Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

dokumen-dokumen yang mirip
Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

Setitik Harapan dari Ajamu

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BALAI BESAR LITBANG SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN ENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Memanen padi tanpa asap di gambut Lamandau

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

KERAGAAN KACANG TANAH VARIETAS KANCIL DAN JERAPAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO

Reklamasi Rawa (HSKB 817)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lahan Gambut Indonesia

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

Dinamika Waktu Tanam Tanaman Padi di Lahan Rawa Lebak Pulau Kalimantan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

LAHAN RAWA. Lumbung Pangan Masa Depan Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

KEARIFAN BUDAYA LOKAL DALAM PERTANIAN DI LAHAN RAWA

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI LAHAN DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN GAMBUT DI INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. masa yang akan datang. Selain sebagai sumber bahan pangan utama, sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini. difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian

Transkripsi:

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim Surakarta, 8 Desember 2011 BALAI BESAR LITBANG SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 0

KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT Muhammad Noor Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jl. Kebun Karet, Lokatabat Utara, Banjarbaru Telp/fax 0511 4772534-email balittra@litbang.deptan.go.id RINGKASAN Lahan gambut yang maha luas sekitar 17-20 juta hektar ini oleh sebagian pihak dipandang sebagai sumber daya alam yang sangat potensial untuk dimanfaatkan dan dkembangkan sebagaimana sumber daya lahan lainnya, tetapi oleh sebagian pihak lain dipandang penting dipertahankan karena fungsinya sebagai penyangga lingkungan. Lahan gambut menjadi isu hangat dalam sepuluh tahun terakhir ini seiring dengan isu perubahan iklim berkenaan dengan pemanfaatan lahan gambut yang semakin luas untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan lahan gambut sendiri untuk pertanian sudah sejak lama oleh masyarakat lokal. Pilihan untuk memanfaatkan lahan gambut tersebut karena keterbatasan sumber daya lahan yang dimiliki, sementara akses ke sumber daya lahan lainnya hampir tidak memungkinkan. Dari generasi ke generasi, pengalaman dan pengetahuan dalam pemanfaatan lahan gambut baik kegagalan maupun keberhasilan diwariskan secara turun temurun melalui tradisi lisan dari mulut ke mulut sehingga menjadi pembelajaran dan merupakan sumber pengetahuan empirik dalam perencanaan pengelolaan lahan gambut ke depan. Tulisan ini merupakan rangkuman serangkaian hasil penelitian tentang pengetahuan atau kearifan lokal dalam hubungannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut di beberapa daerah antara lain Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah; Kalimantan Barat, Riau, dan Sulawesi Barat antara tahun 1999 sampai 2008. Makalah disampaikan pada Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim, Surakarta, 8 Desember 2011 1

I. PENDAHULUAN Lahan gambut dikenal sebagai lahan marjinal atau sub-optimal (piasan) yang mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan biologi, termasuk lingkungan sekitarnya kurang baik untuk dikembangkan, khususnya untuk pertanian. Namun dengan perbaikan dan perlakuan khusus lahat gambut dapat menjadi lahan produktif yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai pengembangan komoditas seperti padi, sayurmayur, tanam tahunan, ikan, ternak dan lainnya. Lahan gambut yang maha luas sekitar 17-20 juta hektar ini oleh sebagian pihak dipandang sebagai sumber daya alam yang sangat potensial untuk dimanfaatkan dan dkembangkan sebagaimana sumber daya lahan lainnya, tetapi oleh sebagian pihak lain dipandang penting dipertahankan karena fungsinya sebagai penyangga lingkungan sekitarnya yang apabila dibuka akan menimbulkan masalah lingkungan yang sangat merugikan antara lain meningkatnya emisi gas rumah kaca, hilangnya sumber daya air, dan meluasnya degradasi lahan. Ekosistem lahan gambut dikenal unik dan multitalenta mempunyai keragaman hayati (biodiversity) sangat tinggi, sebagai tempat produksi dan pengembangan hayati, memiliki fungsi hidrologi alami, dan sebagai pengendali iklim global dan setempat. Pemanfaatan lahan gambut sendiri untuk pertanian sudah sejak lama oleh masyarakat lokal setempat secara terbatas untuk menopang kehidupan mereka. Pilihan untuk memanfaatkan lahan gambut tersebut karena keterbatasan sumber daya lahan yang dimiliki, sementara akses ke sumber daya lahan lainnya hampir tidak memungkinkan. Dari generasi ke generasi, pengalaman dan pengetahuan dalam pemanfaatan lahan gambut baik kegagalan maupun keberhasilan diwariskan secara turun temurun melalui tradisi lisan dari mulut ke mulut sehingga menjadi pembelajaran dan merupakan sumber pengetahuan empirik dalam perencanaan pengelolaan lahan gambut ke depan. Semakin luasnya pemanfaatan lahan gambut juga tidak lepas dari kebijakan pemerintah tentang perluasan areal pertanian pada tahun-tahun 1969-1991 dan 1995-1999 yang pertama dikenal dengan Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) dan Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sejuuta Hektar di Kalimantan Tengah yang dilatarbelakangi oleh kondisi pangan yang sangat merisaukan dengan impor beras yang cukup besar mencapai lebih 2 juta ton per tahun. Pada awalnya pemerintah merencanakan pembukaan lahan rawa di Sumatera dan Kalimantan seluas 5,25 juta hektar selama kurun waktu 15 tahun (1968-1984) untuk persawahan pasang surut (Dir Pertanian Rakyat, 1968). Namun sampai tahun 1991 luas lahan rawa yang berhasil dibuka oleh pemerintah hanya mencapai 1.242.500 hektar dan oleh masyarakat setempat secara swadaya mencapai 2.537.500 juta hektar. Sampai tahun 1995, luas lahan rawa yang telah dibuka atau direklamasi baru sekitar 4,19 juta hektar, diantaranya 1,53 juta hektar dibuka oleh pemerintah dan 3,0 juta hektar oleh maysrakat setempat secara swadaya. Dari keseluruhan luas lahan yang dibuka oleh pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk sawah 688,74 ribu hektar, tegalan 231,04 ribu hektar, 261,09 ribu hektar untuk lain-lain, termasuk tambak. Sementara lahan rawa yang dibuka masyarakat setempat umumnya untuk pengembangan tanaman padi atau sawah (Balittra, 2001; Noor, 2004). Apabila lahan Proyek PLG Sejuta Hektar di Kalteng dimasukan sebagai lahan yang telah dibuka, maka luas lahan rawa yang telah dibuka mencapai sekitar 5 juta hektar. Namun sayang, sumbangan lahan rawa terhadap peningkatan produksi pertanian, khususnya pangan masih rendah. 2

Diperkirakan pasokan pangan dari lahan rawa berkisar antara 600-800 ribu ton gabah, pada hal apabila dioptimalkan dari lahan yang telah dibuka di atas dapat menyumbangkan tambahan produksi beras setara 3-5 juta ton gabah per tahun (Badan Litbang Pertanian, 2011). Lahan gambut menjadi isu hangat dalam sepuluh tahun terakhir ini seiring dengan isu perubahan iklim berkenaan dengan pemanfaatan lahan gambut yang semakin luas untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Diperkirakan 20% dari luas tanaman perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia berada di lahan gambut. Apabila luas lahan kelapa sawit di Indonesia sekarang mencapai 7,2 juta ha (tahun 2009), maka luas lahan gambut yang dikembangkan untuk perkebunan sawit mencapai 1,5 juta hektar. Perkebunan kelapa sawit di lahan gambut dituding dapat meningkatkan emisi GRK yang akan memicu perubahan iklim. Indonesia telah menyepakati penurunan emisi GRKnya sebesar 9,5-13% dari lahan gambut pada tahun 2020 sebagai bentuk appresiasi terhadap perubahan iklim yang dilanjuti dengan terbitnya Inpres No 10/2011 tentang moratorium (penghentian sementara) pembukaan hutan dan lahan gambut merupakan implementasi dari kesepakatan di atas yang sebetulnya masih menjadi perdebatan dalam masyarakat (IPB, 2010). Tulisan ini merupakan rangkuman serangkaian hasil penelitian tentang pengetahuan atau kearifan lokal dalam hubungannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut di beberapa daerah antara lain Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah (1999, 2004); Kalimantan Barat (2006), Riau (2007), dan Sulawesi Barat (2008). II. KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN LAHAN Kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan gambut dapat ditunjukkan pada (1) sistem mata pencaharian, (2) sistem pemilihan tempat usaha bertani, dan (3) pola usaha tani dan komditas pilihan yang dipengaruhi oleh persepsi individual atau kelompok dalam menyikapi kondisi lahan dan lingkungannya. 2.1. Sistem Mata Pencaharian Mata pencaharian sebagai petani lebih banyak merupakan warisan dari generasi ke generasi. Petani di lahan gambut atau rawa umumnya mempunyai mata pencaharian rangkap artinya sebagai petani dapat sekaligus sebagai pencari ikan, peternak itik atau kerbau rawa, atau buruh tani. Pilihan mata pencaharian tersebut disesuaikan dengan kondisi alam setempat sehingga kadang-kadang sebagai individu dapat sebagai petani yang mengusahakan lahannya pada saat musim kemarau, tetapi pada waktu dan kesempatan lain dapat sebagai pencari ikan atau peternak itik pada saat kondisi lahannya tergenang, dan juga adakalanya merantau sebagai pedagang pada saat paceklik atau banjir. Berbeda dengan petani Jawa (transmigran) yang sangat intensif dalam mengusahakan sawahnya. Hampir semua waktunya dicurahkan untuk usaha tani di sawahnya. Petani lokal lahan gambut menaman banyak macam tanaman dari tanaman semusim (pangan) sampai tanaman tahunan. Sistem mata pencaharian ini disebut juga sebagai pertanian campuran (Hidayat, 2000). Pilihan-pilihan pekerjaan usaha yang beragam dan luwes tersebut merupakan upaya penyesuaian terhadap alam dengan cara menghindar (escape mechanism) sebagai kebalikan dari upaya 3

menantang terhadap kondisi alam yang tidak menentu dan sulit dihadapi serta ketidak berdayaan dalam menantang alam. Sistem mata pencaharian yang multi usaha di atas juga dimasudkan untuk mempertahankan keberlanjutan dalam pemenuhan kebutuhan di daerah yang kondisinya tidak menentu dan menghindari risiko kegagalan secara total. 4

FULL PAPER Email : m_noor_balittra@yahoo.co.id Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara, Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534/4773034 5