PENDEKATAN PRINSIP ADULT LEARNING DALAM UPAYA MENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN DIKLAT APARATUR

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA OLEH: TIM JURUSAN PLS

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

PEMAHAMAN PERILAKU DAN STRATEGI PEMBELAJARAN BAGI ORANG DEWASA Rosita E.K., M.Si

Pengajaran Andragogi: Praktisi or Widyaiswara?

Pembelajaran diartikan sebagai proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk

LANDASAN ANDRAGOGIS PENDIDIKAN

DESKRIPSI MATA KULIAH LS 301, mata kuliah ini bernama Andagogi, S-1,3 SKS, Semester 2 (Genap)

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

MODEL PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (ANDRAGOGI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

Prinsip Belajar Orang Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi yang ada untuk pembentukan kepribadian yang utuh, memiliki rasa

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (PENDEKATAN ANDRAGOGI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BAGI BELAJAR ORANG DEWASA (PENDEKATAN ADRAGOGI)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

PENGELOLAAN PELATIHAN DALAM ORGANISASI (Tinjauan Teori Pembelajaran Orang Dewasa)

PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2013 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan

I. PENDAHULUAN. Fokus isu-isu strategis pendidikan di Indonesia sekarang ini adalah permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan pegawai negeri sipil atau karyawan sangat dibutuhkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kompetensi berarti kewenangan. kuantitatif. Johnson (dalam Usman 2006: 14) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sekarang ini telah mulai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

Landasan Psikologis Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan fokus permasalahan dan tujuan penelitian serta interpretasi

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan perubahan pola pikir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. bercitarasa tinggi, serta teknik penyajiannya yang benar. Dan Sesuai dengan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

RENCANA PELAKSANAAN PERKULIAHAN (RPP) Mata Kuliah ANDRAGOGI. Oleh : Dra. Dwi Hardiyanti, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam

BAB I PENDAHULUAN. atur dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 1989 Bab III. memperoleh Pendidikan, kemudian pada pasal 6 berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII

I. PENDAHULUAN. seorang guru itu belumlah terwujud dalam usaha mereka untuk. membelajarkan dengan pertimbangan-pertimbangan yang seksama.

BAB I PENDAHULUAN. karakter kuat, berpandangan luas ke depan untuk meraih cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH/ PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BAGI BELAJAR ORANG DEWASA (PENDEKATAN ANDRAGOGI) Sujarwo *

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

KONSEP DAN METODE PEMBELAJARAN UNTUK ORANG DEWASA (ANDRAGOGI)

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi

MENGGAGAS Mengokohkan Jurusan dan Prodi PLS di SPs UPI Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN KONSEP DAN METODE ANDRAGOGI PADA DIKLAT APARATUR. Ratna Hustati ABSTRACT

KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah berusaha meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

KONSEP PENDIDIKAN ORANG DEWASA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon dengan

2015 PENGGUNAAN METODE SHOW AND TELL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan pendidikan diperlukan suatu proses kegiatan belajar-mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. KAJIAN PUSTAKA. keterampilan dalam bekerja. Peningkatan profesionalisme guru atau

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidaklah lepas dari berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

Transkripsi:

PENDEKATAN PRINSIP ADULT LEARNING DALAM UPAYA MENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN DIKLAT APARATUR Oleh : Dwi Heri Sudaryanto *) ABSTRAK Keberhasilan program pelatihan ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya : materi pelatihan yang sesuai dan usable bagi peserta, kemampuan peserta dalam menyerap materi pelatihan, waktu dan fasilitas yang mendukung kegiatan proses pelatihan dan kemampuan Widyaiswara dalam penyampaian materi. Widyaiswara sebagai komunikator dan fasilitator dalam proses pembelajaran merupakan komponen terpenting diantara berbagai kombinasi yang menentukan keberhasilan pelatihan tersebut, karena Widyaiswara adalah salah satu faktor (selain partisipan) yang menjalankan sebuah program pelatihan. Peningkatan performance Widyaiswara seringkali hanya diarahkan pada pelatihan untuk meningkatkan kemampuan Widyaiswara itu sendiri dalam menyerap bahan pelatihan dan keterampilan mereka dalam mempraktekkannya. Sedangkan kemampuan dalam lingkup komunikasi serta bagaimana Widyaiswara memahami peserta dan upaya mereka agar materi diterima dengan sempurna oleh peserta terkadang terlupakan. Padahal sangatlah penting bagi Widyaiswara untuk mengenali klien mereka dalam arti mengerti karakteristik peserta pelatihan dan untuk mampu memberikan metode pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran. Kata Kunci : Orang Dewasa, Pelatihan, Widyaiswara I. LATAR BELAKANG Pelatihan yang merupakan proses pembelajaran non formal memungkinkan pesertanya berasal dari tingkat umur yang berbeda-beda. Akan tetapi jika dilihat dari tujuan diklat aparatur itu sendiri, selalu diikuti oleh peserta diklat yang dapat dikategorikan sebagai orang dewasa. Dimana orang dewasa di sini memiliki arti bahwa orang tersebut telah bertanggung jawab atas kehidupan dirinya sendiri (Knowles, 1998). Dengan kondisi demikian, maka berarti proses pembelajarannya tidak dapat disamakan dengan proses pembelajaran pada pendidikan formal (kanak-kanak) yang cenderung memberikan tanggung jawab pada pengajar (guru). Proses belajar pada kediklatan bertumpu pada prinsipprinsip pembelajaran orang dewasa atau Andragogi yang dititik beratkan pada partisipasi peserta dan memberikan kesempatan bagi peserta untuk menggunakan pengetahuan serta pengalaman hidupnya dalam proses pembelajaran. Pemberian pengetahuan kepada para Widyaiswara tentang Andragogi yang berisi serangkaian prinsip serta siklus pembelajaran yang dapat membantu peserta diklat untuk menyerap materi dengan optimal merupakan tujuan dari proses kediklatan itu sendiri. Diharapkan kegiatan ini dapat membantu para Widyaiswara dalam berkomunikasi dengan peserta dan membantu peserta mengambil manfaat dari materi pelatihan dengan metode yang tepat dan nyaman bagi peserta maupun Widyaiswara itu sendiri. II. TUJUAN PENULISAN Dari latar belakang uraian di atas dapat dikemukakan tujuan penulisan 65

adalah untuk mengenali filosofi pendidikan orang dewasa, asumsi dasar mengenai orang dewasa, ciri-ciri orang dewasa, berbagai pendekatan proses belajar orang dewasa. III. PENGERTIAN ANDRAGOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN ORANG DEWASA a. Pengertian Andragogi Substansi dari pembelajaran andragogi adalah pembelajaran orang dewasa yang menempatkan peserta diklat sebagai sumber belajar. Peserta diklat sebagai orang dewasa saat mengikuti diklat datang dengan pengetahuan dan pengalaman yang beragam. Dapat dikatakan mereka datang tidak dalam keadaan seperti gelas kosong, tetapi gelas yang mungkin telah sedikit terisi. Peserta diklat juga memiliki kemampuan aktif dalam memikirkan cara belajar yang efektif, menganalisis dan menyimpulkan materi pelatihan. Menurut Knowles (1970), Widyaiswara berperan sebagai fasilitator, bukan menggurui, sehingga relasi antara Widyaiswara/fasilitator dengan peserta diklat lebih bersifat multicomunication. Pembelajaran orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada upaya membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan masalahmasalah kehidupan yang dihadapinya. Widyaiswara perlu menciptakan iklim belajar yang sesuai dengan keadaan orang dewasa. Penekanan proses pelatihan adalah pada aplikasi praktis. Dengan demikian memberikan materi untuk orang dewasa akan berbeda dengan jika kita melakukannya untuk anak-anak. Pemberian materi ajar kepada anak-anak atau biasa disebut dengan model pedagogik didesain untuk mengajar anak-anak, dimana guru memiliki tanggung jawab penuh pada semua keputusan yang dibuat tentang isi, metode, waktu dan evaluasi. Pelajar hanya menjalankan peran yang pasif dalam dinamika proses belajar mengajar (Knowles 1998). Orang dewasa membutuhkan proses belajar dengan menggunakan proses andragogik yang didasari oleh prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa. Terdapat serangkaian prinsip dalam membantu orang dewasa dalam Proses Belajar Mengajar/PBM (Fell 2005), yaitu sebagai berikut: Gunakan pengalaman mereka untuk dasar PBM; gunakan pengetahuan yang sudah ada dalam kelompok/individu. Orang dewasa mengikuti aktivitas pelatihan ataupun pendidikan dengan berbagai macam alasan. Mereka juga membawa serta segudang pengalaman yang dapat digunakan untuk dasar aktivitas di dalam kelas (Malouf 1993, Knowles 1990 dan Rogers 1973). Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa andragogi adalah merupakan ilmu atau seni dalam membantu orang dewasa untuk belajar. Pengertian Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species" mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa yang sekarang dikenal dengan istilah "Andragogi". Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno "aner", dengan akar kata andr yang berarti laki-laki, bukan anak lakilaki atau orang dewasa, dan agogos yang berarti membimbing atau membina, maka andragogi secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Sedangkan istilah lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah "pedagogi", yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogos" artinya membimbing atau memimpin. Maka dengan demikian secara harafiah "pedagogi" berarti seni 66

atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak. Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Pada awalnya, bahkan hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, tetapi dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. b. Prinsip-Prinsip Belajar Orang Dewasa Karena orang dewasa pada prinsipnya sudah mempunyai pengalaman dan keterbatasan dalam mengikuti proses pembelajaran, maka dalam melaksanakan proses pembelajaran mempunyai prinsip sebagai berikut : 1. Nilai Manfaat baik apabila apa yang ia pelajari mempunyai nilai manfaat bagi dirinya. Apabila sesuatu yang dipelajari tidak mempunyai nilai manfaat bagi dirinya, maka ia enggan untuk belajar. 2. Sesuai dengan Pengalaman baik apabila yang dipelajari sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada pada dirinya. Ini berarti apa yang disampaikan kepada mereka didasarkan kepada pengalamannya. 3. Masalah Sehari-hari baik apabila bahan yang dipelajari berpusat pada masalah yang dihadapi sehari-hari. Apabila mereka dibantu mengatasi permasalahan mereka dengan jalan memberikan mata pelajaran tertentu, maka mereka akan sangat bergairah dan mau belajar. 4. Praktik baik apabila yang dipelajari praktis dan mudah untuk diterapkan. 5. Sesuai dengan Kebutuhan baik apabila apa yang dipelajari sesuai dengan kebutuhan mereka dan apabila kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan belajar, maka mereka akan sangat bergairah dalam belajar. 6. Menarik baik apabila apa yang dipelajari menarik baginya. Misalnya, apa yang dipelajarinya merupakah hal yang baru atau mudah baginya untuk dipraktekkan. 7. Berpartisipasi Secara Aktif baik apabila ia mengambil bagian. Kegiatan belajar yang kurang melibatkan pesertanya akan kurang menarik. 8. Kerja Sama baik apabila terdapat situasi antara fasilitator/ Widyaiswara dengan peserta diklat saling kerja sama dan saling menghargai. Situasi semacam ini terdapat rasa aman dalam diri peserta diklat untuk belajar. IV. ASUMSI-ASUMSI POKOK PENGEMBANGAN KONSEP ANDRAGOGI Malcolm Knowles mengembangkan empat asumsi pokok konsep andragogi sebagai berikut : a. Konsep Diri Konsep diri orang dewasa adalah bahwa kesungguhan dan kematangan 67

diri seseorang, bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Oleh karena itu seorang dewasa memerlukan perlakuan yang sifatnya menghargai, khususnya untuk mengambil keputusan. Implikasi dari asumsi ini adalah didalam proses belajar orang dewasa perlu diciptakan iklim belajar sesuai dengan keadaan orang dewasa, baik ruangan maupun peralatan yang digunakan. Perlu diciptakan kerjasama dan saling menghargai antara para peserta diklat dengan peserta diklat dan peserta diklat dengan fasilitator/ Widyaiswara. Peserta diklat dilibatkan dalam kegiatan belajar, Widyaiswara hanya membimbing atau sebagai nara sumber. Dengan melibatkan peserta dalam kegiatan belajarnya, maka mereka merasa bertanggung jawab terhadap kegiatan yang mereka lakukan. b. Pengalaman Setiap orang dewasa memiliki pengalaman yang berbeda-beda, sehingga peserta diklat orang dewasa dapat dijadikan sumber belajar dan penekanan dalam proses belajar yang bersifat aplikasi praktis. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal ini menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik pembelajaran. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapangan (field school), melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan. c. Kesiapan Belajar Untuk Belajar Orang dewasa akan belajar apabila yang dipelajari sesuai dengan peranan sosial yang diembannya, karena itu proses belajarnya hendaknya disusun berdasarkan peranan sosial. Hal ini berbeda pada seorang anak, umumnya seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologisnya. Tetapi pada orang dewasa, kesiapan belajar ditentukan oleh tingkatan perkembangan mereka yang harus dihadapi dalam peranannya sebagai kader, pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pendidikan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peran sosialnya. d. Orientasi Belajar Orang dewasa mau belajar apabila dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah mereka. Implikasinya dalam proses 68

pembelajaran, Widyaiswara berperan sebagai fasilitator. Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa. Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis (menjawab kebutuhan) dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari. V. KARAKTERISTIK ORANG DEWASA Secara fundamental, karakteristik kedewasaan atau kematangan seorang individu yang paling mendasar terletak pada tanggung jawabnya. Ketika individu sudah mulai memiliki kemampuan memikul tanggung jawab, dimana ia sanggup menghadapi kehidupannya sendiri dan mengarahkan diri sendiri. Jika mereka menghadapi situasi baru tidak memiliki bekal kemampuan maupun keterampilan diri (skills of directed inquiry), maka ia akan merasa sulit dalam mengambil inisiatif terutama dalam memiliki tanggung jawab belajarnya. Kematangan dalam kondisi dewasa-matang dapat ditandai oleh kemampuan memenuhi kebutuhannya, memanfaatkan pengalamannya dan mengidentifikasi kesediaan belajar. Ketika kemampuan belajar seputar masalah kehidupannya menjadi meningkat, maka sikap ketergantungan kepada orang lain akan semakin berkurang. Orang dewasa yang memiliki konsep diri matang dapat memikul tanggung jawab kehidupan, menyadari dimana posisi dirinya pada saat itu dan tahu akan kemana tujuan hidupnya. Disamping itu pula mereka cakap dalam mengambil keputusan dan mampu berpartisipasi di masyarakat dan akan mampu mengarahkan dirinya, memilih dan menetapkan pekerjaan yang relevan. Orang dewasa yang betul-betul matang secara psikologis tidak akan menghindar atau lari dari masalah yang dihadapi (Knowless, 1986:55). VI. TUJUAN PENDIDIKAN ORANG DEWASA Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan orang dewasa mempunyai tiga tujuan, yaitu : a. Peningkatan Intelektual Orang dewasa memerlukan alat atau instrumen yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan diri menjadi individu yang meningkat, dengan menekankan pada pengembangan segi instrinsik di suatu masyarakat. Pendidikan orang dewasa mengembangkan rasionalitas keberadaan individu, mendidik mereka untuk mampu mengambil keputusan dengan penuh tanggung jawab. Pendidikan orang dewasa lebih memperhatikan kepada kontribusi kegiatan yang dapat mengembangkan pemikiran (mind), perasaan yang rasional, materi dan keterampilan yang didasarkan pada pengetahuan dan perilaku intelegensinya. b. Aktualisasi Diri Aktualisasi diri merupakan prinsip dari tujuan pendidikan orang dewasa. Asumsi dasarnya adalah kebebasan individu dalam belajar dan menjadikan individu berkembang mengarah 69

kepada aktualisasi diri, sehingga pendidikan orang dewasa adalah mendorong seseorang untuk mengembangkan intelektual, moral, dan estetika (Kellen dan Gray). Apabila pengembangan individu diterima sebagai tujuan pendidikan orang dewasa, maka yang diajarkan harus berpusat pada pengalaman individu, proses belajar melalui eksperimen dan penemuan, sedangkan Widyaiswara hanya berfungsi sebagai fasilitator. Jadi pendekatan dalam pendidikan orang dewasa lebih bersifat student centered. c. Transformasi Sosial Pendapat dari para ahli mengatakan bahwa pendidikan orang dewasa berarti bagaimana seseorang mampu mengkreatifkan masyarakat dengan nilai-nilai demokratis, yang artinya bahwa pendidikan orang dewasa harus memberikan pedoman dalam perubahan sosial. Tujuan pendidikan orang dewasa tidak dapat dilepaskan dari suatu proses pendidikan yang mencakup materi, sikap, keterampilan, metode, pandangan Widyaiswara/fasilitator, tetapi peserta diklat yang harus dipertimbangkan dalam proses pendidikan tersebut. Oleh karena itu dalam buku Adult Edication and Action beberapa pakar pendidikan orang dewasa mengemukakan filosofi dan tujuan pendidikan orang dewasa harus disesuaikan dengan area pendidikan orang dewasa. VII. MASALAH YANG MEMPENGARUHI PROSES PEMBELAJARAN ORANG DEWASA Pada prinsipnya ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran orang dewasa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri peserta diklat seperti faktor fisiologis yang mencakup pendengaran, penglihatan, berpikir dan ingatan. 2. Faktor Eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar diri peserta diklat seperti faktor lingkungan belajar yang mencakup lingkungan alam, fisik dan sosial serta faktor sistem penyajian yang mencakup kurikulum, bahan ajar dan metode penyajian. Adapun hal-hal yang menghambat jalannya proses pembelajaran orang dewasa, diantaranya adalah motivasi, melupakan kebiasaan (Unlearning), daya ingat yang buruk, dan penolakan terhadap perubahan. a) Motivasi Banyak orang dewasa (merasa sudah tua ) berpikiran dan yakin bahwa mereka lebih sukar untuk dilatih. Mereka kurang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, dan terlalu tua untuk belajar. Sifat ini akan lebih menekan kepada mereka apabila mereka diperlakukan sama dengan anak. Kenyataan ini menimbulkan banyak masalah tentang motivasi sehubungan dengan pengalaman mereka dan sering mengakibatkan bakat dan pengalaman mereka tidak dapat dimanfaatkan. Untuk menghadapi mereka diperlukan suatu pendekatan yang lain, yaitu pendekatan yang bersifat andragogi dengan menggunakan teknik-teknik partisipatif. b) Melupakan Kebiasaan (Enlearning) Orang dewasa sering mempunyai kesulitan untuk memperbaiki kesalahan yang telah menjadi 70

kebiasaan mereka. Mereka cenderung mengulangi terus menerus walaupun mereka sudah tahu bahwa mereka berbuat salah. Pada hakekatnya setiap manusia memiliki sifat ingin mengetahui dan menciptakan sesuatu yang baru. Manuasia memiliki daya cipta sedemikian rupa sehingga mampu mengembangkan kebudayaan baik material maupun spiritual. Sebaliknya, manusia juga mempunyai sifat ingin menyimpan, menahan sesuatu yang diperoleh. Hal ini menyebabkan manusia sulit untuk menmgubah nilai dan perilaku yang mereka miliki. Kebiasaan ini mengarah ke sifat kolot, sifat yang ingin mempertahankan sesuatu yang lama telah dimiliki. c) Daya Ingat Yang Buruk Orang dewasa cenderung untk menilai rendah kemampuan mereka untuk mempelajari hal-hal baru. Selain itu, orang dewasa terlaklu banyak memperi penekanan kepada pengalaman sekolahnya dan memandang rendah terhadap nilainilai pengalaman belajar informasi mereka pada saat sekarang. d) Penolakan Terhadap Perubahan Orang dewasa mempunyai kesulitan dalam menerima gagasan, konsep, metode dan prinsip baru. Seolah-olah karena sudah yakin apa yang mereka ketahui dan alami sehingga mereka sering menolak sesuato yang baru. Penolakan terhadap perubahan ini mengakibatkan mereka bertindak otoriter sebagai cara untuk mempertahankan diri. VIII. METODE PEMBELAJARAN ORANG DEWASA Di dalam proses pembelajaran orang dewasa, banyak metode yang diterapkan. Untuk mencapai keberhasilan proses pembelajaran semacam ini, apapun metode yang diterapkan seharusnya mempertimbangkan faktor sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan akhir pembelajaran, yakni agar peserta dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang bermutu. Merupakan suatu kekeliruan besar bilamana dalam prosesnya seorang Widyaiswara/fasilitator secara kurang wajar menetapkan pemanfaatan metode hanya karena faktor pertimbangannya sendiri yakni menggunakan metode yang dianggapnya paling mudah, atau hanya disebabkan karena keinginannya dikagumi oleh peserta di kelas itu ataupun mungkin ada kecenderungannya hanya menguasai satu metode tertentu saja. Di dalam pemilihan metode seharusnya fasilitator mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin dicapai, yang dalam hal ini mengacu pada garis besar program pengajaran yang dibagi dalam dua jenis: 1. Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi pengalaman baru dengan mempedomani masa lampau yang pernah dialami, misalnya dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-masing individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya. 2. Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer pengetahuan baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-masing individu orang dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang diinginkannya, apa yang menjadi 71

kebutuhannya, keterampilan yang diperlukannya, misalnya belajar menggunakan program komputer yang dibutuhkan di tempat ia bekerja. Kemampuan orang dewasa dalam menyerap materi pembelajaran dapat diperkirakan sebagai berikut: (a) 1% melalui indera perasa, (b) 2 % melalui indera peraba, (c) 3.% melalui indera penciuman, (d) 11% melalui indera pendengar, dan (e) 83% melalui indera penglihat (Lunandi, 1987). Sejalan dengan itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat mendengarkan dan berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat melihat pula, dan makin efektif lagi kalau dapat juga mengerjakan. Komposisi kemampuan tersebut dapat dilukiskan ke dalam piramida belajar (pyramida of learning) seperti terlihat dalam gambar berikut. Dengar Bicara Ceramah Diskusi Pembelajaran berbasis andragogi menyarankan pentingnya pengadaan materi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan untuk tidak tergantung, memampuan untuk belajar sendiri, kemambuan untuk memecahkan masalah, dan kemampuan untuk bersaing. Sebagai sistem, keefektifan pembelajaran berbasis andragogi ditandai dengan berfungsinya semua elemen, seperti penggunaan pengalaman warga belajar terdahulu, penggunaan motivasi dari dalam, membebaskan orang dewasa agar tidak tergantung, penggunaan materi pembelajaran yang bermakna, partisipasi penuh warga belajar di dalam menentukan arah pembelajaran, dan pelaksanaan evaluasi bersama antara peserta pelatihan dengan Widyaswara/fasilitator. Karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses pemblajaran orang dewasa, maka diperlukan pemilihan metode pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan dari pembelajaran akan mudah tercapai. Lihat Demonstrasi Kerjakan Latihan Praktis Gambar Piramida Belajar Orang Dewasa IX. KESIMPULAN Pembelajaran berbasis andragogi adalah satu bentuk pendekatan yang memandang orang dewasa memiliki karakteristik tersendiri berbeda dari anak-anak dan remaja. Karakteristik mereka adalah sebagai berikut : tidak tergantung pada Widyaiswara/fasilitator, mengatur diri sendiri, belajar sesuai kebutuhan sendiri, belajar dengan menggunakan pengalamannya sebagai sumber bejalar, dan cenderung belajar melalui diskusi dan problem solving. 72

DAFTAR PUSTAKA Basleman, Anisah, Prof. DR., 2005, Pendidikan Orang Dewasa, Modul Diklat Calon Widyaiswara, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta. Knowles, M 1998, A Theory of adult learning: andragogy, theories of teaching, The adult learner: a neglected species, Gulf Publishing Company, Texas. Malouf, D 1994, How to Teach Adults in a Fun and Exciting Way, Business and Professional Publishing, Chastwood, Australia, 12-15. Tamat, Tisnowati. (1984). Dari Pedagogik ke Andragogik. Jakarta: Pustaka Dian. *) Penulis adalah Widyaiswara Pusdiklat Migas 73