8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri

9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perdagangan antar wilayah, sehingga otomatis suatu daerah akan membutuhkan

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi telah meningkatkan permintaan energi. Pada mulanya. manusia memenuhi kebutuhan energi mereka dengan daya otot,

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

AKSELERASI PEMBANGUNAN DAN RESIDU PERUBAHAN DI JAWA BARAT

Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

145 8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN Agroindustri kerapu budi daya terdiri atas rangkaian kegiatan usaha yang saling bergantung satu dengan yang lainnya, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen. Sebagaimana dapat dilihat di diagram pada Lampiran 5, usaha pembenihan akan berkembang apabila usaha pembesaran yang menggunakan benih juga berkembang. Sebaliknya, usaha pembesaran membutuhkan pasokan dari pembenihan. Selanjutnya usaha pembesaran membutuhkan pembeli, yaitu usaha pascapanen (merangkap pedagang pengumpul ikan hidup) dan demikian pula sebaliknya. Kelemahan pada salah satu mata rantai dapat mengakibatkan tidak bekerjanya sistem secara keseluruhan. Sebagai contoh, keengganan para pelaku usaha untuk memasuki segmen usaha pembesaran karena sulitnya mencari lahan perairan yang bebas dari gangguan polusi maupun keamanan akan mengakibatkan tidak terjualnya benih ikan yang dihasilkan oleh pembenihan. Sebaliknya tidak diproduksinya benih ikan akibat kondisi alam yang kurang mendukung akan mengakibatkan terhentinya usaha pembesaran dan pascapanen. Selain masalah keterkaitan antar kegiatan usaha, permasalahan penting lainnya dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya adalah kecenderungan terjadinya produksi yang berlebih terdorong oleh keinginan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya karena harga jual ikan kerapu yang tinggi. Kecenderungan ini dapat terjadi karena permintaan pasar ikan kerapu hidup masih terbatas pada pasaran Hong Kong, sedangkan pemasok ikan kerapu ke pasar tersebut terdiri atas berbagai negara di kawasan Asia Tenggara dan Australia. Produksi yang berlebih terhadap ikan kerapu jenis tertentu akan mengakibatkan penurunan harga kerena berlebihnya suplai di pasaran. Kecenderungan berlebihnya pasokan di pasaran terlihat dari menurunnya harga jual ikan kerapu yang lebih banyak ditentukan oleh pembeli (buyer s market). Masalah potensial lainnya yang dapat menghambat perkembangan agroindustri kerapu budi daya adalah adanya ketimpangan pendapatan antar mata rantai kegiatan usaha satu dengan yang lainnya. Ketimpangan tersebut dapat mengakibatkan kurang diminatinya mata rantai usaha yang kurang menguntungkan atau memiliki tingkat risiko yang tinggi. Terhambatnya

146 perkembangan pada salah satu mata rantai dapat mengakibatkan terhambatnya perkembangan sistem agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan. Memperhatikan permasalahan tersebut di atas maka diperlukan upaya untuk menata dan memperkuat struktur agroindustri kerapu budi daya sehingga terbentuk keterkaitan yang erat antar subsistem yang terlibat di dalamnya. Model dinamik dirancang bangun untuk menggambarkan perilaku agroindustri kerapu budi daya, dan dengan menggunakan model tersebut dapat disimulasikan dinamika yang terjadi pada sistem akibat adanya perubahan pada komponen sistem tersebut. Proses simulasi telah dilaksanakan pada bab terdahulu yaitu optimasi perencanaan kapasitas agroindustri kerapu budi daya yang sesuai dengan kapasitas pasar dan simulasi distribusi keuntungan antar subsistem produksi. 8.1 Perencanaan Kapasitas Produksi Agregat Berdasarkan hasil simulasi telah dapat diketahui kapasitas produksi maksimum pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen yang harus dikembangkan untuk mengantisipasi permintaan pasar. Analisis tersebut dilakukan khusus untuk ikan kerapu macan dan khusus untuk pasar Hong Kong. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh tiga perhitungan kecenderungan permintaan pasar yaitu berdasarkan skenario optimistik, skenario moderat, dan skenario pesimistik untuk tiga subsistem usaha, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen (Tabel 35). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa apabila permintaan pasar mengikuti kecenderungan sesuai dengan skenario optimistik dibutuhkan produksi sebanyak 1.938.144 benih kerapu macan per tahun, pembesaran sebanyak 1.596.516 ekor per tahun dan produksi pascapanen/pemasaran sebanyak 1.271.976 ekor per tahun. Perhitungan ini dapat dilakukan untuk jenis-jenis kerapu lainnya seperti kerapu bebek, kerapu lumpur, kerapu sunu, dan kerapu malabar yang tersdia informasinya. Peningkatan keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya Indonesia terhadap negara pesaing, selain dengan menentukan kapasitas produksi yang optimal sesuai dengan permintaan pasar adalah dengan menetapkan spesies ikan kerapu yang merupakan keunggulan komparatif Indonesia. Secara alami Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di daerah tropis yang sesuai untuk jenis ikan kerapu tertentu. Untuk itu perlu perlu pengkajian yang lebih

147 mendalam untuk memilih spesies kerapu yang menjadi unggulan Indonesia. Dengan menentukan spesialisasi produk, maka upaya penciptaan keunggulan kompetitif sektor perikanan laut, khususnya ikan kerapu, melalui pemfokusan kegiatan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan. Hasil analisis ini dapat dijadikan dasar bagi kebijakan boleh atau tidaknya ekspor benih. Apabila berdasarkan hasil simulasi diperoleh informasi bahwa pada musim tertentu kapasitas produksi benih melebihi kemampuan budi daya untuk menyerap benih, maka dapat dilakukan ekspor benih. Sebaliknya apabila kapasitas produksi kurang dari kebutuhan maka dilakukan pelarangan ekspor. Perencanaan kapasitas produksi agroindustri kerapu budi daya secara makro nasional diperlukan untuk menghindarkan terjadinya produksi yang melampaui kemampuan pasar untuk menyerapnya, terlebih pada komoditi ikan kerapu yang diperdagangkan dalam keadaan hidup dan memiliki pasar yang sebagian besar ditujukan ke pasar Hong Kong. Informasi tentang kapasitas produksi maksimal selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi perencanaan pengembangan produksi ikan kerapu. Informasi tentang penyerapan ikan kerapu di pasaran Hong Kong dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari informasi tersebut terlihat bahwa paling tidak ada 7 jenis ikan kerapu asal Indonesia yang diperjual-belikan di pasaran Hong Kong. Dilihat dari volumenya, impor Hong Kong tersebut memperlihatkan kecenderungan meningkat. Untuk kerapu macan, volume impor dari Indonesia meningkat dari 2.280 kg/bulan pada awal tahun 2002 menjadi 33.140 kg/bulan pada pertengahan tahun 2006. Berdasarkan hasil proyeksi, melalui skenario optimistik, maka volume impor ikan kerapu macan hidup dari Indonesia akan mencapai 51.807 kg/bulan pada akhir tahun 2008. Apabila dilihat dari semua jenis kerapu hidup yang diimpor Hong Kong dari Indonesia, maka angka impor tersebut meningkat dari 78.655 kg/bulan pada awal tahun 2003 menjadi 95.293 kg/bulan pada pertengahan tahun 2006 dan diproyeksikan menjadi sebesar 119.706 kg/bulan pada akhir tahun 2008. Informasi mengenai volume impor kerapu Hong Kong asal Indonesia tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam memperkirakan seberapa besar kapasitas produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen ikan kerapu macan yang dapat dikembangkan di Indonesia. Besarnya kapasitas produksi tersebut belum memperhitungkan ekspor kerapu ke negara lain dan juga angka ekspor yang tidak tercatat.

148 8.2 Pemerataan Distribusi Keuntungan Tingkat profitabilitas ketiga pelaku usaha dalam agroindustri kerapu budi daya mengalami ketimpangan. Ketimpangan ini terjadi karena karakter kegiatan usahanya yang lebih rentan terhadap risiko kegagalan dan membutuhkan investasi yang cukup besar. Berdasarkan hasil simulasi, kegiatan pembenihan memiliki tingkat risiko yang tinggi. Apabila hal ini dibiarkan maka ada kecenderungan pelaku usaha untuk menghindari kegiatan tersebut yang akhirnya merugikan industri secara keseluruhan karena terputusnya mata rantai industri. Alternatif jalan keluar yang mungkin dilakukan adalah melalui intervensi pemerintah, dimana segmen usaha yang memiliki risiko tinggi diambil alih oleh pemerintah. Hal ini dimungkinkan karena beberapa pembenihan kerapu yang dinilai berhasil berada di bawah pengelolaan pemerintah, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan. Untuk menyelamatkan agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan, maka pemerintah perlu mensubsidi kegiatan usaha tersebut. Dapat pula dilakukan langkah bahwa pihak swasta tetap menangani pembenihan, namun diberi subsidi oleh pemerintah. Dapat juga, segmen kegiatan tertentu seperti pemeliharaan induk ditangani oleh pemerintah dan pembenih swasta boleh menggunakan induk yang disediakan pada saat diperlukan. Berdasarkan hasil simulasi telah dapat diketahui variabel-variabel mana yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat keuntungan pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Untuk subsistem pembenihan, faktorfaktor teknis yang sangat berpengaruh terhadap keuntungan adalah produktivitas induk (fekunditas dan frekuensi memijah) dan sintasan benih. Untuk faktor ekonomis, maka faktor yang berpengaruh adalah harga jual benih dan biaya produksi per unit benih. Untuk subsistem pembesaran, faktor teknis yang berpengaruh adalah sintasan ikan, kecepatan tumbuh ikan (lama pemeliharaan), dan padat penebaran, sedangkan faktor ekonomis yang menentukan keuntungan adalah harga jual ikan hasil pembesaran, harga benih, dan biaya produksi. Untuk subsistem pascapanen, faktor teknis yang berpengaruh adalah sama dengan subsistem pembesaran, sedangkan faktor ekonomis penentu keuntungan adalah harga jual ikan pascapanen, harga beli ikan, dan biaya pemeliharaan.

149 Melalui intervensi pemerintah dapat dilakukan upaya menyeimbangkan pendapatan para pelaku usaha di bidang perikanan kerapu, misalnya melalui pemberian insentif langsung maupun tidak langsung. Bentuk insentif fiskal dapat berupa subsidi bunga pinjaman bagi usaha pembenihan atau pembebasan tarif impor barang modal untuk pembenihan yang belum diproduksi di dalam negeri. Bentuk insentif non fiskal untuk kegiatan pembenihan antara lain adalah kemudahan perizinan, bantuan survey lokasi, bantuan tenaga akhli dan pendidikan dan pelatihan di bidang pembenihan. Melalui berbagai insentif ini maka akan tercipta iklim usaha yang kondusif bagi terciptanya keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya di antara negara pesaing di kawasan Asia Pasifik. Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri pembenihan ikan kerapu, dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengizinkan pemasaran benih ikan kerapu ke luar negeri, terutama negara konsumen ikan kerapu. Dapat pula dipertimbangkan kemungkinana memfasilitasi usaha budi daya di negara lain dengan pasokan benih dari Indonesia. Hal ini dapat dilakukan untuk jenisjenis ikan kerapu yang merupakan spesialisasi Indonesia seperti kerapu tikus atau kerapu sunu karena sesuai dengan ekosistem Indonesia. Meskipun demikian, kebijakan ini perlu didukung oleh perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HAKI), sehingga menghindarkan terjadinya perpindahan sumber daya dan tenaga akhli Indonesia ke negara lain. Untuk subsistem pembesaran (budi daya), permasalahan umum yang dihadapi oleh pelaku usaha adalah kepastian hukum untuk penggunaan kawasan perairan untuk kegiatan budi daya laut. Tumpang tindih penggunaan kawasan dengan kegiatan lain seperti pariwisata atau kegiatan penambangan dapat mengakibatkan berkurangnya minan investor memasuki bidang budi daya kerapu. Untuk mengatasi hal ini, maka upaya implementasi dari Undang-undang tentang Perikanan Nomor 31 / 2004 terutama yang menyangkut tata pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan ikan dalam bentuk peraturan pemerintah akan sangat membantu mendorong peningkatan industri kerapu budi daya.