BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat memunculkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses pembelajaran matematika, siswa mempelajari konsep-konsep

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Creative Problem Solving. 1. Pengertian Pembelajaran Creative Problem Solving

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. mudah dari berbagai tempat di dunia, di sisi lain kita tidak mungkin

( PTK di Kelas VIIIE Semester I SMP Negeri 2 Grobogan ) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS PENETAPAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

Silabus. Kegiatan Pembelajaran Instrumen. Tugas individu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS MISKONSEPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 JATIYOSO TAHUN AJARAN 2012/2013 PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK SEGITIGA

BAB I PENDAHULUAN. wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kajian menarik dalam analisis adalah teori himpunan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan penalaran matematik pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Matematika bersifat sangat abstrak, yaitu berkenaan dengan konsep-konsep

OPTIMALISASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENALARAN SISWA DI KELAS VIIA SMP MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang wajib

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik

PEMAHAMAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH KETAKSAMAAN NILAI MUTLAK

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

CONTOH TES BAGI CALON SERTIFIKASI GURU TAHUN 2012

EFEKTIVITAS MODUL BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING PADA PERKULIAHAN KALKULUS PEUBAH BANYAK I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTs. NEGERI BOJONG PADA MATERI STATISTIKA. Zuhrotunnisa ABSTRAK

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STATISTIK PENDIDIKAN

ABSTRAK PENDAHULUAN. Kata Kunci : analisis, kesalahan, newman, soal cerita, bilangan bulat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Utama, 2008), hlm Bumi Aksara, 2008), hlm. 37

I. PENDAHULUAN. Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. demi peningkatan kualitas maupun kuantitas prestasi belajar peserta didik,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Pembahasan Profil Kemampuan Penalaran Matematika Siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keterkaitannya dengan perkembangan ilmu sosial sampai saat ini. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. proses ini perubahan tidak terjadi sekaligus tetapi terjadi secara bertahap

DAYA MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

KISI-KISI SOAL PENALARAN & KOMUNIKASI MATEMATIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS. yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar. Derajat pemahaman ditentukan

1. Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus Menjelaskan pengertian relasi dengan menggunakan kata-kata

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh

Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama

PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 1 SINGARAJA Jl. Gajah Mada No. 109 Telp. (0362) Fax. (0362) 25970

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. baik, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa akan terwujud.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN DALIL TEORI BRUNER DALAM PENGAJARAN GRAFIK PERSAMAAN GARIS LURUS (DALIL KONSTRUKSI DAN DALIL KEKONTRASAN DAN KERAGAMAN

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S 1 Pendidikan Matematika. Oleh : DARI SUPRAPTI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Poppy Diara, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model peraihan konsep disebut juga model perolehan konsep atau model

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

fungsi Dan Grafik fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB II KAJIAN TEORETIS

Tabel 3.1 Rincian kegiatan penelitian kegiatan Maret April Mei Juni Juli

BAB I PENDAHULUAN. macam hambatan yang membuat kegiatan belajar mengajar menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisia Kesalahan. 1. Konsep

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PADA MATERI GERAK MELINGKAR.

Vera Mandailina Dosen Program Studi Pendidikan matematika, Universitas Muhammadiyah Mataram

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengajaran matematika tidak sekedar menyampaikan berbagai informasi seperti aturan, definisi, dan prosedur untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Derajat Pemahaman Konsep Fungsi a. Derajat Pemahaman Derajat dapat diartikan sebagai tingkatan. Sedangkan menurut Walle, Pemahaman dapat didefinisikan sebagai ukuran kualitas dan kuantitas hubungan suatu ide dengan ide yang telah ada (2008: 26). Setiap siswa memiliki kemampuan pemahaman yang berbeda tergantung pada ide yang dimiliki dan pembuatan hubungan antara ide yang ada dengan ide baru. Berdasarkan pengertian pemahaman di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan suatu ide dengan ide yang telah ada dan berbagai faktor seperti konsep, situasi dan fakta dalam situasi yang problematis. Sedangkan derajat pemahaman konsep adalah tingkatan kemampuan menghubungkan suatu ide dengan ide yang telah ada. b. Konsep Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu objek. Melalui konsep, diharapkan siswa dapat menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan satu istilah. Menurut Soedjadi (2000), Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata (hlm. 14). Konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu termasuk atau tidak ke dalam ide abstrak tersebut (Hudojo, 2003: 124). Budiono (2009) berpendapat bahwa konsep adalah segala yang berwujud pengertianpengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti /isi dari materi. Dari pengertian konsep yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep adalah ide abstrak berwujud pengertian-pengertian baru sebagai 7

8 hasil pemikiran meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti /isi dari materi. c. Derajat Pemahaman Konsep Fungsi Berdasarkan pengertian dari pemahaman konsep, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep fungsi merupakan kemampuan melihat hubungan suatu ide dengan ide yang telah ada untuk mewujudkan pengertian-pengertian baru sebagai hasil pemikiran meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti /isi dari materi mengenai fungsi. Derajat pemahaman konsep adalah tingkatan pemahaman siswa terhadap suatu konsep (Abraham, 1992). Ada beberapa derajat pemahaman konsep yang dimiliki oleh siswa. Derajat pemahaman kosep siswa yang dikemukakan oleh Marek (dalam Abraham, 1992: 112) dapat digolongkan menjadi enam derajat pemahaman seperti yang tertera dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Derajat Pemahaman Konsep No Derajat Pemahaman Kriteria Derajat Pemahaman Fungsi Kategori 1. Tidak ada respon Tidak ada jawaban Tidak Memahami 2. 3. 4. 5. 6. Tidak memahami Mengulang pertanyaan Menjawab tidak berhubungan dengan pertanyaan Jawaban tidak jelas Miskonsepsi Menjawab tetapi penjelasan tidak benar atau tidak jelas Memahami sebagian dan Jawaban menunjukkan ada konsep yang terjadi miskonsepsi dikuasai tetapi ada pernyataan yang menunjukkan miskonsepsi materi fungsi Memahami sebagian dan Jawaban menunjukkan hanya sebagian tidak terjadi miskonsepsi konsep fungsi yang dipahami tanpa terjadi miskonsepsi Memahami konsep Jawaban menunjukkan bahwa konsep yang dikuasai benar Miskonsepsi Memahami

9 d. Miskonsepsi dan Ketidakpahaman Konsep Menurut Suparno (2005) miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para pakar bidang itu, kemudian dikatakan bahwa miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Miskonsepsi adalah pengertian tentang suatu konsep yang tidak tepat, salah dalam menggunakan konsep nama, salah dalam mengklasifikasikan contoh-contoh konsep, keraguan terhadap konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan berbagai macam konsep dalam susunan hierarkinya atau pembuatan generalisasi suatu konsep yang berlebihan atau kurang jelas. Sedangkan ketidakpahaman konsep mengarah pada ketidakmampuan untuk mengungkap kembali sebuah konsep (Abraham, 1992). Suparno (2005) mengidentifikasi beberapa sebab utama miskonsepsi dan ketidakpahaman konsep dan masing-masing ditimbulkan oleh sebab khusus, antara lain: a. Siswa Penyebab miskonsepsi dan ketidakpahaman konsep yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain: 1. Prakonsepsi atau konsep dasar siswa Banyak siswa sudah mempunyai konsep dasar atau prakonsepsi tentang suatu materi sebelum siswa mengikuti pelajaran yang masih terkait dengan konsep dasar tersebut. Konsep dasar ini sering kali mengandung miskonsepsi. Salah konsep dasar jelas akan menyebabkan miskonsepsi pada saat mengikuti pelajaran berikutnya sampai kesalahan itu diperbaiki. Sedangkan siswa yang tidak memahami sama sekali konsep dasar juga akan mempengaruhi pemahaman konsep selanjutnya. 2. Penalaran yang Tidak Lengkap/Salah Miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap dapat

10 disebabkan karena informasi yang diperoleh atau data yang didapatkan tidak lengkap. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan secara salah. 3. Intuisi yang Salah Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum diteliti secara obyektif dan rasional. Pemikiran atau pengertian intuitif itu biasanya berasal dari pengamatan akan benda atau kejadian yang terus-menerus, akhirnya secara spontan bila menghadapi persoalan tertentu yang muncul dalam benak siswa adalah pengertian spontan itu. 4. Kemampuan Siswa Siswa yang kurang mampu dalam mempelajari sesuatu sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar. 5. Minat Belajar Siswa yang tidak tertarik pada suatu mata pelajaran, biasanya kurang berminat untuk belajar mata pelajaran tersebut dan kurang memperhatikan penjelasan guru dengan baik sehingga bisa terjadi miskonsepsi atau ketidakpahaman konsep. b. Guru/Pengajar Miskonsepsi yang disebabkan oleh guru meliputi: 1. Kurang menguasai bahan Guru yang menguasai bahan secara tidak benar akan menyebabkan siswa mendapatkan miskonsepsi bahkan bisa terjadi ketidakpahaman konsep. Beberapa guru mengajarkan suatu bahan yang bahan secara keliru. Oleh karena siswanya menganggapnya sebagai benar, maka siswa memegang konsep itu kuat-kuat. 2. Kurang memberikan kesempatan siswa mengungkapkan gagasan/ ide. Sikap guru yang kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan idenya akan berakibat guru tidak tahu sejauh mana siswa memahami materi dan tidak dapat mengetahui apabila terjadi kesalahan atau ketidakpahaman konsep.

11 3. Metode mengajar yang kurang tepat. Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang menekankan satu metode saja dari semua konsep bahan yang akan dipelajari, meskipun membantu siswa menangkap bahan, tetapi sering mempunyai dampak kurang baik, yaitu memunculkan miskonsepsi bahkan ketidakpahaman konsep. c. Buku Teks Buku teks juga dapat menyebabkan miskonsepsi dan ketidakpahaman konsep. Entah karena bahasanya sulit atau karena penjelasannya tidak benar. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar dapat juga menumbuhkan miskonsepsi karena mereka sulit menangkap isinya. Akibatnya, mereka menangkap hanya sebagian atau bahkan tidak mengerti sama sekali. 2. Konsep Himpunan a. Himpunan Himpunan adalah kumpulan benda atau objek yang dapat didefinisikan dengan jelas, sehingga dengan tepat dapat diketahui objek yang termasuk himpunan dan yang tidak termasuk dalam himpunan tersebut. Istilah kelompok, kumpulan, maupun gugus dalam matematika disebut dengan istilah himpunan. Konsep tentang himpunan pertama kali dikemukakan oleh seorang matematikawan berkebangsaan Jerman bernama Georg Cantor (1845-1918). Benda yang termasuk dalam himpunan biasa disebut dengan anggota, elemen, atau unsur. b. Konsep Himpunan Berdasarkan pengertian dari konsep dan dasar himpunan, dapat disimpulkan bahwa konsep himpunan adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti /isi dari materi himpunan. Dalam penelitian ini konsep himpunan difokuskan pada materi mengenai himpunan di kelas VII yang harus dikuasai oleh siswa sebelum mempelajari fungsi kelas VIII. Konsep himpunan akan dikelompokkan dalam

12 tiga kategori, yaitu tidak memahami konsep, miskonsepsi, dan memahami konsep. 3. Materi Fungsi Materi fungsi merupakan salah satu materi dari pelajaran matematika SMP kelas VIII semester ganjil. Pada materi ini, akan dilihat tingkat pemahaman siswa khususnya untuk menentukan domain, kodomain dan range fungsi. Sejauh mana tingkat pemahaman yang dicapai oleh siswa. Materi fungsi termasuk dalam standar kompetensi : Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus. Kompetensi dasar dari materi tersebut adalah: Memahami relasi dan fungsi. Sedangkan indikator yang diharapkan dapat dicapai siswa : 1) Menyatakan relasi, 2) menentukan domain, kodomain, dan range fungsi. B. Kerangka Berpikir Matematika merupakan mata pelajaran yang terurut, bertingkat dan berkelanjutan. Jadi, apabila siswa menguasai konsep materi prasyarat maka siswa akan mudah untuk memahami konsep materi selanjutnya. Hal yang menjadi permasalahan dalam penyampaian konsep baru yang masih berkaitan dengan konsep materi sebelumnya adalah perbedaaan pemahaman konsep dasar yang telah ada dalam pikiran siswa. Konsep siswa menjadi penentu untuk penguasaan materi selanjutnya. Menurut pemahaman konsep yang dikemukakan oleh Marek (dalam Abraham 1992: 112) konsep siswa dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu tidak memahami konsep, miskonsepsi, dan memahami konsep. Dengan melihat konsep siswa, dapat diselidiki ketercapaian tingkat pemahaman konsep materi berikutnya yang masih terkait. Tingkat atau derajat pemahaman konsep itu dikelompokkan menjadi enam derajat pemahaman, yaitu: tidak ada respon, tidak memahami, miskonsepsi, memahami sebagian dan terjadi miskonsepsi, memahami sebagian dan tidak terjadi miskonsepsi, serta memahami konsep (Abraham, 1992). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil materi fungsi sebagai salah satu materi yang sulit untuk dikuasai oleh siswa. Himpunan merupakan materi yang

13 dipelajari siswa ketika kelas VII kemudian diterima kembali di kelas VIII dengan pembahasan materi yang lebih mendalam atau lanjutan dari apa yang telah diterima di kelas VII yaitu fungsi. Permasalahannya karakteristik siswa pada kelas yang terpilih sebagai calon subjek penelitian bisa berbeda, ada siswa yang sudah memahami konsep dasar, siswa yang masih terjadi miskonsepsi, dan siswa yang tidak memahami konsep. Dengan karakteristik siswa yang seperti ini belum dapat diprediksikan mengenai pencapaian derajat pemahaman konsep fungsi di kelas VIII. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian apakah 3 kategori tersebut ada pada kelas yang terpilih sebagai calon subjek penelitian kemudian akan diselidiki ketercapaian derajat pemahaman konsep fungsi berdasarkan karakteristikkarakteristik siswa tersebut. Dalam penelitian ini akan dilihat pencapaian derajat pemahaman konsep fungsi ditinjau dari konsep siswa tentang himpunan. Untuk keperluan penelitian perlu digambarkan skema / kerangka pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.1 Diagram kerangka pemikiran penelitian Konsep siswa tentang himpunan Tes konsep himpunan 1. Tidak memahami konsep himpunan 2. Miskonsepsi 3. Memahami konsep himpunan 1. Tidak ada respon 2. Tidak memahami 3. Miskonsepsi 4. Memahami sebagian dan terjadi miskonsepsi 5. Memahami sebagian dan tidak terjadi miskonsepsi 6. Memahami konsep fungsi Tes Derajat Pemahaman konsep tentang fungsi Tinjauan prasyarat (Marek dalam Abraham, 1992: 112)