BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH SEMINAR INTISARI

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB III LANDASAN TEORI

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi.

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB I PENDAHULUAN. persen kerusakan jalan disebabkan oleh air. Sementara aggregat memiliki daya tarik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

BAB III Landasan Teori LANDASAN TEORI. A. Bahan Penyusun Campuran Perkerasan Lapis Aus

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

PENGARUH PENAMBAHAN FILLER GRANIT DAN KERAMIK PADA CAMPURAN LASTON AC-WC TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.)

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

III. METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penelitian ini

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB III LANDASAN TEORI. A. Bahan Penyusun Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

JURNAL PORTAL, ISSN , Volume 4 No. 1, April 2012, halaman: 1

PENGARUH POROSITAS AGREGAT TERHADAP BERAT JENIS MAKSIMUM CAMPURAN

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN DURABILITAS CAMPURAN BETON ASPAL DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENGISI ABU BATU DAN ABU TERBANG

EFEK PERENDAMAN TERHADAP KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG CAMPURAN HRA YANG MENGANDUNG BAHAN PENGISI ABU BATU DAN SERBUK ARANG. Derita Lamtiar NRP :

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

BAB III LANDASAN TEORI. A. Bahan Penyusun Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Aspal, Aggregat, AC-WC, serta Standart Perencanaan Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Terdapat bermacam-macam tingkat penetrasi aspal yang dapat digunakan dalam campuran antara lain 40/50, 60/70, 80/100. Umumnya aspal yang digunakan di Indonesia adalah penetrasi 80/100 dan penetrasi 60/70. Tabel II.1.1. Pengujian dan Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70 NO SIFAT FISIK SATUAN PERATURAN 1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik 0.1 mm 60-79 2 Titik Lembek, 25 o C 3 Titik nyala o C 48-58 o C Min. 200 4 Daktalitas, 25 o C cm Min. 100 5 Kelarutan dalam Trichloroethylene % Min. 99 6 Penurunan berat % Max. 0.8 7 Berat Jenis mm Min. 1.0 8 Penetrasi residu, 25ºC, 100 gr, 5 detik 0.1mm Min. 54 9 Daktalitas, 25 o C, cm cm Min. 50 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir.

Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan. Dalam Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas disebutkan bahwa ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut. Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut. Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran partikel harus dalam proporsi tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran. Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak, diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran partikel dan gradasi agregat diukur. Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inchi persegi dari saringan tersebut. Dalam memilih gradasi agregat campuran, maka untuk campuran jenis Laston perlu diperhatikan Kurva Fuller, Titik Kontrol dan Zona Terbatas Gradasi.

Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima, menyerap dan menahan film aspal. Agregat hidrophobik (tidak menyukai air) adalah agregat yang memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi, contoh dari agregat ini adalah batu gamping dan dolomit. Sebaliknya, agregat hidrophilik (suka air) adalah agregat yang memiliki kelekatan terhadap aspal yang rendah. Sehingga agregat jenis ini cenderung terpisah dari film aspal bila terkena air. Kuarsit dan beberapa jenis granit adalah contoh agregat hidrophilik. Ada beberapa metoda uji untuk menentukan kelekatan agregat terhadap aspal dan kecenderungannya untuk mengelupas (stripping). Salah satu diantaranya dengan merendam agregat yang telah terselimuti aspal ke dalam air, lalu diamati secara visual. Lapis permukaan (surface course) merupakan lapisan teratas dari struktur perkerasan jalan yang langsung berhubungan dengan roda kendaraan dan kondisi lingkungan. Berdasarkan bahan pengikat aspalnya, lapis permukaan dibedakan menjadi dua lapisan yaitu lapisan permukaan yang berfungsi sebagai lapis aus (wearing course) dan lapisan permukaan yang berfungsi sebagai lapis antara (binder course). Lapis aus (wearing course) berfungsi sebagai lapis aus yang langsung menahan gesekan kendaraan saat mengerem atau start kendaraan. Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dan ukuran maksimum agregat masingmasing campuran adalah 19 mm, 25.4 mm, dan 37.5 mm. Tabel II.1.2. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Laston

Sifat-sifat Campuran WC BC Base Penyerapan aspal (%) Maks 1.2 Jumlah tumbukan per bidang 75 112 Min 3.5 Rongga dalam campuran (%) Maks 5.5 Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13 Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60 Stabilitas Marshall (Kg) Kelelehan (mm) Min 800 1500 Maks Min 3 5 Maks Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 300 Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60ºC Rongga dalam Campuran (%) pada kepadatan membal (refusal) Min 75 Min 2.5 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 Tabel II.1.3. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Dimodifikasi (AC Modified) Laston Sifat-sifat Campuran WC BC Base Penyerapan aspal (%) Maks 1.7

Jumlah tumbukan per bidang 75 112 Min 3.5 Rongga dalam campuran (%) Maks 5.5 Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13 Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60 Stabilitas Marshall (Kg) Kelelehan (mm) Min 1000 1800 Maks Min 3 5 Maks Marshall Quotient (Kg/mm) Min 300 350 Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 Min 75 jam, 60ºC Rongga dalam Campuran (%) pada kepadatan membal (refusal) Min 2.5 Stabilitas Dinamis (lintasan/mm) Min 2500 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 II. 2. Bahan Tambah Dalam campuran beraspal untuk memperbaiki perilaku suatu campuran beraspal serta meningkatkan kualitas aspal sehingga dapat menghasilkan perkerasan yang baik adalah dengan menggunakan bahan modifikasi. Bahan modifikasi yang dimaksud adalah bahan tambah baik berupa polimer, selulosa, lain-lain (filler), maupun mikrokarbon atau zat aditif. Adapun bahan tambahan yang akan digunakan dalam penelitian Tugas Akhir ini berupa Anti Stripping Agent. Bahan tambahan ini dapat merubah sifat aspal dan aggregat,

meningkatkan daya lekat dan ikatan serta mengurangi efek negatif dari air dan kelembaban sehingga menghasilkan permukaan yang memiliki daya lekat yang tinggi. Dengan penggunaan Anti Stripping Agent ini diharapkan dapat memperpanjang waktu pelapisan ulang hotmix, memungkinkan seleksi jenis aggregat yang lebih luas dan meminimalkan kerusakan jalan oleh air dengan biaya perawatan yang lebih rendah. II.2.1. Anti Stripping Agent WETFIX BE Anti Stripping Agent WETFIX BE ini digunakan untuk campuran hotmix. Jenis Anti Stripping Agent ini memiliki beberapa kegunaan yang antara lain : a. Memperpanjang waktu pelapisan ulang Hot Mix b. Biaya perawatan yang lebih rendah c. Memungkinkan seleksi jenis aggregat yang lebih luas d. Meminimalkan kerusakan oleh air Bahan ini bekerja dengan merubah sifat aspal dan aggregat, meningkatkan daya lekat dan ikatan serta mengurangi efek negatif dari air dan kelembaban sehingga menghasilkan permukaan yang berdaya lekat tinggi Dosis pemakaian WETFIX BE hanya berkisar 0.2 % - 0.5 % dari berat aspal. Untuk metode pemakaiannya adalah: 1. Masukkan WETFIX BE ke dalam mobil tanki pengiriman atau langsung ke tanki penyimpanan aspal pada waktu pengisian aspal (sirkulasi ± 1 jam). 2. Dengan menggunakan Dosing Pump disambungkan ke pipa aspal setelah pompa atau dimasukkan ke timbangan aspal (in-line metering injection system). II.2.2. Anti Stripping Agent DERBO 401 UN 2375

Anti Stripping jenis ini berfungsi untuk membantu mengurangi kerusakan perkerasan yang diakibatkan oleh hujan dan kelembaban. Anti Stripping ini telah diuji oleh IIP- Dehradun, SIIR-Delhi, dan CRRI-New Delhi yang menghasilkan produk produk terbaik. Untuk campuran Hotmix, penggunaan Anti Stripping Agent jenis DERBO 401 ini berkisar 0.1% - 0.4% dari berat bitumen. Sementara untuk perbaikan jalan, penggunaannya berkisar 0.2 % - 0.5% dari berat bitumen. II.3. Perencanaan Campuran Beraspal Panas Menurut Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, campuran beraspal panas adalah suatu campuran perkerasan lentur yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan bahan pengisi aspal dengan perbandingan tertentu,dan untuk mengeringkan agregat dan mencairkan aspal agar dapat dengan mudah dicampur dengan baik maka pencampuran bahan tersebut harus dipanaskan. Sukirman, S,(1999) dalam bukunya yang berjudul Perkerasan Lentur Jalan Raya menyatakan bahwa perencanaan campuran mencakup kegiatan pemilihan dan penentuan proporsi material untuk mencapai sifat-sifat akhir dari campuran aspal yang diinginkan. Tujuan dari perencanaan campuran aspal adalah untuk mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan aspal yang akan menghasilkan campuran aspal yang memiliki sifat-sifat campuran sebagai berikut : a. Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi permanen yang disebabkan oleh lalu lintas, baik beban yang bersifat statis maupun dinamis sehingga campuran akan tidak mudah aus, bergelombang, melendut, bergeser dan lain-lain. b. Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap defleksi akibat beban lalu intas tanpa mengalami keretakan yang disebabkan oleh :

1) Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan pada lapis pondasi atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh pembebanan sebelumnya. 2) Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu lintas yang berlangsung singkat. 3) Adanya perubahan volume campuran. c. Durabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk mempertahankan kualitasnya dari disintegrasi atas unsur-unsur pembentuknya yang diakibatkan oleh beban lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran aspal harus mampu bertahan terhadap perubahan yang disebabkan oleh : 1) Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih keras. Hal ini disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan proses penguapan yang berakibat akan menurunkan daya lekat dan kekenyalan aspal. 2) Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat lekat antara aspal dan material lainnya. d. Impermeability adalah campuran aspal harus bersifat kedap air untuk melindungi lapisan perkerasan di bawahnya dari kerusakan yang disebabkan oleh air yang akan mengakibatkan campuran menjadi kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk menahan beban lalu lintas. e. Pemadatan adalah proses pemampatan yang memberikan volume terkecil, menggelincir rongga sehingga batas yang disyaratkan dan menambah kepadatan optimal. Mengingat efek yang timbul oleh pengaruh udara,air serta pembebanan oleh arus lalu lintas apabila rongga dalam campuran tidak memenuhi syarat yang ditentukan. hal ini harus dihindari supaya tidak terjadi penyimpangan. Pada pelaksanaan pemadatan dilapangan sangat rawan akan terjadinya penyimpangan, baik alat-alat yang digunakan tidak sesuai standar

yang ditetapkan maupun jumlah lintasannya. Pemadatan merupakan suatu upaya untuk memperkecil jumlah VIM, sehingga memperoleh nilai struktural yang diharapkan. f. Temperatur pemadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemadatan, kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan cukup cair sehingga aspal tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika aspal sudah dalam keadaan cukup dingin maka kepadatan akan sulit dicapai. Temperatur campuran beraspal panas merupakan satu-satunya faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada saat pemadatan sangat mempengaruhi viskositas aspal yang digunakan dalam campuran beraspal panas. Apabila temperatur pada saat pemadatan rendah, mengakibatkan viskositas aspal menjadi tinggi dan membuat sulit dipadatkan. Menaikkan temperatur pemadatan atau menurunkan viskositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran beraspal panas dapat dipadatkan lebih baik lagi, adapun density pada saat pemadatan campuran beraspal panas terjadi pada suhu lebih tinggi dari 2750 F (1350 C). Density menurun dengan cepat ketika pemadatan dilakukan pada suhu lebih rendah. g. Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat pencampuran, penghamparan dan pemadatan, untuk mencapai satuan berat jenis yang diinginkan tanpa mengalami suatu kesulitan sampai mencapai tingkat pemadatan yang diinginkan dengan peralatan yang memungkinkan. II.4. Metode Pengujian Campuran Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall. Setelah gradasi agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan pengujian di laboratorium.

Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum dipakai pada saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk dimobilisasi. Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow) dan retained stability. Flow didefenisikan sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan dinyatakan dalam milimeter atau 0.01. II.4.1. Parameter pengujian Marshall Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang dicampur secara merata pada suhu tertentu. Campuran kemudian dihamparkan dan dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat. Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian marshall antara lain : a. Stabilitas Marshall Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Stabilitas merupakan parameter yang menunujukkan batas maksimum beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram. Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga tingkat keawetannya berkurang. b. Kelelehan (flow)

Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari masingmasing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow biasanya dalam satuan mm (millimeter). c. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient) Hasil Bagi Marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan. Marshall Quotient = stabilitas flow d. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB) Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Rumus adalah sebagai berikut : VFA = 100 X VMA VIM VMA Dimana : VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA, (%) VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total, (%) VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan (%) e. Rongga Antar Agregat (VMA)

Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Gmb Ps VMA = 100 - ( ) Gsb VMA Gsb Ps Gmb = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah) = Berat jenis curah agregat = Agregat, persen berat total campuran = Berat jenis curah campuran padat Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut : VMA = 100 - Gmb Gsb x 100 100 + Pb 100 Pb Gmb Gsb = Aspal, persen berat agregat = Berat jenis curah campuran padat = Berat jenis curah agregat f. Rongga Udara (VIM)

Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut: VIM = 100 x Gmm Gmb Gmm VIM Gmm Gmb = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume. = Berat jenis maksimum campuran. = Berat jenis curah campuran padat. g. Retained Stability Kehilangan stabilitas berdasarkan perendaman diukur sebagai ketahanan terhadap akibat pengaruh kerusakan oleh air disebut Indeks Perendaman (Index of Retained Strength) yang dinyatakan dalam persen (%). Parameter ini akan dipakai sebagai indikasi ketahanan campuran terhadap pengaruh air. II.4.2 Dasar-dasar Perhitungan a. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi / filler yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis kering (bulk spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity). Kedua macam berat jenis dari total agregat tersebut dapat dihitung dalam persamaan berikut : - Berat Jenis Kering (bulk specific gravity) dari total agregat Gsb tot agregat = P 1 + P 2 + P 3 + + P n P 1 + P 2 + P 3 + + P n Gsb 1 Gsb 2 Gsb 3 Gsb n

Gsbtot agregat Gsb1, Gsb2.. Gsbn = Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cc) = Berat jenis kering dari masing-masing agregat, (gr/cc) P1, P2, P3, = Presentase berat dari masing-masing agregat, (%) - Berat Jenis Semu (apparent spesific gravity) Gsb tot agregat = P 1 + P 2 + P 3 + + P n P 1 + P 2 + P 3 + + P n Gsa 1 Gsa 2 Gsa 3 Gsa n Gsatot agregat = Berat jenis semu agregat gabungan, (gr/cc) Gsa1, Gsa2..Gsan = Berat jenis semu dari masing-masing agregat, (gr/cc) P1, P2, P3, = Presentase berat dari masing-masing agregat, (%) b. Berat Jenis Efektif Agregat Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat yang menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan berdasarkan hasil pengujian kepadatan maksimum eoritis sebagai berikut : G se = P mm P b P mm P b G mm G b Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc) Gmm = Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc) Pmm = Persen berat total campuran (=100) Pb = Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%) Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

Gb = Berat jenis aspal Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga dengan menggunakan persamaan dibawah ini : G se = G se + G sa 2 Gse = Berat jenis efektif / efektive spesific gravity, (gr/cc) Gsb = Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity, (gr/cc) Gsa = Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity, (gr/cc) c. Berat Jenis maksimum Campuran Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat ditentukan dengan AASHTO T.209-90. G mm = P mm P s G se P b G b Gmm = Berat jenis maksimum campuran,(gr/cc) Pmm = Persen berat total campuran (=100) Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%) Pb = Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)

Gse Gb = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc) = Berat jenis aspal,(gr/cc) d. Berat Jenis Bulk Campuran padat Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb) dinyatakan dalam gram/cc dengan rumus sebagai berikut : G mb = W a V bulk Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cc) Vbulk = Volume campuran setelah pemadatan, (cc) Wa = Berat di udara, (gr) e. Penyerapan Aspal Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai berikut: P ba = G se G sb G se xg sb G b Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat (%) Gsb Gse Gb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc) = Berat jenis efektif agregat, (gr/cc) = Berat jenis aspal, (gr/cc) f. Kadar Aspal Efektif

Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perkerasan beraspal. Rumus Kadar aspal efektif adalah : Pbe = Pb Pba 100 Ps Pbe = Kadar aspal efektif, persen total campuran, (%) Pb = Kadar aspal, persen total campuran, (%) Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat, (%) Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%) II.5 Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak Dalam Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak, kepadatan mutlak dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi (maksimum) yang dicapai sehingga walaupun dipadatkan terus, campuran tersebut praktis tidak dapat menjadi lebih padat lagi. Spesifikasi campuran beraspal panas untuk perkerasan lentur di rancang menggunakan metoda Marshall konvensional. Untuk kondisi lalu lintas berat perencanaan metoda Marshall menetapkan pemadatan benda uji sebanyak 2 x 75 tumbukan dengan batas rongga campuran (VIM) antara 3.5 sampai 5. Untuk menambah kesempurnaan dalam prosedur perencanaan gradasi gabungan campuran dilapangan, maka ditentukan pengujian tambahan, yaitu pemadatan ultimit pada benda uji sampai mencapai kepadatan mutlak (refusal density) dimana VIM dirancang dapat dicapai tidak kurang dari 2.5 % untuk lalu lintas berat.