BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih,

Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol,

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lawan kata dari minuman keras. Minuman ini banyak disukai karena rasanya yang

BAHAN TAMBAHAN PANGAN (FOOD ADDITIVE)

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2. (1) dan (2) (1) dan (4) (2) dan (3) (3) dan (4)

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Zat Aditif : Zat zat yg ditambahkan pada makanan atau minuman pada proses pengolahan,pengemasan atau penyimpanan dengan tujuan tertentu.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue busa (bahasa Belanda: schuimpje, bahasa Inggris: meringue) adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jamu beras kencur dapat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh, dan dapat

I. PENDAHULUAN. secara tradisional (Suryadarma, 2008). Cotton (1996) menyatakan bahwa, kajian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 208/MENKES/PER/IV/r985

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas

RINGKASAN Herlina Gita Astuti.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Makanan/Minuman jajanan adalah makanan/minuman. mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENETAPAN KADAR SIKLAMAT PADA BEBERAPA MINUMAN RINGAN KEMASAN GELAS DENGAN METODA GRAVIMETRI

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jelly adalah produk minuman semi padat yang terbuat dari sari buah-buahan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

Zat Aditif pada Makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Ilotidea, Tualango, Tabumela, Tenggela dan Tilote. Kecamatan Tilango memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kuesioner Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2003: 27), Belajar adalah modifikasi atau memperteguh perlakuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang terkandung di dalamnya dalam jangka panjang.

Pengaturan & Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

1. Pernyataan berikut yang merupakan teori atom Dalton adalah... A. Atom adalah bagian terkecil dari materi yang tidak dapat dibagi lagi. B.

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan.

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive)

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi setiap hari. Untuk memenuhi kebutuhan ini, produsen berlombalomba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Madu merupakan cairan kental seperti sirup bewarna cokelat kuning muda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri nata dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

SEMINAR SAFETY DAN HALAL Kamis, 2 Juni 2016 Di Hotel Gracia Semarang

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Teh merupakan salah satu dari jenis produk minuman yang dikenal dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : T22IMENKES/PERiIX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keamanan Pangan 1. Definisi Pangan Pangan adalah istilah umum untuk semua yang dapat dijadikan makanan (Sunita, 2001). Sedangkan menurut Sagung Seto, pangan adalah kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis. 2. Keamanan Pangan Menurut Undang-Undang No.7/1996 yang dikutip oleh Elisabet (2009) tentang pangan, bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan keselamatan manusia. Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu teknologi, maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak produksi, diolah, ditangani, diangkat, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan kepada konsumen. Berbagai jenis atau produk pangan mungkin dapat menimbulkan masalah keamanan pangan. (Seto, 2001) 4

3. Penyebab Ketidakamanan Pangan Penyebab ketidakamanan pangan adalah : a. Segi gizi, jika kandungan gizinya berlebihan yang dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif seperti jantung, kanker dan diabetes. b. Segi kontaminasi, jika pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme ataupun bahan-bahan kimia Penyebab makanan tersebut berbahaya adalah karena, makanan tersebut dicemari zat-zat yang membahayakan kehidupan dan juga karena di dalam makanan itu sendiri telah terdapat zat-zat yang membahayakan kesehatan. (Purba, 2009) 2.2 Bahan Tambahan Makanan 1. Definisi Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88 No 1168/Menkes/per/IX/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Bahan tambahan makanan merupakan bahan kimia yang secara legal ditambahkan pada makanan untuk melengkapi tujuan secara teknologi dan aman untuk manusia (Mukono, 2000) Pemakaian bahan tambahan pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan, sementara pengawasnnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). Di Amerika, keduanya dilakukan oleh Food and Drug Administration (Cahyo dan Diaa, 2006) 2. Sifat Bahan Tambahan Pangan Menurut Winarno (1991), bahan tambahan pangan atau food additive yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat berikut : a. Dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut b. Tidak mengurangi zat-zat essensial dalam makanan c. Dapat mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan dan menarik bagi konsumen 3. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi, 2008) Dalam kehidupan sehari-hari bahan tambahan pangan sudah umum digunakan namun sering terjadi kontroversi karena banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan serta melebihi dari dosis yang diizinkan dalam industri. Secara khusus tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah untuk : a. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.

b. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut c. Memberikan warna dan aroma lebih menarik d. Meningkatkan kualitas pangan e. Menghemat biaya 4. Pengelompokkan Bahan Tambahan Makanan Menurut Cahyadi (2008), pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu sebagai berikut : 1) Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras 2) Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida dan rodentisida), antibiotik atau hidrokarbon aromatik polisiklis. Berdasarkan tujuan penggunaannya dalam pangan, pengelompokkan bahan tambahan pangan yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut :

1. Pewarna, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contoh pewarna sintetik adalah amaranth, indigotine,dan nafthol yellow. 2. Pengawet, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Contohnya asam asetat, asam propionat dan asam benzoat. 3. Pemanis buatan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi. Contohnya adalah sakarin, siklamat dan aspartam 4. Antioksidan yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menghambat atau mencegah proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikkan. Contohnya TBHQ (tertiary butylhydroquinon). 5. Antikempal, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah menggumpalnya makanan serbuk, tepung atau bubuk, contohnya adalah kalium silikat 6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya monosodium glutamate (MSG). 7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat asam makanan. Contohnya agar, alginate, lesitine dan gum.

8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mempercepat proses pemutihan atau pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu pemanggangan. Contohnya adalah asam askorbat 9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. 10. Pengeras yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contohnya adalah kalium sulfat, kalsium klorida dan kalsium glukonat 11. Sekuestan yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam makanan, sehingga memantapkan aroma, warna dan tekstur. Contohnya asam fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium edetat) 12. Bahan tambahan pangan lain yang termasuk bahan tambahan pangan tapi tidak termasuk golongan diatas. Contohnya enzim, penambah gizi dan humektan. Jadi dapat kita ketahui banyak jenis bahan tambahan pangan yang dapat digunakan secara legal. Namun pada kenyataannya masih banyak para produsen makanan yang menggunakan bahan additive terlarang pada makanan terutama makanan kecil. Bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan adalah : 1. Asam borat dan turunannya 2. Asam salisilat dan garamnya

3. Dietilpirokarbonat 4. Dulsin 5. Kalium klorat 6. Kloramphenikol 7. Minyak nabati yang dibrominasi 8. Nitrofurazon 9. Formalin 10. Kalium bromat 2.3 Zat Pemanis 1. Definisi Zat Pemanis Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan (Cahyadi, 2008). Zat pemanis sintesis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah dari pada gula (Winarno, 1997). Sedangkan menurut Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi (SNI-01-0222-1995).

2. Penggolongan Zat Pemanis Zat pemanis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Zat pemanis alami Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officinarum L) dan bit (Beta vulgaris L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa. Beberapa bahan pemanis alam yang sering digunakan antara lain sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa, D-glukosa, D-fruktosa, sorbitol, maniol, gliserol dan glisina (Cahyadi, 2008) b. Zat pemanis buatan atau sintetik Pemanis sintetik adalah bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Beberapa pemanis sintetik yang telah dikenal dan banyak digunkan adalah sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintetis, dan Nitro-propoksi-anilin 3. Tujuan Penggunaan Pemanis Pemanis ditambahkan ke dalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut : a. Sebagai pangan bagi penderita diabetes mellitus karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes mellitus disarankan menggunakan pemanis sintetik untuk menghindari bahaya gula. Dari tahun 1995-1996 digunkan campuran siklamat dan sakarin pada pangan dan minuman bagi penderita diabetes mellitus.

b. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan. Kegemukan merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama kematian. Untuk orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk mengurangi masukan kalori per harinya. Pemanis sintetik merupakan salah satu bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori. c. Sebagai penyalut obat Beberapa obat mempunyai rasa yang tidak menyenangkan, oleh karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat tersebut biasanya dibuat tablet yang bersalut. Pemanis lebih sering digunakan untuk penyalut obat karena umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal. d. Menghindari kerusakan gigi Pada pangan seperti permen lebih sering ditambahkan pemanis sintetis karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih tinggi dibandingkan gula, pamakaian dalam jumlah sedikit saja sudah menimbulkan rasa manis yang diperlukan sehingga tidak merusak gigi. e. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintesis dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi karena pemanis sintesis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya relative murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi di alam. 4. Persyaratan Pemanis dan Efek Terhadap Kesehatan Seperti telah disebutkan, bahwa pemakaian pemanis sintesis masih diragukan keamanannya bagi kesehatan konsumen. Di Indonesia, penggunaan bahan tambahan pangan pemanis, baik jenis maupun jumlahnya diatur dengan

peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Menurut permenkes tersebut, pemanis sintesis adalah bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Bahan pemanis sintesis yang diperbolehkan menurut Permenkes No 722 adalah sakarin, siklamat dan sorbitol. Penggunaan pemanis natural juga dipacu oleh adanya datadata penelitian yang menunjukan efek samping dalam penggunaan pemanis sintesis, yaitu bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2008). Bahan pemanis sintetis yang diizinkan sesuai peraturan : Nama Pemanis Sintetis ADI Jenis Bahan Makanan Aspartam *) 0-40 mg - - Sakarin (serta garam Natrium) 0-2,5 mg Makanan berkalori rendah : a. Permen karet b. Permen c. Saus d. Es lilin e. Jem dan Jeli f. Minuman ringan g. Minuman yoghurt h. Es krim dan sejenisnya i. Minuman ringan Terfermentasi Batas Maksimal Penggunaan 50 mg/kg (sakarin) 100 mg/kg (Na-sakarin) 300 mg/kg (Na-sakarin) 300 mg/kg (Na-sakarin) 200 mg/kg (Na-sakarin) 300 mg/kg (Na-sakarin) 300 mg/kg (Na-sakarin) 200 mg/kg (Na-sakarin) 50 mg/kg (sakarin)

Siklamat (serta garam natrium dan garam kalsium) Makanan berkalori rendah : a. Permen karet b. Permen c. Saus d. Es krim dan sejenisnya e. Es lilin f. Jem dan jeli g. Minuman ringan h. Minuman yoghurt i. Minuman ringan terfermentasi 500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat 2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat 2.4 Aspartam Aspartam ditemukan secara tidak sengaja oleh James Schulter pada tahun1965, ketika mensintesis obat-obat untuk bisul dan borok. Aspartam adalah senyawa metil ester dipeptida, yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus C 14 H 16 N 2 O 5 memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa. Aspartam yang memiliki nama dagang equal, merupakan salah satu bahan tambahan pangan telah melalui berbagai uji yang mendalam dan menyeluruh aman bagi penderita diabetes mellitus. Sejak tahun1981 telah diizinkan untuk dipasarkan. Pada penggunaan dalam minuman ringan, aspartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu lama akan mengakibatkan turunnya rasa manis. Selain

itu, aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui bahan pangan. NH2 HCOO - CH2 CH HN C = O H C CH2 O = C O CH3 Gambar 1. Struktur kimia Aspartam Konsumsi harian yang aman untuk orang dewasa adalah 40 mg/kg berat badan. Peraturan Permenkes no. 722 Tahun 1988 tidak menyebutkan jumlah aspartame yang boleh ditambahkan ke dalam pangan. Hal ini berarti bahwa aspartam masih dianggap aman untuk dikonsumsi (Cahyadi, 2008). Aspartam tersusun oleh asam amino sehingga didalam tubuh akan mengalami metabolisme seperti halnya asam amino pada umumnya. Bagi penderita penyakit keturunan yang berhubungan dengan kelemahan mental (phenil keton urea/pku) dilarang untuk mengkonsumsi aspartam karena adanya fenilalanin yang tidak dapat dimetabolisme oleh penyakit tersebut. Kelebihan fenilalanin dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan otak dan pada akhirnya akan mengakibatkan cacat mental.

Aspartam merupakan salah satu bahan tambahan makanan yang telah mengalami uji dan percobaan yang mendalam serta menyeluruh dan telah disetujui oleh US-FDA. Berdasarkan hasil penelitian bahwa konsumsi aspartame tidak menyebabkan gangguan atau kerusakkan pada otak yang berakibat cacat mental, endocrine discfunction, atau kedua-duanya. Pada tahun 1983, izin baru dikeluarkan bagi aspartam untuk digunakan dalam minuman penyegar (Winarno, 1994). Selain itu aspartame juga menyebabkan pengerasan otak dan sum-sum tulang belakang, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, masalah jantung, mual, muntah, insomnia, gelisah, tumor otak, multiple sklerosis bahkan cacat mental (Widodo, 2011) 2.5 Minuman Serbuk Minuman serbuk adalah produk pangan yang berbentuk butiran-butiran. Penggunaannya dengan melarutan butiran-butiran halus tersebut dalam air (bisa air panas maupun dingin) sesuai kebutuhan. 1. Bahan baku minuman serbuk Bahan baku minuman serbuk yang biasa terdapat pada minuman serbuk kemasan yang beredar dipasaran yaitu: serbuk jeruk, sukrosa, pengatur keasaman (as. Sitrat dan Na. sitrat), perisa jeruk, mineral trikalsium fosfat, premix vitamin dan pemanis aspartam. 2. Proses pembuatan minuman serbuk Sebagian besar industri menggunakan teknologi spray drayer. Spray drayer mempunyai prinsip kerja dengan menyemprotkan atomizer. Cairan tersebut akan dilewatkan dalam aliran gas panas dalam tabung. Akibatnya air dalam

tetesan bisa menguap dengan cepat dan yang tertinggal hanya serbuk atau bubuk yang kering (Anneahira, 2011) 2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu. KCKT paling sering digunakan untuk; menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa zat aktif obat dan memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan. Kromatografi merupakan teknik yang mana solute atau zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatorafi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Kromatografi cair sukses pada suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel (Gandjar, 2007). Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu; wadah fase gerak, system penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel, kolom, detector, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung dan suatu computer atau integrator atau perekam. Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan methanol atau campuran air dengan asetonitril. Dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut jenis alcohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik. Untuk fase diam, Oktadesil silica (ODS atau C 18 ) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi (Gandjar, 2007).