BAB VI SIMPULAN. Politik kebudayaan Jawa Surakarta pascaproklamasi. kemerdekaan Indonesia dapat dipahami dalam dua hal, yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN. Historiografi komunitas seniman-priyayi Kemlayan adalah. kekuasaan Jawa, baik Keraton Kasunanan maupun pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENGANTAR. Kerajaan Mataram Islam didirikan pada 1578 setelah terjadi. fragmentasi politis di Kerajaan Demak dan Kerajaan Pajang.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermakna kultural bagi masyarakatnya. Sayang sekali sebagian sudah hilang

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

BAB I PENDAHULUAN Fenomena

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penilitian skripsi yang berjudul Kesenian Tradisional Mak Yong di

BAB V KESIMPULAN. Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari. Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton

BAB I PENDAHULUAN. Peneliti mengenal penari-penari wayang topeng di Malang, Jawa Timur sejak

PENDAHULUAN 1.1. LATARBELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

2015 TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

YAYASAN PAMULANGAN BEKSA SASMINTA MARDAWA. Theresiana Ani Larasati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

Schedule Pertemuan 2 X teori tentang apresiasi seni 4 X pemahaman materi seni 6X apresesiasi 2 X tugas 1 X ujian sisipan 1 x ujian semester

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. siaran yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi masyarakat dalam memberi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS UPAYA MELESTARIKAN BUDAYA BANGSA DISUSUN OLEH : NAMA : SANTI MARLINAH KELAS : 1EA26 NPM :

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berliyana Agustine, 2014 Transmisi kesenian sintren di sanggar sekar pandan keraton kacirebonan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usaha/dunia industri maupun sebagai wiraswasta. Peraturan Pemerintah

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar yang terdapat di Indonesia,

EKSISTENSI SANGGAR TARI KEMBANG SORE PUSAT - YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati

MUSEUM WAYANG NUSANTARA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Wedding Center di Surakarta dengan mengadopsi gaya arsitektur Bangsal Pracimayasa Pura Mangkunegaran

GEDUNG SENI PERTUNJUKAN DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR POST-MODERN

Work Shop Tari Golek Menak Gaya Yogyakarta di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, 2005.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT WORK SHOP TARI GOLEK MENAK GAYA YOGYAKARTA DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN. Di masa Orde Baru, komunikasi pembangunan yang ditujukan untuk

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SANGGAR BUDAYA KI DJAROT SARWINTO DI SUKOHARJO

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

V. PENUTUP SIMPULAN, FORMULASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

KRITIK POPULER FILM DOKUMENTER WARISAN SANG EMPU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

BAB I. Seni Pertunjukan Daerah Dulmuluk

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

BAB V PENUTUP. Kehadiran dan kepiawaian Zulkaidah Harahap dalam. memainkan instrumen musik tradisional Batak Toba, secara tidak

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY. Pengembangan Seni Pertunjukan Ludruk dan Tayub Jawa Timur-an dalam Perspektif Industri Kreatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seni tarian adat tradisional yang begitu banyaknya yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB IV KESIMPULAN. Di era yang kini semakin banyak seniman-seniman tari yang semakin kreatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan yang beranekaragam. Kesenian adalah salah satu penyangga

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

BAB I PENDAHULUAN. faktor, di antaranya mobilitas masyarakat, pertumbuhan ekonomi, politik, pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

SAMBUTAN BUPATI PADA ACARA FESTIVAL KESENIAN YOGYAKARTA KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014 TANGGAL : 30 AGUSTUS 2014

PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan suatu lembaga. Pendidikan khusus yang mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau

BAB I PENDAHULUAN. didapat dalam semua kebudayaan dimanapun di dunia. Unsur kebudayaan universal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

SELASAR SENI RUPA KONTEMPORER DI SURAKARTA (Penekanan Desain Arsitektur Morphosis)

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suku Bugis yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PESTA KESENIAN BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

PUSAT KESENIAN JAWA TENGAH DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada titik berjaya di sekitar tahun Pada saat itu layar tancap

-2- lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, d

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN BAHASA UNTUK MASYARAKAT DAERAH

KEBUDAYAAN. Budaya Benda (Tangible) Budaya Takbenda (Intangible)

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

Transkripsi:

495 BAB VI SIMPULAN Politik kebudayaan Jawa Surakarta pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dipahami dalam dua hal, yaitu revivalisme kebudayaan Jawa Surakarta dan upaya untuk menjadikan Surakarta sebagai pelopor dalam kebudayaan Jawa. Seiring dengan pembentukan negara bangsa ada kebutuhan untuk membangun kebudayaan Indonesia yang menempatkan kebudayaan-kebudayaan daerah sebagai unsur-unsur pembentuknya. Upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa Surakarta perlu dilakukan karena merupakan salah satu langkah strategis untuk membangun kebudayaan Indonesia. Ketika secara politis Surakarta tidak mendapatkan tempat dalam panggung Indonesia merdeka, melalui bidang kebudayaan Surakarta ingin menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia yang menempatkan kebudayaan Jawa Surakarta sebagai aspek utama dalam pembangunan kebudayaan Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan kebudayaan Indonesia dijadikan sebagai momentum dan sekaligus kesempatan untuk membangun kembali kebudayaan Jawa Surakarta yang mengalami kemunduran setelah kemangkatan Sunan Paku Buwana X dan Mangkunagara VII yang disusul dengan keruntuhan kekuasaan

496 politik Kasunanan dan Mangkunagaran sebagai akibat dari revolusi sosial di Surakarta. Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah Surakarta yang merupakan representasi negara memiliki peranan penting dalam upaya-upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa Surakarta. Peranan Pemerintah Republik Indonesia dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa Surakarta diwujudkan dalam pembentukan Kokar, ASKI, PKJT, dan Lokananta di Surakarta, serta pemanfaatan RRI Surakarta sebagai wahana pembinaan dan penyebarluasan kebudayaan Jawa Surakarta. Peranan Pemerintah Daerah Surakarta dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa Surakarta diwujudkan dalam alih kelola Wayang Wong Sriwedari. Upayaupaya yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah Surakarta dalam melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Jawa Surakarta mendapatkan dukungan dari masyarakat Surakarta yang meliputi masyarakat keraton, tokoh dan anggota masyarakat yang tergabung dalam sanggar-sanggar atau paguyuban seni. Dukungan masyarakat Surakarta diwujudkan melalui peran serta mereka secara aktif dalam kegiatan-kegiatan lembaga-lembaga kebudayaan yang dibentuk oleh negara dan melalui kegiatan-kegiatan yang diusahakan sendiri antara lain melalui penyelenggaraan kursus

497 serta penerbitan majalah, koran, dan buku berbahasa Jawa yang berperan sebagai media penyebarluasan kebudayaan Jawa Surakarta. Upaya-upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa Surakarta dilakukan dengan melakukan penggalian, rekonstruksi, dan penafsiran kembali seni pertunjukan tradisi keraton sesuai dengan situasi dan kondisi zamannya. Selain itu juga dilakukan inovasi-inovasi dalam bidang seni pertunjukan dengan mengacu pada konvensi yang berlaku pada tradisi keraton (nunggak semi) dan memanfaatkan unsur-unsur di luar tradisi keraton. Para seniman yang tergabung dalam lembaga-lembaga kebudayaan di Surakarta itu telah berhasil mengembangkan kebudayaan Jawa Surakarta, dalam hal ini seni karawitan, tari, dan pedhalangan menjadi sebuah seni pertunjukan Jawa Surakarta yang moderen dalam keklasikannya. Kegiatan dan kiprah lembaga-lembaga kebudayaan Jawa di Surakarta mengakibatkan seni pertunjukan Jawa Surakarta berkembang secara dinamis. Perkembangan ini menunjukkan adanya revivalisme kebudayaan Jawa Surakarta. Keberhasilan lembaga-lembaga kebudayaan Jawa di Surakarta dalam mengembangkan seni pertunjukan Jawa Surakarta yang moderen dalam keklasikannya ini juga dapat dimaknai bahwa Surakarta menjadi pelopor dalam pengembangan kebudayaan Jawa pada

498 masa Indonesia merdeka. Setelah Perjanjian Giyanti 1755 terjadi kontestasi kultural antara Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Dengan keberhasilannya dalam mengembangkan seni pertunjukan Jawa Surakarta yang moderen dalam keklasikannya pada masa Indonesia merdeka, Surakarta berhasil tampil sebagai pemenang dalam kontestasi kultural itu. Kepeloporan itu ditunjukkan dengan perkembangan dan persebarluasan seni pertunjukan Jawa Surakarta yang melampaui batas wilayah administratif kota Surakarta dan memiliki wilayah persebaran yang lebih luas dibandingkan dengan seni pertunjukan Jawa Yogyakarta. Bahkan, seni karawitan gaya Surakarta dapat mendominasi kehidupan seni karawitan di Yogyakarta dan tari gaya Surakarta lebih diminati oleh warga Daerah Istimewa Yogyakarta. Perkembangan dan penyebarluasan seni pertunjukan Jawa Surakarta itu menjadikan Surakarta sebagai pelopor dalam pengembangan kebudayaan Jawa dan mengukuhkan eksistensinya sebagai pusat kebudayaan Jawa. Surakarta telah berhasil tampil dalam panggung keindonesiaan dan secara simbolik mengukuhkan eksistensinya sebagai ibukota kebudayaan Jawa. Pembicaraan tentang kebudayaan Jawa pada masa Indonesia merdeka tidak akan dapat lepas dari perkembangan kebudayaan Jawa Surakarta.

499 Dalam sejarah Surakarta telah terjadi pergeseran patronage dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa. Pada masa sebelum kemerdekaan raja menjadi patron dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa. Ketiadaan raja yang mampu menjadi patron budaya pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia memberi kesempatan untuk kehadiran patron baru dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa Surakarta. Kehadiran negara dalam pelestarian kebudayaan Jawa Surakarta melalui lembaga-lembaga kebudayaan Jawa yang dibentuk di Surakarta telah menempatkan Pemerintah Republik Indonesia sebagai patron baru dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa Surakarta. Namun demikian, Pemerintah Republik Indonesia masih memerlukan kehadiran keraton sebagai sebuah institusi. Keraton dengan kekayaan budaya yang dimilikinya yang berupa seni pertunjukan menjadi sumber inspirasi untuk mengembangkan kebudayaan Jawa Surakarta. Keberhasilan lembaga-lembaga kebudayaan di Surakarta dalam mengembangkan seni pertunjukan tradisi keraton mengakibatkan seni pertunjukan tradisi keraton tidak hanya menjadi milik keraton, tetapi menjadi milik Republik Indonesia. Seni pertunjukan Jawa Surakarta menjadi salah satu kekayaan budaya Indonesia.

500 Ada dua karakteristik umum dalam politik kebudayaan Jawa Surakarta. Pertama, pemanfaatan seni pertunjukan tradisi keraton sebagai sarana untuk membangun kebudayaan Jawa Surakarta. Lembaga-lembaga kebudayaan yang berperan dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa Surakarta menjadikan seni tradisi keraton sebagai unsur kebudayaan yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Kedua, keraton dan lembaga-lembaga kebudayaan Jawa di Surakarta bersimbiosis mutualisme dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa Surakarta. Mereka saling menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Jawa Surakarta. Berdasar periodisasinya, politik kebudayaan Jawa Surakarta dapat dibagi ke dalam tiga periode. Pertama, periode 1950-1970; periode keraton sebagai sumber inspirasi. Seni pertunjukan tradisi keraton dijadikan sebagai materi pembelajaran pada Kokar dan ASKI Surakarta. Kedua, periode 1970-1980; periode revitalisasi, pengembangan, dan inovasi seni pertunjukan tradisi keraton. Seni pertunjukan keraton direvitalisasi, dikembangkan, dan diperbarui oleh dosen dan mahasiswa ASKI melalui serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh PKJT dengan melibatkan seniman bertaraf empu dari keraton. Ketiga, periode 1980-1990an; periode sosialisasi dan implementasi hasil-hasil pengembangan dan inovasi seni pertunjukan tradisi keraton yang ditandai oleh

501 penyebarluasan garapan-garapan baru ASKI/PKJT dalam bidang karawitan, tari, dan pedhalangan. Pada periode ini juga ditandai dengan adanya upaya-upaya yang lebih sistematis dengan langkah-langkah konkret dari Kasunanan dan Mangkunagaran untuk menegakkan eksistensinya sebagai pusat kebudayaan Jawa dengan mengembangkan seni pertunjukan tradisi keraton dengan konsep-konsep penggarapan yang digagas oleh ASKI/PKJT untuk kepentingan pengembangan pariwisata budaya. Sebagai penutup simpulan ini perlu disampaikan, bahwa lembaga-lembaga kebudayaan di Surakarta yang dibentuk oleh negara, seperti Kokar (sekarang SMK 8 Surakarta), ASKI (sekarang ISI Surakarta), PKJT (sekarang TBJT Surakarta) sampai sekarang masih berkiprah dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan Jawa Surakarta. Lembaga-lembaga itu dengan bidang tugasnya masing-masing menjadi pilar-pilar penyangga keberlangsungan kebudayaan Jawa pada saat ini dan masa depan. Sementara itu, RRI Surakarta dan Lokananta walaupun masih eksis pamornya sebagai lembaga kebudayaan Jawa Surakarta mengalami penurunan. Siaran-siaran kesenian Jawa RRI Surakarta dan produksi/reproduksi kaset-kaset rekaman Lokananta semakin kurang diminati oleh masyarakat seiring dengan perubahan sosial yang demikian cepat. Kemajuan teknologi dan kehadiran televisi swasta yang menyajikan hiburan-

502 hiburan yang bervariasi dan menarik telah semakin menggeser minat masyarakat terhadap siaran-siaran dan produksi rekaman seni pertunjukan Jawa Surakarta. Ketika RRI Surakarta dan Lokananta mengalami penurunan pamor, Kasunanan dan Mangkunagaran justru semakin giat menggali, mengembangkan, dan memanfaatkan potensi kultural yang dimilikinya untuk menegakkan eksistensinya sebagai pusat kebudayaan Jawa. Upaya-upaya itu dilakukan antara lain sebagai respon terhadap perkembangan industri pariwisata yang diharapkan dapat menopang posisinya sebagai pusat kebudayaan Jawa. Dengan demikian, cita-cita para pendiri Kokar Surakarta tidak sia-sia, karena Kasunanan dan Mangkunagaran bangkit, tidak hanya secara simbolis, tetapi melakukan kegiatan-kegiatan nyata untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Jawa Surakarta. Politik kebudayaan Jawa Surakarta merupakan bagian dari kebijakan pembangunan kebudayaan Indonesia. Politik kebudayaan Jawa Surakarta sebenarnya merupakan suatu pemanfaatan kebudayaan untuk mempertahankan eksistensi diri ketika aspek politik dan ekonomi tidak mampu memberi dasar legitimasi. Surakarta tidak ingin kehilangan eksistensi dirinya ketika kehilangan kekuasaan politik dan ekonomi. Surakarta berusaha untuk hadir dan eksis dalam panggung keindonesiaan

503 melalui kebudayaan Jawa Surakarta. Politik kebudayaan Jawa Surakarta berhasil menempatkan Surakarta dalam panggung Indonesia merdeka.