LAPORAN HASIL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN HASIL PENELITIAN

TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

SUSUNAN KEANGGOTAAN KELOMPOK KERJA PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DENPASAR 2015

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU MEMILIH PEMILU 2014 DAN PEMILUKADA 2015

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT. NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut ( Dalam prakteknya secara teknis yang

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat

S A L I N A N. Lampiran : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 03/Kpts/KPU-Kab/ /2012 Tanggal : 7 Mei 2012

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Untuk menghimpun seluruh program dan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Penelitian ini mengkaji tentang Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), proses. pengawasan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam mengawasi

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 12/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

BAB I PENDAHULUAN. rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kota bandung

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17

: Matriks Kinerja dan Pendanaan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM,

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan

BAB I PENDAHULUAN. a. menyebarluaskan informasi kegiatan menyangkut tahapan, jadwal dan program Pemilihan;

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung,

BAB V PENUTUP. 1. KPUD sebagai penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah harus. menjunjung tinggi netralitas. KPUD adalah birokrasi

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. lokasi, pendekatan, bidang ilmu dan sebagainya. Agar suatu penelitian dapat. digunakan harus ditentukan terlebih dahulu.

2 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA PERMASAALAHAN YANG TIMBUL DARI PILKADA 2005 TERKAIT DENGAN PANCASILA

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kualitatif. Alasan penulis menggunakan

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

Transkripsi:

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANGLI 2015

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF Tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah ingin melihat seberapa besar aspek keberhasilan sosialisasi yang dilakukan oleh KPUD Kabupaten Bangli pada pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun 2014 berpengaruh terhadap peningkatan partisipasi dan perilaku pemilih warga. Sejumlah persoalan yang terjadi seputar hubungan keduanya mendorong dilakukannya penelitian ini. Temuan penelitian ini diharapkan menjadi dasar pertimbangan buat KPUD Kabupanten Bangli untuk menentukan kebijakan strategis menuju persiapan pemilukada yang akan datang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kaulitatif dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan menggunakan sumber-sumber data sekunder seperti hasil tulisan mengenai analisa pemilu dan pemilukada sebelumnya. Penelitian yang menggunakan jenis dan metode kulitatif adalah jenis penelitian yang mengandalkan logika berpikir induktif. Memasukan dan mengandalkan banyak data untuk dimasukan kedalam obyek kajian, kemudian dijelaskan dengan konsep-konsep dan teori pendukung sehingga menghasilkan sebuah hasil penelitian. Hasil akhir yang ditemukan dalam penelitian ini; ternyata perilaku memilih warga Bangli tidak ditentukan oleh keberhasilan ataupun kegagalan sosialisasi yang dilakukan oleh KPUD Bangli. Tanpa kedua hal itu tingkat partisipasi mereka tetap tinggi, karena perilaku memilih mereka masih dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap figur yang dicalonkan oleh partai politik. Demikian pula perilaku politik uang terhadap perilaku memilih mereka. Politik uang hampir ada disemua cela, baik dari peserta pemilu maupun dari masyarakat pemilih. Hal yang menarik keberadaan pemilih pemula yang semula tingkat partisipasinya dalam pemilu dikhawatirkan tetapi ternyata sebaliknya sangat tinggi. Kata Kunci : Sosialisasi Pemilu dan Aturan Main KPU, Perilaku Memilih, Politik Uang, dan Partisipasi Politik Pemilih Pemula. iii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i KATA PENGANTAR... ii RINGKASAN EKSEKUTIF... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5 2.1 Kajian Awal Perilaku Pemilih... 5 2.2 Prinsip Pilihan Rasional... 7 2.3 Perilaku Memilih dalam Pemilu Indonesia... 9 2.4 Kriteria Pemilih Rasional... 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 13 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian... 13 3.2 Lokasi Penelitian... 13 3.3 Teknik Pengumpulan Data... 14 3.4 Analisis Data... 14 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 16 4.1 Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu... 17 4.1.1 Data Pemilih... 20 4.1.2 Pendistribusian Logistik... 21 4.2 Perilaku Memilih dan Politik Uang... 25 4.3 Pemahaman Pemilih terhadap Aturan Main Pemilu... 30 4.4 Partisipasi Politik Pemilih Pemula... 32 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 35 5.1 Kesimpulan... 35 5.2 Saran... 36 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Pendekatan-Pendekatan Teori Partisipasi Perilaku Memilih... 12 Gambar 2 Contoh Kartu Pemutakhiran Data Pemilih... 22 Gambar 3. Gambar Coretan Daftar Pemilih yang sudah tidak terdaftar dalam Pemutakhiran data Pemilih.... 22 v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Umum Kepala Daerah atau Pemilukada merupakan sarana yang ditempuh Pemerintah dalam upaya penegakan proses demokratisasi di Indonesia. Warga secara langsung memilih dan menentukan siapa yang berhak menduduki jabatan Kepala Daerah di wilayahnya. Pemilukada mendominasi peran atas penentuan sukses atau gagalnya proses otonomi di suatu daerah karena pelaksanaannya adalah konsekuensi atas desentralisasi kekuasaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Logika desentralisasi membangun komitmen bahwa pada setiap pelaksanaan pemilukada, kekuasaan politik akan cenderung bergerak mendekat dengan warganya karena kalangan inilah yang bertindak sebagai pihak pemilih langsung atas pemimpin daerahnya. Hasil akhir dari pemilukada adalah terpilihnya Kepala Daerah dimana keberadaannya akan bersinergi dengan lembaga dewan guna menghasilkan ragam kebijakan pemerintahan yang berangkat dari kebutuhan rakyat sekaligus melibatkannya sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas pemerintahan. Asumsi penting pemilukada adalah memberi kesempatan pada warganya untuk memilih pemimpin daerahnya secara langsung (Nuryati,2006:26), sehingga demokrasi di tingkat lokal dapat lebih berkembang menuju ke arah yang lebih baik. Hal ini karena masyarakat dapat mengenali lebih dekat para calon pemimpinnya dan pemimpin yang dipilih adalah yang dianggap memiliki kesesuaian dengan preferensi kebutuhannya. Hanya saja pada tataran praktis, seringkali apa yang dipilih warga dalam pemilukada maupun pemilu legislatif justru kontradiktif. Hasil yang diperoleh melahirkan pimpinan daerah yang korup dan tidak berpihak pada kepentingan warga. Januari 2014 Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia merilis data bahwa ada sekitar 318 kepala daerah yang tersangkut korupsi. Pada Juli 2014 angka tersebut bertambah menjadi 330 kepala daerah yang terseret kasus korupsi. Jika hal ini di rata-ratakan dengan jumlah wilayah Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia, ternyata lebih dari separuhnya kepala daerah di Indonesia melakukan tindak korupsi (Kompas, 2 November 2014). Pemilukada sebagai instrumen penguatan desentralisasi dan otonomi daerah ternyata masih banyak menyimpan beragam masalah, baik pada tataran teknis pelaksanaan, perolehan hasil, maupun pasca pemilihan. Ragam problematika tersebut antara lain persaingan tidak sehat, kecurangan pada saat pemungutan dan rekapitulasi suara dari tingkat PPS dan PPK, Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 1

politik uang (money politics) jelang pelaksanaan pemilukada hingga rentannya potensi konflik yang terjadi pasca-penyelenggaraan pemilukada. Bahkan pada studi yang dilakukan Iberamsyah (2007) mencatat pula bahwa praktek pemilukada langsung selama ini telah membawa banyak resiko. Hal tersebut ditinjau dari beberapa parameter, seperti ; praktek politik uang (vote buying) masih marak bahkan ada kencederungan menaik; anggaran besar yang harus ditanggung negara ; ataupun resiko terjadinya konflik horizontal ditengah-tengah masyarakat. Ragam inovasi teknik pemilukada serta pemberlakuan aturan main dalam pelaksanaan pemilukada memang ditempuh oleh lembaga penyelenggara Pemilu. Hanya saja, kondisi ini semuanya tidak akan berarti apa-apa apabila masih belum terdapat kesepahaman dan kesadaran warga atas politik termasuk mengenai penyelenggaraan pemilu maupun pemilukada. Harapannya tentu adanya situasi dimana masyarakat sudah dianggap melek politik sehingga mereka benar-benar memikirkan tanggungjawabnya dalam bernegara termasuk mendukung berjalannya proses demokrasi secara benar salah satunya melalui keikutsertaannya dalam penentuan pimpinan pada daerahnya masing-masing. Tanggung jawab masyarakat inilah yang seharusnya menjadikan pemilu sebagai proses demokrasi yang melahirkan pimpinan yang berintegritas, bermoral serta betul-betul dapat memimpin rakyatnya kedepan dengan baik. KPU Daerah sebagai garda depan pelaksanaan pemilu pada level provinsi, kabupaten maupun kota tentunya menjadi kunci penting bagaimana pelaksanaan pemilukada bisa berjalan baik dan akuntabel. Kinerja KPU daerah yang minim staf penyelenggara tentunya membutuhkan supporting dari beragam kalangan seperti salah satunya dari Perguruan Tinggi. Hal ini mengingat upaya yang harus dibangun dan dilaksanakan KPU Daerah sangatlah kompleks, seperti beberapa diantaranya adalah mensosialisasikan aturan main pemilukada ke masyarakat umum sebagai pemilih, termasuk para peserta pemilukada; verifikasi pemilih dan peserta pemilukada; hingga penetapan hasil pemilukada.tentunya peran yang bisa didukung oleh Perguruan Tinggi kepada KPU Daerah pada konteks ini adalah melaksanakan riset politik terkait efektifitas sosialisasi tentang aturan main pemilukada kepada masyarakat dan peserta pemilukada termasuk pola perilaku pemilih masyarakat yang bermuara pada strategi peningkatan partisipasi pemilih yang ada di wilayahnya. KPU Kabupaten Bangli termasuk salah satu lembaga yang akan melaksanakan perhelatan pemilukada serentak 9 Desember 2015 nanti. KPU Kabupaten Bangli tentunya merasa berkepentingan atas data-data mengenai efektifitas sosialisasi mengenai aturan main pemilu di kalangan masyarakat maupun peserta pemilu. Perolehan data ini menjadi pondasi Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 2

penting terutama dalam menyusun strategi sosialisasi guna peningkatan partisipasi pemilih dalam pemilukada. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana pada kapasitas ini akan menawarkan riset politik berupa pemetaan partisipasi dan perilaku pemilih di Kabupaten Bangli. Pada riset ini akan didalami efektifitas sosialisasi penyelenggaraan pemilukada, dengan mengacu efektifitas kinerja KPU dalam sosialisasi pemilu legislatif tahun 2014 lalu; perilaku memilih warga termasuk kecenderungan kesukarelaan warga dalam menggunakan hak suaranya; sikap pemilih dan peserta pemilu atas berjalannya politik uang; hingga pemahaman masyarakat atas instrumen dan regulasi kepemiluan, termasuk kecenderungan kalangan pemilih pemula dalam memberikan suara pada pemilukada dan kemungkinan terjadinya fenomena golput. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penggunaan tataran metodologi ilmu politik secara kualitatif ini diharapkan akan bisa menghasilkan kesimpulan riset yang komprehensif. Marsh dan Stocker (2010:289) mencatat riset ilmu politik yang mendasarkan pada metode ini tujuannya adalah untuk menjawab aspek-aspek pertanyaan riset yang mendalam secara deskriptif, bahkan menambah kesahihan hasil yang diperoleh dari satu metode. Penelitian mengenai Pemetaan Partisipasi atas Penyelenggaraan Sosialisasi Kepemiluan, Partisipasi dan Perilaku Pemilih di Kabupaten Bangli ini akan didahului dengan pengajuan pertanyaan riset kualititatif yang sebelumnya sudah dibuat melalui daftar pertanyaan tertentu. Pertanyaan ini diajukan pada beberapa kelompok dan individu sasaran yang kesemuanya merupakan narasumber terpilih. Narasumber ini ditetapkan secara purposive sampling dan bisa bertambah sesuai dengan perkembangan isu yang ada di lapangan (teknik snowball). Harapannya, melalui penyebaran atas pertanyaan penelitian ini akan diperoleh gambaran pemahaman dan persepsi masyarakat Bangli terhadap penyelenggaraan pemilukada yang akan digelar dengan mengkombinasikan pengalaman pada pemilu legislatif dan presiden yang sudah berlangsung di tahun 2014. Perolehan atas data ini akan dicari pula pemetaan solusi yang nantinya bisa dikembangkan menjadi strategi KPU Bangli dalam rangka meningkatkan angka partisipasi pemilih dalam Pemilukada Bangli serentak pada 9 Desember 2015 nanti. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini akan berangkat permasalahan bagaimana persepsi masyarakat atas penyelenggaraan sosialisasi kepemiluan, partisipasi dan perilaku pemilih di Kabupaten Bangli pada tahun 2015? Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 3

1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui persepsi masyarakat Bangli atas langkah sosialisasi yang dilaksanakan KPU Kabupaten Bangli pada pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun 2014 yang selanjutnya akan didapatkan rekomendasi atas langkah sosialisasi lanjutan dalam persiapan pemilukada serentak tahun 2015; 2. Melakukan pemetaan partisipasi perilaku pemilih terhadap politik uang, melek politik serta tanggungjawab bernegara dalam proses Pemilukada di Kabupaten Bangli; 3. Mengetahui faktor apakah yang paling berpengaruh dalam perilaku pemilih, politik uang serta pemahaman akan instrumen regulasi kepemiluan di Kabupaten Bangli. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan rekomendasi atas efektifitas sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Bangli terutama dalam menghadapi pemilukada 2015. Hasil penelitian sekaligus diharapkan pula dimanfaatkan oleh partai politik beserta para calon kepala daerah yang akan berkompetisi dalam perhelatan Pemilukada di Kabupaten Bangli terutama terkait dengan perilaku pemilih, politik uang serta pemahaman akan instrumen regulasi kepemiluan di Kabupaten Bangli. Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi perilaku memilih memiliki sejarah panjang. Sejarahnya berkaitan dengan keberhasilan gerakan demokrasi pada abad ke-19. Menyebarnya demokrasi juga berarti menyebarnya pemilu ke berbagai negara. Sejak itu pula hasil pemilu dapat dilihat dalam statistik resmi. 2.1. Kajian Awal Perilaku Pemilih Statistik resmi hasil pemilu ini menjadi dasar analisa studi pemilu pertama. Beberapa kajian di Jerman yang dianggap sebagai tonggak awal dari studi perilaku memilih, antara lain hasil studi Eugen Wuzburger (1907) yang meneliti secara mendalam alasan-alasan golput (Roth,2008:11). Ia menemukan bahwa penyebab utama golput yaitu pemegang hak suara yang berhalangan hadir pada saat hari pemilu. Selain itu, ada pula studi Alois Klockner (1913) yang berusaha melihat hubungan antara agama dan kepercayaan dengan para pemilih Partai Sosial Demokrat (SPD) di Jerman. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa pemeluk agama non-katolik jauh lebih sering memilih SPD dibandingkan mereka yang beragama Katolik. Di luar Jerman, studi perilaku memilih juga berkembang. Beberapa ahli mencoba untuk memadukan studi ini dengan menggunakan pendekatan ilmu lain seperti ekonomi dan geografi. Contohnya adalah Andre Sigfried (1949) berusaha untuk mengaitkan antara perilaku pemilu dengan keadaan geografis di Prancis Barat. Menurutnya ada zona geografis yang berkaitan dengan zona politik. Misalnya dataran rendah dan pegunungan membentuk dua ekstrim yang berbeda baik secara geografis maupun politis. Di daerah pegunungan, masyarakatnya terpencar, lebih religius dan hanya sedikit terpengaruh perubahan sosial ekonomi. Karena itu mereka cenderung memilih parta-partai kanan. Sebaliknya, di dataran rendah, kepdatan penduduk lebih tinggi, jalur lalu lintas dan komunikasi lebih berkembang, perubahan sosial ekonomi lebih banyak terjadi, sehingga mereka cenderung memilih partaipartai kiri. Perkembangan studi ini terus terjadi karena adanya ketertarikan banyak ahli terhadap kajian ini. Di Amerika pada dekade 1920-an analisis statistik korelasi yang biasa digunakan sebagai alat dalam studi ekonomi mulai digunakan dalam studi perilaku memilih (Roth,2008:16). Stuart A Rice tercatat sebagai orang pertama yang menggunakan analisis korelasi dalam studi pemilu. Ia melakukan penelitian di 102 conties di negara bagian Illinois dengan memisahkan perhitungan suara laki-laki dan perempuan. Hasil dari studi ini adalah Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 5

pemilih perempuan lebih sering memilih kandidat dari partai Republik dibandingkan lakilaki, dimana selisih yang diamati hampir identis di semua daerah. Di Jerman, studi pemilu masih terus berkembang. Heberle disebut sebagai peneliti yang meneliti pemilu di Jerman dengan menggunakan analisis statistik yang disempurnakan pada masanya. Ia menemukan ada korelasi antara lapisan sosial dengan pilihan partai. Data yang diperolehnya menunjukan bahwa pemilih NADP kebanyakan berasal dari kelas menengah desa ataupun kota, sedangkan pemilih SPD dan KPD mayoritas berasal dari golongan buruh industri. Itulah masa awal munculnya studi pemilu dan beberapa ilmuan yang mengawalinya. Pada masa berikutnya, studi pemilu yang menggunakan data-data statistik resmi hasil pemilu itu dirasa tidak dapat digunakan untuk menarik kesimpulan mengenai perilaku individu, maka muncul terobosan baru dalam studi pemilu yang mulai berkembang pesat pada tahun 1940an sampai 1950-an, yaitu jajak pendapat individu yang masih sering digunakan hingga sekarang. Beberapa studi mengenai perilaku memilih juga dilakukan banyak ilmuan politik di berbagai belahan dunia. Sebagai contoh ada penelitian mengenai perilaku memilih pada pemilihan presiden langsung di Brazil tahun 1989. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa partai politik bukanlah prediktor yang baik untuk melihat kemenangan kandidat. Dalam pemilihan presiden langsung, faktor figur menjadi sangat sentral (Kinzo,1993:321). Pada dekade 1990an dilakukan sebuah penelitian di Jepang dan New Zeland mengenai perilaku memilih di dua negara yang pada saat itu sedang mengalami perubahan politik tersebut. hasil dari penelitian itu menyebutkan bahwa identifikasi partai politik dan lingkungan politik interpersonal saling mempengaruhi dan berkontribusi pada konsistensi pilihan para pemilih di dua negara itu (Ikeda,2005:521). Sementara perilaku memilih partai politik di Inggris dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor kepemimpinan parpol, perubahan ekonomi dan persepsi masyarakat terhadap isu (Clarke,2004:315). Di Indonesia, tonggak awal studi perilaku memilih dilakukan oleh Cliford Gertz yang melihat pola orientasi sosio religius individu (Gaffar,1992:4). Studi politik aliran yang dikemukakan Geertz itu kemudian menjadi landasan penting bagi studi-studi perilaku memilih berikutnya di Indonesia seperti studi Afan Gaffar yang mengulas tentang perilaku memilih masyarakat pedalaman Jawa pada masa Orde Baru. Gaffar menggunakan hasil penelitian Geertz sebagai kerangka dalam penelitiannya. Hasil penelitian Gaffar menjelaskan perilaku memilih masyarakat Jawa. Berbeda dengan hasil studi perilaku memilih pada masa Orde Baru, studi-studi sejenis pasca Orde Baru yang dilakukan oleh Saiful Mujani dan Liddle memperlihatkan besarnya pengaruh Leadership dan identifikasi partai politik terhadap perilaku memilih masyarakat Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 6

Indonesia pada tahun 1999 dan 2004 (Liddle dan Mujani,2010:37). Tinjauan lain atas perilaku memilih di Indonesia pada pemilu 1999 menemukan bahwa faktor agama dan etnisitas tidak mempengaruhi perilaku memilih di Indonesia (Ananta,2004:376). Perkembangan berikutnya dari studi perilaku memilih di Indonesia cukup menggembirakan, beberapa hasil penelitian mengenai perilaku memilih di luar Jawa kian bermunculan terutama ketika fenomena pilkada atau pemilukada mulai hadir pada tahun 2005 di berbagai wilayah di Indonesia. Fenomena tersebut memang dapat digolongkan baru di Indonesia. Topik ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan termasuk akademisi. Hasil dari perhatian para akademisi atau ilmuan politik terhadap fenomena itu adalah lahirnya beberapa studi yang terkait dengan pemilukada dan perilaku memilih di beberapa wilayah Indonesia. Misalnya, hasil penelitian Ambo Upe (2008:257) di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Pada kesimpulan penelitiannya Upe menyebutkan bahwa perilaku memilih sangat berkaitan dengan stimulus dan pertimbangan subjektif dalam merespon faktor stimulus yang diperolehnya. 2.2. Prinsip Pilihan Rasional Studi lainnya adalah hasil penelitian Jhonsar L. Toruan (2006:155) mengenai perilaku politik pemilih di Sumatra Utara menyertakan faktor primordial, marga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan politik masyarakat Sumatra Utara, namun di kesimpulannya disebutkan bahwa marga bukanlah faktor yang paling dominan dalam menentukan pilihan politik masyarakat. Penelitian yang juga terkait dengan tema pemilukada dan perilaku memilih adalah karya Yudistira Adnyana (2006:104) yang mengkaji perilaku memilih masyarakat Badung saat pilkada Badung tahun 2005. Penelitian Adnyana menyebutkan faktor kasta sebagai salah satu variabel bebas, namun hasil penelitian ini menyatakan bahwa masyarakat Badung memilih Anak Agung Gede Agung sebagai bupati bukan karena beliau berasal dari kasta ksatria, melainkan karena faktor kepemimpinan yang dimilikinya. Hasil penelitian lainnya yang dipublikasikan pada tahun 2008 mengenai pilkada langsung adalah hasil penelitian dari Lingkaran Survei Indonesia melalui kajian bulanan yang dikeluarkan lembaga tersebut. Dalam hasil penelitian yang dipublikasikan itu, diperbandingkan dua pemilukada Provinsi, yaitu pemilihan Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Sumatra Utara pada tahun 2008. Hasil penelitian ini melihat bahwa dua wilayah itu tergolong unik jika dibandingkan dengan wilayah lain yang telah melakukan pemilukada yang pada umumnya mengedepankan figur dibandingkan partai. Pada dua provinsi tersebut terbukti bahwa mesin partai justru berhasil mengangkat figur yang tidak terlalu populer Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 7

hingga berhasil memenangkan pilkada di daerah itu. Di luar pemilukada, studi terbaru mengenai perilaku memilih juga dilakukan dalam konteks Masyarakat Adat Ternate saat pemilu 2009. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa faktor sosiologis sangat mempengaruhi perilaku memilih di wilayah itu saat pemilu 2009 dilaksanakan (Agusmawanda, 2011:28). Selain studi perilaku memilih dalam pilkada di Indonesia, studi mengenai pemilu dan perilaku memilih di berbagai negara juga harus di lihat karena topik utama dalam penelitian ini adalah perilaku memilih. Perilaku memilih masyarakat di negara-negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi tidak sepenuhnya dapat dianalisis dengan teori-teori yang dilahirkan di negara-negara maju. Ada kekhasan sosial masyarakat di negara yang sedang mengalami transisi yang harus diperhatikan dalam menganalisis perilaku pemilih di negara yang bersangkutan (Kaspin,1995:595). Penelitian tentang perilaku memilih di negara yang mengalami transisi dilakukan di Filipina, dan di salah satu negara di kawasan Afrika, yaitu Malawi. Dari hasil penelitian yang berbeda tersebut dapat ditarik satu kesimpulan yang memiliki kemiripan. Perilaku memilih di negara yang sedang mengalami transisi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh isu kebijakan dan orientasi partai, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor isu yang berhubungan dengan kandidat dan juga ikatan-ikatan seperti etnis, daerah asal dan hubungan klientalisme dalam struktur sosial masyarakatnya. Dalam pemilihan kandidat perorangan di Filipina, seperti pemilihan presiden, faktor yang paling kuat mempengaruhi pilihan politik warganya adalah faktor kandidat. Faktor lain yang harus dilihat adalah etnis dari kandidat yang bersangkutan dan struktur patron klien yang masih kental dalam masyarakatnya. Masyarakat lebih suka memilih kandidat yang berasal dari etnis yang sama dengan mereka dan dapat berkomunikasi dengan bahasa etnis yang bersangkutan (Rood,1991:105). Sedangkan di Malawi ditemukan fakta bahwa masyarakat menentukan pilihan politiknya berdasarkan faktor etnis dan daerah asal mereka karena masyarakat mengidentifikasi diri mereka sesuai dengan kekuatan politik masa lalu yang mereka hadirkan kembali dalam perebutan kekuasaan melalui Pemilu (Kaspin,1995:617). Dengan begitu dapat dikatakan bahwa di negara-negara yang mengalami transisi menuju demokrasi ada faktorfaktor yang dominan mempengaruhi perilaku memilih dalam masyarakat, yaitu faktor ikatan sosial seperti etnis dan daerah asal, serta faktor kandidat. Melihat studi-studi yang telah ada mengenai perilaku memilih, melek huruf serta partisipasi berdemokrasi dalam negara baik dalam pilkada di beberapa daerah seperti Sumatra Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 8

Utara, Sulawesi, dan kabupaten Badung-Bali, serta Jawa Barat, maupun di beberapa negara lain, maka riset ini diharapkan dapat melengkapi studi tentang perilaku memilih dengan mengkaji partisipasi pemilih, melek huruf pada masyarakat di Kabupaten-Kabupaten di Bali. Sebelum membahas mengenai perilaku memilih, terlebih dahulu harus dipahami mengenai voting itu sendiri. Kegiatan voting pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan memilih yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya memilih barang (Evans, 2004:3). Tetapi ada satu hal yang harus dicatat dari pilihan tersebut, Ia tidak hanya berimbas pada individu, melainkan memiliki efek kolektif. Inilah menjadi pembeda dasar antara voting dan choice. Jika kita memilih barang di pasar untuk kita beli dan bawa pulang, lalu kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan, maka efeknya akan kita nikmati sendiri. Hal yang demikian tidak terjadi dalam voting. Di dalam teori perilaku memilih terdapat tiga pendekatan yaitu pendekatan sosiologis atau sosial struktural; pendekatan psikologis dan pendekatan pilihan rasional. Penjelasan mengenai masing-masing faktor tersebut akan dijabarkan berikut ini. Pendekatan sosiologis dalam perilaku memilih menyebutkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilu adalah karakteristik dan pengelompokan sosial. Perilaku pemilih seseorang berkenaan dengan kelompok sosial dari mana individu itu berasal (Roth, 2008:25). Hal itu berarti karakteristik sosial menentukan kecenderungan politik seseorang. Pengelompokan sosial yang dimaksud disini adalah usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, kelas sosial ekonomi, kedaerahan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan dalam kelompok-kelompok formal dan informal. Kelompok-kelompok sosial ini dipandang berpengaruh besar dalam keputusan memilih karena kelompokkelompok tersebut berperan dalam pembentukan sikap, persepsi dan orientasi seseorang. Penerapan pendekatan sosiologis dalam perilaku memilih di Indonesia pernah dilakukan oleh Afan Gaffar. Hasil studinya menekankan karakteristik sosial, khususnya orientasi sosioreligius dalam melihat perilaku pemilih di pulau Jawa (Gaffar, 1992:120-121). 2.3. Perilaku Memilih dalam Pemilu Indonesia Penelitian lainnya mengenai perilaku memilih di Indonesia dilakukan dengan melihat pemilu 1999. Hasilnya menyebutkan bahwa ikatan sosial terutama faktor etnis penting untuk diperhatikan saat kita ingin mengamati perilaku memilih masyarakat Indonesia (King, 2003:149). Pentingnya ikatan sosial seperti etnis dalam mempengaruhi pilihan politik rakyat juga dikemukakan oleh Benny Subianto yang meneliti Pilkada di enam kabupaten di Kalimantan Barat. Faktor ini berpengaruh karena loyalitas masyarakat terhadap etnisnya masih tinggi, dan mereka memandang bahwa etnis yang sama berarti memiliki nilai budaya Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 9

yang sama, karenanya perilaku sosial politik dipandang sebagai cermin identitas (Erb dan Sulistiono, 2009:335). Pendekatan psikologis dalam teori perilaku memilih dipelopori oleh August Campbell dari Universitas Michigan Amerika Serikat. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya identifikasi partai dalam mempengaruhi keputusan memilih masyarakat (Cambell,1966:133). Dengan adanya teori identifikasi partai ini seolah-olah perilaku memilih itu tetap. Pemilih dianggap akan selalu memilih kandidat atau partai yang sama tiap kali pemilu dilaksanakan. Makna lainnya bahwa pemilih memiliki pilihan yang menetap tanpa dipengaruhi oleh sosialisasi dan komunikasi politik. Kavanagh menjelaskan konsep identifikasi partai sebagai semacam kedekatan psikologis seseorang dengan satu partai tertentu. Ia menambahkan, konsep identifikasi partai ini mirip dengan loyalitas partai atau kesetiaan seorang pemilih terhadap partai tertentu (Kavagh,1983:88). Seiring bertambahnya usia, identifikasi partai menjadi bertambah stabil dan intensif. Identifikasi partai merupakan orientasi yang permanen dan tidak berubah dari pemilu ke pemilu. Identifikasi partai hanya dapat berubah jika seseorang mengalami perubahan pribadi yang besar atau situasi politik yang luar biasa (Roth,2008:38). Dari hasil penelitiannya itu, Campbell menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara identifikasi partai dengan kehendak untuk memilih kandidat dari partai dimana sang individu mengidentifikasi dirinya. Misalnya kaum Demokrat yang memiliki identifikasi partai yang kuat cenderung memilih calon presiden AS yang diusung partai Demokrat. Demikian juga dengan kaum Republik. Mengenai orientasi isu dan kandidat, logika yang digunakan hampir mirip. Pada orientasi isu, semakin sang pemilih menganggap penting isu-isu tertentu, maka kemungkinan ia akan berpartisipasi dalam pemilu akan lebih besar. Apabila solusi yang diberikan oleh sebuah partai lebih mendekati cara pandang pemilih tersebut, semakin besar pula kemungkinan ia akan memilih partai yang bersangkutan. Dalam orientasi kandidat berlaku hal yang serupa. Semakin sering pemilih mengambil posisi terhadap kandidat-kandidat yang ada, semakin besar pula kemungkinan bahwa ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila pandangan pemilih semakin dekat dengan kandidat dari partai tertentu, maka semakin besar pula kemungkinan ia akan memilih kandidat tersebut. Kesimpulan dari pendekatan psikologi ini adalah preferensi kandidat dan orientasi isu lebih tergantung pada perubahan dan fluktuasi dibandingkan identifikasi partai. Oleh karena itu, peneliti Michigan (Campbell dkk) sejak tahun 1960 memandang identifikasi partai sebagai ikatan partai psikologis dan stabil, yang tidak lagi dipengaruhi oleh faktor pengaruh jangka pendek. Oleh sebab itu, banyak peneliti berikutnya yang mengidentikan pendekatan Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 10

psikologis dengan identifikasi partai, padahal pada mulanya pendekatan psikologis memuat tiga faktor yaitu identifikasi partai, orientasi kandidat dan isu. Belakangan oleh beberapa penulis dan peneliti, orientasi isu dan kandidat dimasukan ke dalam pendekatan pilihan rasional. Terakhir adalah pendekatan pilihan rasional. Pendekatan pilihan rasional seperti yang telah disinggung di atas, menurut sekelompok ilmuan, pendekatan ini terutama berkaitan dengan dua orientasi utama yaitu orientasi isu dan orientasi kandidat (Nursal,2004:64). Orientasi kandidat mengacu pada sikap seseorang terhadap pribadi kandidat tanpa mempedulikan label partai. Pendekatan rasional berorientasi kandidat bisa didasarkan pada kedudukan, informasi, prestasi, dan popularitas pribadi bersangkutan dalam berbagai bidang kehidupan. Bone dan Ranney mengatakan bahwa orientasi kandidat berarti orang memilih calon pemimpin bedasarkan kualitas instrumental dan kualitas simbolik dari calon yang bersangkutan. Kualitas instrumental adalah keyakinan pemilih terhadap kemampuan pribadi kandidat dalam mewujudkan kebaikan bagi masyarakat yang akan dipimpin. Sedangkan kualitas simbolik mengacu pada kepribadian kandidat yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin (Bone dan Ranney, 1981:9). Nursal menegaskan, kualitas figur sering kali menentukan keputusan pilihan dibanding isu karena orang lebih mudah terinformasi oleh fakta mengenai manusia dibandingkan fakta tentang isu. 2.4. Kriteria Pemilih Rasional Sementara sebagian lagi memandang bahwa dua orientasi tersebut dapat dimasukan kependekatan psikologis. Kelompok ini lebih setuju bahwa titik tekan dalam pendekatan pilihan rasional adalah pada pertimbangan untung rugi dari individu pemilih (Evans,2004:69). Terkait dengan itu, Evans menyebutkan adanya beberapa kriteria seorang pemilih untuk dapat dikatakan sebagai pemilih rasional. Setidaknya ada lima kriteria yang ia kemukakan, seperti di bawah ini: 1. Membuat keputusan jika disodorkan beberapa alternatif; 2. Mampu membuat urutan preferensi; 3. Urutan preferensi individu tidak selalu sama antara individu satu dengan yang lainnya; 4. Menjatuhkan pilihan pada sesuatu yang berada di urutan pertama preferensinya; 5. Ketika dihadapkan pada alternatif-alternatif yang sama atau seimbang sehingga ia tak mungkin membuat urutan preferensi, maka individu itu akan cenderung menjatuhkan pilihan pada alternatif yang pernah ia pilih sebelumnya. Berdasarkan paparan di atas, orientasi isu dan orientasi kandidat dapat dilihat sebagai bagian dari dua pendekatan berbeda dalam perilaku memilih. Jika pemilih memilih Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 11

berdasarkan orientasi isu atau kandidat berdasarkan informasi-informasi yang diperolehnya dan kemudian mempertimbangkan untung rugi dari pilihannya maka dalam hal ini orientasi isu dan kandidat dapat dimasukan ke dalam pendekatan pilihan rasional. Jadi perbedaan utama dari pemilih rasional dan yang bukan terletak pada informasi yang dikumpulkan oleh pemilih untuk kemudian dipergunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menetukan pilihan. Di akhir dari rangkaian itu, pemilih rasional biasanya mempertimbangkan untung rugi dari pilihannya itu. Pada kriteria tersebut, ada juga penulis yang mengatakan bahwa pemilih rasional itu sejatinya tidak pernah ada karena pemilih cenderung menerima informasi secara pasif dan lebih mudah mencerna informasi mengenai personal kandidat dibandingkan fakta mengenai isu tertentu (Shenkman,2008:43). Sehingga informasi yang dikumpulkan pemilih tidak ada yang sepenuhnya lengkap. Secara singkat, pendekatan-pendekatan dalam teori perilaku memilih dapat digambarkan dengan bagan berikut ini: Partisipasi Pemilih Dalam Pemilukada Sosialisasi Penyelenggara Pemilu Perilaku Memilih dan Politik Uang Pemahaman Aturan Main penyelenggara Pemilu Partisipasi Pemilih Pemula Gambar 1. Pendekatan-Pendekatan Teori Partisipasi Perilaku Memilih Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian Dalam memutuskan bagaimana meneliti sebuah fenomena, seorang ilmuwan politik sebagaimana ilmuwan sosial yang lain dihadapkan dengan sejumlah besar strategi dan metode riset. Dalam ilmu politik, tidak ada metode yang lebih unggul dan lebih baik dibanding metode lain, karena metode-metode tersebut memiliki karakteristik tertentu dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, permasalahannya bukan pada memilih metode yang terbaik, namun pada pemilihan metode yang paling tepat dan sesuai dengan jenis dan sifat penelitian yang dilakukan. Ada beberapa metode yang sering dipergunakan dalam ilmu politik. metode-metode tersebut antara lain metode kualitatif, metode kuantitatif, serta metode komparatif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, karena sebagaimana dikemukakan oleh Atmaja (2005), metode penelitian yang paling tepat untuk penelitian yang menekankan pada aspek pemahaman adalah metode penelitian kualitatif. Selain itu, metode penelitian kualitatif dirasakan paling tepat untuk mengumpulkan data mengenai permasalahan yang diangkat pada fenomena sosial politik. Kekuatan metode kualitatif terletak pada pemilihan narasumber yang didasarkan pada kemampuannya dalam menjelaskan permasalahan yang ada. Selain itu, metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk menggali lebih dalam mengenai permasalahan yang diangkat (Harrison, 2009:104). Dalam penelitian ini, akan dianalisa mengenai persepsi masyarakat atas penyelenggaraan sosialisasi kepemiluan, partisipasi dan perilaku pemilih di Kabupaten Bangli pada tahun 2015. Penelitian ini juga akan memanfaatkan sumber tertulis yang berasal dari dokumen, majalah, surat kabar, maupun jurnal, sedangkan sumber lisan didapatkan dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat, perbekel, kelian desa adat dan desa dinas, partai politik, anggota dewan, CSO, serta warga masyarakat Bangli yang sempat menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pemilu, seperti PPS, PPK dan sebagainya. 3.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan mengambil lokasi di Kabupaten Bangli. Kabupaten ini akan menyelenggarakan perhelatan pemilukada serentak pada tanggal 9 Desember 2015 mendatang. Objek pengamatan yang menjadi fokus kajian dalam riset ini adalah persepsi Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 13

masyarakat atas penyelenggaraan sosialisasi kepemiluan, partisipasi dan perilaku pemilih di Kabupaten Bangli pada tahun 2015. 3.3. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang lengkap dan komprehensif, pengumpulan data untuk maka riset studi kasus ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu : wawancara mendalam (depth interview), dan studi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu seputar kegiatan di lapangan. Wawancara dilakukan terhadap informan kunci (key informan) yang dianggap mengerti dan memahami berbagai isu dan masalah yang menjadi fokus perhatian dari penelitian ini, seperti tokoh masyarakat, perbekel, kelian desa adat dan desa dinas, partai politik, anggota dewan, CSO, serta warga masyarakat Bangli yang sempat menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pemilu. Narasumber diperoleh dengan metode purposive sampling yaitu mewawancarai tokoh yang dianggap kompeten dengan permasalahan. Selanjutnya untuk melengkapi data yang ada ditemui pula narasumber lain yang diperoleh dengan metode snow ball yang diberikan oleh narasumber utama (narasumber kunci). Pada kalangan ini, akan diberikan pertanyaan yang telah dibuat peneliti dengan kajian persepsi terhadap penyelenggaraan sosialisasi kepemiluan oleh KPUD, perilaku memilih terkait dengan praktek politik uang, melek politik dan partisipasi dalam memilih khususnya yang diarahkan pada persiapan pemilukada di Bangli. 3.4. Analisis Data Data-data yang telah dikumpulkan baik data primer maupun sekunder yang diperoleh dari hasil wawancara, studi dokumen maupun observasi, kemudian disusun secara sistematis sesuai dengan kategori atau tema-tema tertentu setelah dilakukan reduksi padanya. Hasil reduksi tersebut kemudian didisplay sesuai dengan kategori atau tema tertentu agar mudah difahami, sehingga akhirnya dapat diambil pemahaman-pemahaman darinya sebagai bahan untuk membuat kesimpulan. Proses pengumpulan data, reduksi, display data dan penarikan kesimpulan bukanlah sesuatu yang berlangsung linear melainkan sebuah siklus interaktif atau bersifat timbal balik yang tidak terpisahkan, sebagaimana diagram berikut : Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 14

Pengumpulan Data Reduksi Data Display Data Penggambaran/Kesimpulan Proses analisis data sampai dengan pengambilan kesimpulan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : a. deskripsi, yaitu merentang karakteristik baik persamaan maupun perbedaan dari masing-masing data dalam kategori tertentu. b. formulasi, yaitu menemukan tendensi-tendensi atau pola-pola hubungan antar elemen atau variabel dari tiap kategori. c. interpretasi, yaitu analisis mengenai mengapa dan bagaimana karakteristik atau tendensi-tendensi tersebut dapat terjadi, yang dalam hal ini akan dibantu dengan penggunaan teori-teori yang relevan. Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 15

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Partisipasi politik adalah salah satu mekanisme pembagian kekuasaan secara vertikal antara negara dengan warganya. Namun bukan dalam arti pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang menjalankan kekuasaan, partisipasi politik disini merujuk kepada aktifitas politik warga negara dengan tujuan mengawasi dan mengontrol para penguasanya. Oleh karena itu, partisipasi politik sangat dibutuhkan karena merupakan penanda ada tidaknya legitimasi kekuasaan negara. Perkembangan partisipasi politik di Indonesia sangat berbeda dari periode ke periode. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, partisipasi politik mengambil berbagai bentuk organisasi masa, baik serikat buruh, organisasi berbasis agama, etnisitas, kelas sosial, ideologi, maupun profesi. Ketertutupan negara kolonial terhadap partisipasi politik membuat gerak organisasi-organisasi tersebut terbatas dan mereka yang berupaya mengkritik pemerintah dipenjarakan. Namun dalam periode kepartaian selama sepuluh tahun pasca kemerdekaan, partisipasi politik mewujud penuh, kedalam partiapasi terbuka, seperti partai politik berperan dominan, kompetisi politik terbuka, masyarakat sangat leluasa berorganisasi, dan dapat menggunakan prasarana sosial seperti media secara bebas. Namun, pada dua dekade kemerdekaan, partisipasi politik dibatasi. Kekuasaan terpusat pada presiden sehingga menyempitkan area partisipasi politik warga dari pembuatan dan pelaksanaan kebijakan negara. Orde Baru menjalankan mekanisme politik reperesif dan otoriter. Mulai dari pengerdilan partai politik hingga mencabut landasan organisasi terhadap bentuk-bentuk partisipasi politik warga. Politik masa mengambang menjadi dasar mekanisme partisipasi politik warga. Mekanisme ini mencerabut individu dari kelompok yang mewarnai diri dengan berbagai nilai dan pandangan hidup. Agama, etnisistas, ataupun kelas sosial dilarang dipakai sebagai basis partiaipasi politik. Dalam periode pemerintahannya rejim ini hanya membolehkan basis profesi sebagai pilihan politik warga. Namun di era demokrasi sekarang ternyata pengalaman partisipasi politik dipandang dari kesejarahan diatas perlahan mulai ditinggalkan. Partisipasi politik sekarang telah mewujud kedalam beberapa faktor yang menjadi penanda meningkatnya partisipasi warga dalam pemilihan umum. Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 16

Salah satu yang menjadi penanda tersebut adalah seberapa besar kesiapan dan kemampuan para penyelenggara pemilihan umum (KPU) mempersiapkan pelaksanaan suatu pemilihan umum dapat meningkatkan partisipasi politik warga negara. Bukan rahasia umum lagi bahwa selama ini anggapan minimnya kemampuan pihak-pihak penyelenggara pemilu menjadi penghalang terbesar bagi terciptanya pemilu dan pemilukada yang berkualitas. Secara nasional menunjukkan bahwa pelaksanaan pemilu dan pemilukada selama ini terkesan dijalankan secara acak-acakan, penuh dengan mobilisasi, politik uang, keruh dengan intimidasi dan konflik kepentingan. Selain itu, KPU yang sejatinya mampu menjaga independensi, tegas menjalankan aturan main, malah ikut menjadi bagian dari persoalan tersebut. Sejumlah persoalan tersebut ternyata tidak sepenuhnya terjadi di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Pelaksanaan pemilihan umum tahun 2014 oleh pihak KPU Kabupaten Bangli relatif telah berjalan dengan baik. KPU Kabupaten Bangli telah melakukan tugas dan kewajibannya sebagai penyelenggara sesuai amanat dalam undang-undang, namun ada pula fakta yang tidak terbantahkan adanya pendapat lain, semuanya akan menjadi kajian dalam penelitian ini sebagaimana dijelaskan kedalam beberapa kategori berikut ini. 4.1. Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu. Secara umum, kinerja KPU Kabupaten Bangli terkait sosialisasi yang dilakukan selama pemilu tahun 2014 sudah berjalan dengan cukup baik. Salah seorang informan menganggap bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh pihak penyelenggara menjelang pemilihan umum berupa pemasangan baliho, spanduk, stiker dan lain-lain, adanya bimbingan teknis (bimtek) ke petugas-petugas lapangan atau panitia pemilu dan pemilukada. Usaha KPU Kabupaten Bangli melakukan bimtek sebagai langkah awal untuk meningkatkan pengetahuan yang lebih baik kepada pelaksana dibawah supaya mempermudah pelaksanaan pemilu atau pemilukada. Bimtek ini diberikan selama kurang lebih dua minggu baru kemudian hasil bimtek ini disosialisasikan kepada pihak lain. Demikian pula sosialisasi di tingkat pedesaan, lembaga ini telah melakukan semacam pelatihan-pelatihan ke petugas-petugas lapangan desa (PPS dan PPK). Langkah ini dinilainya sebagai koordinasi awal antara penyelenggara dan pemilih sebelum atau menjelang pemilu dilaksanakan (Wawancara Senin 1 Juli 2015. Wayan Rajen petugas PSS dan Kepala Banjar Desa Pengodan Kabupaten Bangli). Fakta lain yang menyatakan sosialisasi cukup bagus dan sudah jelas di mata pemilih ditandai dengan metode penyampaian, sebagaimana penilaian yang berasal dari kalangan orang tua (bapak ataupun ibu), mereka dipanggil oleh KPU Kabupaten Bangli ke desa untuk Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 17

ikut praktek memilih seperti, mencoblos, melipat dan memasukan kartu suara. KPU Kabupaten Bangli mendatangi mereka ketika mereka sedang melakukan arisan. Demikian pula di kalangan bapak-bapak, mereka menerima metode penyampaian sosialisasi lewat rapat adat (paruman) di balai banjar. Paruman ini diadakan sebanyak dua kali, yaitu penyiaran hakikat pemilu dan bentuk pencoblosan, sehingga masyarakat bisa langsung mengetahui baik di tingkat kecamatan hingga sampai ke dusun (Wawancara, Selasa 12 Juli 2015. Wayan Sujana, Warga Desa Penatahan Susut). Namun ada pula fakta yang berasal di Kintamani. Di daerah ini sosialisasi yang disampaikan tidak seluruhnya dapat dilakukan secara langsung oleh aparat KPU Kabupaten Bangli, akan tetapi diteruskan kepada masyarakat melalui aparat desa, seperti desa pakraman dan banjar dinas. Aparat inilah yang memberikan penjelasan tentang bagaimana pelaksanaan pemilihan umum tersebut, baik pemilihan umum kepala daerah maupun pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden di tahun 2014. Sosialisasi yang dilakukan aparat desa setelah mendapatkan pengarahan dari KPU itu meliputi tentang tata cara pemilihan, partai yang ikut dalam pemilu serta calon presiden yang akan berkompetisi di pemilu (Wawancara Rabu 8 Juli 2015, I Nyoman Karang, Nyoman Bilawan, Dewa Gde Adiputra, Ketut Rimpin, Warga Kintamani). Pengakuan lain yang menguatkan pernyataan diatas, bahwa KPU Kabupaten Bangli telah melakukan sosialisasi terkait dengan pelaksanaan pemilu yang sesuai dengan jadwal. Pernyataan tersebut berasal dari salah seorang kepala dusun yang juga PPS dan PPK. Dia menyatakan bahwa sebelum mereka memperbaiki data, KPU Kabupaten Bangli telah mengirimkan data valid sementara kepada mereka baru kemudian mereka melakukan pengecekan. Pengiriman data satu bulan sebelum pengesahan data valid disahkan, cara seperti ini mereka anggap sebagai cara KPU Kabupaten Bangli memberikan waktu kepada mereka leluasa untuk memperbaiki data. Demikian pula dengan sosialisasi tahapan pemilu. Menurutnya peran KPU Kabupaten Bangli dalam sosialisasi tahapan pemilukada (tahapan pemilu, pendaftaran calon, penetapan calon, kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi penetapan calon terpilih, penyelesaian sengketa, pengusulan pengangkatan calon) sudah berjalan baik. Di antara sekian tahapan diatas, tahapan penetapan dan kampanye menjadi pusat perhatian dan evaluasi masyarakat. Dua tahapan ini menurut sebagian besar narasumber penelitian, KPU Kabupaten Bangli telah melakukan upaya sosialisasi dengan maksimal, karena selama proses pelaksanaan kedua tahapan itu di masyarakat tidak merasakan Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 18

terjadinya kericuhan atau kekacauan (Wawancara Sabtu, 11 Juli 2015, I Wayan Rajen Kepala Banjar Padpahan Desa pengodan, Bangli). Namun ada pula pemilih yang memiliki pendapat lain terhadap sosialisasi yang dilaksanakan oleh pihak KPU Kabupaten Bangli. Mereka menilai KPU Kabupaten Bangli belum sepenuhnya melakukan sosialisasi karena lembaga tersebut belum melakukan sosialisasi sampai ke tingkat dusun terutama persiapan dalam rangka pemilihan kepala daerah mendatang. Sosialisasi hanya sebatas pemasangan spanduk dan baliho, tentang pemilukada serentak. Bahkan terdapat pengakuan lain dari narasumber penelitian yang menyatakan bahwa sosialisasi justru banyak dijalankan sendiri oleh para calon. Pernyataan ini didasari pengalaman beberapa warga selama pelaksanaan pemilu legislatif 2014. Mereka melihat bahwa para calon mendatangi mereka saat selesai persembahyangan di Pura. Pemahaman kami sosialisasi dari para calon dilakukan saat usai persembahyangan di Pura. Memang yang datang adalah para bapak-bapak. Kalangan istri perbekel hanya diundang satu kali ke kantor bupati. Pada kegiatan tersebut kami diberikan sosialisasi cara untuk memilih yang benar (Wawancara, Senin 20 Juli 2015, Ni Wayan Suniasih, warga desa Tembuku Tembuku). Pendapat narasumber lain yang kontradiktif dengan pernyataan diatas, justru berasal dari pedagang yang berjualan di Pasar Umum Daerah Kabupaten Bangli. Menurut dia, sosialisasi yang dilakukan oleh KPU tidak pernah sampai ke mereka. Dirinya lebih mengerti dan memahami sosialisasi berasal dari televisi dari pada pemasangan spanduk dan baliho. Tidak ada upaya KPU Kabupaten Bangli yang masuk ke pedagang-pedagang pasar. Mereka justru mendapatkan informasi pelaksanaan pemilu berasal dari pecalang yang datang ke pasar dan membagi-bagikan uang. Pecalang mendatangi mereka memberi tahu informasi mengenai pelaksanaan pemilu sambil membagi-bagikan uang atau stiker dari calon-calon tertentu (Wawancara Senin 11 Juli 2015. Samroni, pedagang pasar Kabupaten Bangli). Pernyataan yang sama sebagaimana dikatakan oleh seorang penyandang disabilitas Kabupaten Bangli. Baginya justru mendapatkan sosialisasi dari media televisi dan radio. Menurutnya penyelenggara tidak berpihak kepada penyandang disabilitas dalam pemungutan suara seperti kertas suara dengan huruf braile, atau bilik suara khusus. Pada saat pemilihan dirinya lebih memilih diantar anaknya termasuk dicobloskan dan ikut masuk ke bilik suara, (Wawancara Senin 11Juli 2015. Wayan Suhartika, penyandang disabilitas Desa Temuku). Variabel lain yang menjadi pusat perhatian masyarakat dalam sosialisasi terkait dengan model penyampaian sosialisasi yang paling efektif kepada masyarakat. Sebagian Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 19

besar pemilih menyampaikan pendapatnya bahwa media penyampaian sosialisasi pemilu yang paling mereka sukai adalah melalui spanduk, baliho, atau stiker. Alasannya karena media spanduk, baliho dan lain-lain yang dipasang di tempattempat strategis lebih muda dipahami dan lebih lama dibandingkan dengan penyampaian melalui televisi. Model penyampaian seperti itu menurut mereka mudah mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh KPU Kabupaten Bangli dalam sosialisasi pemilihan umum (Wawancara Senin 11 Juli 2015. I Wayan Rata Warga Desa Demulih Susut). Namun ada pula yang paling dikehendaki oleh warga yaitu model penyampaian lewat hiburan tradisional misalnya bondres dan gerak jalan sehat dimana didalamnya ada unsur hiburan dan door prize atau undian sehingga gebyarnya terasa di masyarakat. Langkah ini bisa melibatkan massa dengan cukup besar sehingga target sosialisasi bisa sampai, (Wawancara, Sabtu 11 Juli 2005, Nengah Pasti dan Nengah Dharma warga kecamatan Bangli). Pilihan lain dalam model penyampaian sosialisasi agar tepat sasaran adalah dengan mengadakan sosialisasi lewat panggung hiburan dengan menampilkan wayang. Alasannya, wayang lebih menarik perhatian banyak orang karena sebagian besar warga merupakan masyarakat petani yang berusia tua dan minim pendidikan, sehingga sosialisasi melalui media tontonan wayang ini dianggap efektif (Wawancara Selasa 12 Juli 2015. Putu Windu Eka Suryantini dan Sang Kompyang Mangku, warga Desa Taman Bangli). Dari segi sosialisasi atau penyampaian informasi saat perhelatan pemilu legislatif tahun 2014 lalu dianggap sebagian besar narasumber penelitian ini tidak begitu banyak persoalan. Hanya saja dari segi teknis pelaksanaan justru tidak pernah sepi dari persoalan, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 4.1.1. Data Pemilih Persoalan klasik yang selalu dihadapi penyelenggara pemilu dalam setiap kali pelaksanaan pemilu adalah persoalan data pemilih tetap atau DPT. Persoalannya KPU Kabupaten Bangli tidak mampu menyiapkan data pemilih yang akurat. Data pemilih justru menjadi persoalan yang tidak dapat diselesaikan dari ke pemilu ke pemilu. Sejumlah persoalan tersebut misalnya, munculnya peserta pemilu ganda (misalnya pemilih dengan alamat dan tanggal lahir sama, tetapi mempunyai dua sampai lima nomor induk (NIK) juga adanya pemilih yang diduga fiktif. Persoalan ini selalu menjadi sumber persoalan yang seringkali dipersoalkan oleh peserta pemilu (Parpol) karena dianggap sebagai pintu masuk pihak tertentu untuk melakukan Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana 20