BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan daya tawar. Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. umum. Diantaranya pembangunan Kantor Pemerintah, jalan umum, tempat

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan guna

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. 1. dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara hukum. Hal ini tertera pada Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang ekonomi mendukung tumbuhnya dunia usaha. menghasilkan berbagai macam barang dan/atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. merdeka dan berdaulat yang mempunyai tujuan dalam pemerintahannya. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena tanah

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kototangah Kota Padang Provinsi Sumatera Barat, pada Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapi.

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera,

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan. Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. dalam konsep kesejahteraan (welfare) dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf sebagai perbuatan hukum sudah lama melembaga dan dipraktikan

BAB I PENDAHULUAN. iklan. Saat ini iklan telah berkembang menjadi suatu sistem komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang atau jasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan Indonesia dewasa ini dalam berbagai bidang sangat pesat,

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut sebagai UUPK). 2 Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan da

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat, dimana Perbankan Syari ah mendapatkan respon yang positif oleh

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB III METODE PENELITIAN. sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kekayaan alam yang tersedia di dalam bumi ini. Salah satu sumber daya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini terjadi perkembangan perekonomian yang sangat pesat dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan semakin meningkat pola produktifitas dari kalangan dunia usaha dan perusahaan, baik terhadap produksi barang maupun bisnis jasa-jasa tertentu. Barang maupun jasa tersebut mengalami variasi, baik terhadap barang-barang produktif maupun terhadap barang-barang konsumtif. Begitu pula dengan bisnis jasa, selalu mengalami berbagai perkembangan dan peningkatan baik dibidang jasa transportasi, jasa wisata, jasa ketenagakerjaan maupun jasa dalam bidang Keuangan Perbankan dan Lembaga Pembiayaan. Kita juga dihadapkan dengan sejumlah persoalan yang berkaitan dengan aktifitas pelaku usaha atau produsen tersebut terhadap pengguna barang dan/atau jasa yang mereka produksi dan diperdagangkan, yaitu pihak konsumen sebagai pengguna barang dan/atau jasa. Kemudahan yang ditawarkan oleh pelaku usaha sebagai produsen seringkali berbenturan dengan rendahnya tingkat kesadaran dan ketelitian konsumen, sehingga hal ini cenderung mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara tingkat kesadaran dan ketelitian konsumen, sehingga hal ini cenderung mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara tingkat kesadaran dan pengetahuan konsumen dengan kepedulian dan tanggungjawab pelaku usaha atau produsen dalam memproduksi, mempromosikan dan memperdagangkan barang dan jasa yang akan dipergunakan oleh masyarakat selaku konsumen.

Kegiatan bisnis yang dikelola oleh lembaga keuangan kita, baik lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank maupun lembaga pembiayaan. Seringkali hubungan hukum yang terjadi antara mereka sebagai Pelaku Usaha dan/atau produsen dalam bidang jasa keuangan dengan nasabah pengguna jasa sebagai konsumen menghadapi berbagai persoalan yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak, terutama konsumen seringkali dianggap sebagai pihak yang lemah berhadapan dengan pelaku usaha atau kalangan perusahaan yang dianggap lebih kuat. Sebagai suatu kegiatan bisnis, maka hubungan antara pelaku usaha dan konsumen sebagai pengguna jasa tercipta melalui sebuah hubungan hukum, baik yang terlahir dari Undang-Undang maupun yang tercipta dari perjanjian yang menimbulkan sejumlah hak dan kewajiban diantara keduanya. Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 1 Disamping itu menurut Subekti Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain dan pihak lain tersebut berhak untuk memenuhi tuntutan itu. 2 Dengan terikatnya para pihak dalam suatu perjanjian, maka para pihak harus melaksanakannya. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku seperti Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Dari hal tersebut tentunya konsumen memiliki resiko yang lebih besar dari pada pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak dan posisi konsumen sangat lemah, terhadap posisi konsumen tersebut ia harus dilindungi oleh hukum, yang harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen. 1 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2008,hlm,. 160. 2 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Intermasa, 1987, hlm,. 1.

Perlindungan terhadap konsumen merupakan suatu hal yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut dengan UU Perlindungan Konsumen). Pasal 1 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukkan pilihannya terhadap suatu barang dan jasa kebutuhanya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. 3 Apabila kerugian disebabkan oleh pelaku usaha, konsumen dapat meminta pertanggung jawaban kepada pelaku usaha tersebut, yang dicantumkan dalam Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakkan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, atas penjelasan tersebut sudah cukup bagi konsumen untuk menuntut haknya, tanpa takut lagi untuk mencari keadilan. Seperti yang diketahui UU Perlindungan Konsumen juga mengatur masalah penyelesaian sengketa konsumen yang dijelaskan dalam Pasal 45 ayat (1) disebutkan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum, selanjutnya dalam Pasal 45 ayat (2) juga menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan dan diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. UU Perlindungan Konsumen mengatur mengenai 3 AZ. Nasution, 2003, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, dalam Jurnal Teropong, Edisi Mei, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 6-7.

keberadaan lembaga penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan yang disebut dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen diluar pengadilan. Apabila merasa haknya sebagai konsumen merasa sangat dirugikan, maka akhirnya konsumen tersebut melakukan pegaduan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Konsumen lebih memilih penyelesaian sengketanya diselesaikan diluar Pengadilan ketimbang melalui Pengadilan Negeri. Penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dapat dilakukan dengan menggunakan 3 cara yaitu mediasi, konsoliasi dan arbitrase sesuai dengan Pasal 3 huruf (a) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001. Upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang ditempuh oleh konsumen dan pelaku usaha karena, penyelesaian sengketa melalui Pengadilan lambat, biaya perkara mahal, pengadilan biasanya tidak responsif, putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah dan kemampuan hakim yang bersifat generalis, karena itu upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan merupakan cara yang tepat dan lebih menguntungkan karena prinsip penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah cepat, murah dan sederhana. Didasari keinginan untuk memperoleh putusan secara cepat, maka setiap pihak yang berperkara memilih upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan salah satu penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang diminati oleh pihak-pihak yang sedang dalam perkara perdata adalah menggunakan cara arbitrase. Menurut Pasal 1 ayat (11) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa

konsumen diluar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Keputusan yang dikeluarkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tidak hanya diatur didalam UU Perlindungan Konsumen saja, namun juga terdapat di dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/2001, sebagaimana yang dimaksud terdapat didalam Pasal 54 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen dan Pasal 42 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen menyatakan bahwa putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan putusan yang final dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pada saat ini masalah perlindungan konsumen semakin sering dibicarakan, permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan masyarakat, karena banyaknya pihak konsumen yang dirugikan oleh perilaku curang yang dilakukan pelaku usaha. Seperti didalam Lembaga Pembiayaan, salah satunya dibidang usaha Pembiayaan Konsumen, saat ini banyak ditemukan tindakan pelaku usaha yang merugikan konsumen khususnya di sektor jasa keuangan. Pengaturan tentang pembiayaan konsumen diatur didalam Keppres No.61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK/.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, dilakukan perubahan dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan lalu dilakukan perubahan lagi dengan dikeluarkanya Peraturan Menteri Keuangan RI No. 130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk

Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Setelah beberapa kali dilakukan perubahan mengenai peraturan pembiayaan konsumen terakhir dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Di Kota Padang untuk kasus-kasus yang menyangkut pemberian perlindungan terhadap konsumen ditangani oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Padang. Kasus yang ditangani oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ini, bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Berdasarkan penelusuran, terhadap kasus yang telah diperoleh dari kantor Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Padang dengan nomor perkara 019/P3K/III/2015, timbul persoalan antara pihak penggugat yang disebut sebagai konsumen dengan pihak tergugat (PT. MPM Finance Padang) yang disebut sebagai pelaku usaha, dimana pihak penggugat telah melakukan pelunasan terhadap cicilan dengan menjadikan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) atas nama penggugat sebagai jaminan, tetapi pihak tergugat tidak bersedia mengembalikannya, dengan alasan bahwa pengugat bukan konsumen yang menikmati jasa pembiayaan dan/atau bukan pihak yang menerima kuasa dari konsumen yang menikmati jasa pembiayaan. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji permasalahan tersebut kedalam bentuk penelitian skripsi dengan judul PELAKSANAAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN PADA PERKARA NOMOR : 019/P3K/III/2015 DI KOTA PADANG. B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan yang akan diangkat sebagai berikut: 1. Bagaimana Prosedur Penyelesaian Sengketa Pada Perkara No: 019/P3K/III/2015 di BPSK Kota Padang? 2. Apa Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara No: 019/P3K/III/2015 di Kota Padang? 3. Bagaimana Pelaksanaan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terhadap Perakara No: 019/P3K/III/2015 di Kota Padang? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui Prosedur Penyelesaian Sengketa Pada Perkara No: 019/P3K/III/2015 di BPSK Kota Padang. 2. Untuk mengetahui Apa Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara No: 019/P3K/III/2015 di Kota Padang. 3. Untuk mengetahui Pelaksanaan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terhadap Perakara No: 019/P3K/III/2015 di Kota Padang. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat penulis ambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis a. Untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka pengembangan disiplin ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum perdata bisnis.

b. Penulis mengharapkan tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, yaitu sebagai sumbangan pemikiran dalam kerangka hukum Indonesia agar masyarakat paham mengenai Perlindungan Konsumen. c. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Andalas. 2) Manfaat Praktis a. Untuk memberikan informasi akurat kepada masyarakat mengenai hak-hak dan tanggung jawab sebagai konsumen. b. Untuk Memberikan landasan hukum yang jelas bagi Praktisi, Pemerintah, Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta penegak hukum dalam menentukan kebijakankebijakan yang harus diambil dalam memecahkan masalah yang terkait dengan penelitian ini. E. Metode Penelitian Penelitian merupakan saran yang dipergunakan manusia untuk memperkuat, membina dan mengembangkan ilmu pengetahuan. 4 Inti dari metode penelitian dalam setiap penelitian adalah menguraikan tentang cara bagaimana suatu penelitian hukum itu dapat dilakukan. 5 Untuk itu metode yang digunakan harus disesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan sejalan dengan objek yang diteliti. Untuk memperoleh data yang maksimal dalam penelitian dan penulisan ini sehingga tercapai tujuan yang diharapkan maka, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Metode Pendekatan 4 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 3. 5 Bambang Waluyo, Penelitian Dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 17.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris atau pendekatan empiris, yaitu pendekatan penelitian yang dilakukan dengan melihat dan mengkaji bagaimana suatu aturan diimplementasikan dilapangan dan penelitian ini menggunakan bahan kepustakaan atau data sekunder sebagai data awalnya kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan. Dengan perkataan lain, pendekatan yuridis-empiris akan melihat bagaimana penerapan hukum dalam permasalahan yang akan diteliti. 2. Sumber Data dan Jenis Data a. Sumber Data 1) Penelitian Kepustakaan (library research) Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian. 6 Penelitian ini bersumber pada buku atau literatur serta Undang-Undang yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Studi kepustakaan dilakukan di beberapa tempat yaitu Pustaka Pusat Universitas Andalas, Pustaka Fakultas Hukum Universitas Andalas maupun sumber data bahan bacaan lainnya. 2) Penelitian lapangan (field research) Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh melalui informasi dan pendapat-pendapat dari responden yang ditentukan secara purposive sampling (ditentukan oleh peneliti berdasarkan kemauannya) dan/atau random sampling (ditentukan oleh peneliti secara acak). 7 Penelitian lapangan dilakukan di kantor dan instansi yang terkait dengan penelitian ini yakni Kantor Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Padang. b. Jenis Data 6 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 106. 7 Ibid, hlm. 107.

1. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian, untuk data primer, pengumpulan datanya dilakukan dengan cara mengadakan wawancara (interview), yaitu dengan cara melakukan tanya jawab kepada pihak-pihak yang terkait ataupun yang menangani sengketa konsumen ini. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Data sekunder hanya berfungsi sebagai pendukung terhadap data primer. Data sekunder ini dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Bahan Hukum Primer, adalah bahan hukum yang isinya bersifat mengikat, memiliki kekuatan hukum serta dikeluarkan atau dirumuskan oleh pemerintah dan pihak lainnya yang berwenang untuk itu. Secara sederhana bahan hukum primer merupakan semua ketentuan yang ada berkaitan dengan pokok pembahasan, bentuk undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer sebagai berikut : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen). 3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 4. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 350 MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenag Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). 5. Peraturan-peraturan yang terkait dengan penulisan Skripsi ini.

b) Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan-bahan yang memberikan penjelasan kepada bahan hukum primer atau keterangan-keterangan mengenai peraturan perundang-undangan, berbentuk buku-buku yang ditulis para sarjana hukum, literatur-literatur hasil penelitian yang telah dipublikasikan, jurnal-jurnal hukum dan lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian. c) Bahan Hukum Tersier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus hukum, ensiklopedia dan browsing internet yang digunakan untuk membantu penulis dalam menterjemahkan istilah yang digunakan dalam penulisan ini. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini di dapat dari kamus hukum serta browsing internet yang membantu penulis untuk mendapatkan bahan untuk penulisan yang berhubungan dengan masalah penelitian. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Dokumen Studi dokumen yaitu dengan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen, atau bahanbahan yang berkaitan dengan penelitian seperti, putusan hakim dan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Informasi di peroleh dari Badan Penyelesaian Konsumen Sengketa. b. Wawancara (interview) Wawancara (interview) dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab terhadap kedua belah pihak, yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian. Menurut Rianto Adi, wawancara dilakukan dengan jalan komunikasi yakni dengan melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (responden) baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. 8 Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini adalah melalui wawancara semi terstruktur (semi 8 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004, hlm. 72.

structured interview) dengan menggunakan pedoman wawancara (interview s guidance) untuk menggali sebanyak-banyaknya informasi yang diperoleh dari para responden. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, pelaku usaha dan konsumen. 4. Teknik Pengolahan Data a. Editing Lazimnya editing dilakukan terhadap kuesioner-kuesioner yang disusun terstruktur dan yang pengisiannya melalui wawancara formal. 9 Data yang diperoleh akan diiedit terlebih dahulu untuk mengetahui data tersebut sudah cukup baik atau sudah lengkap. Dilakukan dengan menyusun kembali, meneliti dan mengoreksi atau melakukan pemeriksaan hasil penelitian dan di dapat suatu kesimpulan b. Coding Coding yaitu proses untuk mengklasifikasi jawaban-jawaban para responden menurut kriteria atau macam yang telah ditetapkan. 10 Coding dilakukan setelah proses editing telah selesai dilakukan dan data yang diperoleh telah dianggap rapi dan memadai sebagai data yang baik. Coding dilakukan agar data yang diperoleh lebih mudah untuk dianalisis oleh peneliti dalam penelitian ini. 5. Analisis Data Berdasarkan data-data yang telah berhasil dikumpulkan, baik data primer maupun data sekunder, dapat ditarik suatu kesimpulan untuk dianalisa. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu data yang tidak berupa angka sehingga tidak menggunakan rumus statistik tetapi menilai berdasarkan logika dan diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang 9 Soejono Soekanto, Op Cit. hlm. 126. 10 Ibid. hlm 126.

kemudian dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan, pendapat para sarjana, pendapat pihak terkait dan logika dari penulis. F. Sistematika Penulisan Untuk lebih memudahkan pemahaman dalam tulisan ini, maka disini akan diuraikan secara garis besar dan sistematis mengenai hal-hal yang akan diuraikan lebih lanjut. BAB I : PENDAHULUAN Memaparkan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN Tinjauan Kepustakaan berisikan tinjauan-tinjauan umum dan penjelasan umum yang terkait dengan Pelaksanaan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam Pembiayaan Konsumen Pada Perkara Nomor: 019/P3K/III/2015 Di Kota Padang. BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menguraikan serta mengetahui Prosedur Penyelesaian Sengketa pada BPSK Kota Padang, Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Nomor: 019/P3K/III/2015 di Kota Padang dan Pelaksanan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terhadap Perkara Nomor: 019/P3K/III/2015 di Kota Padang. BAB IV: PENUTUP Bab ini merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.