AROMATERAPI INHALASI SEBAGAI EVIDENCE BASED NURSING PADA PASIEN GGK YANG MENJALANI HEMODIALISA UNTUK MENGURANGI KECEMASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH AROMATERAPI INHALASI TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD WANGAYA DENPASAR

TERAPI WEWANGIAN MINYAK ESSENSIAL BUNGA MAWAR (ROSE) DENGAN CARA INHALASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DAN TERHADAP RASA NYERI

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap wanita.

PENURUNAN KECEMASAN MENGHADAPI SKRIPSI DENGAN MENGGUNAKAN AROMATERAPI INHALASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco &

BAB I PENDAHULUAN. kecemasan yang tidak terjamin atas prosedur perawatan. 2 Menurut penelitian, 1

PENGARUH CYTRUS (ORANGE) AROMATHERAPY TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI RSUD KOTA MADIUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden kecelakaan merupakan penyebab utama orang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap (Suwitra, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. IGD hendaknya berdasarkan dengan sistem triage. Triage adalah cara

BAB I PENDAHULUAN. ginjal tahap akhir (End Stage Renal Disease, [ERDS]) adalah istilah yang

BAB I PENDAHULUAN. penjahitan luka (Sustyowati, dkk, 2010). Potter & Perry (2005) menyebutkan bahwa menghadapi pembedahan pasien akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pasien yang dirawat di rumah sakit, pasien lebih sering merasa cemas

PENGARUH AROMATERAPI TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESAREA DI RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (± 605 juta) (World Health. meningkat menjadi 11.4% dibandingkan tahun 2000 sebesar 7.4%.

BAB V PEMBAHASAN. perineum pada ibu postpartum di RSUD Surakarta. A. Tingkat Nyeri Jahitan Perineum Sebelum Diberi Aromaterapi Lavender

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) adalah komitmen negara terhadap rakyat

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh yang seimbang. Hal tersebut sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh, sebagian besar dijalankan oleh Ginjal

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Kesehatan N0.36 Tahun 2009 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya secara normal (Soematri, 2012).Secara global lebih dari 500 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya polusi lingkungan, tanpa disadari dapat mempengaruhi terjadinya

EFEK FISIK DAN PSIKOLOGI PADA IBU POSTPARTUM SECTIO CAESAREA DENGAN PEMBERIAN AROMATHERAPY LAVENDER DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK EVASARI JAKARTA, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hemodialisa merupakan salah satu metode pengobatan gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. memperlancarkan darah dari zat toksin dan berbagai zat sisa. mengatur keseimbangan asam basa, mempertahankan volume dan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu penyakit berbahaya yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. keperawatan kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health

Terapi Komplementer Massage Punggung untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan bagian tubuh seperti tangan

EFEKTIFITAS TERAPI AROMA LEMON TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN POST LAPARATOMI

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. menjadi lansia, yang masing-masing mempunyai kekhususan (Noorkasiani,

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) YANG MENJALANI HEMODIALISA

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak tahun 2000, angka kejadian penyakit tidak menular semakin

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh, dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

PERBEDAAN EFEKTIFITAS MANDI AIR HANGAT DAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP PENURUNAN INSOMNIA PADA LANSIA. Istiana Nurhidayati* ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINGKAT KECEMASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. SOESELO SLAWI

ABSTRAK. Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani Proses Hemodialisa Di RSUD Dr. Hardjono Ponorogo.

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12%

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000).

PENGARUH TERAPI MUROTTAL AL-QURAN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL YANG MENJALANI HEMODIALISA DI POLI KLINIK HEMODIALISA RSD

GAMBARAN KECEMASAN PASIEN EKSTRAKSI GIGI SEBELUM DAN SESUDAH MENGHIRUP AROMATERAPI LAVENDER

HUBUNGAN TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi. Menurut Basha (2009) hipertensi adalah satu keadaan dimana seseorang

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I PENDAHULUAN. wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KECEMASAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISA RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. juta orang mengalami gagal ginjal. Data dari The United State Renal Data System

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui

PENGARUH AROMATERAPI JAHE TERHADAP MUAL DAN MUNTAH AKIBAT KEMOTERAPI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA.

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI POST OPERASI DI RUMAH SAKIT Dr.OEN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. [CDC], 2013). Data dari Riset Kesehatan Dasar ( 2013), prevalensi. gangguan mental emosional (gejala -gejala depresi

BAB I PENDAHULUAN. darah dalam tubuh dengan mengekskresikan solute dan air secara. saja tetapi juga di negara berkembang. Di Amerika Serikat,

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan cairan yang berlebihan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelelahan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut beberapa ahli,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah minyak Lavender menurunkan frekuensi denyut jantung.

Purwandita Anggarini, Lutfi Nurdian Asnindari STIKES Aisyiyah Yogyakarta

2025 (Sandra, 2012). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al.,

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia (Ruggenenti dkk, 2001). Penyakit gagal ginjal kronis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Transkripsi:

AROMATERAPI INHALASI SEBAGAI EVIDENCE BASED NURSING PADA PASIEN GGK YANG MENJALANI HEMODIALISA UNTUK MENGURANGI KECEMASAN Widiyono 1 1 Mahasiswa Magister Keperawatan Peminatan Medikal Bedah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. korespodensi : Gang Sadewa 14 Perum Ambarketawang Indah Meijing Wetan Gamping 55291 Yogyakarta Phone : +6285228893002 Email : widiyono2727@gmail.com Abstract : Aromatherapy inhalation is the most effective adn safely complementary used, Psychological problem as a result of physicaldisorder more common in patients with chronic illness, especially Chronic Renal Failure who undergoing hemodialysis. The objectiveis to describe the application of lemon aromatherapy inhalation to descrease the level of anxiety to Chronic Renal Failure who undergoing hemodialysis as an Evidence Based Nursing (EBN). The method of this paper was case study conductuted Ners Profesion Hemodialysis Stase in the implementation EBN at inpatient Hemodialysis Unit RSUD Wates for 3 weeks, in the span of 16 th August until 10 th September 2015. The lemon aromatheray Inhalation is done for 2 times a week, 30 minutes. The Participant this study all CRF patient who undergoing of hemodialysis at Hemodialysis Unit RSUD Wates. Total sample is 30 participant. Obtained a lemon aromatherapy inhalation is able to decrease patient anxiety level, seen from HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) score. The result show that from 30 participant, 16 participant didn t anxiety, moderate anxiety 9 participant and mild anxiety 5 participant. The respone of patients after undergoing aromatherapy inhalation a reporting session feel relax and conform in Fistula needle insertion to dailys acces by nurse and reduce the nausea and vomiting symptoms. For the effective aromatherapy on the patient, let the hospital provides facilities such as aromatherapy inhalation equitment because this intervention effectively decrase patient anxiety at hemodyalis unit. Suggest to nurse must using this therapy to one part of nursing intervension. Key Word: aromatherapy inhalation, hemodialysis, anxiety Abstrak : Aromaterapi inhalasi, merupakan terapi komplementer yang paling efektif dan aman digunakan. Masalah psikologis seabagai dampak dari gangguan fisik banyak terjadi pada pasien penyakit kronis, terutama Gagal Ginjal Kronik (GGK). Tujuan penulisan ini memaparkan aplikasi dari pemberian terapi inhalasi untuk mengurangi kecemasan pasien GGK yang menjalani hemodialisis (HD) sebagai suatu evidence based nursing (EBN). Metode penulisan ini berupa case study pelaksanaan EBN praktik ners stase peminataan hemodialisa di lakukan di unit Hemodialisa RSUD Wates, Selama 3 minggu, dalam rentang waktu tanggal 16 Agustus hingga 9 September 2013. Aromaterapi inhalasi diberikan 2 kali seminggu, 30 menit. Partisipan dalam penerapan EBN ini adalah pasien GGK yang menjalani HD dengan 1 tahun menjalani HD sebanyak 30 sampel, didapatkan pemberian aromaterapi inhalasi dengan aroma lemon mampu menurunkan cemas pasien ditunjukkan dari hasil penurunan skor HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).Didapatkan hasil setelah pemberian aromaterapi inhalasi adalah dari 30 pasien, sebanyak 13 responden tidak mengalami cemas, 10 responden berikutnya termasuk dalam kategori cemas ringan, 7 responden selanjutnya termasuk dalam kategori cemas sedang. Respon pasien setelah diberikan aromaterapi inhalasi melaporkan merasa lebih tenang dan nyaman saat akan di lakukan pemasangan invasif jarum fistula dialisis, dan mampu mengurangi gejala mual dan muntah efek HD. Diketahui dengan pemberian aromaterapi inhalasi aroma lemon dapat menurunkan tingkat kecemasan dalam menjalani hemodialisa, maka tentunya intervensi ini sangat dianjurkan untuk diberikan pada pasien GGK yang menjalani HD dan rumah sakit bisa memberikan fasilitas seperti alat untuk melakukan aromaterapi inhalasi ini. Kata Kunci : aromaterapi inhalasi, hemodialis, kecemasan 1

PENDAHULUAN Penyakit gagal ginjal kronik termasuk masalah yang sangat penting. Penyakit gagal ginjal yang tidak ditatalaksana dengan baik dapat memperburuk kearah penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi pengganti ginjal permanen berupa hemodialisis atau transpaltasi ginjal. Diseluruh dunia, terdapat sekitar satu juta orang penderita penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani terapi pengganti (dialisis atau transplantasi) pada tahun 1996 jumlah ini akan meningkat menjadi dua juta orang pada tahun 2010 (Firmanyah, 2010). Di Indonesia, menurut data dari PERNEFRI (Persatuan Nefrologi Indonesia) pada tahun 2011 diperkirakan ada 70 ribu penderita ginjal yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronik tahap akhir dan yang menjalani terapi hemodialisis hanya 4000 sampai 5000 orang. Pada tahun 2012 dalam survey komunitas yang dilakukan PERNEFRI didapatkan prevalensi populasi yang memiliki gangguan ginjal sudah ada 12,5% yang diujikan terhadap 9.412 populasi di 4 kota Indonesia (Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali) yang disampaikan oleh Dharmeizar sebagai Ketua PERNEFRI. Pada tahun 2013 berdasarkan data survey yang dilakukan PERNEFRI mencapai 30,7 juta penduduk yang mengalami Penyakit Ginjal Kronik dan menurut data PT. ASKES ada sekitar 14,3 juta orang penderita Penyakit Ginjal Tingkat Akhir yang saat ini menjalani pengobatan (PERNEFRI, 2013) Pada tahun 2011 di Indonesia terdapat 15.353 pasien yang baru menjalani HD dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan pasien yang menjalani HD sebanyak 4.268 orang sehingga secara keseluruhan terdapat19.621 pasien yang baru menjalani HD. Sampai akhir tahun 2012 terdapat 244 unit hemodialisis di Indonesia (IRR, 2013). Gambar 1. Hemodialisa Pasien GGK yang memilih HD sebagai terapi pengganti fungsi ginjal akan menjalani terapi tersebut seumur hidupnya kecuali pasien menjalani transplantasi ginjal (Rahardjo dkk., 2006:591). Ketergantungan pasien GGK terhadap HD seumur hidupnya, 2

akan berdampak luas dan menimbulkan masalah baik secara fisik, psikososial, dan ekonomi. Kompleksitas masalah yang timbul pada pasien GGK yang menjalani HD akan mengakibatkan timbulnya kecemasan pada pasien tersebut (Indrawati et al., 2009). Penderita gagal ginjal kronik harus melakukan cuci darah, yang merupakan tindakan medis untuk membebaskan tubuh seseorang dari pembakaran makanan khususnya sisasisa pembakaran protein dan cairan tubuh yang berlebihan. Penderita akan mengalami suatu dependenceindependence conflict. Biasanya hidup secara mandiri, sekarang merasa hidupnya bergantung pada mesin cuci darah. Melihat masalah yang dihadapi para penderita gagal ginjal kronik menderita kecemasan dimana kecemasan merupakan salah satu gangguan yang ada pada psikologis manusia (Suhud, 2001). Dari penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningsih (2011) mengindikasikan bahwa dari 45 orang yang menjalani terapi hemodialisis, terdapat 6 orang (13%) tidak mengalami kecemasan, 9 orang (20%) mengalami kecemasan ringan, 22 orang (49%) menagalami kecemasan sedang, 7 orang (16%) mengalami kecemasan berat, dan 1 orang (2%) mengalami panik. Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart, 2006). Dokter dan perawat yang bertugas di unit hemodialisa telah berkolaborasi untuk mengurangi kecemasan pasien GGK yang menjalani HD dengan cara pemberian obat anticemas (anxiolytic). Hasil yang diperoleh dari pemberian obat tersebut cukup membantu pasien, akan tetapi petugas kesehatan juga cukup mengkhawatirkan efek samping yang ditimbulkan oleh obat anticemas. Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan sebuah terapi nonfarmakologis yang dapat membantu terjadinya penurunan tingkat kecemasan pasien GGK yang menjalani HD. Saat ini, Complementary and Alternative Medicine (CAM) sudah mulai digunakan dan dikembangkan dalam dunia kesehatan. Penggunaan CAM dalam dunia kesehatan diharapkan dapat menjadi pelengkap dari perawatan medis dan dapat diaplikasikan oleh tenaga kesehatan, khususnya tenaga di bidang keperawatan (Tzu, 2010). Salah satu jenis dari CAM yang sedang populer digunakan dalam bidang kesehatan 3

yaitu aromaterapi (Watt & Janca, 2008). Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan minyak essensial yang dinilai dapat membantu mengurangi bahkan mengatasi gangguan psikologis dan gangguan rasa nyaman seperti cemas, depresi, nyeri, dan sebagainya (Watt & Janca, 2008). Dalam penggunaannya, aromaterapi dapat diberikan melalui beberapa cara, antara lain inhalasi, berendam, pijat, dan kompres (Bharkatiya et al, 2008). Dari keempat cara tersebut, cara yang tertua, termudah, dan tercepat diaplikasikan adalah aromaterapi inhalasi. Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat, dan emosi seseorang (Wong, 2010). Aromaterapi lemon merupakan jenis aroma terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya (Wong, 2010). Penelitian Yuliadi (2011) membuktikan bahwa aroma lemon dapat memberikan efek rileks pada pasien pre operasi sectio cessaria (p<0,05). Gambar 2. Minyak Essensial Lemon untuk Aromaterapi Berdasarkan studi pendahulan yang dilakukan di Unit Hemodialisa RSUD Wates pada awal Bulan September tahun 2013. Dari delapan pasien yang menjalani HD, lima orang (62,5%) mengatakan dirinya mengalami kecemasan saat menjalani HD dengan mengalami tanda-tanda merasa tegang, jantung berdebardebar, serta khawatir terhadap efek samping setelah HD (misalnya mual dan kepala terasa pusing). Hasil observasi terhadap 2 orang pasien GGK yang menjalani hemodialisa saat akan dilakukan pemasangan akses sarana hubungan sirkulasi oleh perawat, pasien tampak menarik tangan, ekspresi tidak rileks, sementara seorang yang lain menyeringai dan merintih kecil. Pemasangan akses sarana hubungan 4

sirkulasi merupakan salah satu stressor yang mempengaruhi kecemasan pasien yang menjalani hemodialisa, tetapi antara pasien yang satu dengan yang lain tampak kecemasan yang berbeda. Dari fenomena kecemasan pada pasien GGK yang menjalani HD, maka pertanyaan klinis yang muncul adalah : Apakah pemberian aromaterapi inhalasi aroma lemon pada pasien GGK yang menjalani HD di Unit Hemodialisa dapat mengurangi kecemasan? TUJUAN Memaparkan aplikasi pemberian aromaterapi inhalasi untuk menurunkan ntingkat kecemasan pasien GGK yang menjalani hemodialisa sebagai suatu Evidence Based Nursing (EBN). POPULATION Pasien GGK yang menjalani hemodialisa yang mengalami kecemasan INTERVENTION Pemberian aromaterapi inhalasi selama 30 menit COMPARATION Tidak dilakukan intervensi perbandingan OUTCOME Kecemasan akan mengalami penurunan dengan pemberian aromaterapi inhalasi selama 30 menit yang dinilai dengan BAI METODE Tulisan ini berupa case study pelaksanaan EBN selama praktik profesi ners stase peminatan hemodialisa STIKES JENDERAL ACHMAD YANI Yogyakarta Agustus Oktober 2015 yang berlangsung di Unit Hemodialisa RSUD Wates. Untuk mengidentifikasi suatu evidence based maka dilakukan melaui analisa PICO, secara rinci adalah : Tabel 1. Analisa PICO Dari penjabaran berdasarkan konsep PICO diatas, maka kata kunci adalah : aromatherapy inhalation, hemodialysis, anxiety Ringkasan jurnal EBN : Evidence yang diangkat dari proposal ini berasal dari uji random (RCT) Leila et al (2013) berjudul The study of effect aromatherapy on the anxiety rate and cortisol plasma change on hemodialysis patients. Studi ini bertujuan untuk menguji pengaruh 5

aromaterapi yang diberikan pada pasien GGK yang menjalani hemodialisa untuk menurunkan kecemasan dan penurunan kadar kortisol dalam darah. Dalam studi ini mengguanakan kelompok intervensi dan kontrol serta dilakukan randomisasi dan single blind clinical trial. PELAKSANAAN EBN : Aromaterapi inhalasi adalah bentuk terapi komplementer dan merupakan intervensi keperawatan. Dalam pelaksanaan EBN ini, aromaterapi inhalasi diberikan kepada seluruh sampel selama 30 menit setiap kali HD sebanyak dua kali perlakuan. Aromaterapi inhalasi disajikan dalam bentuk tissue yang sudah diteteskan dengan minyak essensial lemon (3 tetes atau 0,3 ml) yang diletakkan tepat di sebelah bantal responden (jarak 20-30 cm dari hidung responden) dan dihirup oleh responden saat dimulainya pemasangan akses hubungan sirkulasi oleh perawat sampai HD berlangsung selama 30 menit pertama. Tingkat kecemasan diukur menggunakan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) setelah itu diberikan aromaterapi inhalasi aroma lemon. Setelah responden diberikan aromaterapi inhalasi sebanyak dua kali perlakuan, responden dihitung kembali mengenai tingkat kecemasannya tepat 30 menit setelah pemberian aromaterapi inhalasi berakhir (pos test). Dalam menentukan jumlah partisipan, penulis terlebih dahulu melaksanakan skrinning dengan menggunakan teknik non probability sampling terhadap beberapa responden sesuai dengan kriteria inklusi. Partisipan yang dipilih adalah pasien GGK yang menjalani HD di unit Hemodialisa RSUD Wates. Adapun kriteria inklusi dan ekslusinya adalah sebagai berikut : Adapun kriteria inklusinya adalah : a). Pasien GGK yang menjalani hemodialisa di Unit Hemodialisa RSUD Wates Kulon Progo. b). Bersedia menjadi responden. c). Pasien GGK menjalani hemodialisa sebanyak 2 kali seminggu. d). Pasien GGK yang memiliki indra penciuman yang baik Sedangkan kriteria eksklusinya : a). Pasien GGK yang menderita alergi atau memiliki riwayat penyakit pernafasan b). Pasien GGK dengan pengunaan antidepresi dan ketergantungan obat Gambaran tingkat kecemasan responden sebelum diberikan 6

aromaterapi inhalasi yaitu sebanyak 20 responden (67%) mengalami cemas ringan, 10 responden (34%) termasuk ke dalam kategori cemas sedang. Setelah diberikan aromaterapi inhalasi sebanyak dua kali perlakuan, terjadi perubahan yang signifikan pada tingkat kecemasan responden, dimana tingkat kecemasan responden mengalami penurunan. Terdapat 13 responden (43%) tidak mengalami cemas, 10 responden (33%) berikutnya termasuk dalam kategori cemas ringan, 7 responden (24%) selanjutnya termasuk dalam kategori cemas sedang, dan tidak ada responden (0%) yang mengalami cemas berat. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada responden 10 menit sebelum responden melakukan HD, diperoleh data bahwa tingkat kecemasan responden sebelum diberikan aromaterapi inhalasi yaitu tidak ada responden (0%) yang tidak mengalami cemas dan mengalami cemas berat, 20 responden mengalami cemas ringan, dan 10 responden yang mengalami cemas sedang. Di samping itu, Dari 30 responden didapatkan data bahwa gejala kecemasan yang umumnya terjadi pada responden sangat bervariasi, mulai dari kepala pusing, merasa tegang, sulit atau sesak nafas, jantung berdebar, khawatir dengan situasi yang dialami, berkeringat dingin, sampai merasa ketakutan termasuk dalam terhadap kematian. Doengoes (2000) mengemukakan bahwa pasien yang menjalani terapi hemodialisa biasanya akan merasa cemas yang disebabkan oleh krisis situasional, ancaman kematian, dan tidak mengetahui hasil dari terapi yang dilakukan tersebut. Pasien dihadapkan pada ketidakpastian berapa lama hemodialisa diperlukan dan harus dapat menerima kenyataan bahwa terapi hemodialisa akan diperlukan sepanjang hidupnya serta memerlukan biaya yang besar. Masalah psikologis seperti kecemasan dan depresi dapat ditemukan pada pasien GGK yang menjalani HD karena pasien harus menjalani HD dalam periode waktu yang lama (Itai et al, 2002). Seseorang yang menjalani hemodialisa berkepanjangan akan dihadapkan berbagai persoalan seperti masalah keuangan, mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, khawatir terhadap perkawinan dan ketakutan terhadap kematian (Bare and Smeltzer, 2002). Selain itu, perasaan ketergantungan 7

yang berlebihan pada mesin dialisis, tenaga kesehatan, dan terapi pengobatan merupakan salah satu elemen yang tidak diinginkan oleh pasien GGK yang menjalani HD yang dapat menyebabkan kecemasan serta perubahan pada harga diri pasien. Usia, tingkat pendidikan, frekuensi HD, status sosial juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap insiden kecemasan yang dialami pasien GGK yang menjalani HD (Klaric et al, 2009). Setelah dilakukan pemberian aromaterapi inhalasi dengan aroma lemon terjadi tingkat penurunan kecemasan. Dari 30 responden, terdapat 13 responden (43%) tidak mengalami cemas, 10 responden (33%) berikutnya termasuk dalam kategori cemas ringan, 7 responden (24%) selanjutnya termasuk dalam kategori cemas sedang, dan tidak ada responden (0%) yang mengalami cemas berat. Aromaterapi inhalasi terhadap minyak esensial dapat meningkatkan kesadaran dan menurunkan kecemasan. Molekul-molekul bau yang terkandung dalam minyak esensial memberikan efek positif pada sistem saraf pusat, yaitu dapat menghambat pengeluaran Adreno Corticotrophic Hormone (ACTH) dimana hormon ini dapat mengakibatkan terjadinya kecemasan pada seseorang (Butje & Shattell, 2008). Salah satu efektivitas kandungan kimia dalam minyak esensial dapat mempengaruhi aktivitas fungsi kerja otak melalui sistem saraf yang berhubungan dengan indera penciuman. Respon ini akan merangsang peningkatan aktivitas neutrotransmiter, yaitu berkaitan dengan pemulihan kondisi psikologis seperti emosi, perasaan, pikiran, dan keinginan (Jaelani, 2009). Saat pemberian aromaterapi, minyak atsiri masuk dalam tubuh manusia melalui tiga jalan utama yaitu ingesti, olfaksi, dan inhalasi (Koensoemardiyah, 2009). Menghirup minyak aromaterapi dianggap sebagai penyembuhan yang cepat dan langsung, hal tersebut dikarenakan molekul-molekul minyak esensial yang mudah menguap bereaksi langsung pada organ penciuman dan langsung dipersepsikan oleh otak (Sutrani et al, 2004). Bau berpengaruh langsung terhadap otak manusia, seperti narkotika. Hidung memiliki kemampuan untuk membedakan lebih dari 100.000 bau yang berbeda yang mempengaruhi manusia tanpa 8

disadari. Bau-bauan tersebut masuk ke hidung dan berhubungan dengan silia. Reseptor di silia mengubah bau tersebut menjadi impuls listrik yang dipancarkan ke otak dan mempengaruhi bagian otak yang berkaitan dengan mood (suasana hati),emosi, ingatan, dan pembelajaran (Tara, 2005). Saat minyak esensial dihirup, molekul bau yang terkandung dalam minyak esensial lemon (linalool asetat) diterima oleh olfactory ephitelium. Setelah diterima di olfactory ephitelium, molekul bau ditransmisikan sebagai suatu pesan ke pusat penghidu yang terletak di bagian belakang hidung. Pada tempat ini, berbagai sel neuron mengubah bau tersebut dan menghantarkannya ke susunan saraf pusat (SSP) yang selanjutnya dihantarkan menuju sistem limbik otak (Buckle, 2003). Sistem limbik otak merupakan tempat penyimpanan memori, pengaturan suasana hati, emosi senang, marah, kepribadian, orientasi seksual, dan tingkah laku. Pada sistem limbik, molekul bau akan dihantarkan menuju hipothalamus untuk diterjemahkan. Di hipothalamus, seluruh unsur pada minyak esensial merangasang hipothalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF). Proses selanjutnya yaitu CRF merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan produksi Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga produksi enkephalin oleh medulla adrenal meningkat. Kelenjar pituitary juga menghasilkan endorphin sebagai neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks (Buckle, 2003). Hal tersebut dikuatkan oleh Koensoemardiyah (2009) yang menyatakan bahwa ketika minyak atsiri dihirup, molekul yang menguap (volatile) dari minyak tersebut dibawa oleh arus udara ke atap hidung di mana silia-silia yang lembut muncul dari sel-sel reseptor. Ketika molekulmolekul itu menempel pada rambutrambut tersebut, suatu pesan elektrokimia akan ditransmisikan melalui bola dan saluran olfactory ke dalam sistem limbic. Hal ini akan merangsang memori dan respons emosional. Hipotalamus berperan sebagai relay dan regulator, memunculkan pesan-pesan yang harus disampaikan ke bagian lain otak dan bagian badan lain. Pesan yang diterima kemudian diubah menjadi tindakan yang berupa pelepasan senyawa eletrokimia yang menyebabkan relaks (Jain, 2011). 9

Menurut Indah (2013) pengaruh minyak lemon terhadap perasaan rileks disebabkan oleh kandungan kimia utama minyak lavender adalah linalool yang dapat meningkatkan sirkulasi dan menghantarkan pesan elektrokimia ke susunan saraf pusat. Selanjutnya linalool ini akan menyebabkan spasmolitik serta menurunkan aliran impuls saraf yang mentransmisikan nyeri dan mereduksi ketegangan. Selain itu, kandungan linalool asetat sebagai komposisi utama dalam minyak esensial lemon dinilai mampu mengendurkan dan melemaskan sistem kerja saraf dan otot-otot yang tegang dengan cara menurunkan kerja dari saraf simpatis saat seseorang mengalami kecemasan. Saraf simpatis yang membawa serabut saraf vasokonstriksor akan mengalami penurunan kinerja saat linalool asetat masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi. Kondisi ini juga mengakibatkan menurunnya produksi epinefrin yang dikeluarkan oleh ujungujung saraf vasokonstriksor sehingga gejala kecemasan seperti peningkatan frekuensi nadi dan pernafasan, tekanan darah, mengalami penurunan bahkan tidak dirasakan lagi. Hasil pelaksanaan ini juga sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Yuliadi (2011) tentang pengaruh citrus aromaterapi terhadap penurunan ansietas pada pasien pre operasi sectio cesarea didapatkan hasil uji p-value 0,037 karena nilai p < α (0,05) maka H0 ditolak. Ini membuktikan pada tingkat signifikansi 95% citrus aromaterapi memberikan efek pengaruh significant terhadap penurunan tingkat ansietas. Disarankan penggunaan citrus aromaterapi sebagai intervensi keperawatan pada klien ansietas pre operasi sectio cesarea dengan catatan tidak memiliki riwayat alergi saluran napas dan golongan citrus. Selain terapi komplomenter, tindakan nursing care juga dapat diberikan sebagai terapi non farmakologis salah satunya yaitu teknik relaksasi yang juga dapat menurunkan tekanan darah dan efektif dalam menurunkan kecemasan. PENUTUP Pemberian aromaterapi inhalasi mampu menurunan tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Wates sehingga pasien lebih siap menjalani pengobatan dengan segala efek sampingnya. Kandungan unsurunsur terapeutik dari minyak esensial dalam pemberian aromaterapi inhalasi memperbaiki ketidakseimbangan yang 10

terjadi dalam sistem tubuh. Aroma yang terkandung dalam minyak esensial dapat menimbulkan rasa tenang akan merangsang daerah di otak untuk memulihkan daya ingat, mengurangi kecemasan, depresi, dan stress (Buckle). Aromaterapi inhalasi dapat digunakan sebagai salah satu terapi alternatif dan terapi komplementer untuk mengatasi kecemasan yang dialami pasien GGK yang menjalani HD serta meminimalkan efek samping terapi farmakologis. Selain itu, disarankan kepada perawat untuk memberikan intervensi ini ketika melakukan pemasanagan akses dialisis dan juga kepada pasien GGK agar mengikuti pemberian aromaterapi secara teratur terutama saat mengalami kecemasan selama menjalani HD karena aromaterapi inhalasi ini sangat mudah diaplikasikan dan sangat bermanfaat. Bagi rumah sakit akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan jika mampu menyediakan fasilitas misalnya alat untuk melakukan aromaterapi inhalasi. DAFTAR PUSTAKA Ackerman, C.,J., Turkoski, B. (2000). Using Guide Imagery to Reduce Pain and Anxiety. Home Healthcare Nurse, 18. Bare and Smeltzer, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Jakarta. Bharkatiya M, Nema RK, Rathore KS, Panchawat S. (2008). Aromatherapy: Short Overview. International Journal of Green Pharmacy, 2(1):13-16. Buckle, Jane.( 2003). Clinical Aromateraphy: Essential Oils in Practice. Jilid Pertama. Edisi Kedua. London: Churcill Livingstone. Butje, A.B. & Shattell, M. (2008). Healing Scents: An overview of Clinical Aromatherapy for Emotional Distress. Journal of Psychosocial Nursing and Mental Health Services, 46(10):46-52. Cahyaningsih, N. (2009). Hemodialisa Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Yogyakarta : Mitra Cendika Press Doengoes, Mariynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC. Firmansyah, Adi. (2010). Usaha Memperlambat Perburukan Penyakit Ginjal Kronik ke Penyakit Ginjal Stadium Akhir. Jakarta: PPDS Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Indrawati SW, Maslihah S, Wulandari A. (2009). Studi Tentang Religiusitas, Derajat Stres, dan Strategi Penanggulangan Stres (Coping Stres) Pada Pasangan Hidup Pasien Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Itai, Takahir; Amayasu, Hideaki, Kuribayashi, Michito; Kawamura, Naoko; Okada, Motohiro; Momose, Akishi; 11

Tateyama, Toshiko; Narumi, Kumiko; Uematsu, Waka; Indah, SY. (2013). Keajaiban kulit buah. Surabaya: Tibbun Media Indonesian Renal Registry (IRR), 2013. Report of Indonesian Renal Registry 2011. Perhimpunan Jaelani. (2009). Aromaterapi. Ed.1. Jakarta; Pustaka Populer Obor Jain, R. (2011). Pengobatan alternatif untuk mengatasi tekanan darah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Kaneko, Sunao. (2002). Psychological Effects of Aromatherapy on Chronic Hemodialysis Patients. Psychiatry and Clinical Neurosciences Journal, 54(2):393 397. Klaric, Miro; Letica, Ivona; Petrov, Bozo; Tomic, Monika; Klaric, Branka Letica, Ludvig; Franciskovic, Tanja. 2009. Depression and Anxiety in Patients on Chronic Hemodialysis in University Clinical Hospital Mostar. Journal of Psychiatric University of Mostar, 33(2):153-158. Koensoemardiyah. (2009). A-Z aromaterapi untuk kesehatan, kebugaran, dan kecantikan. Yogyakarta: Andi Leila, Neisi., Sima, Hashemy., Masoud, Azarbeik., Ehsan, B. (2013). The study of effect aromatherapy on the anxiety rate and cortisol plasma change on hemodialysis patients. International Research Journal of Applied and Basic Sciences Vol 6 (6): 882-888 Leyfer OT, Ruberg JL, Borden JW. (2006). Examination of the utility of the Beck Anxiety Inventory and its Factors as a Screener for Anxiety Disorders. Journal of Anxiety Disorder, 20(3):444-458. Markum, HMS. (2006). Gagal Ginjal Akut. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S (Eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universtas Indonesia. Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). Konsensus Dialisis. Jakarta: Depkes: Perhimpunan Nefrolog Indonesia Potter. Patricia A, Perry. Anne G. (2010). Fundamentals of Nursing 7th Edition Buku 2. Alih Bahasa : Nggie. Adrina F., Albar. Marina. Jakarta : Penerbit Salemba Medika. Riesenhuber A, Boehm M, Posch M, Aufrich C. (2006). Dierutic potential of energy drinks, Amino Acids. Stuart, G.W. (2002). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan oleh Ramona P dan Egi Komara. 2006. Jakarta: EGC. Stuart and Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC. Suhud, M. (2001). Pedoman gagal ginjal dan dialisis. Jakarta: Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia Sulistyowati. (2009). Pengaruh aromaterapi lavender secara masase terhadap nyeri kanker. Tidak dipublikasikan: Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Sustrani, L. (2004). Hipertensi. Jakarta;Gramedia Tara. (2005). Buku pintar aroma terapi, panduan lengkap aroma terapi untuk kesehatan dan kecantikan. Jakarta; Inovasi Tzu, IC. 2010. Aromatherapy: The Challenges for Community 12

Nurses. Journal of Community Nursing, 24(1):18-21. Wong. (2010). Easing anxiety with aromatherapy. about.com alternative medicine [Jurnal Online]. Diperoleh tanggal 5 September 2013 dari http://altmedicine.about.com/od/ anxiety/a/ anxiety_acupuncture.htm Watt, Gillian and Janca, Aleksandar. 2008. Aromatherapy in Nursing and Mental Health Care. Journal of Contemporary Nurse, 30(1):69-75. Wood, G. L., & Haber, J. (2006). Nursing research methods and critical appraisal for evidencebase practice. (6th ed.). Missouri: Mosby. Yuliadi. (2011). Pengaruh citrus aromaterapi terhadap penurunan ansietas pada klien pre operasi sectio cesarea. Diperoleh pada tanggal 1 Sepember 2013 dari http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/fil edownload/keperawatan/majalah Ignatius%20Yuli adi.pdf 13