yang mempengaruhi kejadian asma bronkial. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah perbedaan faktor risiko penyakit asma bronkial pada pasien dengan asma bronkial dan pasien tanpa asma bronkial di poli anak rawat jalan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada Oktober-Desember 2011. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum - Untuk mengetahui perbedaan faktor risiko penyakit asma bronkial pada pasien penderita asma bronkial dan pasien tanpa asma bronkial di poli anak rawat jalan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada bulan Oktober-Desember 2011 2. Tujuan Khusus - Mengetahui gambaran kejadian asma bronkial pada pasien rawat jalan poli anak di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek pada bulan Oktober Desember 2011 - Mengetahui perbedaan faktor riwayat atopi pasien pada pasien dengan asma bronkial dan pasien tanpa asma bronkial

9 - Mengetahui perbedaan faktor riwayat atopi keluarga pada pasien dengan asma bronkial dan pasien tanpa asma bronkial - Mengetahui perbedaan faktor kepemilikan binatang piaraan pada pasien dengan asma bronkial dan pasien tanpa asma bronkial - Mengetahui perbedaan faktor paparan asap rokok pada pasien dengan asma bronkial dan pasien tanpa asma bronkial - Mengetahui perbedaan faktor penggunaan kasur kapuk pada pasien dengan asma bronkial dan pasien tanpa asma bronkial - Mengetahui perbedaan faktor status ekonomi pada pasien penderita asma bronkial dan pasien tanpa asma bronkial - Mengetahui perbedaan faktor obesitas pada pasien dengan asma bronkial dan pasien tanpa asma bronkial - Mengetahui perbedaan faktor jenis kelamin pada pasien dengan asma bronkial dan pasien tanpa asma bronkial

10 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai faktor-faktor risiko asma bronkial, sehingga dapat dilakukan intervensi dini sebagai upaya pencegahan. 2. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan penulis terutama mengenai faktor faktor risiko asma bronkial pada anak. 3. Bagi Peneliti Lain Memberikan informasi serta sebagai tambahan kepustakaan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan mengenai faktor risiko asma bronkial pada anak 4. Bagi Instansi (RSUD Dr.H. Abdul Moeloek) Memberikan informasi mengenai faktor-faktor risiko asma bronkial pada anak, agar dapat dilakukan upaya pencegahan asma bronkial pada pasien RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

11 E. Kerangka Pemikiran Kerangka Teori : Faktor Pejamu : - Riwayat atopi penderita - Riwayatatopi keluarga - Umur - Jenis kelamin - Etnis atau ras - Hiperesponsif jalan nafas Faktor Lingkungan : Kejadian Asma bronkial - Indoor alergen (binatang dan perabot rumah dll) - Outdoor alergen (dari tumbuhan dll) - sensitisasi lingkungan kerja - asap rokok - polusi udara - infeksi pernapasan (virus) - diet(kebiasaan makan) - status sosio-ekonomi dan - besarnya keluarga - Obesitas Gambar 1. Kerangka Teori (PDPI, 2003).

12 Kerangka Konsep : Berdasarkan uraian kerangka teori diatas, kerangka konsep yang di tetapkan tertera pada bagan sebagai berikut : Variabel Bebas Variabel Terikat Faktor Pejamu Riwayat atopi pasien Riwayat atopi keluarga Jenis kelamin Kejadian asma bronkial Faktor Lingkungan Binatang piaraan Asap rokok Obesitas Kasur kapuk Status ekonomi Gambar 2. Kerangka Konsep.

13 F. Hipotesis 1. Faktor riwayat atopi pasien lebih banyak pada pasien asma bronkial dibandingkan dengan pasien tanpa asma bronkial 2. Faktor riwayat atopi keluarga lebih banyak pada pasien asma bronkial dibandingkan dengan pasien tanpa asma bronkial 3. Faktor kepemilikan binatang piaraan lebih banyak pada pasien asma bronkial dibandingkan dengan pasien tanpa asma bronkial 4. Faktor paparan asap rokok lebih banyak pada pasien asma bronkial dibandingkan dengan pasien tanpa asma bronkial 5. Faktor penggunaan kasur kapuk lebih banyak pada pasien asma bronkial dibandingkan dengan pasien tanpa asma bronkial 6. Ekonomi rendah lebih banyak pada pasien asma bronkial dibandingkan dengan pasien tanpa asma bronkial 7. Penderita obesitas lebih banyak pada pasien asma bronkial dibandingkan dengan pasien tanpa asma bronkial 8. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak pada pasien asma bronkial dibandingkan dengan pasien tanpa asma bronkial