Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62294/PP/M.XI.B/16/2015 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa Menurut Terbanding : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2010 sebesar Rp7.032.300,00; : bahwa koreksi Terbanding terkait Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan dengan kegiatan kebun untuk menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan perpajakan yang berlaku; Menurut Pemohon: bahwa dalam melakukan kegiatan usahanya, Pemohon Banding mengelola perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang diolah di pabrik Pemohon Banding sendiri untuk diproses menjadi minyak kelapa sawit. Produk minyak kelapa sawit ini-lah yang merupakan BKP yang dijual (diserahkan) oleh Pemohon Banding kepada pihak lain. Dengan demikian perpindahan TBS dari kebun kemudian diolah ke pabrik merupakan semata-mata bagian dari alur produksi (Flow of Production); Menurut Majelis : bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang terkait dengan kebun sebesar Rp7.032.300,00; bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding karena penyerahan yg dilakukan Pemohon Banding adalah berupa Barang Kena Pajak (BKP) yang terutang PPN, maka Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang berkenaan dengan penyerahan BKP yang terutang PPN, adalah dapat bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding meliputi perkebunan kelapa sawit dan pengolahan kelapa sawit; bahwa produk yang dihasilkan dari usaha perkebunan kelapa sawit adalah Tandan Buah Segar kelapa sawit, sedangkan produk dari usaha pengolahan kelapa sawit adalah minyak kelapa sawit (CPO) dan inti kelapa sawit (kernel) serta jasa olah Tandan Buah Segar menjadi CPO dan kernel; bahwa Tandan Buah Segar kelapa sawit merupakan barang hasil pertanian yang termasuk Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis dimana atas penyerahannya mendapat fasilitas PPN dibebaskan; bahwa memperhatikan Pasal 16 B ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat bahwa memperhatikan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN, disebutkan bahwa pajak masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; bahwa menurut Majelis, sengketa ini bersifat yuridis; bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas dokumen-dokumen yang disampaikan Terbanding dan Pemohon Banding, Fakta Hukum yang terungkap dalam persidangan adalah sebagai berikut: bahwa ketentuan yang berlaku : A.Pasal 16B Ayat (3) Undang-Undang PPN. bahwa berdasarkan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dinyatakan bahwa:
"Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat " bahwa di dalam memori penjelasannya dijelaskan sebagai berikut: "...adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat B. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000. bahwa Pasal 2 ayat (1) dinyatakan Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang: 1. nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat 2. digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang PPN, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang PPN terhadap peredaran seluruhnya; 3. nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang PPN, dapat dikreditkan. bahwa berdasarkan penelitain Majelis atas Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri Nomor 874/I/PMDN/1990 tanggal 24 Agustus 1990 dan Surat Persetujuan Perluasan Penanaman Modal Dalam Negeri Nomor 166/II/PMDN/1997 tanggal 8 September 1997 diketahui bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit terpadu (intergrated) yang mengelola unit Perkebunan yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit, dan unit Pengolahan Kelapa Sawit yang terdiri dari Pabrik Kelapa Sawit yang menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK). bahwa menurut Majelis, kegiatan Pemohon Banding di atas merupakan kegiatan yang terintegrasi dalam arti oleh satu entity/badan yaitu Pemohon Banding, dan tidak terbukti bahwa kegiatan menghasilkan CPO dan kernel dihasilkan oleh entity/badan yang terpisah dari Pemohon Banding, dengan demikian penggunaan unit tidak berarti adanya entity/badan yang terpisah. bahwa tidak terdapat data yang menunjukkan bahwa Pemohon Banding mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang. bahwa Majelis berpendapat bahwa pemindahan Tandan Buah Segar dari unit/divisi perkebunan ke unit/divisi pengolahan bukan merupakan penyerahan, oleh karenanya Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang dibebaskan/tidak terutang pajak. bahwa menurut Majelis, dalam persidangan Terbanding tidak dapat membuktikan adanya penjualan TBS yang dilakukan oleh Pemohon Banding dalam masa tersebut. bahwa dari bukti-bukti dan fakta-fakta dalam persidangan maka Majelis berpendapat : 1. untuk masa pajak tersebut tidak ada penjualan Tandan Buah Segar (TBS); 2. sesuai dengan Pasal 16B ayat (3) UU PPN tersebut di atas bahwa : Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan, terbukti bahwa tidak ada penjualan/penyerahan yang dibebaskan atau tidak dikenakan PPN; 3. bahwa penyerahan yang dilakukan Pemohon Banding adalah berupa CPO, kernel, dan jasa olah yang semuanya terutang PPN baik yang dipungut maupun yang tidak dipungut PPN sehingga dapat bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas maka Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding tidak sesuai dengan ketentuan dan alasan yang kuat sehingga tidak dapat dipertahankan.
bahwa dalam musyawarah Majelis, Hakim Anggota Masdi menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dengan uraian sebagai berikut: Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan sebagai berikut: a. Pasal 9 ayat (5) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak ; b. Pasal 9 ayat (6) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan ; c. Pasal 16 B ayat (3) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan ; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, antara lain diatur sebagai berikut: Pasal 1 angka 1 huruf c, Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis adalah : barang hasil pertanian; Pasal 1 angka 2, Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang: a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan; b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya; yang dipetik langsung, diambil langsung, atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini; Pasal 2 ayat (2) huruf c, Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa : barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c; dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 3, Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, menyatakan : Pasal 2 ayat (1), Bagi Pengusaha Kena Pajak yang: a. Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN; atau b. Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat
penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau c. Melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau d. Melakukan kegiatan usaha yang penyerahannya sebagian terutang PPN dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN; maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang: 1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat 2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; 3) nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat bahwa pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi Pajak Masukan atas pembelian pupuk yang digunakan untuk memupuk tanaman yang menghasilkan Tanaman Buah Segar (TBS) yang merupakan barang strategis (tidak terutang PPN) sesuai dengan ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan jo. PP Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 31 Tahun 2007 tanggal 01 Mei 2007 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa TBS merupakan BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, mengacu pada Pasal 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007 tentang lmpor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Srategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN, yang menyatakan bahwa BKP Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian (Pasal 1) dan atas penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan (Pasal 2), dengan kata lain TBS termasuk ke dalam kelompok Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; bahwa menurut Terbanding, pemakaian sendiri baik untuk produksi atau bukan untuk produksi atau pemberian Cuma Cuma termasuk penyerahan BKP sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN yaitu: Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak ; bahwa menurut Terbanding, penyerahan TBS dari unit perkebunan kepada unit pabrik dalam suatu kegiatan usaha terpadu (integrated) termasuk dalam pengertian penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dalam UU PPN. Atas penyerahan TBS yang termasuk BKP Strategis dibebaskan dari pengenaan PPN dan atas Pajak Masukan yang berhubungan langsung dengan menghasilkan TBS tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan PP Nomor 31 Tahun 2007; bahwa Terbanding menyatakan Pajak Masukan atas pembelian pupuk yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak yang penyerahannya dibebaskan dari PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1 Keputusan Menteri KeuanganNomor 575 yakni: Pemohon Banding melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat
bahwa menurut Pemohon Banding Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002; bahwa yang menjadi sengketa antara Terbanding dengan Pemohon Banding adalah penafsiran Pemakaian sendiri BKP/JKP untuk tujuan produksi, undangundang mengatur dengan jelas pemakaian sendiri baik untuk produksi atau bukan untuk produksi atau pemberian Cuma Cuma termasuk penyerahan BKP sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN yaitu: Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak ; Disamping Undang-Undang PPN juga terdapat aturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 yang menyatakan : "Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah"; bahwa menurut Hakim Anggota Masdi, bila terdapat dua peraturan yang mangandung penafsiran yang berbeda-beda atau peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka peraturan yang lebih tinggi yang harus dilaksanakan. Atas perbedaan pendapat antara Terbanding dengan Pemohon Banding tentang apakah pemakaian sendiri untuk produksi termasuk penyerahan Barang Kena Pajak atau bukan, maka Hakim Anggota Masdi berpendapat bahwa Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif khusus untuk perusahaan terpadu (integrated) yang melakukan kegiatan usaha menghasilkan BKP strategis yang dibebaskan PPN dan menghasilkan BKP yang terutang pajak termasuk penyerahan BKP sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU Pajak Pertambahan Nilai; bahwa kegiatan Pemohon Banding adalah melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding adalah kegiatan usaha terpadu (integrated) perkebunan sawit dan pabrik CPO, maka pengkreditan Pajak Masukan diatur dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak yaitu: Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang: 1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat 2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; 3) nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat bahwa Pajak Masukan atas pembelian pupuk a quo yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) butir (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010; bahwa pedoman pengkreditan Pajak Masukan untuk perusahaan integrated diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) butir (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 78/PMK.03/2010 tergantung dari penggunaan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yakni: a. Apabila Barang Kena Pajak nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang menghasilkan BKP Strategis seperti TBS maka Pajak Masukannya tidak dapat b. Apabila Barang Kena Pajak /JKP digunakan baik untuk unit menghasilkan BKP strategis maupun BKP yang terutang PPN, maka Pajak Masukannya dapat dikreditkan secara proporsional dengan menggunakan rumus sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) butir (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000. c. Apabila Barang Kena Pajak nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang menghasilkan BKP yang terutang pajak maka Pajak Masukannya dapat bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut termasuk barang strategis yang dibebaskan PPN, maka Pajak Masukan dari BKP/JKP tersebut seluruhnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) butir (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunakan baik untuk unit perkebunan sawit dan unit pabrikan, maka Pajak Masukan atas BKP/JKP tersebut dikreditkan secara proporsional dengan menggunakan rumus seperti yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) butir (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Masukan dari BKP/JKP tersebut seluruhnya dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) butir (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa berdasarkan Pasal 16B UU PPN harus diterapkan sama (equal treatment) kepada seluruh Pengusaha Kena Pajak baik PKP yang melakukan usaha terintegrasi seperti Pemohon Banding, ataupun PKP yang melakukan usaha tidak terintegrasi agar asas keadilan dalam hukum dapat ditegakkan, atau dengan kata lain, Pajak Masukan yang dibayar untuk kegiatan yang digunakan untuk menghasilkan TBS, tidak dapat dikreditkan baik oleh pengusaha terintegrasi yang akan mengolah lebih lanjut TBS tersebut menjadi minyak sawit pada unit usaha Iainnya seperti Pemohon Banding, maupun oleh pengusaha tidak terintegrasi yang hanya memiliki satu unit usaha misalnya perkebunan kelapa sawit saja tanpa memperhatikan realisasi penyerahan sebagaimana diargumenkan Pemohon Banding; bahwa Pajak Masukan aquo berhubungan dengan pengeluaran untuk kegiatan di kebun yang menghasilkan Tanaman Buah Segar yang penyerahannya dibebaskan dari PPN. TBS merupakan barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai PP Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tanggal 01 Mei 2007, sehingga Pajak Masukan aquo tidak dapat bahwa berdasarkan peraturan perpajakan, pemeriksaan dokumen dan fakta-fakta dalam persidangan serta keterangan para pihak dalam persidangan, Hakim Anggota Masdi berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas Pajak Masukan Masa Pajak Maret 2010 sebesar Rp7.032.300,00 dipertahankan karena sesuai dengan ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 jo. PP Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 31 Tahun 2007 tanggal 01 Mei 2007 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; Menimbang : bahwa berdasarkan kesimpulan Majelis terhadap sengketa di atas, maka dengan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Majelis memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding, sehingga Pajak Masukan dihitung kembali sebagai berikut : Jumlah Pajak Masukan menurut Terbanding sebesar Rp 295.205.238,00 Jumlah Pajak Masukan menurut Pemohon Banding sebesar Rp 302.237.538,00 Jumlah koreksi Pajak Masukan sebesar Rp 7.032.300,00 Jumlah Pajak Masukan yang tidak dapat dipertahankan sebesar Rp 7.032.300,00 Jumlah Pajak Masukan menurut Majelis sebesar Rp 302.237.538,00 Memperhatikan : Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding Terbanding, Surat Bantahan Pemohon, serta hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan di atas. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, 2. Ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini. Memutuskan : Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Nomor KEP-639/WPJ.02/2014 tanggal 30 Mei 2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2010 Nomor 00049/207/10/218/13 tanggal 27 Agustus 2013, sehingga dihitung kembali menjadi sebagai berikut : Dasar Pengenaan Pajak : - Ekspor Rp 0,00 - Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Rp 3.022.375.380,00 - Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut Rp 5.579.475.000,00 Jumlah Dasar Pengenaan Pajak Rp 8.601.850.380,00 Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri Rp 302.237.538,00 Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp 302.184.739,00 Pajak Masukan yang dibayar dengan NPWP sendiri Rp 52.799,00 Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan Rp 302.237.538,00 Jumlah PPN yang kurang (lebih) dibayar Rp 0,00 Sanksi Administrasi : Pasal 13 (2) UU KUP Rp 0,00 PPN yang masih harus (lebih) dibayar Rp 0,00 Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu, tanggal 11 Maret 2015 berdasarkan musyawarah Majelis XI B Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis sebagai berikut: Arif Subekti sebagai Hakim Ketua, M. Zaenal Arifin sebagai Hakim Anggota, Masdi sebagai Hakim Anggota, yang dibantu oleh Esti Cahya Inteni sebagai Panitera Pengganti, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor Pen.081/PP/PM/VI/Ucp/2015 tanggal 24 Juni 2015 oleh Hakim ketua pada hari Rabu, tanggal 24 Juni 2015, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Terbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.