BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri telekomunikasi seluler membuat persaingan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Analisis daya saing..., 1 Rani Nur'aini, FT UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin rendahnya pertumbuhan pasar serta tingginya persaingan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan pemilik korporasi, maka secara alami tujuan keuangan suatu

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI SELULER INDONESIA OLEH FITRIYANI SOLEHAH H

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia bahkan di dunia ini dapat diakui banyak menarik minat para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi di Indonesia. Perkembangan itu dapat terlihat dari satu dekade ini.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saling berkomunikasi. Dewasa ini kebutuhan akan komunikasi menjadi sesuatu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi di Indonesia pada era globalisasi sekarang ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pengaruh switching..., Adhitya Buwono, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Perkembangan bisnis kartu perdana seluler GSM akhir-akhir ini telah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan yang sebelumnya menguasai pasar. Bermacam-macam

BAB I PENDAHULUAN. banyak menghadapi masalah masalah dalam menjual produk khususnya. masa depan cerah dimasa mendatang sebagai zamannya komunikasi.

I. PENDAHULUAN. yang semakin kecil. Demikian pula para vendor pembuat telepon selular bersaing

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak pada dunia usaha. Dengan adanya perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. stabil di pasar negara berkembang, mendorong IMF (International Monetary

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian a. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi di Indonesia pada era globalisasi sekarang

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai suatu kerangka menyeluruh arah

BAB 1 PENDAHULUAN. industri telekomunikasi yang menjadi cermin dari ketat dan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi di Indonesia memiliki perkembangan yang sangat cepat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin pesat pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi seluler. Mobilitas serta meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam

I. PENDAHULUAN. memberikan peluang-peluang baru bagi pemain industri telekomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. Selama jangka waktu empat tahun terhitung sejak tahun 2006 hingga tahun

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan suatu perusahaan memberikan konstribusi yang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat hanya menggunakan surat, yang berkembang dengan telepon rumah,

Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Pangsa pasar industri telekomunikasi seluler Indonesia 2011

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dari tingkat pertumbuhan negara tersebut. Namun beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan, termasuk sektor ekonomi bisnis di dunia. Perubahan yang begitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi seluler di Indonesia sekarang ini sangatlah pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Hingga saat ini, tercatat 10 operator telepon di Indonesia. Telkom (PT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan analisi eksternal yang dihadapi oleh perusahaan. yang baik, dapat membantu meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. di sektor telekomunikasi, membuat perusahaan lebih cenderung untuk berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perekonomian tanah air sedang digerakkan oleh sektor industri

I. PENDAHULUAN. tidak pasti dan turbulen baik dari sisi teknologi, regulasi, pasar maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. telepon selular, para operator kartu GSMyang memfasilitasi telekomunikasi antar. telepon selular pun tumbuh pesat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bergantung pada penggunaan teknologi dan informasi. Saat ini, semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. adanya berbagai macam alat komunikasi yang semakin memudahkan penggunanya

PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan telekomunikasi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi komunikasi dalam era globalisasi yang sangat

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN PELANGGAN LAYANAN. 50,000 34,900 24,270 PT Telkom, Tbk data 25,000 16,700 14,500 15,000 9,528 6,978

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul industri-industri serta perusahaan-perusahaan baru, salah satunya bidang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan lingkungan bisnis akhir-akhir ini muncul suatu gejala dimana

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Tidak hanya berpengaruh terhadap perindustrian di

BAB I PENDAHULUAN. informasi-informasi mengenai konsumen secara keseluruhan agar perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Pada

BAB I PENDAHULUAN. seluler besar yang menggunakan teknologi berbasis GSM yaitu PT.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini industri telekomunikasi telah menjadi salah satu kontributor

BAB I PENDAHULUAN. (sumber: 2012) (sumber: 2013)

BAB I : PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini. Tercatat ada 8operator yang bermain dalam industri

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, dalam bentuk informasi maupun komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. ini membuat persoalan manajemen semakin kompleks, apalagi dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia (ATSI) menilai pertumbuhan industri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebutuhan masyarakat akan alat komunikasi pada saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. menuntut perusahaan untuk inovatif dan melakukan penyesuaian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia akan teknologi sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Selama kurang

BAB I PENDAHULUAN. dan saat ini menjadi industri yang paling berkembang dalam 10 tahun terakhir di

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 36/1999 tentang telekomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal di Indonesia semakin maju dan berkembang. Hal ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara berkembang yang menganut sistem ekonomi pasar. Keberadaan

BAB 1 PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Analisis Industri Telekomunikasi PT XL Axiata, Tbk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. PT Industri Telekomunikasi Indonesia ( INTI ) sebagai Badan Usaha Milik

Paradigma baru di bisnis telekomunikasi ini sudah barang tentu juga akan berimbas pada kebijakan dan strategi perusahaan itu sendiri.

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi. Keberadaan teknologi selular pertama kali masuk ke

BADAN PUSAT STATISTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dampak adanya globalisasi adalah perkembangan teknologi dibidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumen dicecar dengan banyaknya iklan dan promosi penurunan tarif, kini

BAB I PENDAHULUAN. informasi terbaru. Seiring dengan meningkatnya pengguna telepon seluler (smart

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi yang digunakan saat ini adalah telepon rumah. dibawa kemanapun kita pergi. Lambat laun telepon rumah mulai ditinggalkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun terus meningkat seiring perkembangan jaman. Selain itu didukung

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia usaha pada saat ini berkembang dengan pesat sehingga mempunyai

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kontinuitas perkembangan usahanya dari waktu ke waktu. Masyarakat

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah pesat. Sebagai contoh, di Indonesia, perkembangan tersebut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya kebutuhan modal dan teknologi yang lebih canggih seperti negara-negara maju, namun Indonesia belum mampu mendayagunakan potensi teknologi telematika (telekomunikasi, media dan informatika) secara baik (PT Telkom, 2013). Padahal untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia yang terdiri atas kepulauan, negara ini membutuhkan jaringan telekomunikasi yang memadai agar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempererat persatuan bangsa untuk memperkokoh pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan potensi telematika adalah meningkatkan pemerataan teledensitas 1 di sektor telekomunikasi, baik telepon tetap maupun telepon seluler. Dengan meningkatnya teledensitas, maka akan ada efek pengganda, yaitu semakin banyak interaksi komunikasi yang efisien dan efektif. Interaksi komunikasi selanjutnya dapat meningkatkan laju perkembangan pertumbuhan bisnis maupun pertumbuhan ekonomi suatu negara. Tabel 1.1 menunjukkan teledensitas telepon seluler di negara-negara ASEAN, selama kurun waktu 2008-2012. Rata-rata teledensitas telepon seluler di ASEAN adalah 91,27 persen. Walaupun ada kecenderungan meningkat, teledensitas telepon seluler Indonesia masih di 1 Teledensitas adalah tingkat kepadatan pemakaian telepon dibandingkan dengan 100 penduduk (Grigorova, Muller, dan Huschelrath 2008) 1

bawah rata-rata negara ASEAN. Pada tahun 2012, negara-negara seperti Vietnam, Singapura, dan Malaysia menduduki posisi tiga teratas dibandingkan negara ASEAN lainnya. Tingkat teledensitas Indonesia pada tahun 2012 berada di angka 114,22 persen, jauh dibawah Singapura yang memimpin tingkat teledensitas di ASEAN dengan angka sebesar 152,13 persen ataupun negara Malaysia yang memiliki tingkat teledensitas sebesar 141,33 persen, Konektivitas menjadi hal penting bukan saja bagi Indonesia untuk menghubungkan 240 juta penduduknya namun juga bagi seluruh populasi di 20 negara APEC lainnya. Di sinilah teknologi informasi dan komunikasi memainkan peran paling krusial, disamping sebagai enabler connectivity maupun pemicu pertumbuhan ekonomi yang merata (Ferariani, 2007). Tabel 1.1 Teledensitas Telepon Seluler Negara ASEAN, Tahun 2008-2012 (dalam persen) Sumber : International Telecommunication Union, 2012 (diolah) Industri telekomunikasi merupakan industri yang kontribusinya sangat strategis terhadap perekonomian nasional. Hal tersebut disebabkan potensi pasar telekomunikasi Indonesia tergolong cukup besar. Industri telekomunikasi memiliki kontribusi cukup besar terhadap pembentukan Gross Domestic Product (GDP). Selain itu, itu dilihat dari sisi pengeluaran, GDP yang ditopang oleh pola konsumsi juga memiliki hubungan erat dengan pelanggan telepon seluler di Indonesia yang begitu mudah untuk berganti nomor telepon ke operator lain. Bahkan 2

perangkat kerasnya juga memanjakan konsumen dengan diproduksinya telepon yang dapat digunakan sekaligus untuk GSM dan CDMA dalam satu handset (Adiningsih, 2007). Jelas bahwa masyarakat secara umum diuntungkan dengan perkembangan tersebut sehingga pemakaian jasa pelayanan dari percakapan, sms, internet, bahkan 3G juga semakin meningkat, karena dapat memenuhi kebutuhan layanan komunikasi masyarakat yang semakin berkembang. Oleh karena itu tidak mengherankan jika kontribusi GDP dari sub-sektor komunikasi selalu meningkat setiap tahunnya (Adiningsih, 2007). Pertumbuhan sektor jasa telekomunikasi merupakan yang tertinggi dalam perekonomian nasional dibandingkan sektor-sektor lainnya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 dan Tabel 1.3. Kelompok transportasi dan komunikasi juga kini menjadi salah satu kelompok kebutuhan pokok yang digunakan dalam penghitungan inflasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat tidak dapat dipungkiri telah memberikan perubahan yang sangat mendasar dalam pengelolaan aktifitas bisnis. Jarak dan batas teritorial suatu negara tidak menjadi hambatan lagi dengan adanya teknologi telekomunikasi. Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Tahun ke Tahun (dalam persen), Tahun 2007-2012 Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 3,47 4,83 3,96 3,01 3,37 4,20 2. Pertambangan dan Penggalian 1,93 0,71 4,47 3,86 1,60 1,56 3. Industri Pengolahan 4,67 3,66 2,21 4,74 6,14 5,74 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 10,33 10,93 14,29 5,33 4,71 6,25 5. Konstruksi 8,53 7,55 7,07 6,95 6,07 7,39 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 8,93 6,87 1,28 8,69 9,24 8,15 7. Pengangkutan dan Komunikasi 14,04 16,57 15,85 13,41 10,70 9,98 a. Pengangkutan 2,82 2,74 6,40 7,19 7,68 6,57 b. Komunikasi 28,74 31,04 23,61 17,81 12,64 12,08 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 7,99 8,24 5,21 5,67 6,84 7,15 9. Jasa jasa 6,44 6,24 6,42 6,04 6,80 5,25 Produk Domestik Bruto 6,35 6,01 4,63 6,22 6,49 6,26 Produk Domestik Bruto Tanpa Migas 6,95 6,47 5,00 6,60 6,98 6,85 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) *) Angka Sementara 3

Tabel 1.3 PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (dalam miliar rupiah), Tahun 2007-2012 Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011* 2012** 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 271 509,30 284 619,10 295 883,80 304 777,10 315 036,80 327 549,70 2. Pertambangan dan Penggalian 171 278,40 172 496,30 180 200,50 187 152,50 189 761,40 192 585,40 3. Industri Pengolahan 538 084,60 557 764,40 570 102,50 597 134,90 633 781,90 670 109,00 4. Listrik, Gas & Air Bersih 13 517,00 14 994,40 17 136,80 18 050,20 18 921,00 20 131,40 5. Konstruksi 121 808,90 131 009,60 140 267,80 150 022,40 159 993,40 171 996,60 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 340 437,10 363 818,20 368 463,00 400 474,90 437 199,70 472 646,20 7. Pengangkutan dan Komunikasi 142 326,70 165 905,50 192 198,80 217 980,40 241 298,00 265 378,40 a. Pengangkutan 72 791,10 74 786,90 79 571,50 85 293,40 91 841,80 97 873,50 b. Komunikasi 69 535,60 91 118,60 112 627,30 132 687,00 149 456,20 167 504,90 8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 183 659,30 198 799,60 209 163,00 221 024,20 236 146,60 253 022,70 9. Jasa jasa 181 706,00 193 049,00 205 434,20 217 842,20 232 537,70 244 719,80 PDB 1 964 327,30 2 082 456,10 2 178 850,40 2 314 458,80 2 464 676,50 2 618 139,20 PDB Tanpa Migas 1 821 757,70 1 939 625,90 2 036 685,50 2 171 113,50 2 322 763,50 2 480 955,80 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Berbagai aktifitas masyarakat tidak terlepas dari komunikasi, mulai dari berbisnis sampai bersilaturahmi dengan sesama rekan. Akhir-akhir ini kita dapat melihat persaingan yang semakin ketat antar operator dalam memasarkan produknya, khususnya untuk operator telepon seluler. Bahkan kita dapat saksikan perang harga untuk menarik pelanggan dilakukan oleh berbagai operator, perang harga tersebut berbentuk persaingan penawaran termurah dalam penerapan tarif sms, tarif telepon maupun tarif internet. Masyarakat ataupun konsumen juga banyak memanfaatkan perang harga tersebut untuk mendapatkan harga termurah dengan sering berganti operator ataupun memiliki beberapa jasa pelayanan dari beberapa operator. Oleh karena itu pasar telepon seluler di Indonesia diperkirakan memiliki tingkat perputaran pelanggan bulanan tertinggi di dunia (Adiningsih, 2007). Menurut sejarahnya, industri telekomunikasi pada mulanya diawali oleh telepon tetap (fixed line) dimana sarana ini dioperasikan di Indonesia oleh PT Telkomunikasi Indonesia Tbk yang merupakan perusahaan BUMN. Perjalanan industri telekomunikasi seluler di Indonesia 4

diawali dengan hadirnya teknologi berbasis NMT (Nordic Mobile Phone) pada tahun 1984, teknologi inilah yang kelak akan menjadi cikal bakal hadirnya penggunaan telepon seluler pada tahun 1990-an di Indonesia. Industri telekomunikasi Indonesia mengalami perubahan mendasar dengan dikeluarkannya kebijakan baru yang tertuang dalam UU Telekomunikasi No.36 tahun 1999. Hak eksklusif yang dimiliki oleh PT. Telkom dihapuskan, sehingga investor diberi keleluasaan dalam melakukan investasi tanpa harus mengikutsertakan pihak PT. Telkom. Pada awalnya, pemerintah memberikan hak eksklusif untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi lokal dan sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) hanya kepada PT. Telkom saja. Namun sejak 1 Agustus 2002 sejalan dengan UU baru tersebut, pemerintah mencabut hak eksklusif PT. Telkom dan sekaligus memberikan lisensi untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi lokal dan sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) kepada PT. Indosat, dengan demikian PT. Telkom dan PT. Indosat harus bersaing tanpa hak eksklusif dari pemerintah. Kebijakan deregulasi pemerintah tersebut membuka kebebasan bersaing dalam menyediakan jasa layanan telekomunikasi. Oleh karena itu, pasar telekomunikasi di Indonesia menjadi terbuka bagi investor-investor, baik dari dalam maupun dari luar negeri untuk menjadi penyelenggara jasa dan jaringan telekomunikasi di Indonesia khususnya dalam penyediaan layanan seluler, karena jasa telepon tetap (fixed line) masih berbentuk monopoli. Oleh karena itu, tidak mengherankan terjadi peningkatan jumlah operator seluler dari 3 operator seluler pada tahun 1998 menjadi 11 operator seluler pada 2008 (Dirjen Postel, 2010). Sejumlah pemain baru seperti PT Hutchinson CP Telecommunications dan PT Natrindo Telepon Seluler meluncurkan jasa layanan telepon seluler di kuartal pertama tahun 2007 dan PT Smart Telecom meluncurkan jasa selulernya pada pertengahan 2007. Peningkatan jumlah operator seluler ini telah menyebabkan tingkat persaingan menjadi lebih ketat dalam industri telekomunikasi. 5

Perkembangan pasar seluler yang pesat juga diikuti dengan persaingan yang semakin ketat antar operator, sehingga pelayanan yang ada di pasar juga semakin beragam dengan berbagai fitur yang semakin menarik, jangkauan yang semakin luas, dan harga yang semakin murah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa upaya deregulasi akan berpengaruh terhadap tingkat persaingan yang kemudian mengubah konfigurasi struktur pasar yang ada dan selanjutnya diterangai dapat mempengaruhi kinerja industri tersebut. Jika pada tahun 2008 jumlah operator seluler mencapai 11, pada tahun 2012 jumlah operator seluler berkurang menjadi 10 dan terus menurun hingga pada Oktober 2013, jumlah operator seluler menjadi 9 seperti tampak pada Tabel 1.4. Penurunan jumlah operator seluler disebabkan adanya proses akuisisi yang dilakukan oleh PT Smart Telecom terhadap PT Mobile-8 pada Desember tahun 2011 dan akuisisi yang dilakukan oleh PT XL Axiata terhadap Axis Telekom pada September 2013. Tabel 1.4 Perkembangan Jumlah Operator Seluler (1998-2013*) Jumlah 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2013* Operator Seluler 3 3 5 7 8 11 11 10 9 Sumber : Laporan keuangan PT Telkom berbagai tahun (diolah) *per oktober 2013 Jumlah penjual (perusahaan) dalam suatu industri akan menentukan tingkat konsentrasi dalam pasar. Pengukuran konsentrasi digunakan untuk mengukur tingkat intensitas dari persaingan dalam sebuah industri. Semakin banyak perusahaan akan meningkatkan persaingan di dalam suatu industri (Bain, 1956: 7-8), maka persaingan di dalam industri seluler pun demikian. Semakin banyak operator seluler baru maka semakin kompetitif persaingan dalam industri ini. Hal ini dapat terlihat dari strategi yang dijalankan oleh para perusahaan operator seluler, terlebih pemain baru yang sangat bersaing dalam hal pentarifan. Tarif yang ditawarkan oleh pemain baru 6

ini kepada masyarakat jauh lebih rendah, dibanding tarif yang diberlakukan oleh perusahaan pemain lama. Tetapi hal ini tidak serta merta menurunkan jumlah pelanggan operator seluler lama. Secara logika dalam industri seluler jika tarif rendah maka perusahaan akan mampu meraih pelanggan lebih banyak, karena pelanggan cenderung lebih memilih tarif rendah untuk berkomunikasi. Terkait dengan hal tersebut, perusahaan pemain lama dan dominan khususnya Telkomsel Indosat, dan XL Axiata masih mendominasi pangsa pasar operator seluler di Indonesia. Berdasarkan Tabel 1.5 terlihat bahwa konsentrasi pasar pada industri telekomunikasi masih tinggi. Bahkan, PT Telkomsel menguasai 45,3 persen pasar, yang berarti merupakan pemain dominan di pasar. Rasio konsentrasi tiga perusahaan besar tersebut (CR3) adalah 0,83 persen pada tahun 2012, yang mengindikasikan struktur pasar oligopoli yang sangat ketat. Tabel 1.5 Pelaku Pasar Telepon Seluler Indonesia Terbesar Tahun 2012 Jumlah Pangsa Operator Produk Teknologi Pelanggan Pasar (%) PT. Telkomsel PT. Indosat Tbk Kartu Halo, Simpati, Kartu AS IM3, Matrix, Mentari XL-ku, Xplor,Bebas GSM 900/1800 GSM 900/1800 GSM 900/1800 125,1 Juta 45,3 58,5 Juta 21,2 PT. XL Axiata Tbk 45,75 Juta 16,6 PT. Hutchinson 3 GSM 1800 21 Juta 10 PT AXIS Telekom* AXIS GSM 1800 17 Juta 2,7 Sumber : Laporan keuangan dan website masing-masing operator, 2012 (diolah) Keterangan : *per oktober 2013 Axis merger dengan XL Axiata Meningkatnya jumlah pemain dalam industri operator seluler, seharusnya semakin meningkatkan persaingan pada industri ini. Tetapi mengapa industri seluler di Indonesia masih dikuasai oleh tiga operator seluler yaitu Telkomsel, Indosat dan XL Axiata? Data jumlah 7

pelanggan yang terdapat pada Tabel 1.5 memperlihatkan bahwa banyaknya jumlah pelanggan yang dimiliki oleh ketiga operator seluler ini jauh di atas operator lain. Pada tahun 2012 jumlah pelanggan Telkomsel mencapai 125,1 juta pelanggan, Indosat sebanyak 58,5 juta pelanggan, XL Axiata 45,75 juta pelanggan sedangkan jumlah pelanggan Hutchinson yang menempati urutan empat besar tidak mencapai setengah dari jumlah pelanggan XL. Strategi para pemain baru yang memberlakukan tarif rendah, ternyata tidak serta merta mengurangi jumlah pelanggan pemain lama. Adanya tingkat dominasi yang tinggi pada pemain lama dapat menimbulkan polemik dengan kebijakan dan hukum persaingan usaha (UU No. 5 Tahun 1999) yang sangat mewaspadai pemusatan konsentrasi tersebut, karena berpotensi menimbulkan berbagai pelanggaran seperti diantaranya penyalahgunaan posisi dominan. Sebagai suatu industri, analisis perilaku individual operator seluler tidak terlepas dari struktur pasar di mana operator seluler beroperasi. Analisis kompetisi dan efisiensi operator seluler biasanya merujuk pada analisis mikroekonomi. Analisis ini bisa mencakup perilaku operator seluler dalam kompetisi harga, seperti perilaku penetapan harga, jumlah produk yang dijual, investasi, iklan, reaksi terhadap inisiatif pesaing, penerapan teknologi baru dan inovasi (Adiningsih, 2007). Untuk menganalisis hubungan antara struktur pasar dengan kinerja, penelitian ini menggunakan pendekatan SCP (Structure-Conduct-Performance). Penilaian struktur (Structure) dilakukan melalui jumlah dan ukuran distribusi penjual dan pembeli, diferensiasi produk, integrasi vertikal, diversifikasi, serta kondisi untuk masuk dan keluar dalam pasar. Unsur perilaku (Conduct) terdiri dari kolusi, merjer, kebijakan harga, iklan dan pemasaran, serta penelitian dan pengembangan dan kinerja (Performance) diukur melalui tingkat laba, pertumbuhan, kualitas produk dan jasa, serta kemajuan teknologi. Landasan dasar pada 8

pendekatan SCP tidak hanya menerangkan hubungan antara struktur pasar dengan perilaku di pasar, kemudian perilaku akan mempengaruhi kinerja pasar, tetapi juga terdapat hubungan timbal balik, yaitu: kinerja dapat mempengaruhi perilaku, perilaku dapat mempengaruhi struktur, dan kinerja dapat mempengaruhi struktur (Lipczynski dan Wilson, 2001: 7). Hubungan struktur, perilaku, dan kinerja berbeda-beda pada setiap industri, hal ini dikarenakan karakteristik dasar yang dimiliki berbeda. Karakteristik dasar yang dimaksud diartikan sebagai sistem yang mempengaruhi sebuah industri. Penelitian Dasril dan Kusumastuti (2010) yang meneliti hubungan SCP pada industri pengolahan makanan di Indonesia menunjukkan bahwa, tingkat konsentrasi yang tinggi pada industri tersebut, menciptakan iklim persaingan yang tidak sehat antar perusahaan di dalamnya. Hal ini tentu saja sesuai dengan hasil analisis SCP pada suatu industri pada umumnya dimana peningkatan konsentrasi akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Peningkatan konsentrasi mempengaruhi keuntungan tidak hanya secara langsung melalui kolusi, tetapi juga secara tidak langsung melalui kompetisi bukan harga (Hasibuan, 1993). Penelitian Smirlock (1985) yang meneliti hubungan tingkat konsentrasi dengan tingkat keuntungan industri perbankan menunjukkan hasil penelitian yang berbeda pada umumnya. Berdasarkan penelitian tersebut ternyata tingkat konsentrasi tidak mempengaruhi profitabilitas dalam industri perbankan. Perbedaan pandangan mengenai hasil interpretasi hubungan SCP pada setiap industri, membuat penulis tertarik untuk menganalisis industri telekomunikasi seluler di Indonesia dengan pendekatan SCP. Analisis industri telekomunikasi seluler di Indonesia dengan pendekatan SCP sebelumnya telah dilakukan oleh Adiningsih (2007) yang menyatakan bahwa struktur pasar pada industri telekomunikasi seluler di Indonesia berbentuk oligopoli ketat. Penelitian tersebut menggunakan variabel Average Revenue Per User (ARPU), Return on Asset (ROA), dan Return 9

on Equity (ROE) untuk mengukur kinerja perusahaan. Penggunaan variabel ARPU juga digunakan oleh Grigorova, Muller, dan Huschelrath (2008) dalam meneliti industri telekomunikasi seluler di Bulgaria dengan pendekatan SCP. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan kedua penelitian tersebut adalah dalam penelitian ini digunakan pula model ekonometrika untuk mengukur kinerja perusahaan dalam industri telekomunikasi seluler di Indonesia. Ferariani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kinerja PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dibandingkan dengan PT Indosat Tbk menggunakan Analisis Laporan Keuangan dan Penelitian Harga Wajar Saham, menggunakan variabel Net Income Margin (NIM) sebagai variabel dependen dalam meneliti tingkat profitabilitas perusahaan yang dipengaruhi oleh struktur pasar dan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan tingkat NIM sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh nilai ARPU, tingkat konsentrasi, hambatan masuk, dan jumlah aset sebagai variabel independennya. 1.2. Batasan Masalah Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan untuk dibahas, antara lain: 1. Penelitian ini memfokuskan pada lima operator seluler di Indonesia yaitu; PT Telkomsel, PT Indosat Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Bakrie Telecom Tbk, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan materi penelitian hanya berdasarkan pada periode 2003-2012. 2. Penelitian ini menggunakan hipotesis struktur-perilaku-kinerja (structure-conductperformance atau SCP), paradigma SCP termasuk dalam teori mikroekonomi dimana penelitian awal tentang SCP untuk menganalisis industri sudah dilakukan dibeberapa negara dunia. SCP mencerminkan antara struktur pasar dan perilaku terhadap kinerja. 10

1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka secara spesifik pertanyaan penelitiannya yaitu: 1. Bagaimana struktur industri operator seluler di Indonesia? 2. Bagaimana perilaku industri ini, yang dicerminkan oleh perilaku para operator seluler di Indonesia? 3. Bagaimana kinerja dari industri operator seluler di Indonesia? 4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kinerja industri operator seluler di Indonesia? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja industri operator seluler di Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri operator seluler di Indonesia. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai kinerja dan stuktur pasar industri operator seluler di Indonesia. 11

2. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menjamin pemerataan akses telekomunikasi di seluruh Indonesia sekaligus mengoptimalkan pertumbuhan industri jaringan telekomunikasi di Indonesia guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia di bidang tersebut. 1.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis Penelitian ini adalah: 1. Tingkat konsentrasi tiga perusahaan terbesar dalam industri telekomunikasi seluler (Telkomsel, Indosat, dan XL) atau CR3 memiliki pengaruh positif terhadap NIM. Semakin tinggi konsentrasi suatu perusahaan maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. 2. Minimum Efficiency Scale (MES) memiliki pengaruh positif terhadap NIM. Semakin tinggi hambatan masuk suatu perusahaan maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. 3. Aset memiliki pengaruh positif terhadap NIM. Semakin banyak aset yang dimiliki oleh perusahaan operator seluler, maka keuntungan yang didapat perusahaan akan meningkat. 4. Average Revenue Per User (ARPU) memiliki pengaruh positif terhadap NIM. ARPU juga merupakan variabel kinerja, namun tingkatan kinerja NIM lebih tinggi dari ARPU. ARPU merupakan indikator perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan. Semakin tinggi ARPU maka NIM pun meningkat. 12

1.7. Sistematika Penelitian Penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu: 1. BAB I: Pendahuluan Dalam pendahuluan dijelaskan mengenai latar belakang, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis penelitian, dan sistematika penelitian. 2. BAB II : Tinjauan Pustaka Dalam bab ini berisikan landasan teori yang mendasari penelitian ini. Selain itu juga, memuat studi empiris yang pernah dilakukan sebelumnya yang mendukung penelitian ini. 3. BAB III: Metodologi Penelitian Bab ini merupakan metodologi penelitian yang terdiri dari penjelasan data, variabel yang dipakai dalam penelitian dan teknik analisis. 4. BAB IV: Hasil dan Pembahasan Isi dari bab ini terdiri dari analisis kuantitatif dalam menganalisis struktur industri dan kinerja industri, serta analisis deskriptif statistik pada analisis perilaku perusahaan. Kemudian akan diinterpretasikan hubungan struktur terhadap kinerja industri. 5. BAB V: Kesimpulan dan Saran 13