BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari sisi pengumpulan pajak (Pajak Penghasilan/PPh), sistem

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur dan lainnya, tidak terkecuali dengan Negara Indonesia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. sumber penerimaan utama negara yang masih terus digali potensinya oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang ikut mendorong pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak. (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spirituil. Untuk dapat. mendapatkan dukungan dari masyarakat (Waluyo dan Ilyas, 2000: 1)

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari pajak juga perlu ditingkatkan karena pajak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

BAB I PENDAHULUAN. memajukan kesejahteraan rakyat. Jika dilihat dari segi ekonomi, Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran. ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional, sebagaimana tertuang dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, yakni pada tahun 2015 besarnya belanja negara sebesar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan oleh Herryanto& Toly (2013) berjudul

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan penerimaan negara dari Sektor Perpajakan memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan ekonomi negara tersebut. Indonesia adalah salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Akan tetapi pada

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara, baik berupa kekayaan alam

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 16 Tahun 2009 perubahan

I. PENDAHULUAN. maupun eksternal. Upaya untuk mengurangi ketergantungan sumber

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang nomor 16 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara berkewajiban mendahulukan dan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun diubah/disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

KUP NPWP DAN SPT. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

FORMULA PENGHITUNGAN INDIKATOR KINERJA PELAYANAN. Realisasi pelayanan NPWP tepat waktu X 100% Jumlah penerbitan NPWP. Realisasi pelayanan pengukuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat besar dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi hak dan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB V PENUTUP. sudah selayaknya ditarik kesimpulan berdasarkan penelitian yang dilakukan di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam membenahi semua sektor, terutama sektor perekonomian. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberi kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB III DASAR HUKUM DAN IMPLEMENTASI EKSTENSIFIKASI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI PASAR TEBET BARAT DAN PASAR TEBET TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. disebabkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Wajib Pajak merupakan

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Satu

BAB I PENDAHULUAN. macam potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Hal ini dikarenakan pajak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pendanaan dan pemasukan bagi Negara berasal dari pajak yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. pengaruh ektensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. volume dan dinamika pembangunan itu sendiri. Berdasarkan Undang-Undang No.

Ika Vikni Nawang Risma Yuniar Sindy Sukmamulya Ramadhani

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Pajak memiliki peran untuk memberikan kontribusi utama terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. negara yang dapat dilihat dari APBN tahun 2014 yakni pajak

BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara yang berasal dari iuran masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesenjangan antara sisi pengeluaran dan sisi penerimaan negara. Penerimaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Surat Ketetapan Pajak. Penerbitan.

BAB I PENDAHULUAN. warga negara Indonesia serta warga negara asing yang melakukan kegiatan usaha di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sumber pemasukan Negara yang digunakan untuk menutup belanja

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat dominan. Pada

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan kepada Negara, hibah, wasiat, dan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam upaya melakukan

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber utama penerimaan yang potensial untuk negara dalam. membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. terpengaruh dengan perubahan-perubahan kondisi dari dampak globalisasi. Sektor

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan dalam kepentingan perkembangan serta pembiayaan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Semakin tinggi pemasukan pajak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemerintah memenuhi kebutuhan dana dengan mengandalkan dua

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan Negara Indonesia berasal dari bermacam-macam sektor,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dilihat dari sisi pengumpulan pajak (Pajak Penghasilan/PPh), sistem perpajakan di Indonesia menggunakan self-assessment system dimana Wajib Pajak (WP) diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan penetapan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain itu Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah PPh yang terhutang dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Namun untuk memudahkan sistem pembayaran PPh, dikenal adanya pemotongan PPh melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah. Masyarakat kelas bawah, pekerja, karyawan buruh dengan level rendah, setiap menerima penghasilan dari majikan/pemberi kerja langsung dipotong PPh, dengan demikan nyaris tidak ada cara untuk menghindari pajak (pajak.go.id, 2014). Melihat kontribusi pajak yang sangat besar dalam penerimaan negara, maka dari itu kesadaran dari masyarakat akan membayar pajak, akan sangat berpengaruh besar dalam pembangunan negara ini. Pajak merupakan sumber penerimaan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan dan meningkatkan 1

2 kesejahteraan serta sumber daya manusia dalam segala bidang, sehingga diperlukan peran serta dari masyarakat dalam bentuk kesadaran dan rasa peduli untuk membayar pajak. Pemberian kesempatan serta wewenang kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya melalui sistem self assessment ini diharapkan akan semakin meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak sehingga penerimaan negara diharapkan semakin meningkat, dimana keadaan perekonomian negara Indonesia masih dalam taraf yang belum dapat dikatakan baik. (Supit, dkk, 2014). Sumber penerimaan Penerimaan Pajak Penghasilan (Milyar Rp) Tabel 1. 1 Realisasi Penerimaan Pajak Penghasilan Negara 2009 2010 2011 2012 2013 619.922 723.307 873.874 980.518 1.040.320 Sumber: Kementrian Keuangan (diolah) Dilihat dari tabel 1.1 menunjukan bahwa realisasi penerimaan pajak di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Namun hal tersebut bukan berarti apa yang ditargetkan telah berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Apabila kita mengacu pada pelaporan penerimaan pajak terutama pajak penghasilan, maka akan terlihat penerimaan pajak terutama dari pajak penghasilan, dari tahun ke tahun semakin membaik yang bisa dilihat dari jumlahnya yang terus-menerus bertambah. Namun hal ini belum berarti jika pemungutan pajak khususnya pajak penghasilan telah berjalan secara maksimal, artinya masih perlu adanya pengawasan ataupun pemeriksaan mendalam khususnya bagi Wajib Pajak yang membayar pajak penghasilannya tidak langsung dipotong dari penghasilan yang didapat. Mengingat dalam pemungutan pajak, khususnya bagi Wajib Pajak orang pribadi, tingkat penerimaan pajak penghasilan merupakan pajak yang paling besar

3 peranannya dalam penerimaan negara yang nantinya akan digunakan untuk pengeluaran pemerintah. The revenue collected from taxes, economic growth, inflation, unemployment, etc. have become more and more concern for the economies of different countries. Income taxes are one of the tools that the government will use and for governmental spendings. (Velaj and Prendi, 2014) Bagi mereka yang mencari penghasilan sebagai pengusaha, wiraswastawan, pedagang dan jenis usaha lainnya selain buruh/karyawan dan sejenisnya, mereka memiliki peluang untuk tidak membayar PPh dengan jumlah yang semestinya bahkan sama sekali tidak membayar PPh baik karena sengaja maupun tidak, padahal memiliki tingkat kesejahteraan dan asset yang tinggi. Hal ini dapat terjadi karena bagi mereka yang penghasilannya tidak diberlakukan pemotongan pajak secara langsung, maka pembayaran pajak dan besaran pajak yang dibayarkan bergantung pada Wajib Pajak itu sendiri. Artinya apabila Wajib Pajak itu kurang memiliki kesadaran untuk membayar pajak sesuai dengan besaran yang semestinya dan tidak berdasarkan waktu yang telah ditentukan, maka proses pemungutan Pajak Penghasilan tidak akan berjalan dengan efektif, maka diperlukan kesadaran dari dalam diri Wajib Pajak dalam partisipasinya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak. Bila ingin memaksimalkan penerimaan pajak dengan sistem selfassessment, selain berusaha meningkatkan jumlah Wajib Pajak aktif, maka pemerintah juga harus berupaya agar pembayar pajak semakin sadar bahwa peranan membayar pajak sangatlah penting bagi tercapainya pembangunan nasional. (Herryanto dan Toly, 2013)

4 Untuk menjaga ketertiban dalam membayar pajak dan agar sistem administrasi perpajakan dapat berjalan dengan seefektif mungkin, maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengharuskan bagi masyarakat untuk memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Meskipun sebagian masyarakat Indonesia menganggap bahwa jika seseorang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka tidak memiliki hak perpajakan serta tidak akan dikenai kewajiban perpajakan. Tanpa memiliki NPWP, masyarakat beranggapan bahwa akan terbebas dari segala macam masalah dan kesulitan yang akan timbul seperti tidak perlu membayar pajak, tidak perlu melapor, tidak perlu takut akan dipenjara karena pajak, dan lain sebagainya. Sangat patut diduga sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki pemahaman demikian, yang mendorong sebagian mereka selalu menghindar untuk memiliki NPWP. Sebelum segala kewajiban, denda, dan sanksi di bidang perpajakan diberikan, Wajib Pajak haruslah memiliki NPWP sebagai identitas di bidang perpajakan. Hanya saja, NPWP diberikan kepada Wajib Pajak tidak hanya karena Wajib Pajak mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP, tetapi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memberikan NPWP kepada Wajib Pajak secara paksa yang disebut Secara Jabatan, jika terpenuhi syarat tertentu. Syarat tersebut adalah telah ditemukan informasi dan/atau data yang mengindikasikan bahwa pada diri Wajib Pajak telah terpenuhi syarat subjektif dan objektif untuk memiliki NPWP. Telaah lengkap dan mendalam dapat dilakukan dengan merujuk pada peraturan perpajakan yang berlaku, yaitu pasal 2 ayat (1) UU KUP; pasal 2 dan pasal 3 UU No.7 tahun 1983 (UU PPh) beserta

5 perubahannya (syarat subjektif); serta pasal 4 UU PPh (syarat objektif). Telaah Lebih lanjut dapat merujuk pada aturan pelaksanaan, di antaranya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No.73 tahun 2012 (pasal 2). Menurut UU KUP pasal 2 ayat (1), persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Sedangkan syarat objektif menurut UU KUP pasal 2 ayat (1) yaitu persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Memiliki NPWP adalah kewajiban pada saat telah terpenuhinya syarat subjektif dan objektif, maka bagi Wajib Pajak telah terutang pajak (penghasilan) dan karenanya dia membutuhkan identitas perpajakan, yaitu NPWP untuk memenuhi kewajiban (dan hak) perpajakannya, karena jika dia tidak memiliki NPWP tentu tidak akan dapat dilakukan pengadministrasian pembayaran pajak yang akan/telah dilakukannya. Jadi sesungguhnya memiliki NPWP adalah kewajiban yang berkaitan karena sebelumnya telah timbul kewajiban membayar pajak, karena telah terpenuhinya syarat subjektif dan objektif. Hal tersebut di atas juga mengandung pengertian bahwa timbulnya utang dan kewajiban perpajakan tidak tergantung apakah Wajib Pajak telah memiliki NPWP atau belum. Segala hak dan kewajiban perpajakan, termasuk denda dan berbagai sanksi di bidang perpajakan, serta merta telah melekat pada Wajib Pajak

6 sesuai peraturan yang berlaku, pada saat telah terpenuhinya syarat subjektif dan objektif. Hak-hak Wajib Pajak seperti hak untuk mendapatkan pelayanan perpajakan, mendapatkan konsultasi berkenaan dengan perpajakan, mendapatkan formulir-formulir perpajakan yang disediakan oleh DJP, menyampaikan Surat Keterangan Bebas (SKB) dalam hal tidak terutang pajak sesuai peraturan yang berlaku, hak yang berhubungan dengan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak (restitusi), hak mengajukan keberatan dan banding, hak diberlakukan baginya daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun, dan hak perpajakan lainnya sesuai peraturan yang berlaku. Demikian pula segala kewajiban, denda, sanksi (termasuk sanksi pidana), dan sebagainya, berkenaan dengan kewajiban perpajakannya, harus ditunaikan. Kewajiban pajak terutang tersebut diperhitungkan sejak terpenuhinya syarat subjektif dan objektif, bukan sejak Wajib Pajak memiliki NPWP (pajak.go.id,2014). Tahun Tabel 1. 2 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Tahun 2009-2013 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Awal Tahun (orang) Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Akhir Tahun (orang) 2009 38.920 46.575 2010 46.575 52.763 2011 52.763 59.546 2012 59.546 66.613 2013 66.613 61.219 Sumber: KPP Pratama Bandung Tegallega (diolah)

7 Pada tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah Wajib Pajak terdaftar tidak selamanya meningkat, hal ini yang harus terus diupayakan agar penerimaan pajak dapat terlaksana dengan optimal. Namun penurunan jumlah Wajib Pajak bukan berarti merupakan kesalahan dari pihak penyelenggara pemungut pajak, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak. Melihat pentingnya kontribusi Wajib Pajak yang memiliki kesadaran untuk memiliki NPWP, maka Direktorat Jenderal Pajak diharuskan untuk melakukan beberapa upaya ataupun pendekatan kepada Wajib Pajak. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan ekstensifikasi pajak. Dengan semakin meningkatnya persentasi penerimaan pajak, hal tersebut berarti pemerintah dapat melakukan upaya-upaya untuk menggali potensi pajak dan mengoptimalkan penerimaan pajak. Upayaupaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah di antaranya dengan ekstensfikasi pajak, yaitu dengan menambah jumlah Wajib Pajak dan dengan intensifikasi pajak yaitu dengan mengaktifkan atau menggali potensi dari Wajib Pajak yang sudah ada (Komarawati dan Mukhtaruddin, 2012). Ekstensifikasi itu sendiri adalah kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP ) kepada Wajib Pajak yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Kegiatan ekstensifikasi ini bertujuan untuk menggali potensi pajak yang selama ini belum tersentuh sekaligus merupakan bagian dari modernisasi administrasi perpajakan (Surat Direktorat Pajak Nomor SE-06/PJ.9/2001). Kegiatan ekstensifikasi, harus dilaksanakan karena amanat ketentuan atau peraturan yang berlaku, dan tingkat kepatuhan Wajib Pajak harus dipatuhi oleh Wajib Pajak. Pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi dan tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih jauh dari optimal, dapat dilihat dari rasio penerimaan Pajak

8 Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) atau Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) terhadap penerimaan perpajakan Nasional. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Ekstensifikasi Pajak dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Tingkat Penerimaan Pajak Penghasilan (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Tegallega). 1.2. Identifikasi masalah Berdasarkan dari latar belakang dan ditinjau dari beberapa penelitian, maka penulis dapat mengidentifikasikan rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana pengaruh ekstensifikasi pajak terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan pada KPP Pratama Bandung Tegallega. 2. Bagaimana pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan pada KPP Pratama Bandung Tegallega. 3. Bagaimana pengaruh ekstensifikasi pajak dan tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi terhadap tingkat penerimaan penghasilan pada KPP Pratama Bandung Tegallega. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh ekstensifikasi pajak terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan pada KPP Pratama Bandung Tegallega.

9 2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan pada KPP Pratama Bandung Tegallega. 3. Untuk mengetahui pengaruh ekstensifikasi pajak dan tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan pada KPP Pratama Bandung Tegallega. 1.4 Manfaat Penelitian Apabila penelitian ini disampaikan atau dibaca oleh yang bersangkutan, diharapkan dapat memberikan informasi baik secara teoritis maupun praktisi sebagai berikut : 1. Bagi KPP Pratama Tegallega Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega dalam hal-hal yang menyangkut kepatuhan Wajib Pajak dan para Wajib Pajak lainnya dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakannya. 2. Bagi Pihak Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya serta dapat memberikan informasi tambahan mengenai pengaruh ekstensifikasi pajak dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi terhadap tingkat penerimaan PPh. 3. Bagi Pihak Lain Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan menjadi bahan referensi khususnya mengenai topik yang berkaitan

10 dengan penelitian ini, dan dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian dan analisa berikutnya. 1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis melakukan penelitian di KPP Pratama Bandung Tegallega yang berlokasi di Jalan Soekarno-Hatta No. 216, Bandung. Sedangkan waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Mei 2015 sampai dengan selesai.