BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru-paru

BAB III RESUME KASUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Mycobacterium Tuberkulosis (KemenKes, 2014). Kuman tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDHULUAN. dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan mengawasi dan

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM TB PARU. Tuberkulosis adalah penyaki tmenular langsung yang disebabkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) : Kp. Kebon kelapa RT 06/04 Desa Cimandala, Kec. Sukaraja, Bogor Hari / Tanggal : Senin, 7 November 2016

UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang bersifat

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

I. PENENTUAN AREA MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: MEI FATMAWATI NIM:

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

INOVASI KEPERAWATAN PENCEGAHAN DAN PERAWATAN TBC ANAK. Perawatan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan merawat. Keperawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda. Faktor personal yang

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengawas Minum Obat (PMO) a. Pengertian PMO Menurut Depkes RI (1999) PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita tuberkulosis dalam meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga, tetangga, kader atau tokoh masyarakat atau petugas kesehatan. Pengawas Minum Obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin kepatuhan penderita untuk minum obat sesuai dengan dosis dan jadwal seperti yang telah ditetapkan. b. Tugas Pengawas Minum Obat Menurut Depkes RI (1999), seseorang yang telah ditunjuk menjadi PMO mempunyai kewajiban sebagai berikut : 1) Mengikuti pelatihan singkat dari petugas kesehatan mengenai penyakit atau bahayanya tuberkulosis, mengenai perlunya minum obat dengan teratur dan penyelesaian pengobatan sesuai jadwal, perlunya evaluasi dahak dan efek samping obat serta kapan harus meminta pertolongan. 2) Mengawasi minum obat harian di rumah.

3) Mencatat obat yang telah diminum dan mencatat keluhan yang dialami penderita. 4) Ikut serta dalam pengambilan obat berikutnya sebelum obat habis dan ikut dalam pemeriksaan dahak penderita. 5) Memberi motivasi ke penderita supaya tidak terjadi kegagalan berobat serta menjadi penyuluh kesehatan. 2. Peranan Keluarga sebagai PMO Menurut Mangunnegoro dan Suryatenggoro (1994) dalam pengawasan pengobatan, petugas kesehatan harus mengikutsertakan keluarga supaya pasien dapat berobat secara kontinyu. Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan penderita (Becher, 1997). Peran keluarga yang dapat dilakukan dalam perawatan penderita tuberkulosis di rumah yaitu sebagai PMO, pengawas penampungan dahak, mengawasi dan membantu membersihkan alat-alat makan dan minum penderita serta menepati janji kontrol (Noviadi, 1999). Perawatan penderita TB paru di rumah yang dapat dilakukan oleh keluarga meliputi : 1) Mengawasi anggota keluarga yang sakit untuk menelan obat secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan. 2) Mengetahui adanya gejala atau efek samping obat dan merujuk penderita kalau perlu. 3) Memberikan makanan yang bergizi.

4) Memberikan waktu istirahat kepada anggota keluarga yang sakit minimal 8 jam sehari. 5) Olah raga yang teratur di tempat yang berudara segar. 6) Memeriksakan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan ke 2, 5 dan 6. 7) Memodifikasi lingkungan yang dapat mendukung kesembuhan penderita TB paru antara lain mengupayakan rumah yang memenuhi syarat kesehatan, misalnya : mempunyai jendela atau ventilasi yang cukup, bebas debu rumah dan lantai tidak lembab. 3. Kepatuhan berobat a. Pengertian Kepatuhan Menurut Sackett dikutip Niven (2002), mendefinisikan kepatuhan pasien yaitu sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang di berikan profesional kesehatan. Kepatuhan berobat adalah tingkah perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan atau upaya untuk secara teratur menjalani pengobatan (Muzaham, 1995). Menurut penelitian Rusmani (2002) menyebutkan bahwa kepatuhan adalah suatu perbuatan untuk bersedia melaksanakan aturan pengambilan dan minum obat sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan (Depkes RI, 2002), sedangkan penderita yang

tidak patuh datang berobat dan minum obat bila frekuensi minum obat tidak dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2002). Menurut Snider dikutip Aditama (1997) menyatakan bahwa salah satu indikator kepatuhan penderita adalah datang atau tidaknya penderita setelah mendapat anjuran kembali untuk kontrol. Seorang penderita dikatakan patuh menjalani pengobatan apabila minum obat sesuai aturan paket obat dan ketepatan waktu mengambil obat sampai selesai masa pengobatan. Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih 3 hari 2 bulan dari tanggal perjanjian dan dikatakan drop out jika lebih dari 2 bulan berturutturut tidak datang berobat setelah dikunjungi petugas kesehatan (Depkes RI, 2002). b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Menurut teori Green dikutip Nukman (1997), perilaku kepatuhan berobat dipengaruhi oleh : 1) Faktor yang mendasar atau faktor yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi perilaku kepatuhan (predisposing factors) antara lain : a) Pengetahuan mengenai penyakitnya, sikap dan tekad untuk sembuh dari penderita. b) Tingkat pendidikan penderita. Makin rendahnya pengetahuan dan pendidikan penderita tentang bahaya penyakitnya, dan pentingnya berobat secara tuntas untuk

dirinya, makin besar pula bahaya penderita menjadi sumber penularan baik di rumah maupun di lingkungan sekitar (Entjang, 2000). 2) Faktor yang memperkuat atau faktor yang mendorong (reinforcing factors) antara lain adanya dukungan atau motivasi dari keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar. Menurut Becher (1997) dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan penderita. Program pengendalian penderita (case holding) berupa usaha pengobatan secara teratur sampai mencapai kesembuhan, salah satu upayanya adalah menentukan seorang pengawas bagi tiap penderita, dipilih dari anggota keluarganya yang berwibawa atau seseorang yang tinggal dekat rumah yang bertugas untuk memantau dan memotivasi penderita. 3) Faktor yang mendukung (enabling factors) antara lain : a) Tersedianya fasilitas kesehatan. b) Kemudahan untuk menjangkau sarana kesehatan. c) Keadaan sosial ekonomi atau budaya. Menurut penelitian Aditama (1997), menyebutkan bahwa lingkungan atau jarak yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan memberika kontribusi rendahnya kepatuhan, sebagian responden memilih fasìlitas kesehatan yang relatif dekat dengan rumahnya. Keadaan sosial ekonomi yang rendah dapat menghambat keteraturan berobat, hal ini dapat diperberat dengan jarak yang jauh dari pelayanan kesehatan sehingga memerlukan biaya transportasi.

Sementara itu menurut Niven (2002), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu: 1) Pemahaman klien terhadap instruksi. Jika klien paham terhadap intruksi yang diberikan padanya maka klien tidak dapat mematuhi intruksi tersebut dengan baik. Terkadang hal ini dapat di sebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, banyak menggunakan istilah medis dan banyak memberikan instruksi yang harus di ingat oleh klien. 2) Kualitas interaksi. Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan klien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan, dari hasil penelitiannya dikemukakan adanya kaitan yang erat antara kepuasan konsultasi dengan kepatuhan. 3) Keluarga. Keluarga dapat menjadikan faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga memberikan dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota yang sakit, serta menentukan keputusan untuk mencari dan mematuhi anjuran pengobatan. 4) Keyakinan, Sikap dan Kepribadian.

Klien yang tidak patuh adalah orang-orang yang mengalami depresi, ansietas, memiliki kekuatan ego lebih lemah dan kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. c. Mengurangi Ketidak Patuhan Menurut Dinicola dan DiMatteo dikutip Niven (2002), mengemukakan 5 rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien : 1) Menumbuhkan kepatuhan dengan mengembangkan tujuan kepatuhan. Klien akan dengan senang hati mengungkapkan tujuan kepatuhannya, jika pasien memiliki keyakinan dan sikap positif terhadap tujuan tersebut serta adanya dukungan dari keluarga dan teman terhadap keyakinannya tersebut. 2) Mengembangkan strategi untuk merubah perilaku dan mempertahankannya. Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap dirinya, evaluasi diri dan penghargaan tergadap perilaku yang baru tersebut. 3) Mengembangkan kognitif. Pengembangan kognitif tentang masalah kesehatan yang dialami, dapat membuat pasien menyadari masalahnya dan dapat menolong mereka berperilaku positif terhadap kepatuhan. 4) Dukungan sosial. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap program-program medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas yang

disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan terhadap ketidaktaatan. 1. Tuberkulosis a. Pengertian Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang tetapi dapat juga mengenai organ lain. b. Tanda dan Gejala Gejala utama tuberkulosis adalah batuk berdahak terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Tanda dan gejala tambahan lain berupa keluar dahak bercampur darah (batuk darah), sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan, berkeringat malam hari walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. c. Cara Penularan Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif, pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk kedalam tubuh manusia, kemudian kuman menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagaian tubuh lainnya.

d. Komplikasi Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut : 1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik dan tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial. 3) Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. 4) Pneumothorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian dan ginjal. Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu di rawat di rumah sakit. 2. Pengobatan Tuberkulosis a. Tujuan Pengobatan Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian,,mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan (Depkes RI, 1997). b. Prinsip Pengobatan Obat TBC di berikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya dalam keadaan perut kosong. Apabila paduan obat

yang di gunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan) kuman TBC dapat berkembang menjadi kuman yang kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu pengawasan langsung oleh PMO. Pada tahap intensif, penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut di berikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (Konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. c. Jenis dan Dosis OAT Paduan OAT yang dipakai, diprogram sesuai dengan rekomendasi WHO berupa pasuan OAT jangka pendek yang terdiri dari 3 kategori yaitu : kategori I, II, dan III, sesuai hasil uji BTA sputum dan pemeriksaan radiologi. Setiap kategori terdiri 2 fase pemberian yaitu fase awal (intensif) dan fase lanjutan ( intermitten). Berikut ini kategori OAT yang meliputi : 1) OAT kategori I a) Indikasi

(1) Diindikasikan untuk penderita TB Paru menular (baru ditemukan dan belum pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan) dan pada pemeriksaan dahaknya secara mikroskopis menunjukkan Basil Tahan Asam (BTA) positif 2 kali atau 3 kali pemeriksaan dahak. (2) Diindikasikan untuk penderita baru dengan BTA negatif, tetapi menunjukkan gejala positif pada pemeriksaan roentgen. b) Dosis (1) Fase awal Satu blister kombipak II, diminum setiap hari (intensif) terdiri dari : (a) Isoniazid @ 300 mg = 1 dosis/hari. (b) Rifampisin @ 450 mg = 1 dosis/hari. (c) Pirazinamid @ 500 mg = 3 dosis/hari. (d) Ethambutol @ 200 mg = 3 dosis/hari. Lama pengobatan 2 bulan, jumlah minum obat sebanyak 60 kali menelan obat dilanjutkan fase lanjutan 1 dosis harian kombipak III selama 3 kali selama 4 bulan berikutnya (54 kali menelan obat). (2) Fase lanjutan Satu blister kombipak III sehari, diminum 3 kali seminggu (intermiten) terdiri dari : (a) Isoniazid @ 300 mg = 2 dosis/hari. (b) Rifampisin @ 450 mg = 1 dosis/hari.

Selama pengobatan kategori I diharuskan menelan OAT secara teratur sesuai jadwal terutama pada fase awal pengobatan untuk menghindari terjadinya kegagalan pengobatan (setelah selesai jadwal rangkaian sesuai dengan aturan, pada pemeriksaan mikroskopis menunjukkan BTA positif) dan terjadi BTA positif lagi setelah dinyatakan sembuh dan diusahakan untuk menyelesaikan menelan OAT sesuai jadwal pengobatan selama 6 bulan (114 kali menelan obat). 2) OAT kategori II a) Indikasi Diindikasikan untuk penderita yang kambuh dan gagal pengobatan yaitu pada pemeriksaan dahaknya secara mikroskopis menunjukkan BTA positif setelah dinyatakan sembuh dari TB paru. b) Dosis dan komposisi OAT kategori II : (1) Fase awal atau intensif,,kombipak II terdiri dari : (a) Isoniazid (H) @ 300 mg = 1 dosis/hari. (b) Rifampisin (R) @ 450 mg = 1 dosis/hari. (c) Pirazinamid (Z) @ 500 mg = 3 dosis/hari. (d) Etahmbutol (E) @ 250 mg = 3 dosis/hari. Satu dosis harian kombipak II setiap hari selama 3 bulan (90 kali menelan obat). (e) Sterptomisin (S) = @ 0,75 gr = dosis/hari 0,5 vial injeksi diberikan selama 2 bulan pertama (60 kali suntikan).

(2) Fase lanjutan atau intermitten terdiri dari : (a) Isoniazid (H) @ 300 mg = 2 dosis/hari. (b) Rifampisin (R) @ 450 mg = 1 dosis/hari. (c) Ethambutol (E) 1200 mg = 2 dosis/hari @ 500 mg dan 1 dosis/hari 250 mg. Dalam 1 dosis harian kombipak IV, seminggu 3 kali selama 5 bulan (66 kali menelan obat). 3) OAT kategori III a) Indikasi Untuk penderita baru TB paru dengan BTA negatif dan radologi positif. b) Dosis (1) Pada fase awal. Satu dosis harian kombipak I setiap hari selama 2 bulan (60 kali menelan obat) yang terdiri dari : (a) Isoniazid (H) @ 300 mg = 1 dosis/hari. (b) Rifampisin (R) @ 450 mg = 1 dosis/hari. (c) Ethambutol (E) @ 500 mg = 3 dosis/hari. (2) Pada fase lanjutan Satu dosis harian kombipak III seminggu 3 kali selama 4 bulan (54 kali menelan) obat terdiri dari : (a) Isoniazid (H) @ 300 mg = 2 dosis/hari. (b) Rifampisin (R) @ 450 mg = 1 dosis/hari.

B. Kerangka teori Predisposing factors : - Pengetahuan - Pendidikan - Sikap Patuh Sembuh Reinforcing factors : - dukungan keluarga - motivasi keluarga - dukungan masyarakat Tingkat Kepatuhan miminum obat obat TBC TBC Kambuh Gagal Enabling factors : - Tersedia fasilitas - Sosial ekonomi - Jarak Tidak patuh Kematian Sumber penularan Pengobatan bertambah lama - Pemahaman terhadap instruksi - Kualitas interaksi - Keluarga - Sikap - Nilai - Keyakinan Sumber : Green Cit Nukman (1997), Niven ( 2002).

C. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Peran keluarga sebagai PMO Kepatuhan berobat Faktor-faktor yang mempengaruhi: - Pengetahuan, Pendidikan, Sikap - Dukungan keluarga,motivasi keluarga,dukungan masyarakat - Tersedia fasilitas, Sosial ekonomi, Jarak Keterangan: = Area Kerangka Konsep. = Area yang diteliti. D. Variabel Penelitian Variabel bebas dari penelitian ini adalah peran keluarga yaitu perilaku seseorang yang di harapkan bagaimana tiap anggota keluarga tersebut bertingkah laku, yang diperoleh secara tidak langsung melalui kebiasaan yang lazim untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga serta memberikan respon terhadap perubahan dalam keluarga (Bomar, 1992). Variabel terikatnya adalah kepatuhan, yaitu sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Sackett Cit Niven, 2002). E. Definisi Operasional 1. Peran Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO).

Yaitu penilaian responden terhadap perilaku seseorang yang masih ada hubungan kekerabatan dan tinggal serumah untuk memantau pengobatannya, yang telah di tunjuk dan di sepakati menjadi PMO pada saat responden dinyatakan menderita tuberkulosis. Cara mengukur peran PMO yaitu dalam hal : mengingatkan minum obat, membantu menyiapkan OAT, mencatat obat yang diminum dan keluhan yang dirasakan penderita, mengawasi minum obat, ikut serta dalam pengambilan obat, konsultasi dan menanggapi pelayanan kesehatan, serta memberikan motivasi dan saran kepada penderita untuk tetap patuh dan disiplin minum obat. Alat ukur menggunakan Rating scale, yang dikategorikan dengan skala nominal dengan 2 tingkat yaitu baik, dan tidak baik. 2. Kepatuhan berobat Yaitu perilaku atau perbuatan yang dilakukan oleh responden dalam mentaati jadwal pengobatan yang telah ditetapkan, meliputi pengambilan OAT pada fase awal (pengobatan dari bulan ke -1 sampai bulan ke- 2) dan fase lanjutan (pengobatan dari bulan ke- 3 sampai bulan ke- 6) di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang, dilihat kepatuhan kunjungan melalui kartu berobat penderita dari awal pengobatan sampai dengan akhir bulan ke-6 pada saat kunjungan dan dikategorikan dengan skala nominal, yaitu patuh dan tidak patuh. Dikatakan patuh (total complience) bila penderita berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan dan meminum obat secara teratur sesuai petunjuk. Sedangkan dikatakan tidak patuh (non complience) bila penderita mengalami putus berobat pada waktu yang telah ditetapkan.

A. Hipotesis Ada hubungan antara peran keluarga sebagai Pengawas Minum Obat dengan kepatuhan penderita tuberkulosis.