BAB I PENDAHULUAN. elit politik kembali melakukan peranan dan fungsi masing-masing lembaga.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kekuasaan yang berfungsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

I. UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

BAB I PENDAHULUAN. tugas negara menegakkan hukum dan keadilan 1, dimana di dalamnya

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014

Keterangan Ahli Tertulis. Dr. Luhut M.P Pangaribuan, SH.,LL. M. Di Mahkamah Konstititusi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB III METODE PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

III. METODE PENELITIAN. hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nuansa kehidupan demokrasi di indonesia semakin terasa ketika para elit politik kembali melakukan peranan dan fungsi masing-masing lembaga. Sentralisasi kekuasan yang menumpuk pada lembaga eksekutif di masa lampau, berubah menjadi pemerataan kekuasaan dengan saling mengontrol diantara tiap-tiap lembaga, yang juga memulihkan kembali peranan Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR, sebagai perwujudan rakyat dalam sistem keterwakilan. DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara pemegang kekuasaan legislasi, sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang selanjutnya disebut UUD 1945 DPR memegang kekuasaan membentuk Undang - Undang yang juga dalam ayat (2) nya mengatakan bahwa setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Akan tetapi DPR juga memiliki sejumlah hak - hak yang diberikan oleh Undang-Undang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi nya sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam menjalankan fungsi nya tersebut pula DPR memiliki sejumlah alat kelengkapan DPR salah satunya adalah Mahkamah Kehormatan Dewan 1

2 atau sering disebut (MKD). MKD melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota DPR karena: 1. Tidak melakukan kewajiban. 2. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama tiga bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun. 3. Tidak menghadiri paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak enam kali berturut-turut tanpa alasan yang sah. 4. Peraturan Perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD. 5. Melanggar ketentuan larangan. Tujuan dari MKD adalah untuk menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Ini menunjukkan bahwa MKD merupakan lebaga etik yang merupakan alat kelengkapan DPR sendiri yang tidak memiliki hubungan langsung pada sistem peradilan pidana, sehingga dapat berjalan sendiri-sendiri. Struktur MKD juga bukanlah merupakan struktur yang lebih tinggi. Selain itu MKD di isi pula oleh anggota DPR itu sendiri untuk melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota dewan, hal ini merupakan bentuk konflik kepentingan dari anggota dewan dan bertentangan dengan prinsip negara hukum.

3 Menurut data yang dihimpun oleh penulis bahwa kalangan legislatif menduduki peringkat pertama terpidana kasus korupsi yang di sidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). Tercatat sebanyak 461 kasus korupsi di sidang pengadilan tipikor pada tahun 2013 dengan potensi kerugian negara Rp. 6,4 triliun dan 234 kasus tindak pidana korupsi tersebut dilakukan oleh anggota dewan yang secara serta merta merusak citra lembaga legislatif dimata masyarakat indonesia 1. Dengan tidak terhindarnya citra negatif lembaga DPR tersebut diatas maka DPR memproteksi diri dan melakukan perlindungan dengan dalil bahwa pelaksanaan fungsi dan hak konstitusional anggota DPR harus di imbangi dengan perlindungan hukum yang memadai dan proporsional agar anggota DPR tidak dengan mudah di kriminalisasi, maka DPR membuat sebuah peraturan Perundang-undangan yang mana dalam hal pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan oleh penegak hukum terhadap anggota dewan yang diduga melakukan tindak pidana korupsi harus mendapatkan persetujuan MKD yang tertulis dalam Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau yang sering disebut MD3. Publik pun langsung bereaksi dengan melakukan Judicial Review kepada Mahkamah Konstitusi atau sering disebut MK, agar anggota DPR tidak terlalu kebal hukum yang dipandang bertentangan dengan prinsip persamaan kedudukan dihadapan hukum dan pemerintahan agar terwujudnya sistem 1 http://kpk.go.id/id/berita/berita-sub/1601-jumlah-korupsi-meningkat-pada-2013 diakses pada 26 mei, pukul 20.45 WIB.

4 hukum yang adil bagi seluruh rakyat indonesia. MK memeriksa, mengadili, dan memutus perkara atas gugatan yang di ajukan oleh pemohon terkait Pasal 245 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang- Undang No.17 Tahun 2014 tentang MD3. Yang kemudian MK menyatakan bahwa pasal tersebut inkonstitusional bersyarat sepanjang frase persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan tidak di maknai persetujuan tertulis dari Presiden dengan amar Putusan No. 76/PUU-XXI/2014 2. Setelah putusan MK itu keluar, maka terjadi pula lah norma hukum baru yang memberikan kewenangan baru kepada Presiden untuk ikut serta dalam penegakkan hukum di indonesia, yang menyatakan bahwa penegak hukum harus mendapatkan persetujuan/izin tertulis dari Presiden dalam melakukan penyidikan dan pemeriksaan serta pemanggilan anggota DPR yang di duga melakukan tindak pidana. Sehingga kedudukan Presiden disini menjadi lebih penting dan sebagai penentu pula berlanjut atau tidaknya sebuah penyidikan yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap anggota DPR. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait kewenangan Presiden yang mendapat legitimasi baru dari mahkamah konstitusi terkait pemberian izin penyidikan anggota DPR. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas maka penyusun tertarik untuk melakukan penelitian melalui penyusunan skripsi dengan judul KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN IZIN TERTULIS PEMANGGILAN DAN PEMERIKSAAN ANGGOTA DPR YANG DIDUGA MELAKUKAN 2 Salinan putusan MK, dalam amar purusan MK perkara No.76/PUU-XXI/2014 point 2.1.

5 TINDAK PIDANA MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.76/PUU-XII/2014. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas penyusun mencoba merumuskan persoalan dalam bentuk pertanyaan: 1. Apakah pemberian kewenangan oleh MK kepada Presiden dalam memberikan izin tertulis pemanggilan dan pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum merupakan perwujudan check and balances sistem dalam ketatanegaraan indonesia? 2. Bagaimana kedudukan Presiden dalam memberikan izin pemeriksaan anggota DPR? C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan yang diharapkan, demikian juga dengan skripsi ini, adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitinan ini yaitu: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah pemberian kewenangan oleh MK kepada Presiden dalam memberikan izin tertulis pemanggilan dan pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum merupakan perwujudan check and balances sistem dalam ketatanegaraan Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Presiden dalam memberikan izin tertulis pemanggilan dan pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum.

6 D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini di harapkan dapat berguna dalam mengembangkan pengetahuan hukum khususnya yang menyangkut tentang kewenangan presiden dalam memberikan izin tertulis anggota DPR kepada penegak hukum dalam hal pemeriksaaan, yang diduga melakukan tindak pidana, yang secara teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan hukum tata negara, dalam kedudukan dan kewenangan lembaga negara, khususnya pemahaman teoritis tentang kewenangan Presiden dalam memberikan izin tertulis pemeriksaan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana kepada penegak hukum. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap penegak hukum dan masyarakat dalam pelaksanaan kewenangan lembaga negara, agar berjalan seiringan antara kewenangan lembaga negara dengan cita-cita dan tujuan negara. E. Kerangka Pemikiran Bentuk negara indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, bukanlah kerajaan atau pun

7 serikat. Oleh karena itu, falsafah dan kultur politik yang bersifat kerajaan yang didasarkan atas sistem feodalisme dan paternalisme tidaklah di kehendaki dan sesuai dengan cita-cita bangsa indonesia yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945. Dalam konstitusi di tegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaat) sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, bukanlah Negara kesatuan (machtstaat). Didalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap supremasi hukum dan konstitusi, yang menganut prinsip pemisahan kekuasaan dan pembatasan kekuasaan menurut konstitusional dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar, adaya prisip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan kewenangan oleh penguasa. Dalam konsep sebuah negara hukum, hukum lah pemegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Dalam paham negara hukum yang demikian, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan dtegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulaan rakyat (democratische rechtstaat). Oleh karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat (konstitusional

8 democracy) yang di imbangi dengan penegasan bahwa negara indonesia adalah negara hukum yang berasaskan kedaulatan rakyat atau demokrasi. Oleh karena itu, negara hukum itu harus di topang dengan sistem demokrasi karena terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum yang bertumpu pada konstitusi, dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, partisipasi rakyat merupakan esensi dari sistem ini. Akan tetapi, demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk, dan hukum tanpa demokrasi akan pula kehilangan makna. Presiden menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden adalah seorang pemimpin dari seperangkat pemerintahan serta kementrian-kementrian negara pada suatu negara yang di implementasikan pada kementrian-kementrian yang ada pada kabinet. Presiden memiliki hak secara luas sebagai kepala birokrasi atau aparatur negara. Presiden mewakili negara untuk perjanjian kerjasama dengan luar negri, serta berkewajiban menjalankan kebijakan dalam negri yang telah ditetapkan sebelumnya oleh konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku. Kedudukan Presiden adalah sebagai puncak pemegang kewenangan tertinggi dari kekuasaan eksekutif yang dalam tugasnya menjalankan Undang- Undang dan pemerintahan berdasar pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 Presiden republik indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang- Undang Dasar sehingga Presiden, dalam tugas pokok dan fungsinya tersebut dibantu oleh wakil presiden dan para mentri.

9 Setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi No.76/PUU- XXI/2014 yang memberikan kewenangan kepada Preisden dalam memberikan izin penyidikan oleh penegak hukum terhadap anggota dewan sehingga presiden ikut serta dalam fungsi judikatif sebagai penentu berlanjut atau tidaknya sebuah penyidikan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota dewan. Ini sangat bertentangan dengan fungsi dasar dari ekseketif sebagai peng-implementasi Undang-Undang, bukanlah justru ikut campur dalam proses penegakkan hukum yang berentangan dengan prinsip negara hukum dan kekuasaan kehakiman yang merdeka (independent of judiciary) sesuai Pasal 24 "ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Bahwa independensi kekuasaan kehakiman diamanatkan Pasal 24 ayat (1) UUD negara republik indonesia yang juga dimanifestasikan kedalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman; segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Dalam putusan nya MK menimbang dalam pokok permohonannya bahwa adanya persyaratan persetujuan tertulis dari MKD dalam hal pemanggilan dan permintaan keterangan untuk tahap penyidikan anggota DPR bertentangan dengan prinsip persamaan kedudukan dimata hukum dan pemerintahan. Proses penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga

10 melakukan tindak pidana, sesuai dengan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan, meskipun dapat mengganggu kinerja DPR dalam menjalankan tugas dan fungsinya, namun tidak menghalangi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugasnya. Anggota DPR yang diselidiki dan/atau disidik masih tetap dapat melaksanakan tugasnya sehari-hari. Menimbang juga bahwa salah satu bentuk perlindungan hukum yang memadai dan bersifat khusus baagi anggota dewan dalam melaksanakan fungsi dan hak konstitusionalnnya adalah dengan diberlakukannya persetujuan atau izin tertulis dari Presiden dalam hal anggota DPR tersebut dipanggil dan dimintai keterangan karena diduga melakukan tindak pidana. Hal ini penting sebagai salah satu fungsi dan upaya menegakkan mekanisme check and balances antara pemegang kekuasaan legislatif dengan pemegang kekuasaan eksekutif sehingga mahkamah berpendapat bahwa izin tertulis a quo seharusnya berasal dari Presiden dan bukan berasal dari mahkamah kehormatan dewan karena MKD merupakan lembaga etik DPR yang tidak berkaitan dengan sistem peradilan pidana yang juga merupakan alat kelengkapan DPR itu sendiri. 3 F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan usulan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, dimaksudkan untuk memberikan data yang 3 Salinan Putusan MK, dalam amar purusan MK perkara No.76/PUU-XXI/2014

11 seteliti mungkin dengan menggambarkan peraturan Perundangundangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3 dengan cara menggambarkan, menelaah dan menganalisa ketentuan-ketentuan yang berlaku, dimana metode ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran sistematis, faktual serta akurat dari obyek usulan penelitian sehingga pada akhirnnya penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat bagi semua. 2. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem Perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia. Jadi penelitian ini dipahami sebagai penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Menurut Soejono Soekanto, dalam penelitian hukum normatif perbandingan hukum merupakan suatu metode. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pusaka. 4 Penelitian hukum normatif atau kepustakaan ini mencakup, diantaranya: a. Penelitian terhadap asas-asas hukum; b. Penelitian terhadap sistematika hukum; 4 Soejono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, 1985, hlm, 15.

12 c. Penelitian terhadap perbandingan hukum dengan kasus/masalah dilapangan. 3. Tahap Penelitian Tahapan penelitian adalah rangkaian kegiatan dalam penelitian yang diuraikan secara rinci dari tahap persiapan, tahap penelitian dan tahap penyusunan atau pembuatan tugas akhir. 5 Tahapan penelitian yang dilakukan setelah usulan penelitian dinyatakan lulus, yaitu sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Pada tahap ini dilakukan tahapan pengumpulan data melalui studi kepustakaan yaitu mengumpulkan data berdasarkan referensi dari buku-buku kepustakaan berbagai peraturan Perundang-undangan atau literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian guna mendapatkan bahan hukum. b. Studi Lapangan Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan secara langsung yaitu dengan mencari data dari pihak yang ada hubungannya dengan penulisan skripsi ini untuk menghasilkan data primer. 6 Dapat berupa 5 Fakultas Hukum UNPAS, Panduan Penyusunan Penulisan Hukum (Tugas Akhir), Universitas Pasundan, Bandung, 2015, hlm 16. 6 Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Cet IV Ghalia Indonesia, 1990, hlm.10.

13 dokumen, studi kasus, tabel maupun hasil wawancara, kemudian dikumpulkan lalu dianalisa dan diolah secara sistematis dan terarah. 4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif. 7 Sebagai usaha mendapatkan data objektif, maka penelitian ini mempergunakan data yang diperoleh melalui pengumpulan data sesuai dengan metode pendekatan yang dipergunakan. a. Data Kepustakaan 1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan mengikat seperti norma dasar maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian ini, yaitu Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 dan Putusan MK No. 76/PUU- XII/2014 serta peraturan Perundang-undangan lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang dibahas. 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum yang dimaksud disini tidak mengikat, yang terdiri dari buku-buku, makalah, hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. 7 Soejono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 1983, hlm 12-14.

14 3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang sifatnya melengkapi kedua bahan hukum diatas, terdiri dari kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia, kamus bahasa inggris, berbagai majalah dan surat kabar. Pengelompokan bahan hukum tersebut sesuai dengan pendapat Sunaryati Hartono. 8 Bahwa bahan hukum dibedakan antara bahan hukum primer, seperti undangundang, dan bahan hukum sekunder, misalnya makalah dan buku-buku yang ditulis oleh para ahli. b. Data Lapangan Data lapangan sifatnya sebagai penunjang terhadap data kepustakaan tersebut diatas, yaitu melalui wawancara terhadap penjual dan konsumen secara online atau secara langsung. 5. Alat Pengumpul Data Alat adalah sarana yang dipergunakan. Alat pengumpul data yang digunakan sangat bergantung pada teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dalam penelitian. 9 Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat pengumpul data berupa alat tulis, note book, alat penyimpan data berupa flash disk dalam melakukan studi 8 Sunaryati Hartono, Op cit, hlm, 134. 9 Fakultas Hukum UNPAS, Op Cit, hlm 19.

15 kepustakaan dan menggunakan pedoman wawancara, alat perekam dalam melakukan studi lapangan. 6. Analisis Data Analisis data dapat dirumuskan sebagai menguraikan atau hal yang akan diteliti ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil dan sederhana. 10 Menurut Soejono Soekanto, analisis data dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. 11 Bertolak dari pengertian ini maka erat kaitannya antara metode analisis dengan pendekatan masalah. Dalam menganalisis data kajian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis, maka dalam penelitian ini digunakan analisis data kualitatif normatif. Analisa kualitatif normatif dimaksudkan agar penulis mendapat kejelasan dari permasalahan yang di teliti dengan berpedoman kepada perundang-undangan yang berlaku sebagai hukum positif dengan menyesuaikan pada fakta-fakta dan data-data yang didapat dilapangan yang pada bentuk hasil analisis data penelitian berupa kalimat-kalimat. 7. Lokasi Penelitian a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung, Jalan Lengkong Dalam No. 17 Bandung; b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Jalan Dipatiukur No 35 Bandung; 10 Sunaryati Hartono, Op Cit, hlm, 106. 11 Soejono Soekanto, Op Cit, hlm, 68.

16 c. Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Bandung, Jalan Soekarno Hatta No. 629 Bandung. d. Ruang Internet Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung, Jalan Lengkong Dalam No. 17 Bandung. e. Kantor DPR RI G. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan penulisan skripsi ini, penulis menyusun sistematika agar pembahasan jelas dan mudah dimengerti. Laporan ini disusun dalam 5 (lima) Bab dengan sistematika penulisan, 5 (lima) Bab tersebut berisi sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi penjelasan secara sistematis dan rinci berkaitan dengan penulisan skripsi ini yang dimulai dari Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan. BAB II SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA Bab ini berisi uraian tentang kewenangan presiden, fungsi presiden, teori penegakan hukum, pengertian dasar tentang presiden, dasar hukum kewenangan presiden, uraian sejarah lahirnya peraturan perundang-undangan tentang presiden dan DPR. Juga menjelaskan tentang sistem pemerintahan indonesia,sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945 serta perwujudan check and balances sistem dalam sistem ketatanegaraan indonesia.

17 BAB III KEDUDUKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.76/PUU-XII/2014. Bab ini menguraikan bagaimana kedudukan putusan mahkamah konstitusi yang berhubungan dengan kewenangan presiden dalam memberikan izin tertulis pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum. Berisikan tentang dasar hukum kedudukan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam sistem tata kelola negara indonesia yang berhubungan dengan sistem peradilan indonesia terkait pengujian peraturan perundang-undangan terhadap Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia yang berdasarkan atas keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. BAB IV ANALISIS PUTUSAN MK NO.76/PUU-XII/2014. Bab ini menguraikan tentang kedudukan serta kewenangan presiden dalam memberikan izin tertulis pemeriksaan dan pemanggilan angggota DPR oleh penegak hukum menurut putusan MK No.76/PUU-XII/2014 dan pertentangan kepentingan antara kewenangan presiden dengan supremasi hukum diindonesia dengan adanya asas yang berlaku di indonesia yaitu equality before the law kedudukan yang sama dimata hukum serta menganalisis persoalan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah serta bagaimana perwujudan check and balances sistem dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. BAB V PENUTUP Dalam bab ini penulis mengemukakan Kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap Identifikasi Masalah dan diakhiri dengan mengemukakan Saran.

18 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN