APLIKASI DATA INDERAJA DAN SIG UNTUK PERCEPATAN PENETAPAN BATAS ADMINISTRASI: Studi Kasus Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
ASPEK GEOSPASIAL DALAM DELINEASI BATAS WILAYAH KOTA GORONTALO: Studi Kasus dalam Pemutakhiran Data Batas Wilayah

BAB I PENDAHULUAN I.1

IMPLEMENTASI PERMENDAGRI NOMOR 76 TAHUN 2012 DALAM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA SECARA KARTOMETRIS

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perlunya peta dasar guna pendaftaran tanah

Azzam Ghozi Ahmad Zuharnen INTISARI. Kata kunci: batas desa, citra penginderaan jauh, metode kartometris

Arrafi Fahmi Fatkhawati Noorhadi Rahardjo

STUDI BATAS WILAYAH MENGGUNAKAN METODE KARTOMETRIK Studi Kasus: Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur. Ari Wahono 1)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Isfandiar M. Baihaqi

Abstrak PENDAHULUAN.

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

PENGGUNAAN TEKNOLOGI INDERAJA SEBAGAI MASUKAN DALAM PROSES PERENCANAAN TATA RUANG ( STUDI KASUS : RUTR KABUPATEN DATI II BANDUNG )

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

Pemetaan Desa. Untuk Percepatan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan. Prof. Hasanudin Z. Abidin Kepala Badan Informasi Geospasial

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

SIDANG TUGAS AKHIR RG

SISTEM INFORMASI GEOSPASIAL DESA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN.

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL RUPABUMI INDONESIA

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah

PEMETAAN PARTISIPATIF BATAS KELURAHAN DI KECAMATAN SUKOLILO KOTA SURABAYA


Latar Belakang. Penggunaan penginderaan jauh dapat mencakup suatu areal yang luas dalam waktu bersamaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Geodesi Undip Juli 2017

KAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III DESKRIPSI TEMPAT PLA DAN PELAKSANAAN PLA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bab III KAJIAN TEKNIS

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG

BAB I PENDAHULUAN I.1

Dr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim. BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang

PERANAN STRATEGIS PETADALAM PENETAPAN BATAS WILAYAH DESA

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

Jl Pasir Putih 1 Ancol Timur Jakarta Telp : (021) , Fax : (021)

Status Data RBI Skala 1: dan 1: Tahun Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial KEBIJAKAN SATU PETA

REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25

Mekanisme Persetujuan Peta untuk RDTR. Isfandiar M. Baihaqi Diastarini Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DENGAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang dapat diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. disampaikan dengan menggunakan perangkat komputer.

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KABUPATEN KLATEN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Dosen Pembimbing : Ir. Chatarina Nurdjati Supadiningsih,MT Hepi Hapsari Handayani ST, MSc. Oleh : Pandu Sandy Utomo

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

PENGELOLAAN DAS TERPADU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE. Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

Management and Distribution of Geospatial Information in Indonesia

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

Transkripsi:

APLIKASI DATA INDERAJA DAN SIG UNTUK PERCEPATAN PENETAPAN BATAS ADMINISTRASI: Studi Kasus Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia (Remote Sensing Data and GIS Application for Accelerating Administration Boundaries Delimitation: Case Study Central Kalimantan Province, Indonesia) Niendyawati 1 dan Lulus Hidayatno 2 1 Pusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama, Badan Informasi Geospasial 2 Pusat Pemetaan Batas Wilayah, Badan Informasi Geospasial Jl. Raya Jakarta Bogor Km. 46, Cibinong 16911 E-mail: niendya_salam@yahoo.co.id Diterima (received): 24 Desember 2014; Direvisi (revised): 13 Maret 2015; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 1 April 2015 ABSTRAK Sebagai konsekuensi adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah semakin bertambahnya jumlah pemerintah daerah karena pemekaran wilayah. Hal ini berimplikasi pada bertambahnya segmen batas antar daerah. Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa batas antar daerah di seluruh Indonesia belum semua ditegaskan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Oleh karena itu perlu dilakukan percepatan penetapan batas antar daerah, dimana hal ini juga menjadi agenda prioritas pemerintahan yang baru. Salah satu alternatif dalam percepatan penetapan batas adalah dengan memanfaatkan data inderaja dan Sistim Informasi Geografis (SIG), menggunakan metode kartometris. Data inderaja yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dan citra SPOT 5 yang telah dilakukan proses ortorektifikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi secara teknis segmen batas antar provinsi dan menguji pemanfaatan citra inderaja dan SIG dalam membantu percepatan penetapan batas administrasi antar provinsi di Kalimantan Tengah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan citra SPOT 5 dan SRTM dengan metode kartometris membantu mempercepat proses penetapan batas antar provinsi di Kalimantan Tengah. Oleh karena itu metode ini sangat direkomendasikan dalam upaya percepatan pemetaan batas administrasi. Percepatan penetapan batas berkontribusi dalam mempercepat pembentukan kepastian hukum dan mengurangi konflik horizontal di Indonesia. Kata kunci: citra inderaja, SIG, metode kartometris, batas administrasi ABSTRACT Enactment of the Law No. 23 Year 2014 on Regional Government gives consequence on the increasing number of local governments due to regional administrative growth. This condition brings implications to an increase on boundaries segment between regions. The Ministry of Home Affair stated that the boundaries between regions throughout Indonesia have not been completely confirmed by Minister of Home Affair Regulatory. Therefore, it is necessary to accelerate the establishment of boundaries between the regions, where it has also become a priority agenda of the new government. One alternative on accelerating the boundaries delimitation is by utilizing remote sensing data and Geographical Information Systems (GIS), using cartometric method. Remote sensing data used in this study were orthorectified Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) data and SPOT 5 imagery. The aim of this study was to identify technical boundary segments between provinces and evaluate the use of remote sensing imagery and GIS for accelerating the determination of administrative boundaries between provinces in Central Kalimantan Province. Results of this study indicated that the use of SPOT 5 imagery and SRTM data using cartometric method could speed up the process of boundaries delimitations between provinces in Central Kalimantan. Therefore, this method is recommended to accelerate the administrative boundaries mapping. The acceleration of the delimitation contributes to speed up the establishment of legal certainty of the boundaries and reduce horizontal conflicts in Indonesia. Keywords: remote sensing imagery, GIS, cartometric method, administration boundary. PENDAHULUAN Sejalan dengan visi misi pemerintahan yang baru, yaitu terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong, serta sejalan dengan Sembilan Agenda Prioritas yang tercantum dalam Nawa Cita, maka peran informasi geospasial sangat penting dalam 89

Majalah Ilmiah Globë Volume 17 No. 1 Juni 2015: 089-095 perencanaan pembangunan dan sebagai alat bantu dalam membuat keputusan. Kebutuhan data dan informasi geospasial antara lain untuk membangun dan menata wilayah NKRI dimana pembangunan akan diprioritaskan pada wilayah pinggiran, desa, daerah terluar dan kawasan timur. Dengan agenda membangun infrastruktur, sarana prasarana dan menghilangkan diskriminasi pembangunan kewilayahan. Untuk itu Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai penyedia data dan informasi geospasial harus meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya agar menghasilkan informasi yang tepat, cepat dan akurat. Selain itu, sebagai konsekuensi lahirnya UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, adalah semakin bertambahnya jumlah pemerintah daerah karena banyak terjadi pemekaran wilayah. Hal ini berimplikasi pada bertambahnya segmen batas antar daerah. Hingga saat ini batas antar daerah baik batas darat, batas laut bahkan batas udara di seluruh Indonesia belum tuntas. Oleh karena itu perlu dilakukan percepatan penetapan batas terutama antar daerah yang termasuk agenda prioritas pemerintahan yang baru. Salah satu metode alternatif dalam membantu mempercepat proses menuju penetapan batas daerah adalah melalui pemanfaatan citra inderaja dan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan metode kartometris. Metode ini dilakukan dengan mengacu pada Permendagri Nomor 76 Tahun 2012. Metode kartometris adalah penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran/penghitungan posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayah menggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagai pelengkap. Peta kerja yang dimaksud dibuat dengan menggunakan dasar peta RBI yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial. Sedangkan peta-peta atau informasi geospasial lainnya dapat menggunakan citra inderaja sebagai pendukung. Kemampuan citra inderaja untuk identifikasi dan monitoring permukaan bumi dan kondisi lingkungan, sudah tidak diragukan lagi hingga saat ini (Pisharoty, 1983). Citra resolusi tinggi memiliki kedetailan obyek dan kejelasan bentuk geometri serta memiliki keunggulan dalam menangkap obyek secara detail, akan sangat diperlukan untuk penetapan dan penegasan batas desa secara kartometris (Riadi, 2013). Tujuan dari penelitian ini adalah (1) melakukan identifikasi secara teknis segmen batas antar provinsi di Kalimantan Tengah; (2) melakukan evaluasi pemanfaatan citra inderaja untuk percepatan penetapan batas provinsi di Kalimantan Tengah. Diharapkan adanya upaya percepatan pemetaan batas administrasi antar daerah ini dapat membantu mempercepat pembentukan kepastian hukum dan mengurangi konflik horizontal (Adler, 1995; Blake, 1995a; 1995b). METODE Data yang digunakan pada penelitian ini adalah Peta RBI skala 1:50.000, citra SPOT 5 dan SRTM, koordinat pilar-pilar batas, dokumen yuridis seperti Undang-undang Pembentukan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri, berita acara pelacakan dan dokumen-dokumen batas dari daerah. Sedangkan lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1 dan segmen batas administrasi tersaji pada Tabel 1. Metode yang digunakan dalam pemetaan penetapan batas provinsi adalah menggunakan metode kartometris yang didasarkan dari aspek teknis dan aspek legal mengacu pada Draft RSNI Pelacakan Batas Wilayah Administrasi Provinsi dan Kabupaten/Kota seperti tersaji pada Gambar 2. Analisis dari aspek teknis berupa interpretasi dan analisis citra inderaja dan SIG (Jung & Elwood, 2010), serta pelacakan dari peta RBI. Sedangkan analisis dari aspek legal berupa pelacakan atau ajudikasi batas daerah yang dilengkapi dengan berbagai dokumen yuridis, dilengkapi dengan survey lapangan dan klarifikasi dengan pemerintah dan masyarakat setempat. Kemudian setelah proses penetapan batas secara kartometris selesai, dilakukan evaluasi terhadap pemanfaatan citra inderaja dalam rangka membantu percepatan penetapan batas provinsi di Kalimantan Tengah. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara metode konvensional dan metode kartometris. Gambar 1. Lokasi penelitian Tabel 1. Tabel Keterangan Segmen Batas Administrasi Lokasi Penelitian. No Batas Keterangan 1. Segmen 1 Batas antara Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Barat 2. Segmen 2 Batas antara Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Barat 3 Segmen 3 Batas antara Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Timur 4 Segmen 4 Batas antara Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Timur 5 Segmen 5 Batas antara Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Selatan 90

CITRA SPOT PENYIAPAN DATA DAN DOKUMEN PEMBENTUKAN DAERAH, LAMPIRAN PETA, dilengkapi dengan berita acara SRTM/DEM ORTHO- RECTIFICATION PETA RUPA BUMI INDONESIA ORTHO-RECTIFIED IMAGERY DELINIASI SEGMEN BATAS BERBASIS DATA TERPADU (CITRA, RBI, SRTM) Evaluasi pemanfaatan data inderaja dan SIG Aspek Teknis PETA KERJA PELACAKAN/AJUDIKASI BATAS (DRAFT) Aspek Legal PELACAKAN/AJUDIKASI GARIS BATAS BATAS DENGAN DAERAH SECARA KARTOMETRIS TIDAK CEK LAPANGAN YA BASISDATA SEGMEN BATAS PETA KORIDOR BATAS Proses selanjutnya merupakan wewenang Kemendagri sampai dengan terbit Peraturan Menteri Gambar 2. Diagram alir penelitian. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Secara garis besar pelaksanaan kegiatan adjudikasi batas pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Persiapan terdiri dari persiapan administrasi dan persiapan teknis. 2. Pengumpulan data dan bahan kajian Pengumpulan data dan bahan kajian terdiri dari peta dasar/rbi, peta kewilayahan, citra inderaja yang akan digunakan (SPOT 5 dan SRTM), dokumen terkait batas (Staatsblad, nota residen, Undang-undang pembentukan daerah, atau kesepakatan-kesepakatan yang pernah ada termasuk peta-peta kesepakatan mengenai batas wilayah, peta minit/minuteplan. 3. Pengolahan citra Proses pengolahan citra inderaja dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pra-pemrosesan dan pemrosesan citra. Pra-pemrosesan citra terdiri dari proses akuisisi citra dan koreksi citra yaitu koreksi radiometrik dan koreksi geometrik citra. Pada proses akuisisi citra perlu dipertimbangkan jenis dan format citra yang digunakan yaitu citra dengan format yang siap untuk diproses secara digital (image processing) dengan ukuran 16 sampai dengan 32 bit, dan format data (Geotiff, BILL, BSQ, atau BIP). Selanjutnya koreksi radiometrik citra dilakukan untuk mengurangi efek kesalahan akibat radiometri, seperti kesalahan respon detektor dan efek atmosfer (Jensen, 1986). Metode koreksi radiometrik 91

Majalah Ilmiah Globë Volume 17 No. 1 Juni 2015: 089-095 bermacam-macam, seperti histogram equalization, stretching, koreksi radiometri dan shadow resampling (Teillet, 1986). Sementara itu, koreksi geometri citra dilakukan untuk memperbaiki kesalahan geometri sebagai akibat dari orbit satelit dan proyeksi peta. Koreksi geometri pada penelitian ini adalah penyesuaian sistem koordinat citra terhadap sistem koordinat peta atau koordinat nasional (WGS 84). Metode yang dimaksud image to map register, dengan peta RBI skala yang memadai sebagai master correction. Citra juga terkoreksi terhadap data ketinggian karena diperlukan juga untuk kontrol vertikal (ketinggian). Data ketinggian menggunakan data SRTM yang memadai (Farr & Kobrick, 2000), (Yang et al., 2011). Sehingga output citra final berupa citra yang terkoreksi baik secara horisontal maupun vertikal (Ortho Rectified Imagery/ORI). Citra yang telah terkoreksi siap untuk diproses untuk digunakan dalam identifikasi dan ekstraksi informasi. Pemrosesan citra yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari cropping image (AOI) sesuai lokasi kegiatan, overlay data citra, data topografi dan data kewilayahan, dan analisis untuk updating segmen batas wilayah berbasis citra. 4. Delineasi teknis segmen batas terpadu Delineasi teknis segmen terpadu ini dilakukan dengan metode overlay antara citra dan data kewilayahan untuk dilakukan analisis guna mendapatkan data kewilayahan yang terupdate. 5. Klarifikasi dengan daerah a. Klarifikasi dilakukan dengan cara pertemuan teknis berupa konsultasi dan diskusi, dengan Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Provinsi Kalimantan Barat, terutama untuk melakukan Ajudikasi di atas Peta dengan aparat Provinsi mengenai hasil analisa, termasuk menyampaikan juga data dasar yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan analisa segmen batas. b. Kegiatan ini sekaligus sebagai bentuk ajudikasi segmen batas di atas peta. Pelaksanaan dilakukan dalam bentuk working group dengan peserta dari daerah. c. Hasil akhir berupa klarifikasi dan notulensi rapat, yang merupakan bahan koreksi terhadap hasil analisa sementara. 6. Evaluasi pemanfaatan data inderaja dan SIG Pada tahapan ini dilakukan evaluasi pemanfaatan data inderaja untuk penetapan batas wilayah. Evaluasi terhadap penggunaan waktu dan tenaga yang digunakan dibandingkan antara metode konvensional dengan kartometris. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini berupa evaluasi pemanfaatan data inderaja (SPOT 5 dan SRTM) untuk penarikan batas administrasi provinsi dan Peta Koridor yang merupakan hasil identifikasi teknis batas secara kartometris di Kalimantan Tengah. Pemrosesan dan analisa data untuk penentuan batas provinsi dilakukan secara terpadu terhadap data dasar yang terdiri dari peta dasar (RBI skala 1:50.000), citra SPOT 5, dan data pendukung lainnya. Data pendukung ini berupa peta hasil kegiatan penarikan batas daerah, lampiran undang-undang terkait pembentukan daerah dan berita acara. Delineasi batas wilayah administrasi mendasarkan pada batas yang mengacu pada feature alam dan batas yang mengacu pada feature kenampakan buatan manusia. Analisa SIG pada penentuan batas dengan metode kartometris ini diperlukan dalam proses ajudikasi yang dilakukan dengan tumpang susun (overlay) peta RBI, citra inderaja dan data ketinggian yang dilakukan secara kartometris. Prinsip-prinsip bentang alam digunakan sebagai acuan batas alam (thalweg, igir bukit) dan bentang buatan manusia (man made) dijadikan pertimbangan utama dalam kegiatan ajudikasi batas ini. Secara prinsip, proses ajudikasi dilakukan dengan dua pendekatan teknis yaitu melakukan delineasi/klarifikasi batas terhadap kenampakan batas yang sudah ada (existing feature) dan melakukan delineasi/klarifikasi batas terhadap kenampakan batas baru (new feature). Masing-masing pendekatan mempunyai karakteristik sebagai berikut : a. Delineasi/klarifikasi feature batas mendasarkan pada karakteristik buatan manusia (man made characteristic); b. Delineasi/klarifikasi feature batas mendasarkan pada karakteristisk bentang alam (landform characteristic); c. Delineasi/klarifikasi feature batas mendasarkan pada ketentuan lain). Dalam melakukan delineasi batas juga digunakan beberapa pertimbangan yaitu garis batas indikatif yang sudah ada pada peta RBI skala 1:50.000, data batas hasil kajian daerah, koordinat pilar-pilar batas dan pilar kontrol batas hasil penegasan batas daerah yang sudah dikerjakan. Pada penelitian ini, delineasi batas untuk daerah yang relatif datar menggunakan pertimbangan batas administrasi yang ada pada peta RBI dan hasil kajian daerah, citra optis SPOT 5. Unsur alam seperti sungai serta unsur buatan manusia yang ditampilkan dari citra SPOT 5 ditambah informasi toponimi memudahkan proses analisa untuk delineasi batas. Pada beberapa bagian dimana sudah ada penegasan batas pada segmen tertentu, serta sudah tersedia pilar batasnya, maka koordinat pilar batas diplotkan kedalam peta kerja tersebut, kemudian delineasi garis batas dilakukan berdasarkan pilar-pilar yang sudah disepakati. Penentuan batas wilayah dengan menggunakan metode kartometris memerlukan data dukung yang lebih lengkap dibanding metode konvensional. Pada daerah datar, selain menggunakan citra inderaja perlu dibantu dengan 92

informasi toponimi dan data pilar yang sudah diplotkan pada peta kerja. Sedangkan pada daerah perbukitan/pegunungan memerlukan bantuan analisis watershed berupa data kontur dan jaringan sungai disertai kenampakan 3 dimensi untuk mempermudah penarikan garis. Contoh penggalan hasil delineasi penentuan garis batas dapat dilihat pada Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6. Penarikan batas administrasi dengan memanfaatkan data inderaja dan SIG pada penelitian ini menunjukkan bahwa proses penarikan batas wilayah dengan metode kartometris lebih cepat dibandingkan dengan metode konvensional. Penentuan batas wilayah dengan metode konvensional dilakukan dengan pemasangan pilar sebagai pemberian tanda batas di lapangan. Gambar-3.-Delineasi daerah perbukitan menggunakan 3D view. Gambar 4. Delineasi batas di daerah datar. yang diperlukan untuk memasang 20 pilar batas rata-rata memerlukan waktu 1 bulan. Sedangkan, jumlah pilar yang akan dipasang tergantung keperluan di lapangan dan sesuai kesepakatan dengan para pemangku kepentingan. Pilar batas dipasang terutama pada posisi wilayah yang mempunyai potensi konflik. Proses pemasangan pilar memerlukan personil tidak sedikit termasuk tenaga kerja lokal. Sementara itu, penentuan batas dengan metode kartometris dilakukan di atas peta kerja yang berupa citra inderaja yang telah diolah dan ditumpangsusunkan dengan citra SRTM dan peta kontur sehingga membentuk kenampakan 3 dimensi. Garis batas diidentifikasi dan didelineasi berdasarkan objek yang tergambar pada citra, sehingga waktu yang diperlukan relatif lebih cepat. Disamping itu, kendala geografis yang menjadi hambatan pada pemasangan pilar batas secara konvensional seperti tebing yang tinggi, sungai dan lokasi yang terpencil dapat diatasi. Penggunaan metode kartometris ini juga tidak memerlukan personil yang terlalu banyak. Namun, hal yang terpenting tentang personil adalah ketersediaan tenaga ahli yang menguasai pengetahuan tentang topografi dan prinsip-prinsip batas wilayah. Penentuan batas wilayah secara kartometris juga memerlukan pengecekan lapangan. Namun pengecekan lapangan hanya dilakukan pada titik yang meragukan dan memerlukan kepastian batas secara langsung di lapangan. Pemanfaatan citra SPOT 5 termasuk salah satu data inderaja resolusi spasial tinggi (Lillesand,1999) pada penelitian ini telah sesuai untuk menghasilkan peta koridor berskala 1:50.000. Peta Koridor Batas Provinsi Kalimantan Tengah yang dihasilkan terdiri dari Peta Koridor 1 dan 2 batas antara Provinsi Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Timur; Peta Koridor 3 dan 4 batas antara Provinsi Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Barat; Peta Koridor 5 batas antara Provinsi Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Selatan. Salah satu dari peta koridor batas wilayah administrasi ini dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar-5.-Delineasi batas pada daerah pegunungan dan di-overlay dengan data kontur. Pemasangan pilar batas ini bisa memerlukan waktu berbulan-bulan. Sebagai ilustrasi, waktu Gambar-6.-Delineasi batas pada daerah pegunungan dan di-overlay dengan sungai. 93

Majalah Ilmiah Globë Volume 17 No. 1 Juni 2015: 089-095 Gambar 7. Peta koridor batas antara Provinsi Kalimantan Tengah dengan Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan hasil penelitian aplikasi metode kartometris ini dapat diketahui bahwa metode ini lebih efisien dari segi waktu, tenaga dan biaya, dibandingkan dengan metode konvensional. Permendagri No.76 tahun 2012 sebagai pengganti Permendagri No.1 tahun 2006 mendukung aplikasi dari metode ini dengan menyatakan bahwa penegasan batas daerah tidak selalu harus berdasarkan pelacakan fisik di lapangan. Dengan demikian metode kartometris ini merupakan salah satu upaya percepatan penentuan dan penegasan batas administrasi di Indonesia. Upaya percepatan penetapan batas antar daerah akan mempercepat terbentuknya kepastian hukum bagi daerah mengenai batas wilayahnya dan berimplikasi pada pengurangan konflik horizontal. Hasil kajian penentuan batas secara kartometris ini merupakan visualisasi rekonstruksi batas di lapangan, dimana telah memadukan informasi geospasial dengan data yuridis sehingga dapat dijadikan sebagai hasil kajian teknis untuk masukan kepada Kementerian Dalam Negeri. KESIMPULAN Data inderaja resolusi tinggi yang dipadukan dengan pemodelan 3 dimensi memudahkan identifikasi obyek, memberikan gambaran di lapangan lebih baik, dan mampu mengatasi kendala geografis di lapangan sehingga membantu mempermudah penarikan batas di atas peta kerja. Sedangkan penentuan batas wilayah administrasi dengan metode konvensional memerlukan waktu yang sangat panjang karena harus dilakukan pemasangan pilar batas secara fisik di lapangan. Bisa dikatakan bahwa metode kartometris dengan menggunakan data inderaja menghasilkan efisiensi waktu, tenaga, dan biaya jika dibandingkan menggunakan metode konvensional. Meskipun demikian, aplikasi menggunakan metode kartometris memerlukan data pendukung yang lengkap, baik teknis maupun yuridis. Diskusi dan klarifikasi dengan stakeholder terkait, tetap diperlukan agar dicapai kesepakatan yang diterima oleh masing-masing pihak. Secara umum pemanfaatan data inderaja dan SIG dalam proses penegasan batas sangat membantu mempercepat proses delineasi batas, sehingga metode ini sangat direkomendasikan dalam mempercepat proses penegasan batas baik batas desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga batas negara, dengan memperhatikan pemilihan data inderaja yang sesuai dengan resolusi atau kedetilan informasi yang diinginkan. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih penulis sampaikan kepada Pusat Pemetaan Batas Wilayah yang telah memberikan konstribusi data yang sangat bernilai, juga kepada Pusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama, BIG atas dukungan dan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan penulisan jurnal ini hingga selesai. 94

DAFTAR PUSTAKA Adler, R. (1995). International land boundary database. Surveying & Land Information System, 55(4), 212 216. BIG. (2013), Kerangka Acuan Kerja Ajudikasi dan Pembuatan Peta Koridor Batas Kabupaten/Kota, Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial, Cibinong. BIG. (2013). Draft RSNI Pelacakan Batas Wilayah Administrasi Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial, Cibinong. Blake, G. (1995). The Depiction of International Boundaries on Topographic Maps. Boundary and Security Bulletin, 3(1), 44 50. Blake, G. (1995). The mapping of international boundaries. Bulletin - Society of University Cartographers, 28(2), 1 7. Farr, T. G., & Kobrick, M. (2000). Shuttle radar topography mission produces a wealth of data. Eos, Transactions American Geophysical Union. Jensen, J. R. (1986). Introductory Digital Image Processing: A Remote Sensing Perspective. Prentice Hall, Englewood Cliffs, Ney Jersey 07632 Jung, J. K. & Elwood, S. (2010). Extending the Qualitative Capabilities of GIS: Computer-Aided Qualitative GIS. Journal Transactions in GIS. 14(1) 63-87. Kemendagri. (2007). Permendagri No.1 tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, Departeman Dalam Negeri, Jakarta. Kemendagri. (2012), Permendagri No. 76 tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, Kementrian Dalam Negeri, Jakarta. Lillesand, T. M., & Kiefer, R. W. (1999). Remote Sensing and Image Interpretation (4th ed.). John Wiley & Sons,Inc, United States of America. Pisharoty, P. R. (1983). Introduction to remote sensing. Proceedings of the Indian Academy of Sciences Section C: Engineering Sciences, 6, 97 107. doi:10.1007/bf02842927. Riadi, B. (2013). Penegasan Batas Wilayah Secara Kartometris, Proceeding FIT ISI page VI.79-852013 Tema: Peran Geospasial Dalam Pengelolaan Sumber Daya Agraria Secara Berkelanjutan. Teillet, P. M. (1986). Image correction for radiometric effects in remote sensing. International Journal of Remote Sensing, 7(12), 1637-1651. Yang, L., Meng, X., & Zhang, X. (2011). SRTM DEM and its application advances. International Journal of Remote Sensing. 32(14). doi:10.1080/01431161003786016. 95