BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tonggak penting sebuah sistem demokrasi di Indonesia. Dimana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

SIARAN PERS LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PADANG Nomor : 03/S.Pers/LBH-PDG/II/2017 tentang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. Pendahuluan. yang terbaik adalah untuk pers begitulah kira-kira persepsi, anggapan, dan harapan

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu Negara yang berpaham demokratis, perlindungan Hak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3),

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 84/PUU-IX/2011 Tentang Ketentuan Pidana Bagi Akuntan Publik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU KUHP

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB II. Pengaturan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan. A. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebebasan menyampaikan pendapat dan kebebasan mendapatkan informasi merupakan salah satu tonggak penting sebuah sistem demokrasi di Indonesia. Dimana hak publik untuk mendapatkan informasi merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki dan dijamin oleh konstitusi. Salah satu sarana untuk memperoleh informasi adalah dari pers. Jaminan terhadap kemerdekaan pers yang merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis adalah juga jaminan terhadap kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. 1 Pers sebagai subsistem komunikasi mempunyai posisi yang khusus dalam masyarakat Indonesia. Ia menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat atau antar masyarakat sendiri. Itu sebabnya pers mempunyai fungsi yang melekat pada dirinya yakni sebagai pemberi informasi, alat pendidikan, sarana kontrol sosial, sarana hiburan maupun sarana perjuangan bangsa. Sebagai sarana perjuangan bangsa, terlihat sejak masa pra-kemerdekaan, yang antara lain tugasnya ialah mendorong lahirnya kesadaran nasional. 2 Pengaturan dasar terhadap pers di Indonesia sudah berlangsung cukup lama, pertama kali diatur melalui Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1963 tentang pembinaan Pers. Kemudian MPRS menerbitkan Ketetapan MPRS 1 Hamid Syamsudin, Hukum Pers di Indonesia, Jakarta :Rineka Cipta, 2010,hlm 10. 2 R. Rachmadi, Perbandingan Sistem Pers, Jakarta: Gramedia, 1990,hlm. 183. 8

Nomor XXXII/MPRS/1966 Tentang Pembinaan Pers. Pada tahun 1996 Presiden Soekarno mensahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pers, kemudian selanjutnya diperbaharui oleh Presiden Soeharto melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 1982 Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pers. Sampai pada akhirnya pada tanggal 23 september 1999, Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie Mensahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yang dianggap sebagai penanda kemerdekaan pers di Indonesia. 3 Sejak Indonesia memiliki Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, penampilan pers Indonesia makin mengesankan. Setiap media pers bebas menyiarkan informasi sesuai dengan moto dan nilai-nilai yang dimiliki. Setiap media pers berlomba-lomba menggali fakta yang tersembunyi dan menyampaikannya kepada khalayak. 4 Kebebasan pers yang ditujukan untuk kepentingan publik, menyebabkan pers juga perlu memiliki landasan moral dan patuh pada etika profesi yang tertuang dalam kode etik jurnalistik sebagai pedoman operasional dalam menjalankan tugasnya untuk mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyiarkan informasi secara luas. Namun jaminan dibalik pamor yang kian meninggi, kemerdekaan secara legal formal nampak belum cukup menjamin perangkat pers lepas dari segala bentuk tindak kekerasan fisik maupun non fisik dan juga berbagai tuntutan hukum, baik pidana ataupun perdata, dari individu atau kelompok masyarakat yang merasa dirugikan dengan adanya pemberitaan pers. Hal yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan fisik adalah pembunuhan, serangan berbentuk penganiayaan, atau 3 Hendra Makmur, Rony Saputra, Andhika D Khagen, Melawan Ancaman Kekerasan, Padang : LBH Pers Padang, 2013, hlm.65 4 Ana Nadhya Abrar, Mengurai Permasalahan Jurnalisme, Sinar Harapan, Jakarta, 1995,hlm. 116. 9

pengroyokan, penculikan serta perusakan alat-alat kerja jurnalis. Sedangkan yang dikategorikan sebagai kekerasan non fisik diantaranya pengusiran/ larangan meliput, kriminalisasi, intimidasi, dan ancaman kekerasan. Menurut catatan Dewan Pers dan Aliansi Jurnal Independen (AJI), kasus kekersan baik fisik maupun non fisik yang menimpa wartawan jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu tahun 2006 sampai tahun 2013 tercata terjadi 148 kasus kekerasan fisik, sedangkan kasus kekerasan non fisik sejumlah 67 kasus. Bahkan terkadang kasus wartawan korban kekerasan fisik maupun non fisik yang menimpa wartawan di Indonesia selesai dengan perdamaian yang dimediasi Dewan Pers. Namun tentunya perdamaian itu seharusnya tidak serta merta menghentikan proses pidana yang tengah berlangsung. 5 Seperti kasus yang menimpa Andri Syaputra, wartawan Padang TV yang melakukan peliputan bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) saat merazia kawasan Muaro Padang. Pada saat melakukan peliputan tersebut terjadi tindak penganiayaan yang dilakukan salah seorang pria paruh baya. Pria tersebut mengeluarkan benda mirip senjata senjata api dan mengarahkannya kepada para wartawan dan Satpol PP. Kemudian pria tersebut mendekati salah seorang wartawan dan terjadi kontak fisik. Merasa terancam para wartawan dan Satpol PP langsung mengamankan diri dengan menundukan badan. Setelah itu tepatnya tanggal 14 Februari tahun 2013 Andri didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) Kota Padang melaporkan kejadian tersebut ke SPKT Polda Sumatera Barat. 5 Dewan Pers, Kekerasan Terhadap Wartawan, melalui situs http://www.dewan pers.org/d pers.php, diakses tanggal 14 November 2013. 10

Pada saat melapor Andri (saksi pelapor) tidak langsung dibuat Berita Acara Pemeriksaan dengan alasan SPKT harus menaikkan laporan ke Reskrim ke Polda Sumbar selaku penyelidik dan penyidik kasus. Setelah beberapa hari Andri tidak juga dipanggil untuk dilakukan pemberkasan. Barulah pada tanggal 20 Februari tahun 2013 penyidik Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Kota Padang melakukan pemanggilan saksi pelapor dan saksi-saksi. Setelah mendapat keterangan dari saksi pelapor dan saksi-saksi yang ada, penyidik berhasil menangkap tersangka atas nama Jhon Kenedi yang merupakan warga sipil dan melakukan penahanan. Namun dalam proses penyidikan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap wartawan, penyidik tidak menerapkan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya mengenai sanksi pidana bagi siapa saja yang menghalangi wartawan dalam melakukan peliputan dalam rangka melakukan tugas jurnalistik. Padahal pada Pasal 18 Ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, secara jelas menjelaskan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah). Wartawan sebagai korban masih dianggap sebelah mata oleh berbagai kalangan. Banyak yang menuding bahwa wartawan yang mengalami tindakan kekerasan baik fisik maupun non fisik wajar apabila dilihat dari pekerjaannya yang dilakukannya. Padahal dalam hal ini wartawan yang mendapat perlakuan kekerasan baik fisik maupun non fisik tersebut, dalam kerangka tugas peliputan seharusnya 11

mendapat perlindungan berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6 Jika memang negara Indonesia adalah benar-benar negara hukum (rechtstaat) yang mengagungkan dan mengedepankan nilai equality before the law, semua orang sama dihadapan hukum seharusnya perkara-perkara pidana khususnya perkara yang menyangkut kekerasan yang menimpa wartawan khususnya mengenai tindak pidana penganiayaan, dapat diselesaikan secara hukum melalui proses penegakan hukum. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis melakukan pengkajian tentang pelaksanaan penyidikan oleh aparat kepolisian terhadap wartawan sebagai korban penganiayaan pada saat melakukan kegiatan jurnalistik. Agar lebih jelasnya dan tampak kongkrit atas penulisan ini, penulis mengangkat judul yaitu PENEGAKAN HUKUM ATAS DELIK PENGANIAYAAN TERHADAP WARTAWAN DALAM MENJALANKAN TUGAS JURNALISTIK PADA TINGKAT PENYIDIKAN. (Studi Polres Kota Padang) B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis membatasi lingkup permasalahan sebagai beikut : 1. Bagaimana penegakan hukum atas delik penganiayaan terhadap wartawan Pasal 8 6 Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, 12

dalam menjalankan tugas jurnalistik pada tingkat penyidikan? 2. Apa kendala yang ditemui dalam proses penegakan hukum atas delik penganiayaan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik pada tingkat penyidikan? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan. Maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui penegakan hukum atas delik penganiayaan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik pada tingkat penyidikan. 2. Untuk mengetahui kendala yang ditemui dalam penegakan hukum atas delik penganiayaan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik pada tingkat penyidikan. D. Manfaat Penelitian Dari penulisan ini, penulis berharap agar hasil dari penulisan ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Bagi penulis sendiri, menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam penyusunan karya ilmiah, yang merupakan sarana untuk memaparkan dan memantapkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya diperoleh dibangku perkuliahan, terutama memantapkan pengetahuan penulis dibidang hukum pidana. 13