IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan tanpa perlakuan tercantum pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Jamur pada Dendeng Daging Sapi Giling Tanpa Perlakuan dan Dengan Perlakuan Ulangan Pengamatan (Hari) Kontrol Perlakuan (CFU/ml) 1 1 11 8 2 16 11 3 20 13 4 6 4 5 13 10 6 18 9 2 1 12 8 2 21 11 3 26 10 4 7 5 5 14 9 6 12 + 3 1 15 8 2 26 15 3 18 9 4 7 4 5 18 9 6 16 6 4 1 16 7 2 16 8 3 18 11 4 8 3 5 14 + 6 10 + Keterangan : (+) = Dendeng telah Berjamur Secara Makroskopis
Jumlah Jamur Tabel 4 menunjukkan dinamika jumlah jamur pada dendeng daging sapi giling yang mendapat perlakuan dengan mengolesi gel lidah buaya. Jumlah koloni jamur mengalami fluktuasi selama masa pengamatan dari hari pertama hingga dendeng berjamur yang dapat dilihat dari permukaan dendeng. Mulanya, jumlah jamur ada pada kisaran cukup tinggi dan pada hari berikutnya angkanya meningkat, dan puncaknya jumlah jamur terbanyak adalah 26 x 10 1 CFU/ml yang terjadi pada dendeng tanpa perlakuan pada hari ke-2 dan hari ke-3. Hal ini terlihat pada grafik jumlah jamur pada dendeng daging sapi giling yang disajikan pada Ilustrasi 4. 30 25 20 15 10 5 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Pengamatan Ulangan 1 Ulangan2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ilustrasi 4. Jumlah Jamur pada Dendeng Daging Sapi Giling Tanpa Perlakuan Sementara itu, fluktuasi jumlah jamur tidak hanya terjadi pada dendeng daging sapi giling tanpa perlakuan, namun juga pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan. Hasil menunjukkan bahwa jumlah jamur mencapai 15 x 10 1 CFU/ml pada pengamatan hari kedua ulangan ketiga. Pada hari ke lima ulangan 4
Jumlah Jamur dan hari keenam ulangan 2 dendeng telah berjamur, yang ditandai dengan adanya lendir pada dendeng, bau khas dendeng yang berubah, serta adanya hifa pada permukaan dendeng. Jumlah jamur pada dendeng sapi giling dengan perlakuan dapat dilihat pada Ilustrasi 5. 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Pengamatan Ulangan 1 Ulangan2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ilustrasi 5. Jumlah Jamur pada Dendeng Daging Sapi Giling Dengan Perlakuan Penurunan jamur disebabkan oleh adanya saponin dan kompleks antrakuinon yang terkandung dalam gel lidah buaya. Sesuai pendapat Supardi dan Soekamto (1999) bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat tumbuhnya jamur yakni tersedianya nutrien, air, suhu, ph oksigen, potensial oksidasi reduksi dan adanya zat penghambat. Menurut Pelczar dan Chan (2010), suhu inkubasi diperkirakan 37 C, suhu ini merupakan suhu optimum bagi pertumbuhan kapang, dan lebih tinggi lagi untuk khamir. Faktor lainnya yang membuat dendeng daging sapi giling mudah berjamur dikarenakan kadar air yang tinggi, sanitasi dan hygiene yang kurang baik pada saat pengolahan, serta
penggunaan bahan baku dan bahan-bahan penunjang dalam pembuatan dendeng. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Harlia, dkk., (2010) bahwa dendeng daging sapi giling mudah berjamur karena faktor kadar air serta kondisi lingkungan. Kandungan gel lidah buaya yang kaya akan zat aktif acemmanan dan allicin yang merupakan salah satu jenis kompleks antrakuinon mampu menghambat pertumbuhan jamur pada dendeng daging sapi giling. Seperti dijelaskan dalam hasil penelitian Parvu dan Alina (2011) bahwa allicin mampu menghambat pertumbuhan jamur seperti Aspergillus flavus, A. niger, Candida albicans, Fusarium laceratum, Microsporum canis, Mucor racemosus, Penicillium spp., Rhizopus nigricans, Saccharomyces spp., Trichophyton granulosum, F. oxysporum, B. cinerea, B. paeoniae, P. gladioli, and S. sclerotiorum. Hal ini dikarenakan Allicin memiliki kandungan antimikroba. Kemudian kandungan saponin pada gel lidah buaya mampu mengurangi jumlah jamur pada dendeng daging sapi giling. Sesuai dengan penelitian Ike (2004) bahwa saponin terbukti memiliki efek antijamur. Berdasarkan hasil penelitian Rosida (2002), gel lidah buaya terbukti mengandung saponin sebesar 733 ± 89 ppm pada fraksi methanol, sedangkan pada fraksi air gel lidah buaya mengandung saponin sebesar 367 ± 32 ppm. Adapun berdasarkan pernyataan Madduluri, dkk., (2013) bahwa mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba yaitu dapat menyebabkan kebocoran protein dan enzim dari dalam sel. Saponin dapat menjadi antijamur karena zat aktif permukaannya mirip detergen, akibatnya saponin akan menurunkan tegangan permukaan dinding sel dan merusak permeabilitas membran. Saponin berdifusi melalui membran luar dan dinding sel yang rentan kemudian mengikat membran sitoplasma sehingga mengganggu dan mengurangi kestabilan membran sel.
Penurunan jumlah jamur pada dendeng yang diberi perlakuan dengan melumuri gel lidah buaya hanya mampu menghambat dua dari tiga jenis jamur yang mengkontaminasi dendeng daging sapi giling. Hal tersebut dapat terlihat dari Tabel 5. Tabel 5. Jenis Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling Ulangan Pengamatan Tanpa Perlakuan Perlakuan (Hari) Jenis Jamur Monilia Mucor Penici- Monilia Mucor Penicillium llium 1 1 6 4 1 4 2 1 2 16 - - 11 - - 3 16 3 1 13 - - 4 5 - - 4 - - 5 12 1-9 1-6 18 - - 9 - - 2 1 8-1 6 - - 2 20 1-11 - - 3 20 6-10 - - 4 5 2-6 - - 5 9-1 9 - - 6 8 - - + + + 3 1 13 2-5 2 1 2 16 10-14 4-3 18 - - 9 - - 4 3 3 1 4 - - 5 18 - - 8 1-6 15 1-6 - - 4 1 15-1 7 - - 2 15-1 7-1 3 16 1 1 11 - - 4 2 4 1-2 1 5 7 2 1 + + + 6 9-1 + + + Keterangan : (+) = Pengamatan tidak dilakukan karena permukaan dendeng telah berjamur dan dapat dilihat secara makroskopik (-) = Jamur tidak muncul pada pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 5, dalam hal ini penambahan gel lidah buaya pada dendeng tidak mampu menghilangkan jamur, tetapi hanya mampu mengurangi jumlah jamur. Kadar air dendeng pada penelitian ini yakni 30% yang memudahkan jamur tumbuh, sesuai dengan pernyataan Fachruddin (1997) bahwa kadar air pada dendeng daging sapi giling adalah 20-40%. Selain itu perbedaan masa tahan simpan dendeng ini terjadi karena perbedaan kandungan air dendeng. Pada dendeng yang diberi perlakuan, menyebabkan kadar air meningkat dibandingkan dengan dendeng yang tidak diberi perlakuan sehingga dendeng yang diberi perlakuan lebih mudah berjamur, karena jamur mudah tumbuh pada kondisi yang lembab. 4.2 Hasil Isolasi dan Identifikasi Jamur pada Dendeng Daging Sapi Giling Jenis jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling tanpa perlakuan dan dengan perlakuan pengolesan gel lidah buaya dihasilkan beberapa jenis jamur. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis jamur yang mengkontaminasi dendeng daging sapi giling adalah Mucor sp, Penicillium sp, serta Monilia sitophila. Jenis jamur pada dendeng yang diberi olesan gel lidah buaya sama dengan jenis jamur yang mengkontaminasi dendeng yang tidak diberi perlakuan. Dendeng yang diberi olesan gel lidah buaya berjamur pada hari ke-6 pada ulangan pertama dan ulangan ketiga. Sementara pada ulangan kedua dendeng berjamur pada hari ke-5 dan pada ulangan keempat dendeng berjamur pada hari ke-4. Pada dendeng tanpa perlakuan, hasil menunjukkan bahwa dendeng berjamur pada hari ke-6. Hasil identifikasi jenis jamur pada dendeng daging sapi giling secara makroskopis dan mikroskopis dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Identifikasi Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling Tanpa Perlakuan dan Dengan Perlakuan Secara Makroskopis dan Mikroskopis Jenis Jamur Identifikasi Makroskopis Mikroskopis Koloni Miselium Spora Bentuk Hifa Septum Putih Seperti Hitam Bulat seperti Tidak Kapas bunga, tidak bersepta mempunyai rhizoid Mucor sp. Bulat hijau, hijau dengan tepi koloni putih Seperti beludru Tidak berwar na Konidia dengan rantai memanjang Bersepta Penicillium sp. Oranye Seperti cabang pohon Putih Berbentuk benang lurus, konidia berbentuk elips Bersepta Monilia sitophila
Berdasarkan pada Tabel 6, yaitu hasil identifikasi jenis jamur yang dilakukan di Balai Penelitian Veteriner Bogor, dihasilkan tiga jenis jamur. Ketiga jenis jamur ini merupakan jamur yang tumbuh dalam empat kali pengulangan penelitian. Dendeng merupakan produk olahan daging yang melalui proses curing dan pengeringan. Hal ini membuat dendeng menjadi bahan pangan yang awet. Menurut Supardi dan Soekamto (1999) jamur dapat tumbuh pada nilai aktivitas air rendah, maka bahan pangan kering cenderung untuk mengalami kerusakan akibat organisme tersebut. Hal ini terlihat pada hasil penelitian bahwa ada beberapa jenis jamur yang hidup pada dendeng daging sapi giling. Selain itu menurut Pelczar dan Chan (2010) menyatakan bahwa jamur dapat lebih bertahan dalam keadaan alam sekitar yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan jasad renik lainnya. Hal ini terjadi pada dendeng, yang memiliki konsentrasi gula tinggi sehingga menghambat pertumbuhan bakteri, akan tetapi dapat rusak oleh pertumbuhan jamur. Jamur dapat tumbuh pada kisaran suhu yang luas, dengan suhu optimum bagi kebanyakan spesies saprofitik dari 22 sampai 30 C. Hasil pengamatan morfologi jamur secara mikroskopis pada isolat jamur terlihat panjang dan bersepta, konidia berbentuk oval merupakan fragmentasi dari hifa fertil dari cabang bagian atas dari aerial hyphae. Genus yang sesuai dengan ciri-ciri Monilia (Frazier dan Westhoff, 1987). Monilia adalah jamur yang penyebarannya sangat luas di alam, ia dapat tumbuh pada bahan makanan yang berkadar gula tinggi dan pada berbagai macam makanan. Monilia sitophila mulai tumbuh pada penanaman jamur hari ke-4 dan kebanyakan tumbuh pada dendeng yang tidak diberi perlakuan, akan tetapi merupakan jamur yang paling sedikit tumbuh. Monilia sitophila mudah tumbuh pada kelembaban yang tinggi dan mempunyai suhu pertumbuhan antara 20ºC sampai 30ºC pada kondisi
aerobik. Kondisi lingkungan sekitar tempat inkubasi jamur memudahkan tumbuhnya Monilia sitophila. Adapun jenis jamur lainnya terlihat dari pertumbuhan miselium pada petridish kultur PDA berwarna putih, hifa tidak bersekat, sporangiospora bulat sampai oval, spora bewarna hitam dan tidak mempunyai stolon dan rhizoid, inilah yang membedakan Mucor dengan Absidia, Rhizomucor, dan Rhizopus. Berdasarkan hasil identifikasi jamur di Balai Besar Veteriner, jamur ini adalah Mucor sp. Mucor sp adalah jamur yang paling banyak tumbuh pada cawan, selain itu pertumbuhannya sangat cepat. Mucor adalah jamur dengan koloni yang berkembang sangat cepat, kapas ke berbulu, putih ke kuning, menjadi abu-abu gelap, dengan perkembangan sporangia. Pada hari pertama penanaman jamur pada cawan petri, jamur tumbuh dengan jumlah yang cukup banyak, baik pada dendeng perlakuan maupun pada dendeng yang tidak diberi perlakuan. Kebanyakan spesies Mucor tidak tahan panas (Ellis, 2015). Akan tetapi, adanya Mucor sp serta jumlahnya yang cukup banyak menunjukkan bahwa proses pengolahan dendeng kurang sempurna, contohnya pada proses penjemuran dendeng. Selain itu, menurut Asrut (2009) yang menyatakan bahwa Mucor sp merupakan jamur saprofit yang tumbuh di udara. Jamur ini tidak menghasilkan mikotoksin, akan tetapi merupakan jamur yang mengkontaminasi dendeng daging sapi giling yang berasal dari lingkungan. Jenis jamur ketiga yang terdapat pada dendeng daging sapi giling tanpa perlakuan dan pada dendeng yang diberi perlakuan adalah Penicillium sp. Jamur ini mulai tumbuh pada penanaman jamur hari pertama dan lebih banyak tumbuh pada jamur tanpa perlakuan. Koloninya yang berwarna hijau bulat dengan pinggiran berwarna putih, serta koloni berwarna hijau dengan inti merah darah.
Sesuai dengan pernyataan Indrawati, dkk., (1999) bahwa spesies Penicillium dengan koloni berwarna hijau adalah Penicillium italicum dan Penicillium citrinum, sedangkan spesies jamur dengan warna hijau dengan eksudat merah darah di antara miselium adalah Penicillium purpurogenum. Pelzcar dan Chan (2010) menyatakan bahwa genus Penicillum amat erat kaitannya dengan Aspergillus, dan Penicillium sp merupakan jamur yang dapat dimanfaatkan. Selain bermanfaat dalam penuaan berbagai keju, Penicillum juga bermanfaat dalam industri farmasi untuk produksi antibiotik, namun beberapa spesies dapat menyebabkan kerusakan pada buah-buahan, makanan dan sayuran. Selain itu, menurut Indrawati, dkk., (1999) dalam Harlia, dkk., (2010) menyatakan bahwa Penicillium sangat umum terdapat pada bahan pangan berkadar air rendah. Berdasarkan hasil penelitian Asrut (2009) bahwa Penicillium sp merupakan jamur yang bersifat mikotoksigenik, yaitu jamur yang menghasilkan mikotoksin sehingga akan berbahaya apabila mengonsumsi dendeng yang terkontaminasi Penicillium sp karena mikotoksin tidak dapat hilang oleh proses pengolahan karena sifatnya yang relatif stabil dan tahan panas sehingga senyawa ini tetap ada pada dendeng.