BAB II. Pengaturan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan. A. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. Pengaturan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan. A. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers"

Transkripsi

1 BAB II Pengaturan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan A. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers Menurut Pasal 1 Undang-Undang ini, di jelaskan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. 28 Penyampaian informasi oleh pers baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, dan menyalurkan informasi. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi. 30 Kantor berita adalah pusat pengumpulan dan penyebaran berita, bahan-bahan informasi dan karangan-karangan guna melayani harian, penerbitan berkala, badan umum dan swasta lainnya yang usahanya Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 1 29 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 2 30 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 3

2 meliputi segala perwujudan kehidupan dan penghidupan masyarakat Indonesia dalam tata pergaulan dunia. 31 Kewartawanan adalah pekerjaan kegiatan usaha yang sah, yang berhubungan dengan pengumpulan, pengadaan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat, ulasan, gambar-gambar dan lain sebagainya untuk perusahaan pers, radio, televisi dan film. 32 Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. 33 Hak-hak yang dimiliki oleh wartawan dijamin oleh Pasal 28 Undang-undang Dasar tahun 1945, yaitu Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh undang-undang. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. 34 Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia. 35 Sedangkan Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh Perusahaan pers asing. 36 Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik M. Djen Amar, op.cit.hlm Loc.cit. hlm Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 4 34 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 5 35 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 6 36 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 7 37 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 8

3 Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum. 38 Hak Tolak Wartawan adalah hak karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. 39 Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. 40 Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. 41 Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. 42 Pengertian Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. 43 Kebebasan pers adalah hak dalam mengelola berita dan mengumumkannya tanpa harus ada izin terlebih dahulu, meskipun demikian, setelah diterbitkan, penerbitnya haruslah bertanggung jawab. 44 Menurut Pasal 2, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, 38 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 9 39 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat M. Djen Amar, op.cit. hlm 76

4 dan supremasi hukum. 45 Kebebasan ini merupakan salah satu cara masyarakat mengemukakan aspirasinya. Menurut Pasal 3 fungsi Pers nasional adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.dan pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. 46 Menurut Pasal 4 kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara adalah pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. 47 Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. 48 Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran tidak berlaku pada media cetak dan media elektronik.siaran yang bukan merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan undang-undang yang berlaku.menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 2 46 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 3 47 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 4 48 Penjelasan atas Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 4 ayat 1 49 Penjelasan atas Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 4 ayat 2

5 Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hak Tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan. 50 Hak tolak dapat digunakan wartawan ketika dimintai keterangan oleh pejabat penyidik atau diminta menjadi saksi di pengadilan demi melindungi kepentingan dari sumber informasi. Menurut Pasal 5 Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.pers wajib melayani Hak Jawab dan Hak Tolak. 51 Pers nasional menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut. 52 Menurut Pasal 6 Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan informasi yang tepat, akurat dan benar.hal ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran, 50 Penjelasan atas Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 4 ayat 3 51 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 5 52 Penjelasan atas Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 5 ayat 1

6 serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib. 53 Menurut Pasal 7 Undang-Undang ini, Wartawan bebas memilih organisasi wartawan, dan wajib mentaati Kode Etik Jurnalistik, yaitu kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. 54 Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh Persatuan Wartawan Indonesia atau PWI.Tujuannya adalah menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggungjawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut Pasal 8, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Pengertianperlindungan hukum adalah jaminan perlindungan Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 55 Perlindungan hukum merupakan bukti bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.baik itu yang bersifat preventif atau pencegahan maupun dalam bentuk yang bersifat represif atau pemaksaan, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam menegakkan peraturan hukum. 53 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 6 54 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 7 55 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 8

7 Menurut Pasal 9, setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja sesuai dengan Hak Asasi Manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang penting dan strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.negara dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk lembaga atau badan usaha untuk menyelenggarakan usaha pers. Perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. 56 Menurut Pasal 10, perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya. 57 Pengertian bentuk kesejahteraan lainnya adalah peningkatan gaji, bonus, pemberian asuransi dan lain-lain. Pemberian kesejahteraan tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan dengan wartawan dan karyawan pers. Menurut Pasal 11, Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal. 58 Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi agar tidak mencapai saham mayoritas dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 56 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 9 57 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 11

8 Menurut Pasal 12 Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara : A. Media cetak memuat kolom nama, alamat, dan penanggung jawab penerbitan serta nama dan alamat percetakan; B. Media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya pada awal atau akhir setiap siaran karya jurnalistik; C. Media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan karakter media yang bersangkutan. 59 Pengumuman tersebut dimaksud sebagai wujud pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan.dan jawab adalah perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi dan pertanggungjawaban pidana menganut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Pasal 13 Undang-Undang no.40 tahun 1999 tentang Pers, Perusahaan pers dilarang memuat Iklan: A. Yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat; B. Minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; C. Peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 13

9 Menurut Pasal 14, dalam mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita. 61 Mendirikan kantor berita berfungsi membantu wartawan dalam menjalankan tugasnya yaitu mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia. Menurut Pasal 15, menjelaskan tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas pers nasional. 62 Dewan Pers mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: A. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; B. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; C. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; D. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; E. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; F. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturanperaturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; G. Mendata perusahaan, pers Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 15 ayat 1

10 Anggota Dewan Pers terdiri dari: A. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; B. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers; C. Tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dari atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. 64 Keanggotaan Dewan Pers ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari organisasi pers, perusahaan pers, bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat. Menurut Pasal 16, peredaran pers asing dan pendiri perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 65 Menurut Pasal 17, masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.untuk melaksanakan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dapat dibentuk lembaga atau organisasi pemantau media (media watch). 66 Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam berupa : 63 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 15 ayat 2 64 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 15 ayat 3 65 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 17

11 a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; b. Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional. Menurut Pasal 18, ketentuan pidana bagi setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah).dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pers, maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 12. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah). 67 B. Peraturan Dewan Pers No.5/Peraturan-DP/IV/2008 tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan Menyatakan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dihilangkan dan harus dihormati.rakyat Indonesia telah 67 Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Pasal 18

12 memilih dan berketetapan hati melindungi kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat itu dalam Undang-Undang Dasar Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan bagian penting dari kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat.wartawan adalah pilar utama kemerdekaan pers. Pelaksanaan tugas wartawan mutlak mendapat perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers. Untuk itu Standar Perlindungan Profesi Wartawan dibuat: 1. Perlindungan yang diatur dalam standar ini adalah perlindungan hukum untuk wartawan yang menaati kode etik jurnalistik dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya memenuhi hak masyarakat memperoleh informasi; 2. Dalam melaksanakan tugas jurnalistik, wartawan memperoleh perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers. Tugas jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui media massa; 3. Dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan dilindungi dari tindak kekerasan, pengambilan, penyitaan dan atau perampasan alat-alat kerja, serta tidak boleh dihambat atau diintimidasi oleh pihak manapun; 4. Karya jurnalistik wartawan dilindungi dari segala bentuk penyensoran;

13 5. Wartawan yang ditugaskan khusus di wilayah berbahaya dan atau konflik wajib dilengkapi surat penugasan, peralatan keselamatan yang memenuhi syarat, asuransi, serta pengetahuan, keterampilan dari perusahaan pers yang berkaitan dengan kepentingan penugasannya; 6. Dalam penugasan jurnalistik di wilayah konflik bersenjata, wartawan yang telah menunjukkan identitas sebagai wartawan dan tidak menggunakan identitas pihak yang bertikai, wajib diperlakukan sebagai pihak yang netral dan diberikan perlindungan hukum sehingga dilarang diintimidasi, disandera, disiksa, dianiaya, apalagi dibunuh; 7. Dalam perkara yang menyangkut karya jurnalistik, perusahaan pers diwakili oleh penanggungjawabnya; 8. Dalam kesaksian perkara yang menyangkut karya jurnalistik, penanggungjawabnya hanya dapat ditanya mengenai berita yang telah dipublikasikan. Wartawan dapat menggunakan hak tolak untuk melindungi sumber informasi; 9. Pemilik atau manajemen perusahaan pers dilarang memaksa wartawan untuk membuat berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dan atau hukum yang berlaku. 68 C. Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana 68 Peraturan Dewan Pers No.5/Peraturan-DP/IV/2008 tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan

14 Menurut Pasal 170 KUHP, bahwa siapa yang secara terangterangan dan secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, bila la dengan sengaja menghancurkan barang atau bila kekerasan yang digunakan itu mengakibatkan luka-luka. Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, bila kekerasan itu mengakibatkan luka berat dan diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, bila kekerasan itu mengakibatkan kematian. 69 Menurut Pasal 351 KUHP, Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4500,-. 70 Undang-undang tidak memberikan ketentuan apakah yang di artikan dengan penganiayaan (mishandeling) itu. Menurut Yurisprudensi, maka yang diartikan dengan penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Perbuatan itu menjadikan luka berat, pelaku dihukum penjara selama-lamanya lima tahun. Apabila mengakibatkan kematian dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.luka berat atau mati disini harus hanya merupakan akibat yang tidak dimaksud oleh pelaku. 69 Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 351

15 Penganiayaan diartikan merusak kesehatan orang dengan sengaja.percobaan melakukan tindak penganiayaan ringan ini tidak dapat dihukum. Menurut Pasal 352, bahwa penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 4500,-. Hukuman ini boleh ditambah dengan sepertiganya, bila kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada dibawah perintahnya.dan percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum. 71 D. Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Menurut Pasal 2, bahwa Undang-Undang ini memberikan perlindungan pada Saksi dan Korban dalam semua tahap proses peradilan pidanadalam lingkungan peradilan. 72 Perlindungan kepada Saksi dan Korban tujuannya adalah untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dan melindungi hakhaknya agar tidak dilanggar oleh orang lain. Menurut Pasal 3, pelaksanaan perlindungan saksi dan korban berasaskan pada: 71 Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 2

16 A. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia; B. Rasa aman; C. Keadilan; D. Tidak diskriminatif; dan E. Kepastian hukum. 73 Menurut Pasal 4, tujuan perlindungan saksi dan korban adalah memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana. 74 Perlindungan ini melindungi fungsi, hak, kewajiban dan peranannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlindungan saksi dan korban adalah diperlukan dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana. 75 Menurut Pasal 5 ayat (1) mengatur tentang hak-hak dari saksi dan korban,yaitu: 76 A. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, sertabebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telahdiberikannya; Perlindungan semacam ini merupakan perlindungan utama yang diperlukan Saksi dan Korban.Apabila perlu, Saksi dan Korban harus ditempatkan dalam suatu lokasi yang dirahasiakan dari siapa pun untuk menjamin agar Saksi dan Korban aman. 73 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 3 74 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 4 75 Siswanto Sunarso, Op.cit. hlm Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 5 ayat (1)

17 Jika saksi mendapat ancaman dan gangguan, akan memberikan dampak terhadap kesaksian yang tidak benar, kesaksian yang direkayasa, dan pada akhirnya menimbulkan resiko hukum terhadap saksi dan korban itu sendiri. 77 B. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungankeamanan; C. Memberikan keterangan tanpa tekanan; D. Mendapat penerjemah; Hak ini diberikan kepada Saksi dan Korban yang tidak lancar berbahasa Indonesia untuk mempelancar persidangan. E. Bebas dari pertanyaan yang menjerat; F. Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus; Seringkali Saksi dan Korban hanya berperan dalam pemberian kesaksian di pengadilan, tetapi Saksi dan Korban tidak mengetahui perkembangan kasus yang bersangkutan. Oleh karena itu, sudah seharusnya informasi mengenai perkembangan kasus diberikan kepada Saksi dan Korban. G. Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan; Informasi ini penting untuk diketahui Saksi dan Korban sebagai tanda penghargaan atas kesediaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan tersebut. H. Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan; Ketakutan Saksi dan Korban akan adanya balas denda dari terdakwa cukup beralasan dan ia berhak diberi tahu apabila seorang terpidana yang dihukum penjara akan dibebaskan. 77 Siswanto Sunarso, Op.cit. Halaman 257

18 I. Dirahasiakan identitasnya; Dalam berbagai kasus, terutama yang menyangkut kejahatan terorganisasi, Saksi dan Korban dapat terancam walaupun terdakwa sudah dihukum. Dalam kasus-kasus tertentu, Saksi dan Korban haruslah dirahasiakan identitasnya. J. Mendapat identitas baru; Saksi dan Korban dapat diberi identitas baru untuk menghindari ancaman dari berbagai pihak walaupun terdakwa sudah dihukum termasuk menyangkut kasus kejahatan yang terorganisir. K. Mendapat tempat kediaman sementara; Jika keamanan Saksi dan Korban sudah sangat mengkhawatirkan, pemberian tempat sementara pada Saksi dan Korban harus dipertimbangkan agar Saksi dan Korban dapat meneruskan kehidupannya tanpa ketakutan.dan yang dimaksud dengan "tempat kediaman sementara" adalah tempat tertentu yang bersifat sementara dan dianggap aman. L. Mendapat tempat kediaman baru; Jika keamanan Saksi dan Korban sudah sangat mengkhawatirkan, pemberian tempat baru pada Saksi dan Korban harus dipertimbangkan agar Saksi dan Korban dapat meneruskan kehidupannya tanpa ketakutan.dan yang dimaksud dengan "tempat kediaman baru" adalah tempat tertentu yang bersifat permanen dan dianggap aman M. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; Saksi dan Korban yang tidak mampu membiaya dirinya untuk mendatangi lokasi, perlu mendapat bantuan biaya dari Negara.

19 N. Mendapat nasihat hukum; Yang dimaksud dengan nasihat hukum adalah nasihat hukum yang dibutuhkan oleh Saksi dan Korban apabila diperlukan. O. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; Yang dimaksud dengan biaya hidup sementara adalah biaya hidup yang sesuai dengan situasi yang dihadapi pada waktu itu, misalnya biaya untuk makan sehari-hari. P. Mendapat pendampingan. Menurut Pasal 5 ayat (2) menyatakan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Saksi dan/atau Korban tindak pidanadalam kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK. 78 Yang dimaksud dengan "tindak pidana dalam kasus tertentu" antara lain, tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana narkotika, tindak pidana psikotropika, tindak pidana seksual terhadap anak, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan/atau Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya. Menurut Pasal 5 ayat (3) menyatakan selain kepada Saksi dan/atau Korban, hak yang diberikan dalam kasus tertentu sebagaimanadimaksud pada ayat (2), dapat diberikan kepada Saksi Pelaku, Pelapor, dan ahli, termasuk pulaorang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara pidanameskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat 78 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 5 ayat (2)

20 sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjangketerangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana. 79 Yang dimaksud dengan ahli adalah orang yang memiliki keahlian di bidang tertentu yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Menurut Pasal 6 ayat (1) menyatakan Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, Korban tindak pidana terorisme, Korban tindakpidana perdagangan orang, Korban tindak pidana penyiksaan, Korban tindak pidana kekerasanseksual, dan Korban penganiayaan berat, selain berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,juga berhak mendapatkan: A. Bantuan medis; dan B. Bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis. 80 Yang dimaksud dengan bantuan medis adalah bantuan yang diberikan untuk memulihkan kesehatan fisik Korban, termasuk melakukan pengurusan dalam hal Korban meninggal dunia misalnya pengurusan jenazah hingga pemakaman. Yang dimaksud dengan rehabilitasi psikososial adalah semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, 79 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 5 ayat (3) 80 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 6 ayat (1)

21 psikologis, sosial, dan spiritual Korban sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar. Antara lain LPSK berupaya melakukan peningkatan kualitas hidup Korban dengan melakukan kerja sama dengan instansi terkait yang berwenang berupa bantuan pemenuhan sandang, pangan, papan, bantuan memperoleh pekerjaan, atau bantuan kelangsungan pendidikan. Yang dimaksud dengan rehabilitasi psikologis adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada Korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan Korban. Rehabilitasi psiko-sosial adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban. Pasal 6 ayat (2) menyatakan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan Keputusan LPSK. Pemberian bantuan medis dan bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban harus memenuhi prosedur dari LPSK. 81 Menurut Pasal 7 ayat (1) menyatakan setiap Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan Korban tindak pidana terorisme selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, juga berhak atas kompensasi Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 6 ayat (2) 82 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 ayat (1)

22 Menurut Pasal 7 ayat (2) menyatakan kompensasi bagi korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat diajukan oleh korban,keluarga, atau kuasanya kepada Pengadilan Hak Asasi Manusia melalui LPSK. 83 Pengajuan Kompensasi oleh Keluarga dilakukan jika Korban meninggal dunia, hilang, tidak cakap hukum, atau tidak mampu secara fisik. Menurut Pasal 7 ayat (3) menyatakan Pelaksanaan pembayaran Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh LPSKberdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 84 dibebankan pada anggaran LPSK. Menurut Pasal 7 ayat (4) menyatakan pemberian kompensasi bagi korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai denganketentuan Undang-Undang yang mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme. 85 Pendanaan yang diperlukan untuk pembayaran Kompensasi Menurut Pasal 7A ayat (1) menyatakan Korban tindak pidana berhak memperoleh Restitusi berupa: 86 A. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; 83 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 ayat (2) 84 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 ayat (3) 85 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 ayat (4) 86 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat (1)

23 B. Ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibattindak pidana; dan/atau C. Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis. Menurut Pasal 7A ayat (2) menyatakan Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan LPSK. 87 MenurutPasal 7A ayat (3) menyatakan Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah putusan pengadilan yangtelah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui LPSK. 88 MenurutPasal 7A ayat (4) menyatakan Dalam hal permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada penuntut umum untuk dimuatdalam tuntutannya. 89 MenurutPasal 7A ayat (5) menyatakan dalam hal permohonan Restitusi diajukan setelah putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada pengadilan untuk mendapatpenetapan. 90 MenurutPasal 7A ayat (6) menyatakan dalam hal Korban tindak pidana meninggal dunia, Restitusi diberikan kepada Keluarga Korban 87 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat (2) 88 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat (3) 89 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat (4) 90 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat (5)

24 yang merupakan ahli waris Korban. 91 MenurutPasal 7Bmenyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan pemberian Kompensasi dan Restitusisebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 7A diatur dengan Peraturan Pemerintah. 92 Menurut Pasal 8 ayat (1) menyatakan perlindungan terhadap Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikansejak tahap penyelidikan dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 93 Menurut Pasal 8 ayat (2) menyatakan dalam keadaan tertentu, Perlindungan dapat diberikan sesaat setelah permohonan diajukankepada LPSK. 94 Menurut Pasal 9 menjelaskan Saksi dan/atau Korban yang merasa dirinya berada dalam Ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakimdapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa. 95 Ancaman yang besar adalah ancaman yang menyebabkannya tidak dapat memberikan kesaksiannya. Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita 91 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat (6) 92 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 B 93 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 8 ayat (1) 94 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 8 ayat (2) 95 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 9 ayat (1)

25 acara yang memuat tentang kesaksian tersebut. 96 Pejabat yang berwenang adalah penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang. Kehadiran pejabat ini untuk memastikan bahwa Saksi dan/atau Korban tidak dalam paksaan atau tekanan ketika Saksi dan/atau Korban memberikan keterangan. Menurut Pasal 10 ayat (1) Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik. 98 Yang dimaksud dengan pelapor adalah orang yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai terjadinya suatu tindak pidana. Dan keterangan tidak dengan itikad baik dalam ketentuan ini antara lain memberikan keterangan palsu, sumpah palsu, dan permufakatan jahat. Menurut Pasal 10 ayat (2) dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 9 ayat (2) 97 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 9 ayat (3) 98 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 10 ayat (1)

26 kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 10 ayat (2)

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN I. UMUM Lembaga Perlindungan Saksi dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS I. UMUM Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293) I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI MODUL 14 UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN Hukum Pers OLEH : M. BATTLESON SH. MH. DESKRIPSI : Hukum Pers mengatur mengeni dunia pers di Indonesia.

Lebih terperinci

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA NOMOR : 019/TAP.02/BLM/XI/2009 TENTANG LEMBAGA PERS MAHASISWA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA, BADAN LEGISLATIF MAHASISWA Menimbang : a. Bahwa untuk menjamin kepastian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu I. PARA PEMOHON 1. H. Tarman Azzam. 2. Kristanto Hartadi. 3. Sasongko Tedjo. 4. Ratna Susilowati. 5. H.

Lebih terperinci

Etika Jurnalistik dan UU Pers

Etika Jurnalistik dan UU Pers Etika Jurnalistik dan UU Pers 1 KHOLID A.HARRAS Kontrol Hukum Formal: KUHP, UU Pers, UU Penyiaran Tidak Formal: Kode Etik Wartawan Indonesia 2 Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik dikembangkan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA LAMPIRAN 86 87 Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA Berikut adalah daftar pertanyaan wawancara mengenai analisis lingkungan internal dan eksternal di surat kabar Jurnal Bogor:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

-2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Un

-2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Un TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 24) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Seri Advokasi kebijakan # Perlindungan Saksi RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten

Lebih terperinci

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG !"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers Media Siber Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers 2013-2016 Bagian 1 Platform Pers Cetak Radio Televisi Online UU 40/1999 tentang Pers Kode Etik Jurnalistik Pedoman Pemberitaan Media Siber Media Siber Kegiatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Draft 3 Juli 2013 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP.05.02 TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI)

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI) 1 ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI) MUKADDIMAH Bahwa sesungguhnya kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan menyampaikan dan memperoleh informasi, serta kemerdekaan berserikat adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 Hukum dan Pers Oleh Ade Armando Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 1 Bukan Kebebasan Tanpa Batas Kemerdekaan media tidak pernah berarti kemerdekaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Disiplin Mahasiswa IKIP Veteran Semarang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698] UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 78 (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum: a. menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H. Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H. VISI DAN MISI Visi Terwujudnya perlindungan saksi dan korban dalam sistem peradilan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN, PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERMOHONAN PERLINDUNGAN PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA, PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERMOHONAN PERLINDUNGAN PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sistem peradilan pidana dapat

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

Pengertian Hukum Dalam Arti Luas : Semua peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis Dalam arti Sempit : Peraturan perundang-undangan yang tertulis

Pengertian Hukum Dalam Arti Luas : Semua peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis Dalam arti Sempit : Peraturan perundang-undangan yang tertulis PENGANTAR HUKUM PERS WINA ARMADA SUKARDI Bahan Kuliah School of Journalistic, Palembang, 19 Februari 2008 Pengertian Hukum Dalam Arti Luas : Semua peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis Dalam arti

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci