BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

TUGAS FARMAKOKINETIKA

PENGANTAR FARMAKOLOGI

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menunjukkan hanya 5-10% saja yang dinyatakan positif. Masyrakat di negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

Pengantar Farmakologi

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt.

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

Toksikokinetik racun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS. goreng terbagi menjadi Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

2/20/2012. Oleh: Joharman

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU ( Camellia sinensis ) TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

Tujuan Instruksional:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

Tujuan Instruksional:

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2

BIOTRANSFORMASI TOKSIKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PERASAN BUAH MANGGA TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

Pengantar Farmakologi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

Pengantar Farmakologi Keperawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

1 Universitas Kristen Maranatha

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

Sumber air tubuh: 1. Makanan 2. Air minum 3. Air metabolit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

Prinsip-prinsip Farmakologi. Copyright 2002, 1998, Elsevier Science (USA). All rights reserved.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari

SKRIPSI. oleh : MARLIA NURITA K

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

Paradigma dalam pengembangan obat. Pertimbangan terapeutik Pertimbangan biofarmasetik Pendekatan fisikokimia 4/16/2013 1

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

PENGARUH PEMBERIAN JUS PISANG AMBON (Musa paradisiaca L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A

PENGANTAR BIOKIMIA OLEH : Cerika Rismayanthi, M.Or

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

1 Universitas Kristen Maranatha

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetika Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya didalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tjay dan Rahardja, 2002). 2.1.1 Absorpsi Yang dimaksud dengan absorpsi suatu obat ialah pengambilan obat dari permukaan tubuh ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe. Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Absorpsi, distribusi dan ekskresi tidak mungkin terjadi tanpa suatu transport melalui membran. Penetrasi senyawa melalui membran dapat terjadi sebagai difusi, difusi terfasilitasi, transport aktif, pinositosis atau fagositosis. Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi. 2.1.2 Distribusi Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditransfer lebih lanjut bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat perubahan konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat meninggalkan pembuluh darah dan terdistribusi ke dalam jaringan (Mutscler, 1985). Pada tahap distribusi ini penyebarannya sangat peka terhadap berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta

keadaan fisiopatologi subyeknya, disamping itu perlu diingat kemungkinan adanya interaksi dengan molekul lainnya. Pada tahap ini merupakan fenomena dinamik, yang selalu terdiri dari fase peningkatan dan penurunan kadar zat aktif. Pengertian akumulasi dan penimbunan terutama penimbunan bahan toksik, harus dijajaki dari sudut pandang dinamik, maksudnya melihat perbedaan antara kecepatan masuk dan kecepatan keluar. Sebenarnya penimbunan bahan toksik merupakan efek racun dan hasil fatal sebagai akibat lambat atau sangat lambatnya laju pengeluaran dibandingkan laju penyerapan (Aiache,1993). 2.1.3 Metabolisme Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi lalu diangkut melalui sistem pembuluh porta (vena portae), yang merupakan suplai darah utama dari daerah lambung usus ke hati. Dalam hati, seluruh atau sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan hasil perubahannya (metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif, dimana proses ini disebut proses diaktivasi atau bioinaktivasi (pada obat dinamakan first pass effect). Tapi adapula obat yang khasiat farmakologinya justru diperkuat (bio-aktivasi), oleh karenanya reaksi-reaksi metabolisme dalam hati dan beberapa organ lain lebih tepat disebut biotransformasi (Tjay dan Rahardja, 2002). Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu induksi enzim yang dapat meningkatkan kecepatan biotransformasi. Selain itu inhibisi enzim yang merupakan kebalikan dari induksi enzim, biotranformasi obat diperlambat, menyebabkan bioavailabilitasnya meningkat, menimbulkan efek menjadi lebih besar dan lebih lama. Kompetisi (interaksi obat) juga berpengaruh terhadap metabolisme dimana terjadi oleh obat yang dimetabolisir oleh sistem enzim yang

sama (contoh alkohol dan barbiturat). Perbedaan individu juga berpengaruh terhadap metabolisme karena adanya genetic polymorphism, dimana seseorang mungkin memiliki kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yang sama (Hinz, 2005). Bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemiknya kurang dari 1 dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus dinding saluran cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat yang mengalami eliminasi presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa usus dan dalam hepar (Setiawati, 2005). Obat yang digunakan secara oral akan melalui lever (hepar) sebelum masuk ke dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh (misalnya otak, jantung, paru-paru dan jaringan lainnya). Di dalam lever terdapat enzim khusus yaitu sitokrom P-450 yang akan mengubah obat menjadi bentuk metabolitnya. Metabolit umumnya menjadi lebih larut dalam air (polar) dan akan dengan cepat diekskresi ke luar tubuh melalui urin, feses, keringat dan lain-lain. Hal ini akan secara dramatik mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang mengalami first pass metabolism akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek yang di hasilkan juga berkurang (Hinz, 2005). Tipe metabolisme dibedakan menjadi dua bagian yaitu Nonsynthetic Reactions (Reaksi Fase I) dan Synthetic Reaction (Reaksi Fase II). Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, hidrolisa, alkali, dan dealkilasi. Metabolitnya bisa lebih aktif dari senyawa asalnya. Umumnya tidak dieliminasi dari tubuh kecuali dengan adanya metabolisme lebih lanjut. Reaksi fase II berupa konjugasi yaitu

penggabungan suatu obat dengan suatu molekul lain. Metabolitnya umumnya lebih larut dalam air dan mudah diekskresikan (Hinz, 2005). Metabolit umumnya merupakan suatu bentuk yang lebih larut dalam air dibandingkan molekul awal. Perubahan sifat fisiko kimia ini paling sering dikaitkan dengan penyebaran kuantitatif metabolit yang dapat sangat berbeda dari zat aktifnya dengan segala akibatnya. Jika metabolit ini merupakan mediator farmakologik, maka akan terjadi perubahan, baik berupa peningkatan maupun penurunan efeknya (Aiache, 1993). 2.1.4 Ekskresi Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Tapi adapula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru melalui pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tjay dan Rahardja, 2002). Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada kecepatan metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat yang dinyatakan dengan pengertian plasma half-life eliminasi (waktu paruh) yaitu rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menurun sampai separuhnya. Kecepatan eliminasi obat dan plasma t 1/2 -nya tergantung dari kecepatan biotransformasi dan ekskresi. Obat dengan metabolisme cepat half lifenya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi atau yang resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t 1/2 -nya panjang (Waldon, 2008).

2.2 Parameter Farmakokinetika Bio-availability (Ketersediaan Hayati) Bio-availability dari suatu sediaan obat adalah persentase obat yang secara utuh mencapai sirkulasi umum untuk melakukan kerjanya. Selama proses absorpsi dapat terjadi kehilangan zat aktif akibat tidak dibebaskannya dari sediaan pemberiannya. Atau pula karena penguraian didalam usus atau dindingnya dalam hati salama peredaran pertama disistem porta sebelum tiba diperedaran darah. Karena Firs Fass Effect (FPE) ini, maka bio-availability obat menjadi rendah dari pada persentase yang sebenarnya diabsorpsi (Tjay dan Rahardja, 2002). Adapun parameter-parameter farmakokinetika : a. T maksimum (t maks ) yaitu waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat. Pada t maks absorpsi obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi obat. Absorpsi masih berjalan setelah t maks tercapai, tetapi pada laju yang lebih lambat. Harga t maks menjadi lebih kecil (berarti sedikit waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma puncak) bila laju absorpsi obat menjadi lebih cepat (Shargel, 2005). t maks = 2,303 ( Ka Kel) Ka log Kel (1) b. Konsentrasi plasma puncak (C maks ) menunjukkan konsentrasi obat maksimum dalam plasma setelah pemberian secara oral. Untuk beberapa obat diperoleh suatu hubungan antara efek farmakologi suatu obat dan konsentrasi obat dalam plasma (Shargel, 2005).

C maks = f.dosis e -Kel.t mak Vd.....(2) c. Menurut Holford (1998), Volume Distribusi (Vd) adalah volume yang didapatkan pada saat obat didistribusikan. Menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasi obat ( C ) dalam darah atau plasma. Vd = Jumlah obat di dalam tubuh / C....(3) d. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Waldon, 2008). AUC 0- = AUC 0-t + AUC t-...(4) Dimana, AUC 0-t = C + C n 1 n 2 ( t n - t n-1 )..(5) dan AUC t- = C K tn el...(6) e. MRT merupakan waktu keberadaan obat dalam tubuh MRT = AUMC AUC 0 0. (7)

f. Tetapan Laju Eliminasi dan Waktu Paruh dalam Plasma Waktu paruh dalam plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalam darah (plasma) menurun hingga separuh dari nilai seharusnya. Pengukuran t ½ memungkinkan perhitungan konstanta laju eliminasi dengan rumus : K el = 0,693 / t ½...(8) g. Klirens Klirens suatu obat adalah faktor yang memprediksi laju eliminasi yang berhubungan dengan konsentrasi obat : CL = Laju Eliminasi / C... (9) Klirens dapat dirumuskan berkenaan dengan darah (CLb), plasma (CLp) atau bebas dalam urin (CLu), bergantung pada konsentrasi yang diukur. Eliminasi obat dari tubuh dapat meliputi proses-proses yang terjadi dalam ginjal, paru, hati dan organ lainnya. Dengan membagi laju terjadi pada setiap organ dengan konsentrasi obat yang menuju pada organ menghasilkan klirens pada masing-masing obat tersebut. Kalau digabungkan klirens-klirens yang terpisah sama dengan klirens sistemik total (Katzung, 2001). Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya, jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005). Untuk beberapa obat rute pemakaian mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Obat- obat yang diberikan secara oral diabsorbsi secara normal dalam duodenal dari usus halus dan ditransport melalui pembuluh

mesenterika menuju vena porta hepatik dan ke hati sebelum ke sirkulasi sistemik. Obat-obat yang dimetabolisme dalam jumlah besar oleh hati atau sel-sel mukosa usus halus menunjukkan avaibilitas sistemik yang jelek jika diberikan secara oral. Metabolisme secara oral sebelum mencapai sirkulasi umum disebut first pass effect atau eliminasi presistemik (Shargel, 2005). 2.3 Natrium Diklofenak Menurut USP XXX (2007),sifat fisikokimia dari Natrium diklofenak adalah: Rumus Struktur : Gambar 2. Struktur kimia Diklofenak Natrium Rumus Molekul : C 14 H 11 Cl 2 NO 2 Na Berat Molekul : 296,2 Nama Kimia Pemerian : (2- (2,6-diklorophenyl) amino benzeneacetic acid) : Serbuk kristal, putih atau agak kekuningan dan higroskopis. Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenil asetat yang termasuk NSAIDs yang terkuat anti radangnya, tetapi mempunyai efek samping pada pemakaian sediaan obat konvensional dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan pendarahan pada saluran cerna (Goodman dkk, 1996).

Absorpsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi ketersediaan hayatinya rata-rata 55% akibat metabolisme tingkat pertama yang besar. Efek analgetiknya dimulai setelah 1 jam, secara rectal dan intramuskular lebih cepat, masing-masing setelah 30 dan 15 menit. Penyerapan garam K (Cataflam) lebih pesat daripada garam Na dimana ikatan dinaikkan dengan protein plasmanya diatas 99%. Ekskresi melalui kemih 60% sebagai metabolit dan 20% diekskresikan melalui empedu dan tinja (Tjay dan Rahardja, 2002). Kontraindikasinya hipersensitif terhadap zat aktif dan tukak lambung. Juga dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat tercetusnya serangan asma, urtikaria atau rhinitis akut akibat obat-obat anti nonsteroid (Anonim, 2007). Interaksi obat apabila diberikan bersamaan dengan preparat yang mengandung lithium atau digoksin, kadar obat-obat tersebut dalam plasma meningkat tetapi tidak dijumpai adanya gejala kelebihan dosis. Beberapa obat antiinflamasi nonsteroid dapat menghambat aktivitas dari diuretika. Pengobatan bersamaan dengan diuretika golongan hemat kalium mungkin disertai dengan kenaikan kadar kalium dalam serum (Anonim, 2007). Pemberian bersamaan dengan antiinflamasi non steroid sistemik dapat menambah terjadinya efek samping. Meskipun pada uji klinik diklofenak tidak mempengaruhi efek antikoagulan, sangat jarang dilaporkan adanya penambahan resiko pendarahan dengan kombinasi diklofenak dan antikoagulan. Oleh karena itu dianjurkan untuk dilakukan pemantauan yang ketat terhadap pasien tersebut. Seperti dengan antiinflamasi non steroid lainnya, diklofenak dalam dosis tinggi (200 mg) dapat menghambat agregasi platelet untuk sementara (Anonim, 2007).

Uji klinik memperlihatkan bahwa diklofenak dapat diberikan bersamaan dengan antidiabetik oral tanpa mempengaruhi efek klinis dari masing-masing obat. Sangat jarang dilaporkan efek hipoglikemik dan hiperglikemik dengan adanya diklofenak sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat-obat hipoglikemik (Anonim, 2007). 2.4. Vitamin C Menurut USP XXX (2007), sifat fisikokimia dari Vitamin C adalah: Rumus Struktur : Gambar 3. Struktur kimia Vitamin C Rumus Molekul : C 6 H806 Berat Molekul : 176,13 Nama Kimia Pemerian : L-Asam Ascorbat : hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh karena pengaruh cahaya lambat laun menjadi bewarna gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190. Vitamin C adalah nutrient dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin C merupakan suatu zat organik yang merupakan ko-enzim atau askorbat ko-faktor pada berbagai reaksi

biokimia tubuh. Vitamin C berupa suatu kristal putih dengan zat organik yang relatif sederhana, hampir mendekati bentuk gula/monosakarida. Dari semua jenis vitamin yang ada, vitamin C merupakan yang palih mudah rusak dan sangat mudah teroksidasi terutama apabila ada panas, cahaya, alkali dan adanya enzimenzim oksidasi. Karena mudah dioksidasi inilah, maka vitamin C merupakan suatu zat reduktor yang kua (Prawirokusumo, 1991). Vitamin C merupakan suatu senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen, karnitin pengangkut lemak, hormon adrenalin dan kortison, pengangkut elektron dalam berbagai reaksi enzimatik, pelindung integritas pembuluh darah, pemacu gusi yang sehat, pelindung radiasi, pengatur tingkat kolesterol, pendetoksifikasi radikal bebas, senyawa antibakteria dan antivirus, serta pemacu imunitas (Goodman, 2000). Fungsi yang terpenting vitamin C adalah pembentukan kolagen, yakni protein bahan penunjang utama dalam tulang/rawan dan jaringan ikat. Bila sintesa kolagen terganggu, maka mudah terjadi kerusakan pada dinding pembuluh yang berakibat pendarahan (Tjay dan Rahardja, 2002). Absorbsinya dari usus cepat dan praktis sempurna (90%) tetapi menurun pada dosis diatas 1 g. Distribusinya ke semua jaringan baik. Persediaan tubuh untuk sebagian besar terdapat dalam cortex anak ginjal. Dalam darah sangat mudah dioksidasi secara reversibel menjadi dehidroaskorbat yang hamper sama aktifnya. Sebagian kecil dirombak menjadi asam oksalat dengan jalan pemecahan ikatan antara C2 dan C3. Ekskresi berlangsung terutama sebagai metabolit dehidronya dan sedikit sebagai asam oksalat (Tjay dan Rahardja, 2002).

Apabila dosis vitamin yang diberikan berlebihan, maka vitamin C yang berlebih ini akan diekskresikan melalui urin. Pada manusia sebagian vitamin C akan diubah menjadi garam-garam oksalat, dan keluar bersama urin. Apabila kalsium oksalat yang terbentuk, maka akan terjadi pengendapan. Kelebihan vitamin C juga dapat menaikkan kadar keasaman darah khususnya yang mendapat vitamin C dosis tinggi secara intravena. Pada keadaan tertentu, penurunan ph darah tidak diharapkan. Dapat juga terjadi keasaman urin. Oleh karena itu, dilihat darii sudut gizi, pemasukan vitamin C itu harus disesuaikan dengan pemasukan zat-zat gizi lainnya (baik dalam jumlah maupun proporsinya) agar kesehatan tubuh dapat terbina (Prawirokusumo, 1991). 2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995). KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-

senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan proteinprotein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain. Menurut De Lux Putra (2007) kelebihan KCKT antara lain : Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran Resolusinya baik Mudah melaksanakannya Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis Dapat digunakan bermacam-macam detektor Kolom dapat digunakan kembali Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif Waktu analisis umumnya singkat Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar Ideal untuk molekul besar dan ion.