PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

dokumen-dokumen yang mirip
SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB II LANDASAN TEORI

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

Bab 10. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pokok-Pokok Ketentuan UU PPN. Sesuai dengan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

Subject 4. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II LANDASAN TEORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pjk Elearning-Modul #10

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

BAB II LANDASAN TEORI

AKUNTANSI PPN & PPnBM

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

S-425/PJ.312/2006 PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS SPONSORSHIP

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

UU 11/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 198 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 2009

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

Soal UAS Lab PPN & PPnBM

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB II LANDASAN TEORI

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Nugraeni

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

MULTI STAGE LEVY namun NON KUMULATIF PABRIKAN PK = 100.000 PPN = 100.000 KN BKP HARGA JUAL =1.000.000 PPN 10% 100.000 PEDAGANG BESAR PM = 100.000 PK = 130.000 PPN = 30.000 KN BKP HARGA BELI =1.000.000 NILAI TAMBAH = 300.000 HARGA JUAL =1.300.000 PPN 10% 130.000 PEDAGANG ECERAN PM = 130.000 PK = 150.000 PPN = 20.000 KN BKP HARGA BELI = 1.300.000 NILAI TAMBAH = 200.000 HARGA JUAL= 1.500.000 PPN 10% 150.000 KONSUMEN BEBAN PAJAK 104

SUBJEK PAJAK PPN = PKP Subjek pajak PPN wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

KRITERIA PENGUSAHA YANG MEMPUNYAI KEWAJIBAN UNTUK MENDAPATKAN PENGUKUHAN PKP Pengusaha yang melakukan : 1. penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean; atau 2. melakukan ekspor Barang Kena Pajak, 3. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak 4. Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar daerah Pabean, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.

KEWAJIBAN SEBAGAI PKP 1. Memungut pajak yang terutang; 2. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, 3. Serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang; 4. Melaporkan penghitungan pajak.

APABILA PKP ADALAH PENGUSAHA KECIL Pengusaha Kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Apabila menjadi Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang ini berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut. Pengusaha yang selama tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerima bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,-. tas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh Pengusaha Kecil, tidak dikenakan PPN

KEGIATAN PKP YANG MERUPAKAN OBJEK PAJAK PPN 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; 2. Impor Barang Kena Pajak; 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau 6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

SYARAT PENYERAHAN BARANG YANG DIKENAKAN PAJAK 1. Barang harus merupakan Barang Kena Pajak 2. Penyerahan dilakukan dalam daerah pabean 3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usahanya atau pekerjaannya

TERMASUK DALAM PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK 1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian; 2. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing; 3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang; 4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak; 5. Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada 6. Saat pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan; 7. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang; 8. penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.

JENIS BARANG TIDAK KENA PAJAK Kelompok-kelompok barang sebagai berikut : 1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya (Pembayaran Kembali PPN dan PPnBM 2. Bagi BU dan BUT dalam Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi: KMK- 518/KMK.06/2003) 3. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; beras, garam, sagu, Daging, telur, susu perah, sayuran dan buahbuahan ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok 4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. 5. Barang hasil pertambangan galian C, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran. rumah makan, warung dan sejenisnya, jasa perhotelan, jasa boga atau katering, yang sudah dikenakan pajak daerah idak kena PPN.

JENIS JASA TIDAK KENA PAJAK 1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik; 2. Jasa di bidang pelayanan sosial; 3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko; 4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi; 5. Jasa di bidang keagamaan; 6. Jasa di bidang pendidikan; 7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan; 8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan; 9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air (Di Darat dan Di Air dan kereta Api 10. Jasa di bidang tenaga kerja; 11. Jasa di bidang perhotelan; 12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

PERLAKUAN ATAS PENGEMBALIAN BARANG (RETUR PENJUALAN) Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (retur) oleh pembeli, maka Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut mengurangi : 1. Pajak Keluaran dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak penjual, 2. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah dikreditkan, 3. Biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal pajak atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah Dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasikan) dalam harga perolehan harta tersebut.

PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM) Disamping pengenaan Pajak sebagaimana dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak 2. Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. 3. Impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah. 4. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor.

Tarif PPnBM 1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (tujuh puluh lima persen) 2. Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen). 3. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 4. Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

PERLAKUAN PPNnBM 1. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Dasar Pengenaan Pajak. 2. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah, tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Pertambahan Nilai maupun Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut 3. Pengusaha Kena Pajak yang mengekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dapat meminta kembali Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah dibayar pada waktu perolehan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut.

TARIF PPN 1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). 2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen). Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).

Pemakaian Sendiri 1. Atas pemakaian sendiri BKP dan atau JKP untuk tujuan produktif, tidak terutang PPN. 2. Atas pemakaian sendiri BKP dan atau JKP untuk tujuan tidak produktif, terutang PPN, wajib diterbitkan faktur pajak. Faktur pajak yang diterbitkan merupakan Pajak Keluaran dan sekaligus Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan

Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP 1. Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya untuk konsumsi karyawan dan tamu. 2. Dalam rangka promosi produk sepatu baru, pabrikan sepatu membeli topi dalam jumlah yang besar,sebagian topi tersebut diberikan untuk konsumsi karyawan. 3. Perusahaan telekomunikasi seluler, memberikan fasilitas bebas biaya telepon seluler kepada para direksinya.

Pemberian Cuma-Cuma BKP dan atau JKP : 1. Pabrikan mie instant memberikan bantuan berupa mie instant hasil produksinya kepada korban bencana alam. 2. Pabrikan sabun cuci memberikan contoh produknya kepada relasi. 3. Pabrikan shampoo memberikan 1 sabun mandi untuk setiap penjualan 1 botol produk shamponya. 4. Perusahaan persewaan traktor memberikan bantuan penggunaan traktor kepada pemerintah untuk mengatasi tanah longsor

SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERHUTANG DAN LAPORAN PENGHITUNGAN PAJAK 1. Terutangnya pajak terjadi pada saat : penyerahan Barang Kena Pajak; impor Barang Kena Pajak; penyerahan Jasa Kena Pajak; pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atau ekspor Barang Kena Pajak. 2. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.

PPN Disetor = Pajak Keluaran - Pajak Masukan 1. PKP yang menyerahkan BKP/JKP memungut PPN dari pembeli BKP / penerima JKP dengan menerbitkan faktur pajak 2. bagi penjual merupakan Pajak Keluaran/PPN Keluaran/output tax (pajak yang harus dibayar/hutang pajak) 1. waktu PKP penjual membeli BKP/menerima JKP (membeli bahan baku), dipungut PPN, menerima faktur pajak 2. Pajak Masukan/PPN Masukan/input tax (pajak dibayar dimuka)

Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP dipungut oleh PKP penjual, PKP pembeli BKP/JKP membayar kepada PKP penjual sebesar harga jual + PPN yang terutang (10 %) Apabila yang bertindak sebagai pembeli BKP/JKP berstatus sebagai pemungut PPN, PPN yang terutang tidak dipungut oleh penjual BKP/JKP, melainkan disetor langsung ke Kas Negara oleh pemungut PPN ( pemungut PPN hanya membayar kepada PKP penjual BKP/JKP sebesar harga jual )

Pajak Masukan dan Pajak Keluaran Pajak Keluaran (PK) adalah PPN yang dipungut oleh PKP penjual atas penyerahan BKP dan atau JKP Pajak Masukan (PM) adalah PPN yang dibayarkan oleh PKP pembeli atas perolehan BKP dan atau JKP

PAJAK MASUKAN YANG DAPAT DIKREDITKAN 1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 2. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; 3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum 5. Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 6. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;

PAJAK MASUKAN YANG DAPAT DIKREDITKAN 7. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan 8. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan 9. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; 10. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa 11. Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.

PAJAK MASUKAN DIKREDITKAN PADA MASA PAJAK YANG TIDAK SAMA (MTS) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama: dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Penyerahan BKP/JKP 2/10/2010 30/11/2010 22/2/2011 FP 30/11/2010 3 bulan PKP Pembeli menerima FP 30/11/2010 Dikreditkan dlm SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2011 sepanjang belum dibebankan sbg biaya dan belum dilakukan pemeriksaan

FAKTUR PAJAK Adalah bukti pungutan yang dibuat oleh Pengusaha kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP/JKP atau bukti pungutan pajak pajak karena impor BKP yang digunakan oleh DJ Bea dan Cukai

KEWAJIBAN PKP TERKAIT FAKTUR PAJAK 1. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak 2. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat satu Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama sebulan

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK 1. pada saat penyerahan atau pada saat pembayaran (dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan) 2. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan barang/jasa kena pajak 3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan atau 4. Saat lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan

SAAT PENYETORAN DAN PELAPORAN PPN Penyetoran dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan Pelaporan dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak

SANKSI ATAS PELANGGARAN SYARAT FORMAL FAKTUR PAJAK PKP tidak dikenai sanksi apabila menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat: 1. Identitas pembeli; atau 2. Identitas pembeli, serta nama dan tanda tangan untuk FP yang diterbitkan oleh pedagang eceran. FP tersebut tidak dikategorikan sebagai FP cacat, namun Faktur Pajaknya sendiri tidak dapat dikreditkan oleh pembelinya.

INFORMASI MINIMAL DALAM FAKTUR PAJAK 1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; 2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; 3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; 4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; 5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut; 6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan 7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

DOKUMEN TERTENTU SEBAGAI FAKTUR PAJAK 1. Pemberitahuan impor/ekspor barang 2. Tiket pesawat udara 3. Tanda pembayaran atau kwitansi penyerahan jasa telekomunikasi

PKP MENERBITKAN FAKTUR PAJAK 1. Penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Pajak Sederhana yang paling sedikit memuat : Nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Jenis dan kuantum; Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah; Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.

Cara Memungut PPN mekanisme biasa dimana setiap transaksi akan dipotong PPN oleh penjual (Pajak Keluaran) dan penjual akan melaporkan PPN yang dipotongnya yang sebelumnya dikurangkan lebih dahulu dengan PPN yang telah dibayarnya (Pajak Masukan). Selisih antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan merupakan PPN yang harus disetor sendiri oleh penjual ke Kas Negara. mekanisme pemungutan oleh Pemungut PPN. Melalui mekanisme ini pembeli yang ditunjuk oleh Pemerintah selaku pemungut PPN akan memungut PPN atas pembelian yang dilakukannya, tidak seperti mekanisme biasa dimana penjual yang melakukan pemotongan PPN.

Pemungut PPN Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut.

PPN DIPUNGUT OLEH PEMUNGUT PPN Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%) disetor langsung ke kas negara. Dalam hal harga jual atau penggantian telah termasuk PPN, maka PPN yang terut ang atas penyerahan BKP/JKP tersebut dihitung dengan formula : 10/110 x harga jual atau penggantian.

KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan pertimbangan untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

PPN ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI 1. Dasar Pengenaan Pajak adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk membangun sendiri tidak termasuk harga perolehan tanah. 2. Tarif pajak 10%

MEMBANGUN SENDIRI 1. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh orang/badan yang tidak dalam pekerjaan atau usahanya (pemborong) yang hasilnya digunakan sendiri untuk tempat tinggal atau tempat usaha. 2. Luas bangunan 300m2 atau lebih 3. Bersifat permanen

Si Fulan membangun rumah seluas 400 m2 selesai dalam 3 bulan. Biaya pembangunan selama 3 bulan tersebut adalah: April 2010 Rp 150.000.000, Mei Rp 200.000.000 dan Juni Rp 175.000.000. Maka PPN yang harus dibayar atas serangkaian kegiatan tersebut adalah sebagai berikut;

Atas biaya yang dikeluarkan selama bulan April 2010 adalah sebesar Rp 150.000.000 X 4% = Rp 6.000.000, harus dibayar paling lambat tgl 15 Mei 2010 dan dilaporkan paling lambat akhir bulan Mei 2010. Atas biaya yang dikeluarkan selama bulan Mei 2010 adalah sebesar Rp 200.000.000 X 4% = Rp8.000.000,- harus dibayar paling lambat tgl 15 Juni 2010 dan dilaporkan paling lambat akhir bulan Juni 2010. Atas biaya yang dikeluarkan selama bulan Juni 2010 adalah sebesar Rp 175.000.000 X 4% = Rp 7.000.000,- harus dibayar paling lambat tgl 15 Juli 2010 dan dilaporkan paling lambat akhir bulan Juli 2010.

PT Gria Utama adalah PKP dibidang Usaha jasa pemborong bangunan telah selesai membangun sendiri satu unit gedung seluas 190 m2 untuk rumah dinas kepala bagian keuangan. Dengan biaya Rp. 170.000.000,- belum termasuk PPN atas pembelian material Rp 13.000.000,- Dikenakan PPN sebesar 10% x 40% Rp 170.000.000,- Dikenakan PPN sebesar 10% x Rp 170.000.000,- (jawaban yang benar) Dikenakan PPN sebesar Rp 10% x Rp 183.000.000 Tidak dikenakan PPN karena luasnya Kurang dari 200 m2

PPN ATAS AKTIVA YANG TUJUAN SEMULA TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. Misalnya penyerahan mesin, bangunan, peralatan, perabotan, atau aktiva lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, dikenakan pajak.

1. PT. Pantang Mundur, sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sejak tahun 2001, bermaksud menjual aktiva berupa mobil sedan yang dipakai oleh bagian marketing pada tanggal 27 Januari 2011. Mobil sedan tersebut dibeli pada tahun 2007 dari sebuah dealer mobil. Apakah atas penjualan mobil sedan tersebut terutang PPN Pasal 16D? yang menjual sedan adalah PT. Pantang Mundur, yang merupakan Pengusaha Kena Pajak; pada saat sedan tersebut dibeli, PT. Pantang Mundur membayar PPN; PPN atas pembelian sedan tidak dapat dikreditkan sesuai yang diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c UU PPN. Dari analisa diatas, maka dapat disimpulkan bahwa atas penjualan sedan oleh PT. Pantang Mundur tidak terutang PPN Pasal 16D karena Pajak Masukan saat sedan tersebut dibeli tidak dapat dikreditkan.

Pada tanggal 15 Januari 2009, PT. Pasti Sehat (perusahaan farmasi, sudah dikukuhkan sebagai PKP sejak tahun 2004) membeli mesin fotocopy dari PT. Karunia (PKP). Saat ini PT. Pasti Sehat bermaksud menjual mesin fotocopy tersebut karena mau diganti dengan mesin yang lebih canggih. Pada saat mesin fotocopy tersebut dibeli, Pajak Masukan tidak dikreditkan oleh PT. Pasti Sehat, melainkan dikapitalisasi ke nilai perolehan aktiva. Apakah atas penjualan mesin fotocopy tersebut terutang PPN Pasal 16D? yang menjual mesin fotocopy adalah PT. Pasti Sehat, yang merupakan Pengusaha Kena Pajak; pada saat mesin fotocopy tersebut dibeli, PT. Pasti Sehat membayar PPN; PPN atas pembelian mesin fotocopy dapat dikreditkan, namun PT. Pasti Sehat memilih tidak mengkreditkan Pajak Masukannya. analisa diatas, maka dapat disimpulkan bahwa atas penjualan sedan oleh PT. Pasti Sehat terutang PPN Pasal 16D, walaupun Pajak Masukan atas pembelian mesin fotocopy tidak dikreditkan oleh PT. Pasti Sehat.

SAAT PENYETORAN DAN PELAPORAN PPN Penyetoran dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan Pelaporan dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak

PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B 100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00 PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A" 10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00 Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00, terdiri dari Rp. 10.000.000 adalah harga sepatu dan Rp. 1.000.000 adalah PPN yang dipungut oleh PKP A

PKP "B" dalam bulan Januari 2010: 1. Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00 2. Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri, DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per pasang = Rp 500.000,00 Atas penjualan 80 pasang sepatu 10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00 Atas pemakai sendiri 10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00 Pemakaian sendiri terhutang PPN dengan DPP adalah harga pokok Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00

PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D" menjual 10 buah mesin cuci kepada PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00. 1. PPN yang terutang 10% x Rp.30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00 2. PPn BM yang terutang 20% x Rp. 30.000.000,000 = Rp 6.000.000,00 PPN dan PPn BM yang terutang PKP "D" = Rp. 9.000.000,00

PPnBM tidak dapat dikreditkan seperti halnya PPNBM PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga Rp.40.000.000,00 PPN yang terutang 10% x Rp.40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00 Catatan : PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan PPn BM dikenakan hanya sekali.

PENGKREDITAN PAJAK KELUARAN DENGAN PAJAK MASUKAN SECARA UMUM 1. PT A perusahaan industri pabrikasi, bertempat kedudukan dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Malang. dalam bulan Juli melakukan transaksi sebagai berikut : a. Mengimpor bahan-baku dengan Nilai Impor Rp 300.000.000,- (PIB Nomor 100/010/1000/Pib beserta SSPCP tanggal 10-10-2010 melalui bank devisa persepsi di Surabaya). b. Tanggal 21-07-2010 perusahaan menjual produknya dengan harga jual Rp 120.000.000,- diberikan potongan harga 10 % kepada PT B (Faktur Pajak 010.000-07.00000666). c. Tanggal 25-07-2010 perusahaan menjual produknya secara kredit, dilunasi dalam 2 bulan kepada PT C dengan harga jual Rp 380.000.000,- (Faktur Pajak 010.000-07.00000667).

d. Tanggal 05-07-2010 perusahaan membagikan produknya secara cuma-cuma kepada para karyawan dengan harga jual (tidak termasuk laba) seluruhnya sebesar Rp 50.000.000,- (diterbitkan Faktur Pajak 001-Kar-11/10). e. Tanggal 10-07-2010 membeli bahan-baku dari PT D yang dengan harga jual seluruhnya Rp 100.000.000,- (Faktur Pajak Standar010.001-07.00044444 10-12-2010). f. Tanggal 12-07-2010 perusahaan menerima pembayaran dari Pemegang Kas Pemkot Probolinggo atas penjualan produknya dengan harga jual termasuk PPN Rp 77.000.000,-. (Faktur Pajak Standar 020.000-07.00000668 01-12-2010).

g. Menerima pengembalian barang dagangan yang dijual tanggal 20-06-2010 sejumlah Rp 3.000.000,- (Nota Retur dari PT E Nomor RE/12/05 27-07-2010). h. Tanggal 28-07-2010 perusahaan menjual beras kepada beberapa koperasi dengan harga sebesar Rp 10.000.000,-. Pertanyaan : Berapakah PPN yang kurang/lebih dibayar? (PPN yang lebih dibayar pada suatu masa pajak, dikompensasikan pada masa pajak berikutnya)

Oktober 2010 : a. PM = 10 % X 300.000.000,- 30.000.000,- b. Harga 120.000.000,- Potongan harga (10 % X 120.000.000,- 12.000.000,- Harga Jual ( DPP ) 108.000.000,- PK = 10 % X 108.000.000,-.. 10.800.000,-

c. PK = 10 % X 380.000.000,- 38.000.000,- d. PK = 10 % X 50.000.000,-. 5.000.000,-

Desember 2007 : e. PM = 10 % X 100.000.000,-... 10.000.000,- f. PK (dipungut & disetor sendiri oleh Pemegang Kas) = 10 % X (100/110 X 77.000.000,-)... 7.000.000,- g.retur penjualan (mengurangi PK) = 10 % X 3.000.000,-... 300.000,- Penjualan non-bkp...... 10.000.000,-

Pajak Keluaran 10,800,000.00 38,000,000.00 Pajak dipungut oleh pemungut 7,000,000.00 5,000,000.00 Retur (3,000,000.00) Total Pajak Keluaran 57,800,000.00 Pajak dipungut oleh pemungut langsung disetor ke kas negara (7,000,000.00) Pajak Keluaran dipungut oleh PKP 50,800,000.00 Pajak masukan 30,000,000.00 10,000,000.00 Total Pajak Masukan 40,000,000.00 PPN disetor 10,800,000.00