JAMU OBAT HERBAL TERSTANDAR FITO FARMAKA a. Uji toksisitas b. Uji praklinik (Uji efek farmakologik) c. Uji klinik

dokumen-dokumen yang mirip
JAMU OBAT HERBAL TERSTANDAR FITO FARMAKA a. Uji toksisitas b. Uji praklinik (Uji efek farmakologik) c. Uji klinik

Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UJI KLINIK OBAT HERBAL

Obat tradisional 11/1/2011

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

Aspek CPOTB/CPKB Pengawasan Mutu

FITOFARMAKA Re R t e n t o n W a W hy h un u i n n i g n ru r m u

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

MATERIA MEDIKA HERBAL

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGEMBANGAN OBAT BARU

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ETIK PADA HEWAN PERCOBAAN FASILITATOR: GEMA NAZRI YANTI

PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA

BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUK HERBAL BERBASIS RISET

PRODUKSI. Oleh : Dra. Rully Makarawo, Apt DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIRJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02002/SK/KBPOM

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

Suharmiati Betty Roosihermiatie Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Jl. Indrapura 17 Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEREDARAN OBAT TRADISIONAL IMPOR BAB I KETENTUAN UMUM.

BAB VIII UJI KLINIS SEDIAAN OBAT

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:661/MENKES/SK/VII/1994 TENTANG PERSYARATAN OBAT TRADISIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

MATA KULIAH TEKNOLOGI PASCA PANEN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengobatan herbal berbeda dengan pengobatan secara konvensional namun terdapat sisi penilaian efikasi yg sama dari uji secara klinis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

Perhitungan Dosis Obat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. budaya di dalam masyarakat Indonesia. Sebab, obat-obatan tradisional lebih

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita

Observasi Klinik Jamu Sebagai Dasar Ilmiah Terapi Kedokteran Modern

Penetapan Kadar Sari

Uji Toksisitas UJI TOKSISITAS AKUT. Macam Uji Toksisitas. Beda antara jenis uji toksisitas umum

MATERIA MEDIKA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEGISLASI LEGISLASI ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN 19/08/2010

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat

dalam PENGOBATAN Kuntarti

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pewarna sintesis yang digunakan dalam makanan adalah aman. bahan yang diwarnai berwarna merah. Penyalahgunaan Rhodamine B pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

M E M U T U S K A N. Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN OBAT TRADISIONAL.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 760/MENKES/ PER/ lx/1992 TENTANG FITOFARMAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Biodiversitas adalah berbagai variasi yang ada di antara makhluk hidup dan lingkungannya Sekitar 59% daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi adalah penyakit kardiovaskuler degeneratif kronis. Hipertensi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau

PANDUAN PENGISIAN FORMULIR PERMOHONAN PENDAFTARAN OBAT ALAMI UNTUK HEWAN SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50)

Hubungan Kualitatif Struktur- Aktivitas

BPOM. Uji Klinik. Persetujuan. Tata Laksana. Pencabutan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TATA LAKSANA PERSETUJUAN UJI KLINIK

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

OUTLINE. Drs. Hary Wahyu T., Apt. Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen A. PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PROSEDUR PENGKAJIAN KOMPONEN DAN/ATAU KLAIM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FARMAKOLOGI 3 SKS (SEMESTER 2) PENGAMPU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

Transkripsi:

JAMU OBAT HERBAL TERSTANDAR FITO FARMAKA a. Uji toksisitas b. Uji praklinik (Uji efek farmakologik) c. Uji klinik 1

Permenkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 Sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya Bahan bakunya adalah simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku (FI,EKSTRA FI MATERIA MEDIKA INDONESIA, FHI,dll) 2

Mengandung tidak lebih dari 5 bahan baku Harus memenuhi persyaratan peredaran sediaan obat (uji kualitatif dan kuantitatif) Harus lolos uji KETOKSIKAN AKUT (derajat efek toksik suatu senyawa pada hewan uji, yang terjadi dalam waktu singkat setelah pemberian dosis tunggal ) Harus lolos berbagai uji PRAKLINIK 3

Latar Belakang Masyarakat Indonesia lazim menggunakan OT Dalam rangka memanfaatkan Kekayaan alam Indonesia JAMU Obat Tradisional Obat Alami Obat Tradisional: bhn/ramuan bhn yg berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bhn tsb yg scr turuntemurun telah digunakan utk pengobatan 4

Obat alami di masyarakat 1. Penggunaannya merupakan suatu kenyataan empirik, tanpa dibuktikan secara ilmiah 2. Tdk jarang dipakai utk pengobatan penyakit yg blm ada obat yg memuaskan 3. Dalam pembuatannya, timbul keraguan ttg keseragaman kualitas baik kandungan zat aktifnya maupun kebersihan (kontaminasi) 4. OA dan penemuan obat baru Kinin Cinchona ledgeriana Papaverin, kodein, morfin Papaver somniferum Serpentin Rauwolfia serpentina Artemisinin Artemisia annua Vincristin, vinblastin Vinca rosea 5

Tujuan pemakaian OA : 1. Promotif 3. Kuratif 2. Preventif 4. Rehabilitatif Peraturan pemerintah agar OA ditelitikembangkan utk dpt dimanfaatkan sebaik-baiknya: 1. UU RI no 23 thn 1992 ttg Kesehatan 2. Resolusi World Health Assembly 3. SK Menkes no 0584 thn 1995 Sentra P3T 4. Agenda Riset Nasional Strategi pelaksanaannya??? 6

Obat Alami (jamu) Kaidah iptek yg sesuai Reproducible Farmakologi (Khasiat) Toksikologi (Keamanan) Kaidah iptek yg sesuai Reproducible Standarisasi: bhn baku produk jadi CLINICAL Trials Penggunaan pd unit pelayanan kesehatan (Fitofarmaka) Uji praklinik Dpt dipertanggung jawabkan scr ilmiah Pengujian potency and safety serta evaluasi standar mutu/kualitas Reproducible Reproducible Guideline dlm uji klinik obat alami: 1. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional 2. Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) (Good Clinical Practices (GCP)) 7

PELAKSANAAN UJI KLINIK OBAT ALAMI Identitas obat (fisik, teknologi farmasi) Uji praklinik Aman Bermanfaat Sdh terstandarisasi UJI KLINIK Reproducible Langkah pelaksanaan uji klinik OA scr prinsip tdk ada perbedaan dengan pelaksanaan uji klinik obat sintesis Langkah pelaksanaan OA agar dpt digunakan dlm pelayanan kes: 1. Uji praklinik (uji toksisitas dan uji farmakodinamik) 2. Standarisasi sederhana 3. Teknologi farmasi (identitas obat) 4. Uji klinik pd org sakit dan atau org sehat 8

Persyaratan dan Alur pengembangan OA ke arah penggunaan dlm pelayanan kesehatan Produsen OA yg tdk memiliki izin usaha industri Produsen OA yg memiliki izin usaha industri -Khasiat secara empiris -luas jangkauan masy pengguna -informasi teknologi kefarmasian Industri Permenkes no 246 thn 1990 (Izin Usaha IOT dan Pendaftaran OT) Produk Kepmenkes 661 thn 1994 (Persyaratan OT) persiapan dan uji praklinik persiapan dan uji klinik (di Sentra P3T atau lab. yg ditunjuk) Depkes dlm hal ini bertindak sbg inovator, motivator, dan evaluator Dirjen POM a.n. Menkes 9

Tahapan pelaksanaan uji dlm rangka pengembangan OA ke arah penggunaan dlm pelayanan kesehatan 10

TAHAP PENGEMBANGAN FITOFARMAKA (1) 1. PEMILIHAN 2. PENGUJIAN FARMAKOLOGIK a) Penapisan aktivitas farmakologik bila belum terdapat petunjuk tentang khasiatnya) b) Langsung dilakukan pemastian khasiat - bila sudah ada petunjuk) 3. PENGUJAN TOKSISITAS a) Uji toksisitas akut, toksisitas sub akut, toksissitas kronik, dan toksisistas spesifik 11

TAHAP PENGEMBANGAN FITOFARMAKA (2) 4. UJI FARMAKODINAMIK 5. PENGEMBANGAN SEDIAAN 6. PENAPISAN FITOKIMIA DAN STANDARISASI SEDIAAN 7. PENGUJIAN KLINIK 12

Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional Latar belakang Tahapan pelaksanaan uji dlm rangka pengembangan OA ke arah penggunaan dlm pelayanan kesehatan Tata laksana uji praklinik Tata laksana teknologi farmasi Tata laksana uji klinik 13

Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka (Dep.Kes RI) Tahap seleksi Proses pemilihan jenis bhn alam yg akan diteliti sesuai dgn skala prioritas sbb: Jenis OA yg diharapkan berkhasiat utk penyakit2 utama Jenis OA yg akan memberikan khasiat dan kemanfaatan berdsr pengalaman pemakaian empiris seblmnya Jenis OA yg diperkirakan dpt sbg alternatif pengobatan untuk penyakit2 yg blm ada atau msh blm jelas pengobatannya Tahap biological screening, utk menyaring: Ada/tdknya efek farmakologi calon fitofarmaka yg mengarah ke khasiat terapetik (praklinik, in vivo) Ada/tdknya efek keracunan akut (single dose), spektrum toksisitas jika ada, dan sistem organ vital mana yg paling peka terhadap efek keracunan tsb (praklinik, in vivo)

Tahap penelitian farmakodinamik Utk melihat pengaruh calon fitofarmaka thdp masing2 sistem biologis organ tubuh Praklinik, in vivo dan in vitro Tahap ini tdk dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja utk mengetahui mekanisme kerja yg lebih rinci dari calon fitofarmaka Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses) Toksisitas subkronis Toksisitas kronis Toksisitas khas/khusus Tahap pengembangan sediaan (formulasi) Mengetahui bentuk2 sediaan yg memenuhi syarat mutu, keamanan, dan estetika utk pemakaian pd manusia Tata laksana teknologi farmasi dlm rangka uji klinik: Teknologi farmasi tahap awal Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak, sediaan OA Parameter standar mutu: bhn baku OA, ekstrak, sediaan OA

Tahap uji klinik pd manusia Pengujian baru dpt dilakukan jika: syarat keamanan (praklinik), khasiat (praklinik), dan syarat mutu sediaan memungkinkan utk dipakai pd manusia Ada 4 fase: Fase I, dilakukan pd sukarelawan sehat, utk melihat efek farmakologi, profil farmakokinetika, serta hub dosis dan efek obat Fase II, dilakukan pd kelompok pasien scr terbatas, utk melihat kemungkinan penyembuhan dan atau pencegahan penyakit/gejala penyakit Pada fase ini, metodologi msh dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol) Fase III, dilakukan pd kelompok pasien dgn jumlah yg lebih besar dari Fase II, metodologi sdh dilakukan menggunakan kelompok pembanding (kontrol) Fase IV post-marketing surveillance Utk melihat kemungkinan efek samping yg tdk terkenali saat uji praklinik maupun saat uji klinik fase I-III Why???

Pengujian keamanan bhn obat yg dilakukan pada hewan coba blm tentu memberikan hasil yg sama pd manusia krn adanya perbedaan antar spesies yg tdk diketahui secara pasti Obat yg ditunjukkan memberikan efek pd sistem biologis hewan coba blm tentu memberikan efek yg sama pd manusia Pengujian pd manusia seringkali dilakukan pd populasi yg terbatas shg utk efek samping yg kejadiannya langka tdk akan dpt diketahui seblm calon fitofarmaka dipakai secara luas dlm masyarakat Pengujian pd manusia umumnya dilakukan dlm kondisi2 dgn batasan penelitian yg ketat yg blm tentu dpt menggambarkan kondisi sesungguhnya yg lebih kompleks apabila nantinya calon fitofarmaka dipakai secara luas dlm masyarakat

TATA LAKSANA TEKNOLOGI FARMASI Dalam Rangka Uji Klinik

Teknologi Farmasi Tahap Awal PRASYARAT OA yg akan diuji praklinik: - Jelas nama latin simplisia dgn menyebutkan genus, species, petunjuk jenis (specific epithet) dr tanaman asal, diikuti dgn bag tanaman yg digunakan - Jelas ukuran (berat/vol) - Jelas langkah2 proses pembuatan dr btk simplisia hingga mjd btk yg siap diujikan - Dosis dan cara penggunaan (cara pemberian, frekuensi, interval, dan lama pemberian) Pedoman teknologi farmasi OA: 1. CPOTB 2. GMP 3. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik OA

Pembakuan (Standarisasi) 1. Pembakuan simplisia - merpkn ttk awal yg ptg bg pembakuan OA scr keseluruhan - OA yg bermutu hanya bisa diperoleh jk simplisia yg mjd bhn bakunya jg bermutu - reprodusibilitas mutu terjamin - bgmn memperoleh simplisia dgn spek ttt scr kontinu? - IOT melakukan budidaya dan mengembangkan sendiri tanaman obat sbg sumber simplisianya shg diharapkan akan diperoleh simplisia dgn spek msg2 industri dgn mutu standar yg relatif homogen Pd saat akan dimulai uji klinik thdp OA dgn indikasi tertentu, formula OA tersebut sebaiknya sdh mengandung simplisia dgn spek ttt. Hal ini dimaksudkan utk melindungi produk OA tsb dr peniruan oleh IOT yg tdk berhak apabila hsl uji kliniknya ternyata bermakna. 2. Pembakuan ekstrak - memperoleh zat identitas - analisis fisikokimia: finger print dlm pola kromatogram - analisis tetes warna, pola KLT - reproducible 3. Pembakuan sediaan OA - memperoleh keterulangan dlm identitas btk sediaan - jika campuran: dibuat dr campuran masing2 ekstrak, bukan dr campuran masing2 simplisia yg kemudian diekstraksi

Parameter Standar Mutu OA yg diuji klinik adalah OA yg memiliki identitas farmasi yg jelas OA tsb sejak bhn baku hingga formulasi dan btk sediaannya mengikuti dan memenuhi persyaratan standar mutu Parameter standar mutu: Utk bhn baku => bhn baku OA bhn baku ekstrak Utk sediaan yg memiliki formulasi dlm bentuk sediaan ttt

Parameter Standar Mutu Bhn Baku Identitas Keterangan 1. Nama simplisia Bhs Latin, nama nasional 2. Uraian Definisi (paparan tanaman, hsl determinasi) dan sinonim 3. Nama daerah > 1 4. Pemerian Organoleptis, makroskopis, mikroskopis 5. Baku pembanding Zat identitas (hsl sintesis, hsl isolasi) 6. Identifikasi Uji pendahuluan: gol. senyawa, zat identitas 7. Uji kemurnian Kadar abu Kadar zat terekstraksi air Kadar zat terekstraksi etanol Bahan organik asing Cemaran mikroba Cemaran aflatoksin Cemaran residu pestisida Cemaran logam berat

8. Susut pengeringan 9. Kadar air Parameter Standar Mutu Bhn Baku (lanjutan) 10. Zat identitas - utk simplisia yg blm diket zat aktifnya - profil kromatografi (minimal profil KLT) 11. Penetapan kadar - utk simplisia yg diket zat aktifnya 12. Peringatan 13. Wadah dan penyimpanan - memenuhi kriteria ttt krn dimungkinkan mempengaruhi kualitas simplisia

Parameter Standar Mutu Ekstrak Nama ekstrak Tanaman sumber Konsistensi ekstrak Organoleptis Berat kering Berat jenis Kadar air Kadar abu Sisa pelarut Residu pestisida Uji batas logam berat Cemaran mikroba Sari larut dalam pelarut tertentu Kadar terlarut (spektrofotometer) Profil kromatografi Kadar total golongan zat kandungan Kadar zat aktif/zat identitas

Parameter Standar Mutu Sediaan Penyimpangan bobot Serbuk 5 g 10 % Serbuk 5-10 g 5 % Serbuk > 10 g 4 % Penyimpangan volume Cairan 100 ml 5 % Cairan 100-200 ml 2,5 % Cairan > 200 ml 1 % Kadar air Derajat halus Waktu hancur Kandungan mikroba Angka kapang/khamir Kandungan aflatoksin Bahan tambahan (pengawet, pewarna, pemanis, bhn obat sintesis)

Parameter standar mutu sediaan (lanjutan) Kadar etanol - utk sediaan cair, p.o. - max 1% Zat identitas - kualitatif-kuantitatif: profil KLT, HPLC Stabilitas - fisika, kimia, mikrobiologis Kadaluarsa

Parameter standar mutu utk sediaan OA Bentuk Serbuk Penyimpangan bobot Kadar air Kandungan mikroba Angka kapang/khamir Cemaran aflatoksin Bhn tambahan: pengawet, pemanis Zat aktif/zat identitas, sidik jari stabilitas Bentuk Kapsul Penyimpangan bobot Kadar air Waktu hancur Kandungan mikroba Angka kapang/khamir Cemaran aflatoksin Bahan tambahan: pengawet Zat identitas, sidik jari stabilitas

Parameter standar mutu utk sediaan OA Bentuk Pil, Tablet, dan Pastiles Penyimpangan bobot Kadar air Waktu hancur Kekerasan Kandungan mikroba Angka kapang/khamir Cemaran aflatoksin Bhn tambahan: pengawet, pemanis, pengisi, pewarna Zat aktif/zat identitas, sidik jari stabilitas Bentuk dodol/jenang Penyimpangan bobot Kadar air Kandungan mikroba Angka kapang/khamir Cemaran aflatoksin Bahan tambahan: pengawet, pemanis, pengisi Zat identitas, sidik jari stabilitas

Parameter standar mutu utk sediaan OA Bentuk Eliksir Penyimpangan volume Kadar alkohol Kandungan mikroba Angka kapang/khamir Cemaran aflatoksin Bhn tambahan: pengawet, pemanis, pewarna Zat aktif/zat identitas, sidik jari stabilitas Bentuk salep/krim Penyimpangan bobot Kandungan mikroba Angka kapang/khamir Bahan tambahan: pengawet, pengisi Zat identitas, sidik jari stabilitas

Parameter standar mutu utk sediaan OA Bentuk cairan obat luar Penyimpangan volume Kandungan mikroba Angka kapang/khamir Bhn tambahan: pengawet, pewarna Zat aktif/zat identitas, finger print stabilitas Bentuk koyok Kandungan mikroba Zat identitas/zat aktif, sidik jari Stabilitas Bentuk parem, pilis, tapel Kandungan mikroba Angka kapang/khamir Bhn tambahan: pengisi Zat aktif/zat identitas, sidik jari Stabilitas

Tata laksana uji praklinik Tujuan Data hsl pengamatan uji praklinik merupakan: 1. persyaratan utk dasar pertimbangan dpt tdknya dipertanggungjawabkan suatu OA dlm pengembangannya 2. persyaratan utk dasar pertimbangan dpt tdknya suatu OA masuk dlm tahap uji klinik 3. Dasar bagi peneliti utk mengantisipasi masalah yg timbul dan merancang eksperimen yg rasional Uji praklinik merupakan penelitian eksperimental secara in vivo maupun in vitro 32

PRASYARAT 1. Obat alami yg diuji - digunakan scr empirik - utk indikasi ttt - diket komposisi formula, bentuk sediaan, cara penyiapan utk penggunaan, dan cara penggunaan 2. Identitas obat alami yg diuji, meliputi: - Kejelasan simplisia yg digunakan (nama latin, determinasi) - Ukuran (berat/vol) - Langkah proses pembuatan dr btk simplisia hingga mjd btk yg siap diujikan - Dosis dan cara penggunaan (cara pemberian, frekuensi, interval, dan lama pemberian) Aspek uji praklinik = 1. Uji toksisitas (safety) 2. Uji farmakologi (potency) 33

UJI TOKSISITAS TUJUAN Mengungkapkan keamanan terkait dgn khasiat dan maksud penggunaannya pd manusia. Toksisitas umum: Akut Subkronis Kronis Toksisitas khusus: Teratogenik Mutagenik Karsinogenik Potensiasi Reproduksi Kulit dan mata Dlm pelaksanaan uji toksisitas, btk obat alami perlu diupayakan sesuai dgn btk yg digunakan oleh masyarakat: komposisi formula, cara penyediaan, dan cara penggunaan 34

Tujuan Toksisitas akut Menetapkan LD 50 Menilai gejala klinis Menetapkan spektrum efek toksik Mengetahui mekanisme kematian Prinsip: 1. Dilakukan sekurang-kurangnya pd 1 spesies hwn uji (rodent/nirrodent), dewasa muda, dan mencakup kedua jenis kelamin 2. Jumlah sampel hwn uji mewakili jumlah estimasi insiden dan frekuensi efek toksik. Biasanya 4-6 kel tikus, msg-msg kel minimal 4 ekor tikus jantan dan 4 ekor tikus betina 3. Utk nirrodent, jumlah tiap kel minimal 2 ekor 35

OA diberikan single dose Dosis awal: dosis pd pemakaian empiris (memberikan 0% kematian hwn uji) Perlu dicari dosis yg menyebabkan kematian >50% hwn uji Dosis max: dosis yg msh dimungkinkan utk diberikan pd hwn uji (memberikan 100% kematian hwn uji) Pengamatan: seblm perlakuan, selama perlakuan (24 jam), sesdh perlakuan (7-14 hr bahkan bisa lbh lama terkait dgn pemulihan gejala toksik/reversibilitas) Yg diamati: % kematian, timbulnya gejala toksik, perubahan BB, patologi organ vital (makroskopik dan mikroskopik), kerusakan struktur organ menjelaskan mekanisme kematian 36

Kriteria ketoksikan akut Kriteria Luar biasa toksik LD 50 (mg/kgbb) 1 atau kurang Sangat toksik 1 50 Cukup toksik 50 500 Sedikit toksik 500 5000 Praktis tidak toksis 5000-15000 Relatif kurang berbahaya > 15000 37

Toksisitas subkronis Tujuan: Mengetahui spektrum efek toksis Mengetahui hub dosis vs spektrum efek toksik Reversibilitas efek toksik Mengetahui informasi perkembangan efek toksik yg lambat Prinsip: Dosis berulang, 1 x sehari selama < 3 bulan Pemilihan hwn uji didsrkan pd hsl uji ketoksikan akut atau dipilih hwn uji yg peka (memiliki pola metabolisme thdp OA-uji yg semirip mungkin dgn manusia) Jumlah hwn uji: minimal 10 ekor/jenis kelamin dalam setiap kel dosis yg diberikan Minimal 3 peringkat dosis (mempertimbangkan aktivitas farmakologi dan hsl uji toksisitas akut) 38

Utk penentuan dosis dan cara penggunaan dipertimbangkan: Penggunaan empirik yg berlaku di masyarakat Rencana maksud pemanfaatannya kelak Hasil pengamatan uji toksisitas akut Dosis terendah: mendekati ED 50 Dosis max: dosis yg menimbulkan efek toksik (perubahan hematologi, histopatologi, anatomi, biokimia) namun mayoritas hwn uji hrs dpt bertahan hidup Data digunakan utk merancang uji toksisitas kronis 39

Pengamatan: Perubahan BB (diperiksa minimal 7 hr sekali) Asupan makanan dan minuman (diperiksa minimal 7 hr sekali) Gejala toksik (diamati tiap hr) Hematologi/Kimia darah (awal dan akhir percobaan) Kimia urin (awal dan akhir percobaan) Histopatologi organ vital (akhir percobaan) Dlm uji toksisitas ini, perubahan berupa akumulasi, toleransi, metabolisme dan kelainan khusus organ ttt dpt dipelajari 40

Toksisitas kronis Lama pemberian: > 3 bulan atau selama sebagian besar masa hidup hwn uji Utk mengetahui efek toksik yg kronis dr OA-uji (selama proses menua kepekaan jaringan, perubahan kapasitas metabolisme, penyakit yg muncul krn pertambahan umur) dimungkinkan mempengaruhi derajat dan sifat respon toksik. Data utk mengetahui: no observed adverse effect level, batas toleransi zat kimia dlm makanan, dan batas keamanan suatu OA (index terapi) 41

Masa penggunaan klinis Masa pemberian OA selama uji Single dose (< 1 minggu) Multiple dose (1 4 minggu) Multiple dose (1 6 minggu) Multiple dose (> 6 bulan) 2 minggu 1 bulan 1 3 bulan 3 9 bulan 9 12 bulan 42

Uji toksisitas khusus Bukan merupakan syarat mutlak utk setiap OA utk dpt masuk dlm tahap uji klinik OA Uji potensiasi: diperoleh informasi ttg adanya kemungkinan peningkatan efek toksik suatu OA krn tercampur dgn senyawa lain Uji kemutagenikan: utk mengetahui pengaruh OA thdp sistem kode genetik (perubahan dideteksi dgn pemeriksaan sitologi thdp kromosom) Uji keteratogenikan: pd OA yg digunakan oleh wanita hamil (utk mengetahui pengaruh OA pd janin/organogenesis) Uji reproduksi: utk mengetahui pengaruh OA pd kapasitas reproduksi Uji kulit dan mata 43

Uji Farmakologi Uji farmakologi Pembuktian khasiat % efek, ED 50 In vivo Kelompok: perlakuan OA, standar, kontrol normal, kontrol negatif Pd hewan sehat atau berpenyakit Uji farmakodinamik Penelusuran mekanisme Target aksi obat In vivo in vitro Kelompok: perlakuan OA, standar, kontrol normal, kontrol negatif Pd hewan sehat atau berpenyakit 44

Tata Laksana Uji Klinik

Tujuan Membuktikan manfaat OA sesuai indikasi yg diajukan Memastikan status keamanan penggunaan OA pd manusia Mengungkap data utk mendorong penentuan dan pengembangan obat baru yg berasal dr alam

Syarat uji klinik Calon fitofarmaka: uji praklinik: aman dan bermanfaat identitas farmasi yg jelas Diketahui mekanisme aksi dan target aksi OA Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah Memenuhi etik uji klinik Persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan

Utk OA yg sdh lama beredar di masyarakat scr luas, tdk menunjukkan efek samping yg merugikan => sesdh uji praklinik dpt langsung dilakukan uji klinik dgn pembanding (uji klinik fase 3) Utk OA yg blm digunakan scr luas, hrs melalui uji klinik fase 1 dan 2 Uji klinik OA memerlukan: tenaga ahli, fasilitas berupa peralatan, dan dana

Tata laksana uji klinik Judul Latar belakang Tujuan Tempat penelitian Desain penelitian Seleksi pasien dan proses pengikutsertaan (recruitment) OA-uji dan pembanding Pemeriksaan klinik dan lab Pengamatan respon Data Jadwal kegiatan dlm uji klinik OA Pemantauan dan penghentian uji klinik OA Dana dan kontrak dgn sponsor Kelengkapan lampiran yg perlu Tim pelaksana Laporan hasil uji klinik OA

Judul Singkat, tajam dlm mengemukakan masalah yg diteliti Latar belakang Alasan utama perlunya dilakukan uji klinik OA Indikasi yg akan dibuktikan dgn uji klinik OA Deskripsi ciri-ciri OA, identifikasi OA, pemanfaatan empiris Deskripsi pengolahan, peracikan, dan formulasi Manfaat yg akan diperoleh dr uji klinik OA, terutama dlm menunjang program pembangunan kesehatan Tujuan Jelas dan tegas utk indikasi apa uji klinik ini dilakukan Tempat penelitian Institusi tempat pelaksanaan uji klinik yg memenuhi persyaratan CUKB (GCP)

Disain randomized controlled clinical trial: double blind Single blind (bila tdk memungkinkan double blind) uncontrolled trial) Unblinding Bisa dilakukan pengacakan perlakuan Pembandingan hrs dgn obat standar atau plasebo Pd indikasi ttt (yg tdk boleh menggunakan plasebo) pembandingan dilakukan thdp obat standar saja

Seleksi pasien dan proses pengikutsertaan (recruitment) Pemilihan subyek Perlu dikemukakan kriteria penerimaan subyek dan kriteria penolakan subyek Butir2 kriteria perlu dirinci scr jelas Keikutsertaan subyek uji dituangkan pd persetujuan scr tertulis sesdh mendpt penjelasan yg perlu dipahami oleh calon subyek uji Persetujuan etik Semua usulan penelitian yg menggunakan manusia sbg subyek penelitian hrs mendptkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan setempat Besar sampel Kemukakan jumlah sampel yg diperlukan scr jelas utk tiap kelompok berdasarkan perhitungan statistik utk menjamin kesahihan kesimpulan hsl studi Sampel tdk selalu hrs sama besar jumlahnya utk tiap kelompok perlakuan

OA-uji dan pembanding OA-uji Sdh uji praklinik (aman + khasiat +) Kemukakan data yg mengungkapkan identitas OA-uji (beserta dgn formulanya) Kemukakan bgmn proses menyiapkan dr sejak bhn baku, proses peracikan, hingga siap digunakan Pembanding Kemukakan data yg mengungkapkan identitas pembanding baik obat standar maupun plasebo Penyiapan OA-uji dan pembanding Kemukakan sejauh mana OA-uji dan pembanding dpt disiapkan sbg preparat dgn rupa yg sama dan tdk terbedakan Kemukakan siapa yg menyiapkan paket obat dgn kodifikasinya dan siapa yg menyimpan kode selama blm waktunya utk dibuka

Regimen OA-uji dan pembandingnya Dosis, frekuensi dan lama pemberian Cara pemberian scr rinci Tablet diminum tiap jam 07.00 WIB dgn segelas air putih Obat penyerta (concomitant medicines) dan obat penolong (rescue medicines) Jika subyek diijinkan utk menggunakan obat lain scr bersamaan perlu dijabarkan jenis obat yg diperbolehkan dan dicatat scr rinci selama penelitian berlangsung. Utk uji klinik ttt mis. pd nyeri mungkin diperlukan obat penolong Jelaskan ttg identitas obat, dosis, dan bilamana dan pd keadaan apa obat penolong tsb digunakan

Pemeriksaan klinik dan lab Utk mendukung diagnosis Utk menilai perkembangan penyakit Utk mengetahui efek obat (diterima/ditolak pasien) Utk membandingkan kondisi praperlakuan (baseline data) dan kondisi pasca perlakuan Utk keperluan evaluasi (follow up) Jadwal pemeriksaan dan faktor2 yg diperiksa dijabarkan dgn jelas, ditentukan sesuai dgn perjalanan penyakit yg diteliti

Pengamatan respon Parameter respon Kemukakan gejala atau tanda, baik scr klinik maupun laboratorik, yg merupakan parameter respon yg utama Jabarkan mengenai: Bgmn pengamatan dilakukan, pake alat/tdk (alat, spek alat, sensitivitas alat, cara penggunaan alat) Jadwal pengamatan Kualifikasi dan ketrampilan pengukur respon Evaluasi respon Membandingkan parameter respon utama pra perlakuan dan pasca perlakuan baik pd kel obat maupun pd kel pembanding

Data Pencatatan data Data pasien baik demografik, klinis, lab, serta data lain yg relevan hrs dicatat dlm case record form (formulir pencatatan pasien) utk masing2 pasien Penanganan data Penyimpanan dan pengelolaan data Pihak yg menyimpan dan mengelola data hsl uji klinik Kemukakan bgmn wewenang dan hak atas data utk masing2 pihak (krn pelaksanaan uji klinik melibatkan berbagai lembaga/institusi dlm suatu kerjasama) Jelaskan siapa yg berhak memasukkan data pasien ke dlm case record form, siapa yg berhak merubahnya, bgmn tatacara perubahannya. Jelaskan siapa yg berhak menandatangani, menyimpan, dan menggunakan data dgn tetap menjaga kerahasiaan identitas pasien

Pengolahan data dan penyajian hasil Cara mengolah data (manual, komputer) Cara penyajian data hasil olahan Analisis dan metode statistik Cara analisis data (terolah) Bentuk/metode uji statistik yg diterapkan Alasan pemilihan bentuk/metode uji statistik (mempertimbangkan jenis dan sifat data)

Jadual kegiatan dlm uji klinik OA Rencana pelaksanaan uji klinik OA dgn penjadwalan kegiatannya dpt dijabarkan dlm bentuk Bagan Kegiatan dan Waktu (Time Table Matrix) Kemukakan dlm bagan, dgn tanda/catatan ttt mengenai segala sesuatu yg dipandang memerlukan perhatian khusus

Pemantauan dan penghentian uji klinik OA Pemantauan Siapa yg memantau Tugas saat pemantauan Kpn dilakukan pemantauan Bgmn tindak lanjut hasil pemantauan Penghentian Kriteria utk menghentikan uji klinik, baik atas penghentian keikutsertaan perorangan (pasien) maupun uji klinik scr keseluruhan Pihak yg berwenang menghentikan uji klinik

Dana dan kontrak dgn sponsor Dana hrs cukup utk pelaksanaan uji klinik scr tuntas Kemukakan rincian anggaran scr rinci Kontrak dgn sponsor hrs jelas (besarnya dana, tahap pendanaan, asuransi subyek uji klinik, hak dan kewajiban)

Kelengkapan lampiran yg perlu Hasil uji praklinik Informasi yg akan diberikan kpd calon subyek utk memperoleh persetujuan sbg subyek uji klinik (krn persetujuan berdsrkan informasi yg dpt dipahami) Contoh formulir informed consent Contoh surat perjanjian dgn sponsor Formulir lap kejadian yg tdk diharapkan (adverse events) Formulir lap kematian Formulir catatan data pasien (case record form)

Tim pelaksana Nama anggota tim pelaksana Kualifikasi Alamat (komunikasi cepat) Pengalaman kerja Pengalaman penelitian Peran dan tanggung jwb dlm uji klinik Peneliti utama Memiliki pengalaman kerja memadai yg selaras dgn tujuan uji klinik Memahami kaedah CUKB (GCP) tersertifikasi Memiliki kemampuan utk bekerjasama Bersedia mematuhi ketentuan yg terkait dgn pelaksanaan uji klinik khususnya pelaksanaan uji klinik OA Mampu memanage suatu penelitian

Laporan hasil uji klinik OA Kemukakan segala sesuatu yg dipandang perlu mengenai laporan yg akan dibuat Laporkan semua hal yg terjadi dan semua hasil yg diperoleh selama uji klinik berlangsung, sebelum, dan sesudah uji klinik Siapa yg berhak menerima laporan Siapa yg berhak utk memiliki lap Siapa yg berhak utk publikasi hasil uji klinik tsb

Solihah_indah@yahoo.co.id Paling lambat tgl 23 jam 24.00

Industri farmasi sbg sponsor Industri farmasi meragukan kemampuan sumber daya yang ada di Indonesia dalam melakukan uji klinik obat. Ketidakpercayaan industri farmasi tersebut antara lain terlihat pada masih sedikitnya jumlah pengajuan persetujuan uji klinik yang diajukan ke BPOM selama periode 2000-2006. jumlah total pengajuan persetujuan uji klinik di Indonesia dalam satu tahun tidak ada yang lebih dari 41 uji klinik. Jauh lebih sedikit dibandingkan pengajuan persetujuan uji klinik di negara-negara Asia lain seperti Malaysia dan Singapura 67

Malaysia Jumlah uji klinik yang setiap tahun diajukan ke BPOM Malaysia untuk obat yang belum terdaftar di negara itu saja paling sedikit 36 (tahun 2000) dan tahun 2005 mencapai 70 uji klinik. Singapura rata-rata jumlah uji klinik yang diajukan ke BPOM setiap tahunnya lebih dari 100 uji klinik Taiwan rata-rata lebih dari 200 uji klinik yang dilakukan setiap tahun Cina pada awal Februari 2006 saja sudah ada lebih dari 250 uji klinik yang dilaksanakan, semuanya disponsori oleh industri farmasi internasional. 68

Jika Asia demikian menarik untuk melaksanakan uji klinik, lantas mengapa Indonesia sangat tertinggal dalam jumlah uji klinik? Padahal jumlah penduduk dan pasien di Indonesia merupakan potensi pasar obat yang besar 69

selama ini pihak sponsor masih menghadapi cukup banyak kesulitan untuk melakukan uji klinik berbasis Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) atau Good Clinical Practice (GCP) di Indonesia. Survei yang dilakukan BPOM pada 10 sponsor menunjukkan bahwa pihak sponsor mengalami kesulitan untuk mencari peneliti yang kompeten, mengerti GCP dan punya cukup waktu 70

Tiga dari 10 sponsor, menurut survei tersebut: menghadapi masalah dalam pembuatan protokol uji klinik seperti desain, besar sampel dan obat pembanding sedangkan dua dari 10 sponsor mengaku bermasalah dalam pembuatan informed consent yang cocok dalam bahasa awam BPOM: untuk memacu perkembangan pelaksanaan uji klinik obat yang lebih baik di Indonesia perlu dilakukan peningkatan kompetensi para dokter peneliti dalam metodologi uji klinik dan GCP. Dalam hal ini Departemen Kesehatan dan BPOM, juga harus membuat peraturan untuk memastikan bahwa uji klinik hanya boleh dilakukan oleh klinisi yang sudah bersertifikat GCP saja. 71