KELESTARIAN (HERD SURVIVAL) TERNAK KERBAU DI ACEH BARAT PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)

dokumen-dokumen yang mirip
DINAMIKA KELESTARIAN POPULASI (HERD SURVIVAL) KERBAU: KASUS DI KABUPATEN LEBAK, BANTEN

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Analisis Permintaan dan Penawaran Ternak Sapi di Nusa Tenggara Barat. (Analysis of Supply and Demand of Cattle In West Nusa Tenggara)

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

SEBARAN POPULASI DAN POTENSI KERBAU MOA DI PULAU MOA KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI PETERNAKAN KERBAU DI DESA TAMBAKBOYO KECAMATAN AMBARAWA, KABUPATEN SEMARANG

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

I. PENDAHULUAN. peternak sebelumnya dari pembangunan jangka panjang. Pemerintah telah

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

IV. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

PEMASARAN KERBAU RAWA DI WILAYAH BANUA ENAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

ESTIMASI KETERSEDIAAN BIBIT SAPI POTONG DI PULAU SUMATERA

STUDI TENTANG PEMOTONGAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI RPH MALANG

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

Analisis Break Even Point (BEP) Usahatani Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Sleman

STRATEGI PENDEKATAN KETERSEDIAAN DAGING NASIONAL DI INDONESIA. Oleh: Rochadi Tawaf dan Hasni Arief ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

Perkembangan Populasi Ternak Besar Dan Unggas Pada Kawasan Agribisnis Peternakan Di Sumatera Barat

KAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN TORAJA UTARA

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Biaya dan keuntungan...simon pardede

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

Profil Ternak Ruminansia Potong di Kabupaten Barito Selatan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

RILIS HASIL PSPK2011

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Kata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

POTENSI PETERNAKAN SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN DAGING SAPI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

RINGKASAN PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN...

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

Tinjauan Tentang Populasi Sapi Potong dan Kontribusinya terhadap Kebutuhan Daging di Jawa Tengah

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

SKRIPSI. STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) SEBAGAI SUMBER DAYA LOKAL DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PUBLIKASI ILMIAH

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA. Muhammad Firdaus Dosen STIE Mandala Jember

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK RUMINANSIA DI KABUPATEN BIREUEN

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DAN SAPI BAKALAN KARAPAN DI PULAU SAPUDI KABUPATEN SUMENEP

STUDI UJI PERFORMANS TERNAK SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU, SULAWESI SELATAN (PRELIMINARY STUDY) Abstrak

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

ICASEPS WORKING PAPER No. 98

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

MUNGKINKAH SWASEMBADA DAGING TERWUJUD?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

PEMETAAN POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI SELATAN

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi)

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

Transkripsi:

KELESTARIAN (HERD SURVIVAL) TERNAK KERBAU DI ACEH BARAT PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM (NAD) (Buffalo Herd Survival in West Aceh District Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Province) ASHARI dan E. JUARINI Balai Penelitian ternak, PO Box 221, Bogor 1002 ABSTRACT Buffalo herd survival study in West Aceh District was carried out in March 2007 as part of the major project on The Regional Potential Analysis for Livestock Production Development, aimed to investigate herd survival status of buffalo; to find the major factor(s) of population declining and to set a strategic program. Nationally depleting buffalo population has been lasting for years, including in West Aceh District. In fact, buffalo production of this district contributes to fulfill the demand of local and the surrounding regions of NAD. Therefore, the information on herd survival status of buffalo in this district was importantly needed to be well understood. A special study through interview method was done to gather the primary data on production and reproduction parameters from respondents (14 buffalo rearers, 1 provincial trader and 1 slaughtering house official) located in 4 subdistricts, and secondary data from the institutional involved to calculate the status of herd survival. Results showed that herd survival was 97.%, cow population decrease was noted 0.47% and population decrease was 4.9%. Septicaemia epizootica (SE) disease and land ecological disturbance were noted to be the major factors of buffalo population decrease. It is recommended that SE control improvement and spatial land allocation planning for buffalo should be prioritized as national program. Key Words: Herd survival, Buffalo, West Aceh District ABSTRAK Ternak kerbau di Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu komoditas unggulan daerah yang perkembangan populasinya cenderung mengalami penurunan walaupun masih memberikan kontribusi produksinya di dalam lingkuangan dan ke daerah sekitar Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Untuk memahami proses penurunan populasi tersebut sebuah studi dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari status kelestarian (herd survival) komoditas unggulan tersebut dan mempelajari faktor-faktor utama penyebabnya guna menetapkan program-program strategis pengembangannya. Studi tersebut dilakukan bulan Maret 2007, dengan lokasi di 4 kecamatan. Metoda survei digunakan pada penelitian ini. Data yang dikumpulkan meliputi parameter-parameter reproduksi dan produksi melalui wawancara dengan responden (14 peternak, 1 bandar dan 1 petugas RPH) yang kemudian disusun sebagai dasar perhitungan status dinamika populasi (herd survival). Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa betina dewasa mengalami penurunan populasi 0,47 % dan pengurasan populasi yang terjadi sebesar 4,9% dengan faktor utama meliputi kematian ternak karena Penyakit Septicaemina epizootica (SE) yang sangat dikenal peternak dan semakin terdesaknya basis-basis ekologis lahan untuk ternak kerbau berupa ladang penggembalaan. Untuk penanggulangan proses penurunan populasi perlu perbaikan penanggulangan penyakit SE dan perlu disusunnya penataan ruang dalam kerangka usaha peningkatan populasi ternak kerbau sebagai bagian prioritas program nasional. Kata Kunci: Kelestarian (Herd Survival), Kerbau, Kabupaten Aceh Barat PENDAHULUAN Kerbau di pulau Sumatera secara umum cenderung lebih baik dibandingkan dengan wilayah pulau Indonesia lainnya, sementara populasi nasional terus mengalami penurunan secara drastis. Di Kabupaten Aceh Barat, ternak kerbau merupakan salah satu komoditas 319

unggulan yang sampai saat ini masih memberikan kontribusi untuk Provinsi NAD, walaupun ada indikasi ternjadi penurunan populasi. Peningkatan populasi ternak kerbau di hampir semua provinsi secara nasional pada tahun 200 terhadap populasi tahun sebelumnya (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007) dapat dijelaskan melalui studi dinamika populasi (herd survival) yang sampai saat ini belum menjadi perhatian. Studi semacam ini pertama dilakukan oleh PETHERAM et al. (1982) di Serang dan hasilnya memberikan informasi yang sangat berharga dalam strategi pengembangan populasi ternak. Di Aceh Barat dengan kondisi lahan yang masih longgar, banyaknya dan bertambah luasnya lahan-lahan terlantar setelah tsunami, maka keberadaan ternak kerbau menempati wilayah yang cocok yang berfungsi sebagai lahan penggembalaan, walaupun secara khusus belum dialokasikan dalam peraturan daerah (Perda). Lahan penggembalaan bagi ternak kerbau cukup penting, sebab keberadaannya sampai saat ini lebih tergantung pada ketersediaan lahan penggembalaan, yang dikenal sebagai ternak heavy grazier. Potensi di Aceh Barat cukup menarik untuk dipelajari yang disamping sebagai sentra produksi kerbau yang mempunyai lingkungan agroekosistem yang menunjang, dan merupakan suatu pola ideal yang dapat dijadikan sebagai suatu model untuk pengembangannya di tempat yang mempunyai agroekosistem serupa. Tujuan dari penelitian adalah untuk mempelajari status kelestarian (herd survival) ternak kebau dan faktor-faktor utama penyebabnya sebagai dasar dalam usaha meningkatkan populasi secara nasional. MATERI DAN METODE Lokasi survei dilakukan di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Johan Pahlawan, Kecamatan Meureubo, Kecamatan Samatiga dan Kecamatan Arongan Lambalek. Metoda survei digunakan melalui wawancara yang melibatkan 14 responden peternak kerbau dan 1 bandar kerbau serta satu petugas rumah potong hewan (RPH) di Melaboh. Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder (BPS Kabupaten Aceh Barat, 200, Kantor Penyuluh Pertanian dan Ketahanan Pangan/KPPKP Kabupaten Aceh Barat, 2007), Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Aceh Barat dan data lapangan yang disusun menjadi parameter teknis produksi dan reproduksi.untuk menghitung status kelestarian (herd survival). Produktivitas induk Produktivitas induk dalam menghasilkan anak hidup per tahun dihitung sebagai berikut: (AH) = PIA x S x (AL AK) x JA x JAIL AL 12 dimana: (AH) = Produktivitas induk dalam menghasilkan anak per tahun (ekor) PIA = Populasi induk awal tahun saat kawin S (ekor) = Kesuburan yaitu jumlah induk melahirkan dari populasi yang kawin (PIA) (%) AL = Jumlah anak yang lahir (ekor) AK = Tingkat kematian anak (%) JA = Jarak beranak (bulan) JAIL = Jumlah anak per induk per kelahiran (satu ekor) Jumlah anak kerbau hidup Perkembangan anak kerbau menjadi dewasa sampai menjadi ternak afkir dalam setiap periode tahun (12 bulan) jumlahnya dihitung sebagai berikut, tanpa memperhitungkan jumlah yang dipotong. JHT = JHA (KT x JHA) dimana: JHT = Jumlah kerbau hidup pada tiap periode akhir tahun JHA = Jumlah kerbau hidup pada awal tahun KT = Persentase kematian per tahun per periode umur Analisis Perhitungan berdasar pada satuan waktu tahun untuk produksi/produktivitas, dengan mengembangkan atau menyusun standar parameter teknis produksi, reproduksi dan pengembangan asumsi parameter produksi/ reproduksi yang tidak terdapat di lapangan, 320

sifatnya spesifik dalam pola pengelolaan dan lingkungan (agroekosistem) spesifik. perhitungan herd survival disajikan pada Tabel 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur populasi dan parameter teknis ternak kerbau Hasil survei dari struktur populasi ternak kerbau disajikan pada Tabel 1 yang dilengkapi dengan data parameter teknis yang diperoleh dari wawancara dengan para responden di lapang dan asumsi berdasar penelitian atau kajian sebelumnya, disajikan pada Tabel 2. Walaupun data yang diperoleh (Tabel 1) dari jumlah sampel terbatas, sudah cukup memberikan indikator struktur populasi menurut umur, dan dapat dipakai untuk melakukan perhitungan herd survival. Parameter teknis utama komposisi umur di atas yang paling utama adalah populasi betina dewasa sebesar 41,00%, sedangkan parameter teknis lainnya yang digunakan dalam Produktivitas induk dan perkembangan anak Untuk memudahkan perhitungan, dimulai dengan asumsi bahwa jumlah induk yang kawin (PIA) ada sebanyak 100 ekor. Dengan parameter teknis di atas, jumlah anak yang lahir hidup = JAH = PIA x S x (AL AK) x JA x JAIL AL 1,2 100 x 0,8 x 0,9 x 1 x 1 = 3,75 ekor (jantan dan betina) 1,2 Jadi jumlah anak betina lahir hidup per 100 ekor induk = 31,88 ekor. Selanjutnya selama lima tahun keberlangsungan hidupnya dengan tingkat kematian oleh SE minimal %, perkembangannya disajikan sebagai berikut. Perkembangan ini digunakan untuk melakukan perhitungan selanjutnya. Tabel 1. Struktur populasi ternak kerbau di Kabupaten Aceh Barat 2007 Dewasa Muda Anak Total Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Total Keterangan 4 32 10 10 2 52 78 Ekor 5,10 41,00 20,53 12,83 7,71 12,83 33,3,7 100 persen Tabel 2. Parameter teknis untuk perhitungan herd survival ternak kerbau di Kabupaten Aceh Barat saat ini, 2007 Parameter teknis Satuan Nilai Keterangan Umur pertama kali beranak tahun 5 Jarak beranak tahun 1,2 Umur afkir pejantan/induk tahun 10 Kisaran 8 13 Masa produksi tahun 5 Kesuburan persen 85,00 Kematian anak persen 10,00 Kematian tiap tahun (SE) persen,00 Kelompok umur Betina produktif (populasi) persen 41,00 321

Tabel 3. Keberlangsungan hidup (survival) anak kerbau dalam 5 tahun berikutnya Tahun ke Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V Hidup 29,98 28,19 2,50 24,91 23,42 Kematian SE % Ekor 1,92 1,79 1,9 1,59 1,49 Dalam 5 tahun masa produktif tingkat survival induk 23,42 x 4,17 = 97,. Artinya terjadi pengurasan induk dalam lima tahun sebesar 2,34% atau per tahun 0,47%, walaupun secara perlahan proses pengurasan ini secara pasti. Perkembangan anak Perkembangan anak kerbau dari umur 3 tahun di sajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Perkembangan kelompok umur kerbau mulai tahun ke-3 Perkembangan Betina Jantan Tahun ke-3 Awal 28,19 28,19 Akhir 2,50 2,50 Peremajaan 23,98 2,40 Sisa peremajaan 2,52 24,10 Total sisa peremajaan = 2,2 (%) dari populasi induk 100 ekor Rata-rata produksi/tahun siap potong = 2,2 : 3 = 8,87% Besarnya populasi kerbau yang memasuki umur jual untuk dipotong maupun untuk dipelihara di wilayah lain sebesar 3,4%, yang umumnya kerbau jantan. Persediaan untuk potong Persediaan kerbau untuk dipotong berasal dari sisa peremajaan (segala umur) dan dari ternak kerbau yang diafkir karena tua, sehingga ketersediaan kerbau untuk dipotong adalah: Sisa peremajaan yang umumnya dijual/tahun 3,4% Afkiran/tahun 1,00% Total penyediaan pemotongan 4,4% Total pemotongan + pengeluaran 9,0% Pengurasan 4,9% Jumlah pengeluaran ternak diperoleh dari bandar kerbau yang disajikan pada mata rantai tata niaga kerbau sebagai berikut: Mata rantai tata niaga ternak kerbau PETERNAK PETERNAK 1. POPULASI 21.000 EKOR 2. PEMOTONGAN DI RPH 2.01 EKOR (BPS, KAB.ACEH BARAT, 2007) 3. PENGELUARAN 900 EKOR Pembahasan PEDAGANG PERANTARA PEDAGANG/ BANDAR PEMOTONG PEMOTONGAN (BERAT POTONG 250 375 KG) KONSUMEN DAGING 1. PELANGGAN (RM. MAKAN, TK. BAKSO) 2. PESANAN 3. SOSIAL RITUAL 4. MASYARAKAT UMUM KE MEDAN 50 EKOR BANDA ACEH 150 EKOR Dari data kematian yang dinyatakan oleh para peternak sebesar 10% yang umumnya karena penyakit SE dan kematian karena penyakit ini diasumsikan rata-rata tiap tahun minimal sebesar % yang untuk selanjutnya digunakan dalam perhitungan herd survival. Dari hasil perhitungan, pengurasan populasi ternak kerbau yang terjadi pada setahun terakhir sebesar 4,9% dari total populasi kerbau di kabupaten Aceh Barat. Sedang untuk betina dewasa tingkat pengurasannya sebesar 0,47% per tahun dari populasi betina dewasa. Makin turunnya populasi ternak kerbau juga dinyatakan oleh bandar ternak kerbau, yang pada 5 10 tahun lalu ada empat bandar ternak kerbau dan sekarang tinggal satu-satunya yang 322

masih bertahan. Hal ini dikarenakan makin terbatasnya populasi sehingga makin terbatas untuk mendapatkan ternak kerbau yang dijual. Proses semacam itu sekarang sedang terjadi untuk ternak kerbau maupun sapi di Aceh. Kerugian oleh penyakit SE paling sedikit : 0,8 (satuan ternak) x 210.000 (populasi) x % (minimum tingkat kematian) x Rp 7 juta (harga ternak dewasa per satuan ternak) = Rp 70,5 miliar per tahun untuk Kabupaten Aceh Barat. Nilai ini akan sangat berarti apabila diperhitungkan di sekitar 50 sentra potensial produksi kerbau di Indonesia. Untuk antisipasi proses pengurasan populasi tersebut perlu tindak aksi strategis yang dilakukan oleh pemerintah (pusat maupun daerah), diantaranya melalui pening-katan penanggulangan penyakit SE, dan aspek teknis lainnya seperti masalah reproduksi yang umum terjadi pada peternakan rakyat. Di samping itu perlu penataan dan pembinaan ruang berupa alokasi lahan untuk pengembangan ternak kerbau, baik berupa lahan khusus (penggembalaan) maupun pola sistem terpadu, tergantung pada kondisi lingkungan basis agroekosistemnya. KESIMPULAN 1. Herd survival merupakan indikator teknis untuk menyusun strategi peningkatan populasi ternak kerbau khususnya dan peternakan pada umumnya. Dalam studi di Kabupaten Aceh Barat menunjukkan penguarasan populasi pada tahun terakhir sebesar 4,9% per tahun. Pengurasan induk terjadi sebesar 0,47% dari total induk. Sebab-sebab utama pengurasan populasi adalah tingkat kematian yang tinggi oleh penyakit SE (Septicaemia epizzotica) atau penyakit ngorok, yang sangat dikenal oleh masyarakat, di samping makin tergusurnya basis-basis ekologis utamanya berupa ladang penggembalaan. Indikator pengurasan (status herd survival) ini, walaupun sederhana perlu dibangun (standarisasi) parameter teknis terkait yang sifatnya spesifik agroekosistem dan jelas memerlukan tingkat keakurasian, di samping perlunya pemahaman proses produksi. 2. Populasi ternak kerbau terus mengalami pengurasan secara drastis, diantaranya masih belum efisiennya penanggulangan penyakit strategis pada kerbau, makin terdesaknya basis-basis ekologis lahan baik berupa lahan khusus maupun dalam pola sistem usaha tani di samping kurangnya perhatian pemerintah pada ternak ini. 3. Untuk antisipasi permasalahan yang sudah lama berlangsung tersebut perlu meningkatkan usaha penanggulangan penyakit strategis pada ternak kerbau dan inventarisasi serta penataan ruang disertai dengan pembinaannya yang semuanya dalam kerangka program nasional pengembangan populasi kerbau, menunjang swasembada daging nasional. DAFTAR PUSTAKA BPS KABUPATEN ACEH BARAT, 2007. Kabupaten Aceh Barat dalam Angka. 200, Meulaboh. BPP KECAMATAN (JOHAN PAHLAWAN, MEUREUBO, SAMATIGA DAN ARANGAN LAMBALEK). 2007. Program Penyuluhan Pertanian. Meulaboh. DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN. 2000. Peta Penyebaran dan pengembangan Peternakan. Jakarta. DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN. 2007. Statistik Peternakan Indonesia 200. Jakarta. PETHERAM, R.J, C. LIEM, Y. PRIATMAN and MATHURIDI. 1982. Village Buffalo Fer-tility Study, Serang Districk. Serang. Report No. 2. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. DISKUSI Pertanyaan: Saran yang dikemukakan untuk pelestarian kerbau di NAD bagaimana? Jawaban: Jawaban sudah dicantumkan di kesimpulan. 323