EFISIENSI PEMUPUKAN P TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH ANDISOL DAN ULTISOL ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
EFISIENSI PEMUPUKAN P TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH ANDISOL DAN ULTISOL SKRIPSI OLEH

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Pemberian Bahan Organik Kompos Jerami Padi dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimian Tanah Ultisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung

Campuran Tulang Sapi Dengan Asam Organik Untuk Meningkatkan P- Tersedia dan Pertumbuhan Tanaman Jagung di Inceptisol

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (22):

EFEK INTERAKSI PEMBERIAN SILIKAT DAN MIKORIZA PADA ANDISOL TERHADAP P-TERSEDIA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.3, No.2: , Maret 2015

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) AKIBAT PEMBERIAN KOMBINASI BAHAN ORGANIK DAN SP 36 PADA TANAH ULTISOL LABUHAN BATU SELATAN

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK UREA TERHADAP KETERSEDIAAN N TOTAL PADAPERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG

Jurnal Online Agroekoteaknologi. ISSN No Vol.3, No.3 : , Juni 2015

SKRIPSI OLEH : DESI SIMANJUNTAK

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kasa, Laboratorium Kesuburan dan

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH:

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.3, Juli 2017 (81):

PEMBERIAN FERMENTASI URIN MANUSIA SEBAGAI PUPUK ORGANIK CAIR UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG DI TANAH INSEPTISOL KWALA BEKALA SKRIPSI

Measurement Test of Exchangable Al Methods with KCl and LaCl 3 Extractant in Determining Lime Requirements in Ultisol

570. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pemanfaatan Limbah Lumpur Padat (Sludge) Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Sebagai Alternatif Penyediaan Unsur Hara Di Tanah Ultisol

The Growth and Production of Hybrid Corn at Various Manure Cow Mixture and N, P, K, Mg

SKRIPSI OLEH : SAMUEL T Z PURBA AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.2, April 2017 (33):

Urea fertilizer and goat manure application for increasing N Total on Inceptisol Kuala Bekala and corn growth ( Zea mays L. )

UJI METODE PENGUKURAN Al dd EKSTRAKTAN KCl DAN LaCl 3 DALAM MENETAPKAN KEBUTUHAN KAPUR DI TANAH ULTISOL MASAM SKRIPSI OLEH :

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

OLEH : REZEKI AYU CITRA UTAMA ILMU TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. organik. Sumber utama fosfat anorganik adalah hasil pelapukan dari mineralmineral

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dynamics of N NH 4 and N NO 3 Effect of Urea and Lime CaCO 3 Application in Inceptisols Taken from Kwala Bekala and Relation To Growth of Maize

PENGARUH PUPUK HIJAU Calopogonium mucunoides DAN FOSFOR TERHADAP SIFAT AGRONOMIS DAN KOMPONEN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt)

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan *Corresponding author : ABSTRACT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.2, No.2 : , Maret 2014

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN P-TERSEDIA PADA TANAH SAWAH SULFAT MASAM POTENSIAL. Study on P-Available at The Paddy Soil Potential of Acid Sulfate

PENGARUH PENGAPLIKASIAN ZEOLIT DAN PUPUK UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays L. saccharata Sturt.)

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan *Corresponding author : ABSTRACT

Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Laboratorium Analitik Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Penelitian ini

SKRIPSI. Oleh : YULI SAGALA/ ILMU TANAH

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH DENGAN PENGOLAHAN TANAH YANG BERBEDA DAN PEMBERIAN PUPUK NPK

Pertumbuhan Dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Dengan Pemberian Pupuk Kandang Sapi Dan Pupuk Fosfat

PENGARUH PEMBERIAN AIR LAUT DAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mayz. L) SKRIPSI.

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.1, Desember (570) :

III. METODE PENELITIAN. Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur.

PENGARUH PEMBERIAN ZEOLIT TERHADAP EFISIENSI PEMUPUKAN FOSFOR DAN PERTUMBUHAN JAGUNG MANIS DI PASURUAN, JAWA TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH :

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Hibrida Terhadap Pemberian Kompos Limbah Jagung dan Pupuk KCl

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.) pada Pemberian Pupuk Cair

Evaluasi Sifat Kimia Tanah pada Lahan Kopi di Kabupaten Mandailing Natal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Rizki Annisa Nasution*, M. M. B. Damanik, Jamilah

EKO ANDREAS SIHITE AGROEKOTEKNOLOGI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

ABSTRACT. APLIKASI BEBERAPA JENIS COMPOST TEA TERHADAP PERUBAHAN JUMLAH MIKROORGANISME TANAH INCEPTISOL, PRODUKSI DAN KUALITAS SAWI (Brassica juncea)

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN METODE PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

SKRIPSI. Oleh : TSABITA BENAZIR MUNAWWARAH SYA BI AGROEKOTEKNOLOGI-ILMU TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG SABRANG (Eleutherine americana Merr) TERHADAP PEMBELAHAN UMBI DAN PERBANDINGAN MEDIA TANAM ABSTRACT

RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

DAMPAK DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG TERHADAP PERUBAHAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL SKRIPSI. Oleh REGINA RUNIKE ANDREITA/ ILMU TANAH

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK P DAN K

*Corresponding author : ABSTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

PEMANFAATAN LIMBAH RUMPUT LAUT (Sargassum polycystum) SEBAGAI BAHAN PUPUK CAIR UNTUK SAWI ( Brassica juncea L. ) ORGANIK PADA TANAH ULTISOL

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.3, No.3 : , Juni 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

Transkripsi:

EFISIENSI PEMUPUKAN P TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH ANDISOL DAN ULTISOL Ardian S. Tambunan 1*, Fauzi 2, Hardy Guchi 2 1 Alumnus Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 20155 2 Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan 20155 * Corresponding Author: ardian_ajalah@yahoo.co.id ABSTRACT An experimental research was done to measure the nutrient use efficiency (NUE) of Phosphorus (P) in Andisols and Ultisols. The research was conducted in Screenhouse and Research and Technology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera from September 2012 until July 2013. It was arranged in Non-factorial Randomized Block Design with 6 dosages of Phosphorus Fertilizer (SP-36) in Andisols and Ultisols (0; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; and 2,0 grams of SP- 36/plant). The intertreatments effects were analyzed using DMRT.The results showed that Recovery Efficiency (RE) and Agronomic Efficiency (AE) in Ultisols are higher than in Andisols, meanwhile Physiological Efficiency (PE) in Andisols is higher. RE and AE were decreased as a result of increasing dosage of SP-36 meanwhile PE was increased. The best treatment in Andisols and Ultisols is 0,8 grams SP-36/plant. In Andisols, productivity of maize at that treatment is 109,23 grams/plant (7,28 tons/ha); RE (11,55%); PE (576,67 grams dry weight cob of maize /g P 2 O 5 ) ; and AE (66,68 grams dry weight cob of maize /g P 2 O 5 ). In Ultisols, productivity of maize at that treatment is 67,30 grams/plant (4,48 tons/ha); RE (15,16%); PE (589,29 grams dry weight cob of maize /g P 2 O 5 ) ; and AE (88,94 grams dry weight cob of maize /g P 2 O 5 ) Key words : Nutrient Use Efficiency (NUE), phosphorus (P), andisols, and ultisols ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi pemupukan fosfor (P) pada tanah Andisol dan Ultisol. Penelitian dilakukan di rumah kasa dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU mulai September 2012 sampai dengan Juli 2013. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non-faktorial dengan 6 dosis pupuk P (SP-36) pada tanah Andisol dan Ultisol (0; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 gram SP-36/tanaman). Uji lanjutan menggunakan DMRT pada taraf 5%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Efisiensi Serapan (ES) dan Efisiensi Agronomis (EA) pada tanah Ultisol lebih tinggi daripada tanah Andisol, sedangkan Efisiensi Fisiologis (EF) pada tanah Andisol lebih tinggi. ES dan EA pada kedua jenis tanah semakin menurun dengan bertambahnya dosis P yang diberikan, sedangkan EF semakin meningkat. Perlakuan terbaik pada Tanah Andisol adalah pada dosis 0,8 g SP-36/tanaman dengan produksi 109,23 g/tanaman (7,28 ton/ha); efisiensi serapan (11,55%); efisiensi fisiologis (576,67 g pipilan kering /g P 2 O 5 ) ; dan efisiensi agronomis (66,68 g pipilan kering /g P 2 O 5 ). Perlakuan terbaik pada Tanah Ultisol adalah pada dosis 0,8 g SP-36/tanaman dengan produksi 67,30 g/tanaman (4,48 ton/ha); efisiensi serapan (15,16%); efisiensi fisiologis (589,29 g pipilan kering /g P 2 O 5 ) ; dan efisiensi agronomis (88,94 g pipilan kering /g P 2 O 5 ). Kata kunci: efisiensi pemupukan, fosfor (P), andisol, dan ultisol 414

PENDAHULUAN dapat menyebabkan P terfiksasi membentuk ikatan Al-P dan Fe-P sehingga P menjadi Andisol menempati sekitar 3,4% dari luas daratan di Indonesia dengan luas areal diperkirakan 6.491.000 ha. Tanah Andisol merupakan tanah subur karena mempunyai sifat fisik dan kimia yang sesuai dengan kondisi tanah yang diperlukan oleh tanaman pertanian pada umumnya, sehingga Andisol mempunyai prospek yang cukup baik untuk usaha di bidang pertanian (Munir, 1996). Namun, kapasitas retensi fosfat yang tinggi pada Andisol (>85%) menyebabkan sebagian besar P yang berada di Andisol tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Ultisol merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia (29,7% atau sekitar 51 juta ha). Hal ini menjadikan Ultisol sangat potensial untuk usaha budidaya pertanian. Namun tingkat pencucian yang sangat intensif menyebabkan tanah bereaksi masam dan memiliki kejenuhan basa rendah. Permasalahan lain yang timbul adalah tingginya kelarutan Alumunium (Al) dan Besi (Fe) pada Ultisol. Ion Al dan Fe yang terlarut tidak tersedia bagi tanaman. Pemupukan P merupakan hal yang umum dilakukan pada budidaya pertanian pada Tanah Andisol dan Ultisol agar tanaman memperoleh P dalam jumlah optimal dengan harapan produktivitas tanaman yang tinggi dapat dicapai. Permasalahan utama dalam pemupukan P adalah unsur hara P yang berasal dari pupuk P akan mengalami berbagai reaksi seperti fiksasi dan retensi. Reaksi reaksi tersebut akan menyebabkan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman sehingga efisiensi pemupukan menjadi rendah. Semakin besar P yang dapat diserap oleh tanaman, maka efisiensi pemupukan akan semakin tinggi. Untuk menghitung efisiensi pemupukan, Dobermann (2007) memberikan beberapa pendekatan, di antaranya : Efisiensi serapan, efisiensi fisiologis, dan efisiensi agronomis. Efisiensi serapan merupakan perbandingan antara hara yang diserap dari pupuk dengan jumlah pupuk yang diberikan, 414

dinyatakan dalam satuan persen. Angka Faktorial dengan 6 taraf dosis SP-36 pada efisiensi serapan berguna sebagai faktor tanah Andisol dan 6 taraf dosis SP-36 pada koreksi dalam rekomendasi pemupukan. tanah Ultisol. Setiap perlakuan diulang Efisiensi fisiologis berguna untuk menilai respon tanaman dalam mengoptimalkan hara yang berasal dari pupuk untuk menghasilkan produk. Sedangkan efisiensi agronomis berguna untuk menilai seberapa besar peningkatan produksi yang dicapai dari tiap jumlah pupuk yang ditambahkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang efisiensi pemupukan P pada tanah Andisol dan Ultisol. sebanyak 3 kali sehingga diperoleh unit percobaan 12 x 3 = 36 unit percobaan. Panen dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada akhir masa vegetatif dan akhir masa generatif sehingga sehingga total unit percobaan berjumlah 36 x 2 = 72. Dosis yang digunakan adalah 0; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 g SP- 36/tanaman pada Tanah Andisol dan Ultisol Pelaksanaan penelitian dimulai dengan mengambil contoh tanah diambil secara komposit dari kedalaman 0-20 cm. Contoh BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 meter dari permukaan laut dan dianalisis di Laboratorium Kimia/Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 sampai dengan Juni 2013. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non tanah lalu dikeringanginkan hingga mencapai kondisi kering udara dan diayak dengan tingkat kehalusan 10 mesh. Tanah yang telah kering udara dan diayak lalu dianalisis kadar airnya untuk mengetahui berat tanah yang akan dimasukkan ke dalam setiap polibag setara dengan 10 kg tanah kering. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap parameter : tekstur tanah metode Hidrometer, ph H 2 O metode elektrometri, P-tersedia metode Bray II, P 2 O 5 (ekstrak HCl 25%), C-organik 415

metode Walkley and Black, Retensi P metode Blakemore, Al-dd metode ekstraksi KCl 0,1 N. Setelah tanah dimasukkan ke dalam benih jagung. Pemeliharaan dilakukan dengan melakukan penyiraman dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Setelah polibag, lalu dilakukan pengaplikasian SP- tanaman mencapai masa vegetatif, dilakukan 36 pada setiap polibag yang disesuaikan dengan dosis perlakuan. Selanjutnya tanah diberi pupuk dasar dengan dosis 200 ppm N (4,44 g urea/polibag) dan 100 ppm K 2 O (1,67 g KCl/polibag). Untuk pemupukan N dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pemupukan awal sebanyak setengah dosis (2,22 gr) dan setengah dosis sisanya diaplikasikan pada saat tanaman berumur satu bulan. Selanjutnya dilakukan penanaman panen untuk menghitung serapan P dan bobot kering tanaman serta parameter kimia tanah yang meliputi : ph H 2 O metode elektrometri, P-tersedia metode Bray II, retensi P metode Blakemore, dan Al-dd metode ekstrak KCl 1 N. Pada akhir masa generatif, dilakukan pemanenan tongkol untuk menghitung produksi (g pipilan kering/tanaman). Untuk menghitung efisiensi pempukan, digunakan rumus sebagai berikut : Efisiensi Serapan (ES) ES = Serapan P tanaman diberi pupuk - Serapan P tanaman tanpa pupuk Jumlah P yang diberikan Efisiensi Fisiologis (EF) x 100 % EF = Efisiensi Agronomis (EA) EA = Serapan P tanaman diberi pupuk - Serapan P tanaman tanpa pupuk Produksi tanaman diberi pupuk - Produksi tanaman tanpa pupuk Produksi tanaman diberi pupuk - Produksi tanaman tanpa pupuk Jumlah P yang diberikan HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kimia Tanah Dari hasil uji sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter kimia pada Tanah Andisol dan Ultisol. Hasil uji beda rataan sifat kimia yang tersaji pada Tabel 1. 416

Tabel 1. Sifat kimia tanah pada akhir masa vegetatif Perlakuan ph P-tersedia Retensi P Al-dd...g SP-36/tanaman......ppm......%......me/100 g... A 0 (0 g pada Tanah Andisol) 5,70 c 6,91 abcd 84,51 b 0,20 abc A 1 (0,4 g pada Tanah Andisol) 5,71 c 8,02 bcd 83,66 b 0,17 ab A 2 (0,8 g pada Tanah Andisol) 5,74 c 8,25 cd 80,05 b 0,15 a A 3 (1,2 g pada Tanah Andisol) 5,75 c 8,89 d 78,19 b 0,15 a A 4 (1,6 g pada Tanah Andisol) 5,78 c 9,86 d 79,71 b 0,14 a A 5 (2,0 g pada Tanah Andisol) 6,11 d 9,25 d 79,94 b 0,13 a U 0 (0 g pada Tanah Ultisol) 5,07 a 4,56 a 46,00 a 0,44 e U 1 (0,4 g pada Tanah Ultisol) 5,25 ab 4,58 ab 43,54 a 0,36 de U 2 (0,8 g pada Tanah Ultisol) 5,25 ab 4,62 ab 44,14 a 0,34 de U 3 (1,2 g pada Tanah Ultisol) 5,27 ab 4,71 abc 44,14 a 0,30 cd U 4 (1,6 g pada Tanah Ultisol) 5,28 ab 4,87 abc 42,95 a 0,29 cd U 5 (2,0 g pada Tanah Ultisol) 5,37 bc 4,94 ab 42,29 a 0,26 bcd Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5 % Dari Tabel 1. diperoleh hasil bahwa pemberian SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap ph tanah Andisol pada seluruh perlakuan sedangkan pada tanah Ultisol, pemberian SP-36 hanya berpengaruh nyata terhadap ph pada perlakuan 2,0 g SP-36 (5,37). Penyebab utama pengaruh tidak nyata pemberian SP-36 terhadap ph pada kedua jenis tanah disebabkan karena pupuk SP-36 bersifat netral sehingga pengaruhnya tidak nyata dalam meningkatkan atau menurunkan ph tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Damanik dkk (2010) yang menyatakan bahwa larut di dalam air dan reaksinya di dalam tanah adalah netral. Pemberian SP-36 berpengaruh tidak nyata terhadap P-tersedia pada kedua jenis tanah. Pada tanah Andisol, hal ini mungkin disebabkan karena tingginya nilai retensi P. Retensi P menyebabkan sebagian besar P pada tanah Andisol menjadi tidak tersedia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mukhlis (2011) yang menyatakan bahwa P selalu menjadi pembatas pertumbuhan tanaman di Andisol karena suplainya selalu rendah. Unsur P dierap kuat oleh bahan alumunium pupuk SP-36 merupakan jenis pupuk yang 415

dan besi non-kristalin menjadi tidak tersedia untuk tanaman. Dari tabel dapat dilihat bahwa pemberian SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap retensi P pada kedua jenis tanah. Namun dari data dapat dilihat bahwa penambahan dosis P cenderung menurunkan retensi P pada kedua jenis tanah. Pada tanah pada tanah Andisol memiliki gugus OH yang terbuka sehingga dapat menyebabkan terjadinya erapan terhadap P. Hal ini didasarkan atas literatur Mukhlis (2011) yang menyebutkan bahwa adsorbsi P pada tanah Andisol terjadi oleh adanya bahan amorf yang memiliki gugus OH yang terbuka. Meningkatnya ph juga akan Andisol, retensi P tertinggi terdapat pada menurunkan nilai retensi P pada kedua jenis perlakuan kontrol (84,51%) dan terus mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya dosis P sampai pada dosis 1,6 g SP-36 (79,71 %) dan sedikit mengalami peningkatan pada dosis 2,0 g SP-36 (79,94%). tanah. Menurut Nanzyo, et al. (1993), jumlah P yang dierap oleh Andisol juga tergantung dari ph. Erapan P maksimum terjadi pada ph 3-4 dan jumlah P yang dierap menurun dengan semakin meningkatnya ph. Hal yang sama juga terjadi pada tanah Ultisol Tabel 1. menunjukkan bahwa nilai di mana retensi P tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (46,00) dan terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya dosis pupuk SP-36 sampai pada perlakuan 2,0 g SP-36 (42,29%). Retensi P pada tanah Andisol secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanah Ultisol. Hal ini disebabkan karena bahan induk tanah Andisol berasal dari mineral yang bersifat amorf (alofan dan imogolit). Mineral Al-dd pada kedua jenis tanah mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya dosis SP-36. Hal ini disebabkan karena ph tanah juga mengalami peningkatan dengan bertambahnya dosis pupuk. Peningkatan ph akan menyebabkan berkurangnya kelarutan Al dalam tanah. Pertumbuhan Tanaman Dari hasil uji sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk SP-36 berpengaruh 415

nyata terhadap seluruh parameter tanaman pada akhir masa vegetatif. Hasil uji beda rataan pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 2. berikut : Tabel 2. Tinggi tanaman, diameter batang, berat kering tajuk, dan berat kering akar pada akhir masa vegetatif Perlakuan Tinggi Tanaman Diameter Batang Berat Kering Tajuk Berat Kering Akar...g SP-36/tanaman.......cm......g... A 0 (0 g pada Tanah Andisol) 214,33 de 1,77 e 84,51 b 0,20 abc A 1 (0,4 g pada Tanah Andisol) 217,77 def 1,84 e 83,66 b 0,17 ab A 2 (0,8 g pada Tanah Andisol) 206,17 d 1,82 e 80,05 b 0,15 a A 3 (1,2 g pada Tanah Andisol) 223,00 ef 1,79 e 78,19 b 0,15 a A 4 (1,6 g pada Tanah Andisol) 228,00 fg 1,78 e 79,71 b 0,14 a A 5 (2,0 g pada Tanah Andisol) 239,00 g 1,75 e 79,94 b 0,13 a U 0 (0 g pada Tanah Ultisol) 131,33 a 1,01 a 46,00 a 0,44 e U 1 (0,4 g pada Tanah Ultisol) 169,67 b 1,16 b 43,54 a 0,36 de U 2 (0,8 g pada Tanah Ultisol) 172,83 b 1,18 bc 44,14 a 0,34 de U 3 (1,2 g pada Tanah Ultisol) 191,00 c 1,25 bcd 44,14 a 0,30 cd U 4 (1,6 g pada Tanah Ultisol) 192,33 c 1,29 cd 42,95 a 0,29 cd U 5 (2,0 g pada Tanah Ultisol) 216,33 def 1,39 d 42,29 a 0,26 bcd Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5 % Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa pemberian SP-36 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada kedua jenis tanah. Pada tanah Andisol, tinggi tanaman cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis SP-36, kecuali pada perlakuan 0,8 g SP- 36 (206,17 cm) yang merupakan perlakuan dengan tinggi tanaman terendah di mana terjadi penurunan tinggi tanaman dibanding perlakuan sebelumnya 0,4 g SP-36 (217,77 cm). Pada tanah Ultisol, tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan kontrol (131,33 cm) dan terus mengalami peningkatan secara nyata pada dosis 0,4 g SP- 36 (169,67 cm), 0,8 g SP-36 (172,83 cm), dan 1,2 g SP-36 (191,00 cm. Dari Tabel 6. Diketehui bahwa pemberian SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman pada Tanah Andisol, namun berpengaruh nyata pada Tanah Ultisol. Pada Tanah Ultisol, diameter batang mengalami peningkatan 416

sejalan dengan bertambahnya dosis pupuk di mana diameter batang terendah terdapat pada perlakuan kontrol (1,01 cm) dan tertinggi pada perlakuan 2,0 g SP-36 (1,39 cm). Pada tabel berat kering tajuk (Tabel 8.) diketahui bahwa pemberian SP-36 berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk tanaman pada kedua jenis tanah. Pada tanah Andisol, berat kering tajuk terendah terdapat pada pelakuan kontrol (45,17 g) dan tertinggi pada perlakuan 1,6 g SP-36 (62,87 g). Pada tanah Ultisol, berat kering tajuk terendah terdapat pada pelakuan kontrol (12,67 g) dan tertinggi pada perlakuan 2,0 g SP-36 (53,10 g). Pada tabel berat kering akar (Tabel 9.) diketahui bahwa pemberian SP-36 berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman pada kedua jenis tanah. Pada tanah Andisol, berat kering akar cenderung mengalami penurunan dengan bertambahnya dosis SP-36 di mana berat kering akar tertinggi terdapat pada pelakuan 0,4 g SP-36 SP-36 (9,33 g). Pada tanah Ultisol, berat kering akar mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya dosis SP-36 di mana beret kering akar terendah terdapat pada perlakuan kontrol (1,87g) dan tertinggi pada perlakuan 2,0 g SP-36 (15,03 g). Dari data pertumbuhan dan produksi tanaman. Dapat dilihat bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman pada tanah Andisol lebih baik daripada tanah Ultisol. Hal ini disebabkan karena Andisol memiliki sifat fisik dan kimia yang sangat baik untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Menurut Shoji, dkk., (1993), ada beberapa hal yang menyebabkan tanah Andisol sangat produktif, yaitu : (a) Bahan induk yang terdiri dari kumulatif deposit abu vulkan yang memiliki komposisi andesit dan basaltik, (b). Solum tanah yang cukup dalam sehingga tidak mengganggu zona perakaran, (c) horizon humus tebal dan banyak mengandung sejumlah N organik, (d) mineral apatit relatif banyak dalam bahan induk, (e) tersedia air yang cukup banyak untuk tanaman. (13,03 g) dan terendah pada perlakuan 2,0 g 415

Tabel 3. Serapan P tanaman, produksi, dan efisiensi pemupukan P pada Tanah Andisol dan Ultisol pada akhir masa vegetatif Perlakuan Serapan P tanaman Produksi (berat pipilan kering) Efisiensi Serapan Efisiensi Fisiologis Efisiensi Agronomis...g SP-36/tanaman......mg/tanaman......g/tanaman......%......g produksi/g P 2 O 5......g produksi/g P 2 O 5... A 0 (0 g pada Tanah Andisol) 5,48 a 90,03 e - - - A 1 (0,4 g pada Tanah Andisol) 24,31 b 93,38 ef 13,08 d 204,27 a 23,26 ab A 2 (0,8 g pada Tanah Andisol) 38,74 cd 109,23 fg 11,55 d 576,67 ab 66,68 cde A 3 (1,2 g pada Tanah Andisol) 39,27 cd 118,29 g 7,51 bc 814,13 b 62,81 cde A 4 (1,6 g pada Tanah Andisol) 42,67 d 120,85 g 6,23 ab 935,85 b 51,62 bc A 5 (2,0 g pada Tanah Andisol) 42,71 d 120,28 g 4,98 a 836,56 b 40,44 bc U 0 (0 g pada Tanah Ultisol) 7,10 a 41,69 a - - - U 1 (0,4 g pada Tanah Ultisol) 33,29 c 52,79 ab 18,19 e 423,61 ab 77,08 de U 2 (0,8 g pada Tanah Ultisol) 50,75 e 67,30 bc 15,16 e 589,29 ab 88,94 e U 3 (1,2 g pada Tanah Ultisol) 60,92 f 72,34 cd 11,96 d 569,27 ab 68,12 cde U 4 (1,6 g pada Tanah Ultisol) 63,10 f 81,98 cde 9,38 c 722,26 ab 67,49 cde U 5 (2,0 g pada Tanah Ultisol) 63,96 f 86,02 de 7,60 bc 780,71 b 59,27 cde Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5 % 416

Serapan P, produksi, dan Efisiensi Pemupukan P pada akhir masa vegetatif Dari hasil uji sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap serapan P, produksi, dan efisiensi pemupukan P pada akhir masa vegetatif. Pada efisiensi pemupukan, pemberian SP-36 cenderung menurunkan efisiensi serapan dan agronomis P, tetapi meningkatkan efisiensi fisiologis P. Efisiensi serapan dan agronomis P Ultisol lebih tinggi daripada Andisol, namun efisiensi fisiologisnya cenderung lebih rendah. penurunan sehingga jumlah P yang dapat diserap tanaman juga berkurang. Pada tanah Ultisol, serapan P terendah terdapat pada perlakuan kontrol (7,0 mg/tanaman) dan terus mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya dosis SP-36 sampai pada serapan P tertinggi pada dosis 2,0 g SP-36 (63,96 mg/tanaman). Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa efisiensi serapan pada kedua jenis tanah semakin mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya dosis P. Pada Tanah Andisol, efisiensi serapan tertinggi terdapat pada perlakuan 0,4 g SP-36 (13,08%) dan terendah pada perlakuan 2,0 g SP-36 (3,40%), Pemberian SP-36 pada kedua jenis tanah berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman. Pada tanah Andisol, serapan P terendah terdapat pada perlakuan kontrol ( 5,48 mg/tanaman) dan mengalami peningkatan pada perlakuan 0,4 dan 0,8 g SP- 36.. Namun pada dosis 1,6 dan 2,0 g SP-36, serapan P mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena P-tersedia juga mengalami sedangkan pada Tanah Ultisol efisiensi serapan tertinggi terdapat pada perlakuan 0,4 g SP-36 (18,19%) dan terendah pada perlakuan 2,0 g SP-36 (7,13%). Efisiensi serapan P pada kedua jenis tanah tergolong sangat rendah. Berdasarkan literatur Dobermann (2007), efisiensi serapan yang baik berada di kisaran 50-80 %. Hal ini disebabkan karena pada kedua jenis tanah 417

mengalami permasalahan terhadap unsur P. Di Andisol, masalah utama P adalah kapasitas retensi yang sangat tinggi sehingga sebagian besar P akan dierap oleh mineral sehingga tanaman tidak dapat menyerap P dalam jumlah optimal. Sedangkan di Ultisol, P akan disemat oleh Al atau Fe menjadi ikatan Al-P atau Fe-P. Bentuk P yang terikat oleh Al dan Fe juga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hal yang paling mempengaruhi efisiensi serapan adalah jumlah unsur hara yang dilepas dari pupuk. Semakin banyak unsur hara yang dilepas pupuk, maka akan semakin tinggi efisiensi pemupukan. Hal ini dijelaskan oleh Dobermann (2007) bahwa efisiensi serapan dipengaruhi oleh keseimbangan antara kebutuhan tanaman dengan jumlah hara yang dilepas dari pupuk. efisiensi tertinggi terdapat pada perlakuan 1,6 g SP-36 (935,85 g pipilan kering/g P 2 O 5 ) dan terendah pada perlakuan 0,4 g SP-36 (204,27 g pipilan kering/g P 2 O 5 ) sedangkan pada tanah Ultisol, efisiensi tertinggi terdapat pada perlakuan 2,0 g SP-36 (780,71 g pipilan kering /g P 2 O 5 ) dan terendah pada perlakuan 0,4 g SP-36 (423,61 g pipilan kering /g P 2 O 5 ). Peningkatan efisiensi fisiologis mengindikasikan bahwa varietas tanaman jagung yang digunakan sangat respon terhadap pemupukan P yang diberikan. Tanaman mampu mengkonversi hara yang diserap dari pupuk menjadi produk tanaman (pipilan kering) dengan optimal. Hal ini disebabkan karena varietas jagung yang digunakan adalah varietas hibrida yang sangat respon terhadap pemupukan. Hal tersebut dikuatkan oleh literatur Baligar et al. (2001) Hal lain yang mempengaruhi efisiensi yang menyatakan bahwa varietas terbaru pemupukan adalah metode aplikasi. Tabel 3. menunjukkan bahwa efisiensi fisiologis pada kedua jenis tanah semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya dosis P yang diberikan. Pada tanah Andisol, (hibrida) dari padi, jagung, atau gandum lebih efisien dalam menyerap hara jika dibandingkan dengan varietas lama. Dapat dilihat bahwa efisiensi agronomis pada kedua jenis tanah relatif 418

semakin menurun dengan bertambahnya dosis pupuk. Peningkatan hanya terjadi pada dosis 0,8 g SP-36. Pada tanah Andisol, efisiensi tertinggi terdapat pada perlakuan 0,8 g SP-36 (66,68 g pipilan kering/g P 2 O 5 ) dan terendah pada perlakuan 2,0 g SP-36 (20,83 g pipilan kering/g P 2 O 5 ) sedangkan pada tanah Ultisol, efisiensi tertinggi terdapat pada perlakuan 0,8 g SP-36 (88,94 g pipilan kering/g P 2 O 5 ) dan terendah pada perlakuan 2,0 g SP-36 (59,27 g pipilan kering/g P 2 O 5 ). Nilai efisiensi agronomi pada kedua jenis tanah secara umum lebih besar dari 25. Hal ini mengindikasikan bahwa praktik manajemen budidaya yang dilakukan seperti SIMPULAN Efisiensi Serapan (ES) dan Efisiensi Agronomis (EA) pada tanah Ultisol lebih tinggi daripada tanah Andisol, sedangkan Efisiensi Fisiologis (EF) pada tanah Andisol lebih tinggi. Peningkatan dosis pupuk P semakin menurunkan efisiensi serapan dan agronomis P pada kedua jenis tanah, namun efisiensi fisiologis P cenderung semakin meningkat. Perlakuan terbaik pada Tanah Andisol adalah pada dosis 0,8 g SP-36/tanaman dengan produksi 109,23 g/tanaman (7,28 ton/ha); efisiensi serapan (11,55%); efisiensi fisiologis (576,67 g pipilan kering /g aplikasi pupuk, penyiraman, perawatan P 2 O 5 ) ; dan efisiensi agronomis (66,68 g tanaman telah berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dobermann (2007) yang menyatakan bahwa nilai efisiensi agronomi berkisar antara 10-30, angka efisiensi agronomi > 25 menunjukkan bahwa tanaman telah mendapatkan sistem manajemen budidaya yang baik. pipilan kering /g P 2 O 5 ). Perlakuan terbaik pada Tanah Ultisol adalah pada dosis 0,8 g SP-36/tanaman dengan produksi 67,30 g/tanaman (4,48 ton/ha); efisiensi serapan (15,16%); efisiensi fisiologis (589,29 g pipilan kering /g P 2 O 5 ) ; dan efisiensi agronomis (88,94 g pipilan kering /g P 2 O 5 ). 419

DAFTAR PUSTAKA Baligar, V.C., N.K. Fageria, and Z.L. H.E. 2001. Nutrient Use Efficiency in Plants. Communication in Soil Plant Analysis, 32 : 7, 921-950. Damanik, M.M.B., B.E. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU-Press, Medan. Dobermann, A. 2007. Nutrient Use Efficiency Measurement and Management. University of Nebraska Lincoln, USA. Mukhlis. 2011. Tanah Andisol Genesis, Klasifikasi, Karakteristik, Penyebaran, dan Analisis. USU-Press, Medan. Munir, M.M. 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia (Karakteristik, Klasifikasi, dan Pemanfaatannya). Pustaka Jaya, Malang. Nanzyo, M., R. Dahlgren., dan S. Shoji. 1993. Chemical Characteristics of Volcanic Ash Soils in S. Shoji, M. Nanzyop and R. Dahlgren (eds). Volcanic Ash Soils. Genesis, Properties, and Utilization. Elsevier. Amsterdam. Shoji, S., M. Nanzyo and R. Dahlgren. 1993. Productivity and Utilization of Volcanic Ash Soils in S. Shoji, M. Nanzyop and R. Dahlgren (eds). Volcanic Ash Soils. Genesis, Properties, and Utilization. Elsevier. Amsterdam. 420