BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. serta berbagai percobaan-percobaan yang diadaptasi oleh negara-negara di

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

PEMBANGUNAN YES GBHN No!

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

DAFTAR PUSTAKA. Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPR Dalam UUD 1945 Baru, UII Press, Yogyakarta, 2003.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABI

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. 3 Dalam tipe pemerintahan seperti

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni:

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Pemerintah Daerah, Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah dan DPRD

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945

IMPLIKASI HUKUM KOALISI PARTAI POLITIK DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 1 Konsekuensi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang. nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka wakili.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum tata negara, konstitusi diberi

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

URGENSI PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA LANGSUNG DI ERA REFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah perubahan atau

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Sebagai Lembaga Yang Memegang Kekuasaan Membentuk Undang-Undang Menurut Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan sejarah, teori dan pemikiran tentang pengorganisasian kekuasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

CEK DAN BALANCE SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA ABSTRACT

MEWUJUDKAN SISTEM PRESIDENSIAL MURNI DI INDONESIA *Sebuah Gagasan Penyempurnaan Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Oleh : Abdul Bari Azed ABSTRAK

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PRINSIP CHECKS AND BALANCES DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PEMERINTAHAN. adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan

FORMAT BARU RELASI PRESIDEN-DPR SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

PERAN KELEMBAGAAN NEGARA DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laju reformasi yang menghantarkan Negara Republik Indonesia menuju negara yang lebih demokratis ditandai dengan diamandemennya Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen ini dilakukan berangkat dari pengalaman sejarah bahwa dimasa era pemerintahan orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto yang tampil sebagai pemimpin yang otoriter atau tidak demokratis. Karena Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli memberikan dominan kekuasaan yang sangat besar kepada presiden sehingga kekuasaan terpusat kepada satu lembaga yaitu lembaga kepresidenan (executive heavy). Hal ini berakibat pada tidak terjadinya mekanisme check and balances diantara lembaga negara. Sehingga perubahan konstitusi (rekonstitusi) dipandang sebagai syarat untuk memfasilitasi proses transformasi ke arah konsolidasi demokrasi. 1 Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menimbulkan implikasi yang cukup mendasar terhadap ketatanegaraan Indonesia, tidak saja terhadap pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat, struktur, kedudukan dan hubungan antar lembaga-lembaga/ organ-organ negara, tetapi juga terhadap sistem pemerintahannya. 2 Terkait sistem pemerintahan, yang menjadi tuntutan dari reformasi tersebut adalah mempertegas system 1 AA GN Ari Dwipayana, Kembali ke Hakekat Res Publica, makalah disampaikan dalam Kongres Pancasila yang diselenggarakan kerjasama Universitas Gadjah Mada dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Sabtu-Senin, 30 Mei-1 Juni 2009 di Balai Senat, Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada, Bulak Sumur, Yogyakarta.2009. 2 Y. Hartono, makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Urgensi Amandemen ke-5 UUD 1945 dalam rangka Pembenahan Sistem Ketatanegaraan Indonesia yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas AtmaJaya Yoyakarta, tanggal 17 November 2007.

2 pemerintahan presidensiil didalam Undang-Undang Dasar 1945 dan mewujudkan kerangka mekanisme check and balances, khususnya diantara lembaga legislatif dan eksekutif. Mempertegas dalam hal ini juga meliputi penyempurnaan sistem penyelenggaraan pemerintahan agar benar-benar memenuhi prinsip dasar sistem presidensial. 3 Dianutnya sistem pemilihan langsung didalam konstitusi juga merupakan perwujudan dari diterapkannya sistem pemerintahan presidensiil tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada hakikatnya merupakan sarana untuk menuju konsolidasi sistem demokrasi melalui perangkat konstiusional. 4 Namun setelah diamandennya Undang-Undang Dasar 1945 persoalan tidak kunjung berhenti, perdebatan terus berlangsung baik itu diantara para akademisi, ahli tata negara maupun para politisi. Perdebatan yang muncul belakangan ini adalah terkait dengan dibentuknya koalisi partai politik pendukung pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono Boediono. Koalisi ini kemudian dikukuhkan dengan dibentuknya sekretariat bersama partai politik pendukung pemerintah dengan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua dan Aburizal Bakrie sebagai ketua harian. Berbagai pandangan telah muncul sejak dibentuknya koalisi kabinet pemerintahan ini dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan presidensiil yang dianut dalam konstitusi negara republik indonesia. Adapun yang dimaksud dengan koalisi adalah gabungan. 5 Didalam kamus istilah politik kontemporer, koalisi partai adalah kombinasi dari 3 Janedri M. Gaffar, Harian Seputar Indonesia, Selasa 14 Juli 2009, Mempertegas Sistem Presidensial. 4 B. Hestu Cipto handoyo, 2009, Hukum Tata Negara, Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi, Universitas AtmaJaya Yogyakarta, Yogyakarta, hlm 163. 5 J.C.T. Simorangkir, S.H.,dkk, 2000, Kamus Hukum, Sinar Grafika, hlm 27.

3 sejumlah kekuatan partai politik untuk membentuk suara mayoritas sehingga dapat memperjuangkan tujuan secara bersama-sama. 6 Adapun pengertian dari koalisi kabinet adalah dewan menteri yang mewakili partaipartai terbesar yang duduk di DPR. 7 Sedangkan pengertian partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 8 Dapat disimpulkan, koalisi partai politik adalah gabungan dari beberapa partai politik untuk membentuk suara mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat, dibentuk oleh presiden, sebagai pendukung pemerintah serta menempatkan wakilnya duduk di kabinet pemerintahan untuk memperjuangkan tujuan secara bersama-sama. Namun harus dipahami bahwa pada prinsipnya koalisi seperti ini tidak dikenal didalam sistem pemerintahan presidensiil. Berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer, untuk membentuk suatu kabinet pemerintahan dilakukan dengan cara koalisi karena biasanya dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah dipilih oleh koalisi partai politik diparlemen apabila tidak tercapai suara mayoritas di parlemen. Oleh karena itu, biasanya yang duduk dikabinet merupakan perwakilan dari partaipartai politik anggota koalisi di Dewan Perwakilan Rakyat (parlemen) karena eksekutif dipilih melalui parlemen. Sesuai dengan karakternya, didalam sistem pemerintahan presidensiil terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas dan tegas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Didalam sistem ini hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat (legislatif) dengan Presiden (eksekutif) 6 Akbar Kaelola, 2009, Kamus Istilah Politik Kontemporer, Cakrawala, Yogyakarta, hlm 159. 7 W. Surya Endra, 1979, Kamus Politik, Study Group, Surabaya, hlm 213. 8 Pasal 1 ayat (1) UU No 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

4 tidak diatur dengan pola koalisi melainkan kedua lembaga negara ini ditempatkan secara terpisah dan mempunyai kedudukan yang sejajar didalam konstitusi. Pola hubungan itu sudah bisa dilacak dengan adanya pemilihan umum yang terpisah untuk memilih presiden dan memilih lembaga legislatif. 9 Menurut Stefan dan Skach, sistem presidensial murni (pure presidentialism) merupakan sistem yang mutual independence karena pemegang kekuasaan legislatif dan pemegang kekuasaan eksekutif mendapat mandat langsung dari pemilih. 10 Dengan pemisahan secara jelas antara pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislatif, dalam sistem pemerintahan presidensial, pembentukan kabinet pemerintah tidak tergantung pada proses politik di lembaga legislatif. Namun sebenarnya konsep pemisahan kekuasaan (separation of powers) seperti ini, sebagaimana yang diidealkan oleh Montesquieu dalam trias politica, banyak para ahli menganggap tidak relevan lagi untuk diterapkan, khususnya antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif ditempatkan terpisah dan tidak bersentuhan. Oleh karena itu Jimly Asshiddiqie mengatakan, konsepsi trias politica yang diidealkan oleh Montesquieu ini jelas tidak relevan lagi dewasa ini, mengingat tidak mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan tersebut. 11 Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu tidak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip check and balances. 12 9 Saldi Isra, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm 41. 10 Alfred Stephan & Cindy Skach, 1993, Constiusional Frameworks..., Dalam Ibid. 11 Jimly Asshiddiqie, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta Timur, hlm 31. 12 Ibid.

5 Lebih lanjut Saldi Isra menyampaikan, secara ideal, teori pemisahan kekuasaan mestinya dimaknai bahwa dalam menjalankan fungsi atau kewenangannya, cabang kekuasaan negara punya eksklusivitas yang tidak boleh disentuh atau dicampuri oleh cabang kekuasaan negara yang lain. 13 Oleh karena itu, yang paling mungkin adalah memisahkan secara tegas fungsi setiap cabang kekuasaan negara bukan memisahkannya secara ketat seperti tidak punya hubungan sama sekali. 14 Pemisahan kekuasaan itu dilakukan dengan menerapkan prinsip check and balances diantara diantara lembaga-lembaga konstitusional yang sederajat itu yang diidealkan saling mengendalikan satu sama lain. 15 Pola hubungan antara lembaga legislatif dan eksekutif yang dibangun menurut prinsip check and balances merupakan konsekuensi dari prinsip pemisahan kekuasaan (separation of powers). Melalui mekanisme check and balances ini diharapkan cabang kekuasaan negara, dalam hal ini khususnya lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif dapat saling mengontrol dan saling mengimbangi satu sama lain. Artinya, didalam sistem pemerintahan presidensiil tidak satu pun lembaga negara yang menjadi fokus kekuasaan. Secara teoritik, kekuasaan presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil sangat besar. 16 Berbeda dengan sistem parlementer, sistem presidensiil tidak hanya meletakkan presiden sebagai pusat kekuasaan eksekutif, tetapi juga pusat kekuasaan negara. 17 Kedua fungsinya tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 (hasil amandemen). Kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan diatur dalam pasal 4 ayat 13 Saldi Isra, op. cit., hlm 77. 14 Ibid. 15 Asshiddiqie, op. cit., hlm 40. 16 Dr. John Pieris, SH., MS, 2007, Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Presiden RI, Pelangi Cendekia, Jakarta, Hlm. 97. 17 Saldi Isra, op. cit., hlm 38.

6 (1), pasal 16 dan 17, sedangkan kekuasaan sebagai kepala negara diatur dalam pasal 10 sampai dengan pasal 15 Undang-Undang Dasar 1945. Karena kuatnya kedudukan presiden tersebut dapat pula melahirkan penguasa otoriter yang juga akan melahirkan pemerintahan yang diktator. Artinya, dengan menggunakan kekuasaan yang absolut pemerintahan yang dipimpinnya sering mendatangkan ancaman bagi demokrasi. 18 Kondisi ini digambarkan oleh Lijphart sebagai paradoxes of presidential power. 19 Oleh karena itu, agar demokrasi tetap terjaga maka dibutuhkan pelaksanaan pengawasan oleh lembaga negara yang lain. Dalam sistem pemerintahan presidensiil, pelaksanaan sistem pengawasan disebut check and balances, suatu badan yang telah memegang kekuasaan tertentu dapat melakukan pengawasan terhadap badan lain yang telah memegang suatu kekuasaan tertentu, dengan maksud membatasi kekuasaan badan tersebut, supaya tidak melampui batas kekuasaannya, atau tidak bertindak sewenang-wenang. 20 Menurut Undang-Undang Dasar 1945 (hasil amandemen), fungsi pengawasan tersebut diletakkan pada lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (legislatif). 21 Terkait dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat, maka selaku wakil rakyat, DPR dapat melakukan pengawasan yang efektif, untuk mengetahui apakah pemerintah sudah secara sungguh-sungguh melaksanakan fungsinya dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi rakyat. 22 Dalam rangka untuk mendukung pelaksanaan fungsi tersebut Dewan Perwakilan Rakyat juga mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. 23 Selain itu, setiap anggota Dewan 18 Pieris, op. cit., hlm 99. 19 Arrend Lijphart, 1994, Presidentialism and Majoritarian..., Dalam Saldi Isra, op. cit., hlm 37. 20 Pieris, op. cit., hlm 100. 21 Pasal 20A ayat (1). 22 Pieris, op. cit., hlm 186. 23 Pasal 20A ayat (2).

7 Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. 24 Langkah koalisi yang diambil oleh pemerintahan SBY Boediono di dalam kabinet presidensiil saat ini adalah dengan harapan untuk mendapatkan dukungan mayoritas dari para anggota koalisi partai politik di dewan perwakilan rakyat (legislatif) yang akan mendukung kebijakankebijakan yang akan diambil untuk menjalankan pemerintahan. Sehingga terjalin kerja sama anggota koalisi di lembaga legislatif dan lembaga eksekutif. Presiden dalam hal ini membagi kekuasaan (power sharing) dengan cara memberi posisi menteri kabinet kepada partai politik anggota koalisi. Namun sebagaimana yang dikemukakan Scott Mainwaring, pemerintah koalisi atau konsosiasi mungkin dibentuk dalam sistem presidensial, sebagaimana ditunjukkan oleh pengalaman colombia, tetapi pola ini lebih sulit daripada dalam sistem parlementer. 25 Kesulitan itu terjadi karena dalam sistem presidensial coalitions are not institutionally necessary dan sistem presidensial sendiri not conducive to political cooperation. 26 Meskipun dengan segala macam upaya dibentuk, koalisi dalam sistem presidensial lebih rapuh (vulnerable) jika dibandingkan dengan koalisi dalam sistem perlementer. 27 Oleh karena itu dengan dibentuknya koalisi partai politik pendukung presiden, maka partai politik pendukung presiden menjadi mayoritas di dewan perwakilan rakyat dan tentu sangat menentukan dalam hal pengambilan keputusan. Sehingga pola hubungan antara lembaga 24 Pasal 20A ayat (3). 25 Scott Mainwaring, 1995, Presidensialisme di Amerika Latin, dalam Arend Lijphart, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidemsial; saduran, Ibrahim R. Dkk, PT Grafindo Persada, Jakarta, hlm 121. 26 David Altman, 2000, The Politics of Coalition Formation and Survival in Multiparty Presidential Democracies: The case of Uruguay 1989-1999, dalam Journal Party Politics, Vol. 6, No. 3, hlm. 261, dalam Saldi Isra, op. cit., hlm 272. 27 Ibid.

8 legislatif dengan lembaga eksekutif sebagaimana disampaikan diatas tadi menjadi terhambat atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi inilah yang kemudian menjadi permasalahan, karena ketika dilakukan koalisi partai politik pendukung Presiden, dapat berimplikasi bukan hanya kepada lembaga legislatif tetapi juga berimplikasi terhadap lembaga eksekutif itu sendiri. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengaplikasikannya dalam penelitian ilmiah yang berjudul Koalisi Partai Politik dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan yang dapat dikemukakan adalah : 1. Bagaimanakah implikasi koalisi partai politik dalam pemerintahan terhadap efektifitas penyelenggaraan pemerintahan? 2. Bagaimanakah implikasi koalisi partai politik dalam pamerintahan terhadap mekanisme check and balances antara lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) dengan lembaga eksekutif (Pemerintah)? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang akan dianalisis dalam upaya menjawab permasalahan koalisi partai politik dalam sistem pemerintahan presidensiil. Dari analisis ini nantinya diharapkan dapat menjawab permasalahan yang telah dikemukakan diatas, yaitu:

9 1. Untuk mengetahui bagaimanakah implikasi koalisi partai politik dalam pemerintahan terhadap efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. 2. Untuk mengetahui bagaimanakah implikasi koalisi partai politik dalam pemerintahan terhadap mekanisme check and balances antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Akademis Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan ketatanegaraan dan pemerintahan pada khususnya terhadap permasalahan koalisi partai politik dalam sistem pemerintahan presidensiil. 2. Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi segenap kalangan baik para akademisi, ahli tata Negara dan para politisi serta para penyelenggara Negara, khususnya Pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (legislatif). E. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan penulis, belum ada penulisan yang secara khusus membahas tentang Koalisi Partai Politik Dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil. Namun penulis menemukan beberapa penulisan hukum/ skripsi yang membahas terkait dengan topik skripsi ini.

10 Adapun yang pertama adalah penulisan hukum/ skripsi dari saudara Bayu Sulistomo (01 05 07470) mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul skripsi skripsi : Implementasi Mekanisme Check and Balance Antara Lembaga Legislatif dan Lembaga Eksekutif Setelah Perubahan Sistem Pemerintahan Pasca Amandemen UUD 1945. Rumusan masalahnya adalah bagaimanakah mekanisme check and balance antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif menurut amandemen UUD 1945 setelah terjadinya perubahan system pemerintahan dari quasi presidensiil ke presidensiil murni? Tujuan penelitian obyektif, menganalisis secara teoritis yuridis dari kacamata hukum ketatanegaraan dan untuk mencari, bagaimanakah implementasi mekanisme check and balance antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif, setelah terjadinya perubahan sistem pemerintahan dari quasi presidensiil ke presidensiil murni. Hasil penelitian dari penulisan hukum/ skripsi ini dikatakan bahwa mekanisme check and balance antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif setelah terjadinya perubahan sistem pemerintahan dari quasi presidensiil ke presidensiil murni, dapat ditunjuk dari beberapa point-point variabel dalam amandemen UUD 1945. Penulisan hukum/ skripsi yang kedua adalah oleh saudara Alwan Husni Dalimunthe mahasiswa fakultas hukum Universitas Sumatera Utara (USU) dengan judul skripsi : Pembentukan Kabinet pada Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Rumusan masalah dari penulisan hokum/ skripsi ini tersebut adalah: 1. Bagaimana tinjauan terhadap system pemerintahan di Indonesia setelah amandemen UUD 1945?

11 2. Bagaimana pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945? Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tinjauan terhadap sistem pemerintahan di Indonesia setelah amandemen UUD 1945. 2. Untuk mengetahui pembentukan kabinet pada sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Hasil penelitian dari skripsi ini dikatakan bahwa : 1. Sistem pemerintahan yang dianut oleh negara Republik Indonesia psaca amandemen UUD 1945 adalah sistem pemerintahan presidensial murni, yaitu suatu sistem pemerintahan yang benar-benar memiliki karakter sistem pemerintahan presidensial. Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan sebelum amandemen yang menggunakan sistem campuran, yaitu campuran antara sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Hal ini dikarenakan dalam sistem ini Presiden ditentukan harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan daerah dan utusan-utusan golongan fungsional. 2. Pembentukan kabinet dalam sistem pemerintaan presidensial pasca amandemen Undang-undang Dasar 1945 mutlak berada di tangan presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini dipertegas kembali oleh Undang-undang kementerian negara yang menyatakan bahwa Presiden membentuk kementerian luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan, sebagaimana

12 dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia tahun 1945. Oleh karena itu penelitian ini berbeda baik dari segi judul, permasalahan, dan tujuan penelitian sehingga dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. F. Batasan Konsep Dalam penelitian ini, batasan konsep diperlukan untuk menguraikan batasan-batasan konsep atau pengertian istilah yang berkaitan dengan objek yang diteliti, yaitu : Koalisi adalah gabungan. 28 Koalisi partai adalah kombinasi dari sejumlah kekuatan partai politik untuk membentuk suara mayoritas sehingga dapat memperjuangkan tujuan secara bersama-sama. 29 Sedangkan pengertian partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 30 Jadi yang dimaksud dengan koalisi partai politik dalam penulisan hukum/ skripsi ini adalah gabungan dari beberapa partai politik untuk membentuk suara mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat, dibentuk oleh presiden, sebagai pendukung pemerintah serta menempatkan wakilnya duduk di kabinet pemerintahan untuk memperjuangkan tujuan secara bersama-sama. 28 J.C.T. Simorangkir, S.H.,dkk, 2000, Kamus Hukum, Sinar Grafika, hlm 27. 29 Akbar Kaelola, 2009, Kamus Istilah Politik Kontemporer, Cakrawala, Yogyakarta, hlm 159. 30 Pasal 1 ayat (1) UU No 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

13 Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhan, sehingga hubungan itu menimbulkan ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu. 31 Sistem pemerintahan adalah suatu sistem hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga negara. 32 Menurut Jimly Asshiddiqie, sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian regeringsdaad, yaitu penyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif. 33 Sistem pemerintahan presidensiil adalah system pemisahan kekuasaan, yakni antara parlemen (legislatif) dengan eksekutif mempunyai kedudukan yang sama dan tidak dapat saling menjatuhkan melainkan saling melakukan kontrol dan keseimbangan (checks and balances) dalam melaksanakan kewenangannya. 34 G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada norma hukum positif yang berupa perundang-undangan dan penelitian ini memerlukan data sekunder sebagai data utama. Penelitian hukum normatif ini dengan melakukan abstraksi melalui proses deduksi dari 31 Carl J Friedrich, dalam Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim, 1980, Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi HTN-UI, Jakarta, hlm. 160. 32 Moh. Mahfud MD, 1993, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hlm. 83. 33 Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Buana Ilmu Populer, hlm. 311. 34 B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi, Yogyakarta, Universitas AtmaJaya Yogyakarta, hlm 122.

14 norma hukum positif yang yang berupa sistematisasi hukum dan sinkronisasi hukum secara vertikal dan horizontal, yang dilakukan dengan deskripsi, sistematisasi, analisis, interpretasi, dan menilai hukum positif terhadap permasalahan yang menyangkut rumusan masalah. Dalam hal ini penelitian hukum normatif mengkaji peraturan hukum positif yang berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan Kekuasaan Presiden (eksekutif), kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (legislatif) dan hubungan keduanya dalam kerangka prinsip sistem pemerintahan presidensiil dan mekanisme check and balances antara Presiden (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (legislatif). 2. Sumber data Dalam penelitian hukum normatif, data utama yang digunakan berupa data sekunder yang dipakai sebagai data utama, meliputi : a. Bahan Hukum Primer yang berkaitan dengan penulisan hukum ini, terdiri dari : 1) Undang-Undang Dasar 1945 2) Undang-Undang No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 3) Undang-Undang No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. 4) Undang-Undang No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. 5) Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. b. Bahan Hukum Sekunder

15 Yaitu, bahan hukum yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara yuridis, seperti buku literatur, jurnal dan makalah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, hasil penelitian, pendapat hukum dan hasil wawancara dari nara sumber serta internet. 3. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dalam penulisan hukum ini adalah dengan studi kepustakaan. Yaitu dengan cara membaca dan mempelajari Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan Perundangundangan, jurnal dan makalah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, hasil penelitian, pendapat hukum dan hasil wawancara dari nara sumber serta internet. 4. Metode analisis Untuk penelitian hukum normatif digunakan analisis kualitatif yaitu analisis dengan menggunakan ukuran kualitatif. Yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang dikumpulkan secara sistematis seperti Undang-Undang Dasar 1945, peraturan Perundang-undangan, teori-teori umum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti serta memaparkan secara lengkap dengan memberi perhatian dalam porsi yang sama sehingga memperoleh gambaran mengenai suatu permasalahan yang diteliti. Proses penalaran dalam menarik kesimpulan digunakan metode berfikir deduktif. Yaitu metode penyimpulan dari pengetahuan yang bersifat umum seperti teori-teori umum tentang koalisi partai politik, sistem pemerintahan presidensiil, hubungan antara legislatif dengan eksekutif, check and balances serta peraturan perundang-undangan lalu digunakan untuk menilai suatu kejadian yang bersifat khusus yang berupa fakta empiris.