DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAl PAJAK SURAT EDARAN NOMOR : SE - 02 /PJ./ 2006

dokumen-dokumen yang mirip
Tanggal Terbit : 01 Februari 2006 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

SE-02/PJ./2006 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN DANA

PETUNJUK TEKNIS LAPORAN KEUANGAN BOS TAHUN ANGGARAN 2012 BAB I PENDAHULUAN

PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 02/PJ.

c. Biaya perjalanan dinas berupa biaya perjalanan, akomodasi dan perdiem tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

Surat Edaran SE-13/PJ.52/2006

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SE - 64/PJ/2009 PEKERJA YANG MEMPEROLEH PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,

CATATAN SPI Subtitle

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 3) Di.. 4)

DANA BOS (BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak memegang peranan utama dalam keberlangsungan negara. Postur

Y. PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI FORMULIR TAHUN PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PANITIA SUMPAH PEMUDA KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2014

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

1 dari 4 11/07/ :43

SE - 11/PJ/2011 PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-1/PJ/2011 TENTANG TATA CARA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2013 Tanggal 25 September 2013

PPh Pasal 21. Maksud. Dasar Hukum. Objek Pemotongan Pemotong PPh Pasal 21. Bukan Pemotong PPh Pasal 21. Penerima Penghasilan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)... TENTANG

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan

SE - 63/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITU

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan

TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)...

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

Lampiran 1 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-13/PJ.51/1998 Tanggal : 22 Juni 1998

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

PANDUAN. PENYUSUNAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN (SPJ) PELAKSANAAN KEGIATAN ITSprovement 2017 DIREKTORAT SUMBER DAYA MANUSIA DAN ORGANISASI

SE - 95/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita sadari semua bahwa pembangunan ekonomi tidak

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga?

No Nama PNS Golongan. Tarif PPh Ps 21

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 233/PJ/2003 TENTANG

S-1081/PJ.313/2005 PENGENAAN TARIF ATAS JASA KONSTRUKSI (SE- 13/PJ.42/2002)

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahin 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. :

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

Ruang Lingkup Jasa Konstruksi

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T)

SE - 67/PJ/2009 PENGANTAR PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-40/PJ/2009 TENTANG TATA CARA P

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah:

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK : KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama

KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BUKU PANDUAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas 2011

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-5/PJ/2011 TENTANG : TATA CARA PENGAJUAN DAN PENELITIAN ATAS PERMOHONAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta.

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pajak Penghasilan. Jasa Kontruksi. Penyetoran. Tata Cara.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1) TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017

SURAT PEMBERITAHUAN MASA BAGI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) Nomor Telepon : Nomor Faksimile : Nomor Telepon Baru Kegiatan Usaha :

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 13 /PJ/2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1994 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

SE - 17/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 25/PMK.011/2010 TENTANG PAJAK PERTAMBAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

Transkripsi:

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAl PAJAK Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta 12190 Kotak Pas 124 Telepon : (021) 5250208, 5251609, 5262880 Faksimile : (021) 5262420 Homapage: http://www.pajak.go.id Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP; 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak; 3. Para Kepala Kantor Pemeriksaan dan Peryidikan Pajak; 4. Para Kepala Kantor Penyuluhan dan pengamatan Potensi Perpajakan; di seluruh Indonesia SURAT EDARAN NOMOR : SE - 02 /PJ./ 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) OLEH BENDAHARAWAN ATAU PENANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN PENGGUNAAN DANA BOS DI MASING-MASING UNIT PENERIMA BOS Sehubungan dengan pelaksanaan Program Kompensasi pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) di bidang pendidikan dalam periode bulan Juli - Desember 2005, dan akan dilanjutkan pada tahun 2006, yang diberikan dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dengan ini disampaikan pedoman untuk pelaksanaan tugas Saudara terkait dengan pelaksanaan program BOS tersebut. 1. Program Kompensasi pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) di bidang pendidikan adalah program pemerintah untuk meningkatkan perluasan dan pemerataan pendidikan terutama dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. 2. Untuk periode bulan Juli - Desember 2005 dan akan dilanjutkan pada tahun 2006, Program Kompensasi pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) di bidang pendidikan tersebut diberikan dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana BOS tersebut bersumber dari APBN. 3. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diberikan kepada: a. SD;

b. MI; c. SDLB; d. SMP; e. MTs; f. SMPLB; g. Pondok Pesantren Salafiyah Penyelenggara Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun; h. Sekolah Agama Non Islam Penyelenggara Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. 4. Penyaluran dan penggunaan dana BOS adalah sebagai berikut: a. Dana BOS ditransfer ke rekening rutin sekolah oleh lembaga penyalur Kantor Pos/Bank; b. Pengeluaran dana berdasarkan permintaan penanggung jawab kegiatan dan diketahui oleh Kepala Sekolah dan disetujui oleh Komite Sekolah; c. Penanggung jawab kegiatan harus memberikan pertanggungjawaban kepada Bendahara/Guru. 5. Penggunaan Dana BOS dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu Belanja Barang/ Jasa dan Pengeluaran untuk Honorarium Guru dan Bantuan Siswa. a. Belanja Barang/Jasa, antara lain meliputi: 1) Pembelian ATK/bahan/penggandaan dan lain-lain: a) untuk keperluan pengadaan formulir pendaftaran; b) untuk keperluan ujian sekolah, ulangan umum bersama dan ulangan umum harian. 2) Pembelian bahan-bahan habis pakai, seperti buku tulis, kapur tulis, pensil dan bahan pratikum; 3) Pembelian bahan-bahan untuk perawatan/perbaikan ringan gedung sekolah; 4) Pembelian peralatan ibadah oleh pesantren salafiyah; 5) Pengadaan buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan; 6) Pembayaran honor atas jasa tenaga kerja lepas, seperti tukang bangunan atau tukang kebun, untuk pekerjaan perawatan dan pemeliharaan bangunan sekolah; 7) Pembayaran imbalan jasa perawatan atau pemeliharaan gedung sekolah kepada pemberi jasa berbentuk badan usaha bukan orang pribadi. b. Pengeluaran untuk Honorarium Guru dan Bantuan Siswa: 1) Pembayaran honorarium guru honorer (non PNS) dan guru PNS yang merangkap di sekolah swasta; 2) Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin. 6. Sehubungan dengan penggunaan dana BOS oleh unit penerima dana BOS perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. dalam hal dana BOS diberikan kepada Sekolah Negeri, maka penanggung jawab atau bendaharawan BOS merupakan pemungut PPh Pasal 22 dan PPN; b. dalam hal dana BOS diberikan kepada Sekolah swasta, maka penanggung jawab atau

bendaharawan BOS bukan merupakan Pemungut PPh Pasal 22 dan PPN; c. kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS tersebut, yaitu: 1) pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa honorarium atau gaji; 2) pemungutan PPh Pasal 22 atas penghasilan penjualan barang, dalam hal penanggung jawab atau bendaharawan BOS merupakan Pemungut PPh Pasal 22; 3) pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan pemberi jasa; 4) pemungutan PPN atas pembelian Barang Kena Pajak dan Perolehan Jasa Kena Pajak, dalam hal penanggung jawab atau bendaharawan BOS merupakan pemungut PPN. d. penanggung jawab atau bendaharawan BOS pada sekolah swasta penerima dana BOS harus terdaftar sebagai wajib pajak dan memiliki NPWP. 7. Selanjutnya untuk pemenuhan kewajiban pemungutan dan atau pemotongan pajak dan pengenaan Bea Meterai, agar diperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkait sebagai berikut: a. PPh Umum: Pasal 4 Ayat (3) huruf a angka 1 UU PPh; b. PPh Pasal 21: Pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994; Pasal 11 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomer KEP-545/PJ/2000; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.03/2005, Peraturan Menteri Keuangan Nomer 10/PMK.03/2005, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 dan Pasal 13 KEP-545/PJ/2000. c. PPh Pasal 22: Keputusan Menteri Keuangan Nemor 254/KMK.03/2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 236/KMK.03/2003. d. PPh Pasal 23: Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ/2002. e. Pajak Pertambahan Nilai: Peraturan Pemerintah Nomer 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003. f. Bea Meterai: Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000. 8. Berkaitan dengan jenis-jenis penggunaan dana BOS dan berdasarkan ketentuan-ketentuan perpajakan yang terkait, dengan ini diberikan pedoman untuk pelaksanaan tugas dan sebagai bahan sosialisasi kepada semua pihak yang berkepentingan sehingga pelaksanaan kewajiban

perpajakan yang terkait dapat dilaksanakan dengan efektif. a. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS untuk pembelian ATK/bahan/penggandaan dan lain-lain (baik untuk keperluan pengadaan formulir pendaftaran maupun untuk keperluan ujian sekolah, ulangan umum bersama dan ulangan umum harian); pembelian bahan-bahan habis pakai, seperti buku tulis, kapur tulis, pensil dan bahan praktikum; pembelian bahan-bahan untuk perawatan/perbaikan ringan gedung sekolah dan pembelian peralatan ibadah oleh pesantren salafiyah: a.1. Bagi bendaharawan/pengelola dana BOS pada Sekolah Negeri atas penggunaan dana BOS untuk belanja barang sebagaimana tersebut di atas adalah: 1) Memungut PPh Pasal 22 sebesar. 1,5% dari nilai pembelian tidak termasuk PPN dan menyetorkannya ke Kas Negara. Dalam hal nilai pembelian tersebut tidak melebihi jumlah Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah, maka atas pengadaan atau pembelian barang tersebut tidak dilakukan pemungutan PPh rasa! 22. 2) Membayar jumlah PPN atas pembelian barang sebesar 10% dari nilai pembelian dengan cara memungut dan menyetorkannya ke Kas Negara. dengan dokumen-dokumen, seperti kontrak, invoice atau bukti pengeluaran a.2 Bendaharawan/pengelola dana BOS pada Sekolah Bukan Negeri atau Pesantren Salafiyah adalah tidak termasuk bendaharawan pemerintah sehingga tidak termasuk sebagai pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 dan atau PPN. Dengan demikian kewajiban perpajakan bagi bendaharawan/pengelola dana BOS pada Sekolah Bukan Negeri atau Pesantren Salafiyah yang terkait atas penggunaan dana BOS untuk belanja barang sebagaimana tersebut di atas adalah: 1) Tidak mempunyai kewajiban memungut PPh Pasal 22, karena tidak termasuk sebagai pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22. 2) Membayar PPN yang dipungut oleh pihak penjual. dengan dokumen-dokumen, seperti kontrak, invoice atau bukti pengeluaran b. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS untuk pengadaan buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan: b.1 Bagi bendaharawan/pengelola dana BOS pada Sekolah Negeri atas penggunaan dana BOS untuk pengadaan buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan adalah: 1) Memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari nilai pembelian tidak termasuk

PPN dan menyetorkannya ke Kas Negara. Dalam hal nilai pembelian tersebut tidak melebihi jumlah Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah, maka atas pengadaan atau pembelian barang tersebut tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22. 2) Atas pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama, PPN yang terutang dibebaskan. dengan dokumen-dokumen, seperti kontrak, invoice atau bukti pengeluaran b.2 Bendaharawan/pengelola dana BOS pada Sekolah Bukan Negeri atau Pesantren Salafiyah adalah tidak termasuk bendaharawan pemerintah sehingga tidak termasuk sebagai pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 dan atau PPN. Dengan demikian kewajiban perpajakan bagi bendaharawan/pengelola dana BOS pada Sekolah Bukan Negeri atau Pesantren Salafiyah yang terkait atas penggunaan dana BOS untuk pengadaan buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan adalah: 1) Tidak mempunyai kewajiban memungut PPh Pasal 22, karena tidak termasuk sebagai pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22. 2) Atas pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama, PPN yang terutang dibebaskan. dengan dokumen- dokumen, seperti kontrak, invoice atau bukti pengeluaran c. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS, baik pada Sekolah Negeri, Sekolah swasta maupun Pesantren Salafiyah, untuk membayar honor tukang bangunan atau tukang kebun yang melaksanakan kegiatan pemeliharaan atau perawatan sekolah: Semua bendaharawan/penanggung jawab dana BOS di masing-masing unit penerima dana BOS yang membayar honor kepada tenaga kerja Iepas orang pribadi yang melaksanakan kegiatan perawatan atau pemeliharaan sekolah harus memotong PPh Pasal 21 dengan ketentuan sebagai berikut: 1) jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp 1.100.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah), maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong; 2) jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah), namun jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp 1.100.000,00

(satu juta seratus ribu rupiah), maka pada saat jumlah seluruh upah telah melebih Rp 1.100.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah) harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5% atas jumlah bruto upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya; 3) jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan be/urn melebihi Rp 1.100.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah), maka harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5% dari jumlah upah harian, atau rata-rata upah harian di atas Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah); 4) jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp 110.000,00 (seratus sepu/uh ribu rupiah) dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp 1.100.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah), maka pada saat jumlah seluruh upah telah melebihi Rp 1.100.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah), harus dihitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang harus dipotong dengan menerapkan tarif 5% atas jumlah bruto upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya. Untuk tahun pajak 2005, jumlah yang tersebut pada angka 1) s.d. 4) sebesar Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) dan Rp 1.100.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah) sesuai dengan ketentuan yang berlaku masing-masing sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah); d. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS, baik pada Sekolah Negeri, Sekolah swasta maupun Pesantren Salafiyah, untuk membayar imbalan jasa perawatan atau pemeliharaan sekolah yang dibayarkan kepada Badan Usaha bukan orang pribadi yang melaksanakan kegiatan pemeliharaan atau perawatan sekolah: Semua bendaharawan/penanggung jawab dana BOS di masing-masing unit penerima dana BOS yang membayar imbalan jasa perawatan atau pemeliharaan sekolah yang dibayarkan kepada Badan Usaha bukan orang pribadi yang melaksanakan kegiatan pemeliharaan atau perawatan sekolah harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 40% atau 6% dari jumlah imbalan bruto tidak termasuk PPN. Bendaharawan/penanggung jawab BOS di Sekolah Negeri mempunyai kewajiban untuk membayar PPN sebesar 10% dari jumlah imbalan bruto dengan cara memungut dan menyetorkannya ke Kas Negara. Sedangkan bendaharawanjpenanggung jawab BOS di Sekolah Swasta atau Pesantren Salafiyah membayar PPN yang dipungut oleh pihak pemberi jasa. e. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS, baik pada Sekolah Negeri, Sekolah swasta maupun Pesantren Salafiyah, untuk membayar honorarium guru: Semua bendaharawan/penanggung jawab dana BOS di masing-masing unit penerima dana BOS yang membayar honor kepada guru harus memotong PPh Pasal 21 dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Atas pembayaran honor kepada guru non PNS, atau pembayaran honor kepada

komite sekolah jika ada, harus dipotong PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh sebesar 5% dari jumlah bruto honor. 2) Atas pembayaran honor kepada guru PNS Golongan IIIA ke atas harus dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final sebesar 15% dari jumlah honor. 3) Atas pembayaran honor kepada guru PNS Golongan IID kebawah tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21. f. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS untuk memberikan bantuan transport bagi siswa miskin: Pada dasarnya pemberian bantuan transport bagi siswa miskin yang bersumber dari dana BOS adalah merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada siswa miskin sebagai bentuk kompensasi pengurangan subsidi BBM. Oleh karenanya pemberian bantuan tersebut memenuhi kriteria pemberian bantuan yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 4 Ayat (3) huruf a angka 1 UU PPh. Oleh karenanya.atas pemberian bantuan tersebut diatas tidak dilakukan pemotongan pajak. 9. Saudara diminta untuk memberikan sosialisasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan atas penggunaan dana BOS kepada pihak-pihak yang terkait. Untuk itu Saudara dapat berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Nasional setempat. Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 1 Februari 2006 Direktur Jenderal, Hadi Poernomo NIP. 060027375 Tembusan : 1. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan; 2. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan; 3. Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan 4. Kepala Bire Humas Departemen Keuangan; 5. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak; 6. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.