BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

BAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang)

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dapat dilihat pada uraian di bawah ini:

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

BAB III LANDASAN TEORI. (termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil. sesuai sitem klasifikasi Bina Marga).

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

EVALUASI TINGKAT PELAYANAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN KABUPATEN SUKOHARJO

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR ANALISIS DAMPAK LOKASI PINTU TOL SLIPI TERHADAP KINERJA JALAN S. PARMAN

STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997

STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data hasil pengamatan dari studi kasus Jalan Ngasem Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wikipedia (2011), ruas jalan adalah bagian jalan di antara dua

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian

Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR TRANSPORTASI

II. TINJAUAN PUSTAKA

DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN SAKURA MART TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI KOTA AMURANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

ANALISIS HUBUNGAN VOLUME, KECEPATAN DAN KERAPATAN LALU LINTAS PADA JALAN ASIA AFRIKA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

LAMPIRAN A (Hasil Pengamatan)

TINJAUAN PUSTAKA. Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai. melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas.

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dari hasil survei inventaris jalan didapat data-data ruas Jalan Pintu Satu Senayan. Panjang. ( m )

Langkah Perhitungan PERHITUNGAN KINERJA RUAS JALAN PERKOTAAN BERDASARKAN MKJI Analisa Kondisi Ruas Jalan. Materi Kuliah Teknik Lalu Lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkotaan biasanya banyak memiliki simpang, sehingga pengemudi harus

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Irvan Banuya NRP : Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM:

STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU

PENGARUH PENUTUPAN CELAH MEDIAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK LALU LINTAS DI JALAN IR.H.JUANDA BANDUNG

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANCE KINERJA JALAN RAYA CINERE

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN RAYA SUKAWATI AKIBAT BANGKITAN PERGERAKAN DARI PASAR SENI SUKAWATI

BAB III LANDASAN TEORI. hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

ANALISIS HAMBATAN SAMPING AKIBAT AKTIVITAS PERDAGANGAN MODERN (Studi Kasus : Pada Jalan Brigjen Katamso di Bandar Lampung)

BAB III LANDASAN TEORI. jalur kendaraan dimana arus lalu lintas kedua arah diperkenankan. di perkenankan untuk memenuhi keperluan :

STUDI VOLUME, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN ABDULRACHMAN SALEH, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI VOLUME, KECEPATAN, KERAPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN TERUSAN PASIRKOJA, BANDUNG

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

TINJAUAN PUSTAKA. derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5 (MKJI, 1997).

I LANGKAH D : PERILAKU LALU-LINTAS Derajat Kejenuhan Kecepatan Dan Waktu Tempuh Iringan (peleton)

II.TINJAUAN PUSTAKA. dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

ANALISIS EFEKTIVITAS ZONA SELAMAT SEKOLAH DAN KINERJA RUAS JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR PINGGIR JALAN (ON STREET PARKING) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA JALAN (STUDI KASUS: JALAN LEGIAN)

STUDI VOLUME, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN DR. JUNJUNAN, BANDUNG

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, yang dikatagorikan sebagai jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, demikian pula jalan yang letaknya dekat pusat perkotaaan dengaan penduduk lebih dari 100.000 jiwa. Bila dilihat dari definisi ini, sudah dapaat ditentukan baahwa pada jalan raya Transyogi Cibubur termasuk dalam jalan perkotaan. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini. 1. Jalan dua lajur dua arah (2/2 UD). 2. Jalan empat lajur dua arah. a. Tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD). b. Terbagi (dengan median) (4/2 D). 3. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D). 4. Jalan satu arah (1-3/1). Untuk menilai kinerja jalan baik perkotaan maupun antar kota diperlukan 3 parameter primer yaitu volume, kecepatan, kerapatan. Suatu hubungan penting terdapat dintara 3 variabel tersebut, walaupun dalam arus lalu lintas ketiganya akan terus bervariasi karena jarak antara kendaraan yang acak. II - 1

Hubungan antara kecepatan, volume, dan kerapatan sesuai dengan teori Greenshield yang mengasumsi bahwa hubungan S D adalah linier maka hubungan ke 3 variabel dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2.1 Hubungan Kecepatan, Arus dan Kerapatan (MKJI 1997) Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa volume maximum didapat pada Sm = ½ SF & Dm = ½ Dj 2.2 Volume/Arus Lalu Lintas Karena ada berbagai jenis kendaraan dijalan, maka untuk perhitungan kapasitas perlu adanya satuan standart, sehingga semua kendaraan harus dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (EMP) MKJI membagi EMP berdasar jumlah arus lalu lintas dan type jalan, seperti daftar berikut: II - 2

Tabel 2.1. Ekivalensi mobil penumpang untuk jalan perkotaan tak terbagi EMP Tipe jalan : jalan tak terbagi Arus lalu lintas 2 arah HV MC Lebar jalur lalu lintas Wc 6 meter > 6 meter Dua lajur tak terbagi (2/2 UD) 0 1800 1.3 1.2 0.5 0.35 0.4 0.25 Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) 0 1800 1.3 1.2 0.4 0.25 Tabel 2.2 Emp untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah Tipe Jalan Arus lalu lintas per lajur Emp (kend/jam) HV MC 2 lajur 1 arah, terbagi (2/1 D) 0 1.3 0.4 4 lajur terbagi 1050 1.2 0.25 3 lajur 1 arah, terbagi (3/1 D) 0 1.3 0.4 6 lajur terbagi 1100 1.2 0.25 2.3 Kapasitas Jalan Perkotaan manual kapasitas Jalan Indonesia 1997 mendefenisikan kapasitas sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu, yang dirumuskan untuk menghitung kapasitas jalan perkotaan, adalah sbb : C = Co x FCw x FCsp x FCfs x FCcs Dimana : Co = kapasitas dasar (smp/jam) FCsp = faktor peny.pemisah arah II - 3

FCw FCsf = faktor penyesuaian lebar jalur = faktor peny. hambatan samping FCcs = faktor peny. ukuran kota 2.3.1 Kapasitas Dasar (Co) Kapasitas dasar jalan, menurut standart geometrik jalan perkotaan, merupakan volume maksimum per jam yang dapat lewat suatu potongan lajur jalan ( untuk jalan multi lajur) atau suatu potongan jalan ( untuk jalan 2 lajur) pada kondisi jalan dan lalu lintas ideal. Kondisi ideal terjadi bila lebar laju tidak kurang dari 3.5 m, kebebasan lateral tidak kurang dari 1.75m, standart geometrik baik; hanya kendaraan ringan yang menggunakan jalan dan tidak ada batas kecepatan, sehingga pada perhitungannya hrus memperhatikan factor - faktor penyesuaian di lapangan. Kapaitas dasar, didalam MKJI 1997, tergantung pada type jalan dan jumlah lajur seperti table berikut : Tabel 2.3 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan Kapasitas dasar Tipe jalan (smp/jam) Empat lajur terbagi / jalan satu 1650 arah Empat lajur tak terbagi 1500 Catatan Per lajur Per lajur Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah II - 4

2.3.2 Penyesuaian Lebar Jalur Lebar badan jalan sangat mempengaruhi banyaknya lalu lintas yang dapat dilewatkan, sehingga perlu adanya penyesuaian terhadap lebar ideal, seperti table berikut : Tabel 2.4 Penyesuaian Lebar Jalur Tipe jalan Lebar jalur efektif (Wc) (m) FCw Empat lajur terbagi / jalan satu arah Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 1,04 1,08 Empat lajur tak terbagi Dua lajur tak terbagi 2.4.3 Penyesuaian Hambatan Samping Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Total dua arah 5 6 7 8 9 10 11 0,91 1,05 1,09 0,56 0,87 1,14 1,25 1,29 1,34 Pada masing - masing type jalan, faktor ini tergantung pada lebar bahu atau kerb efektif serta kelas hambatan samping. Lebar efektif bahu/kerb adalah lebar bebas dari segala halangan yang dapat mengganggu fungsinya (contoh : PK5, pot bunga, pohon dsb). Untuk kelas hambatan samping, MKJI 1997, membagi terdapt beberapa kategori menurut besar bobot kejadian / 200m/jam. Kejadian yang masuk sebagai hambatan samping adalah pejalan kaki, kendaraan berhenti dan parkir, kendaraan II - 5

yang keluar dan masuk lahan di sisi jalan, serta arus kendaraan yang bergerak lambat. Tabel 2.5 Kelas hambatan samping sesuai dengan bobot dan kondisi berikut : Kelas hambatan Kode Jumlah berbobot Kondisi Khusus samping kejadian/200 m/jam (dua sisi) VL < 100 Daerah pemukiman, jalan dengan jalan samping L 100 229 Daerah pemukiman, beberapa kend. Umum dsb M 300 499 Daerah industry, beberapa toko di sisi jalan H 500 899 Daerah komersial, aktivitas sisi jalan tinggi Sangat tinggi VH > 900 Daerah komersial dengan aktivitas pasar disamping jalan Dari tabel diatas, maka dapat ditentukan faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping seperti dua tabel berikut : II - 6

Tabel 2.6 Penyesuaian pengaruh hambatan samping dan lebar bahu jalan Tipe jalan 4/2 D 4/2 UD 2/2 UD atau jalan satu arah Kelas hambatan samping Sangat Sangat Sangat Lebar bahu efektif (Ws) 0,5 1,0 1,5 2,0 0,88 0,84 0,87 0,80 0,89 0,82 0,73 0,88 0,91 0,86 0,86 0,79 0,85 1,03 1,02 1,03 1,02 0,91 Tabel 2.7 Penyesuaian pengaruh hambatan samping dan Jarak Kereb-Penghalang Tipe jalan 4/2 D 4/2 UD 2/2 UD atau jalan satu arah Kelas hambatan samping Sangat Sangat Sangat Lebar bahu efektif (Ws) 0,5 1,0 1,5 2,0 0,91 0,86 0,81 0,84 0,77 0,86 0,78 0,68 0,89 0,85 0,87 0,81 0,88 0,81 0,72 0,88 0,85 0,91 0,84 0,77 0,88 0,82 II - 7

2.3.4 Penyesuaian pemisahan Arah Faktor ini diterapkan khusus untuk jalan yang tidak terbagi. Di Indonesia biasanya komposisi lalu lintas bervariasi seperti table MKJI 1997 berikut : Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Pemisah arah (SP) % - % 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 FCsp Dua lajur (2/2) 0,91 0,88 Empat lajur (4/2) 7 5 2.3.5 penyesuian Ukuran kota Faktor ini merefleksikan populasi pengemudi, yang jumlahnya akan berpengaruh terhadap perilakunya dalam berlalu lintas. MKJI 1997 menyatakan dalam tabel berikut : Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota < 0,1 0,86 0,1 0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 > 3,0 1,04 2.4 Derajat Kejenuhan Derajat Kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Nilai DS menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. II - 8

Dimana, Q C = Arus lalu-lintas (smp/jam) = Kapasitas (smp/jam) 2.5 Tingkat pelayanan Jalan Penilaian kinerja ruas biasanya tidak hanya berupa kapasitas, tetapi juga penilaian tingkat pelayanan jalan yang tampil dalam bentuk nilai V/C dari ruas tersebut. Tingkat pelayanan yang menjadi acuan untuk evaluasi adalah sebagaimana tabel berikut : Tabel 2.10 Kondisi pada tingkat pelayanan (LOS) diklasifikasikan atas berikut ini Tingkat Karakteristik Batas V/C Pelayanan a. kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi 0,00 b. pengemudi dapat memilih kecepatan yang A 0,20 diinginkannya tanpa tundaan/hambatan a. arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan mulai dibatasi B oleh kondisi lalu lintas, 0,21-0,44 b. pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatannya a. arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan dan pergerakan C kendaraan mulai dikendalikan 0,45 b. pengemudi memiliki keterbatasan dalam memilih 0,74 kecepatan arus mendekati tidak stabil,kecepatan masih dapat 0,75 D dikendalikan dan V/C masih dapat ditolerir namun 0,84 sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus, E a.volume lalu lintas mendekati/berada pada kapasitasnya 0,85 II - 9

b.arus lalu lintas tidak stabil dan kecepatan terkadang terhenti a. arus yang dipaksakan atau macet F b. kecepatan rendah dengan volume dibawah kapasitas c. antrian panjang dan terjadi hambatan yang besar Sumber : US - HCM, 1994 > 2.6 Antrian Kendaraan Jalan dapat berubah kondisinya tergantung volume, kecepatan dan kerapatan seperti telah dinyatakan sebelumnya. Perubahan kondisi ini dapat terjadi karena keterkaitan antara empat elemen pembentuk arus atau dapat pula disebabkan oleh faktor luar yang megakibatkan arus lalu lintas harus berhenti secara tepat. Namun keduanya sama-sama berakibat pada kemacetan atau antrian yang panjang pada saat jumlah kendaraan yang datang meningkat. Analisis antrian dapat didekati dengan menggunakan teori shock wave. ataupun teori antrian yang akan dijelaskan lebih lanjut. 2.6.1 Gelombang Kejut ( Shock Wave) Gelombang Kejut (shock wave) merupakan arus pergerakan yang timbul disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan dan kecepatan lalu lintas pada suatu ruas jalan. Perbedaan dan kecepatan tersebut adalah akibat adanya hambatan yang terjadi dan telah di ketahui sebelumnya (missal : ada pebaikan jalan sehingga terjadi penyempitan lajur) atau muncul secara tiba - tiba (missal : terjadi kecelakaan lalu intas sehingga jalan di tutup sebagaian atau seluruhnya). Dengan adaya penyempitan atau penutupan ini maka akan terjadi pengurangan arus yang dapat melewati lokasi hambatan tersebut. Pengurangan arus ini mengakibatkan kerapatan kendaraan pada daerah sebelum penghambat menjadi II - 10

tinggi yang pada akhirnya kecepatan turun atau bahkan terjadi antrian. Terutama pada saat jumlah kendaran yang dateng melebihi kapasitas penyempitan. AD. May(1990) memberikan ilustrasi mengenai shock wave yang disebabkan oleh penyempitaan jalan dengan gelombang kejut yang terjadi dirumuskan sebagai: Keterangan : Va Vb = Arus dari bagian upstream (smp/jam) = Arus maksimum yang dapat terlewatkan pada jalan menyempit (smp/jam) Da Dd = Kerapatan kendaraan pada upstream (smp/km) = kerapatn kendraan pda penyempitan jalan (smp/jam) 2.6.2 Teori antrian Antrian tidak hanya terjadi pada suatu system transportasi, namun bisa pada banyak hal dalam kehidupan. Secara umum antrian timbul karena proses arus pergerakan orang / barang terpaksa terganggu akibat kegiatan pelayanan. Menurut A.D.May antrian akan terbentuk ketika demmnd melebihin kapasitas dm periode waktu jalan jarak waktu kedatangan kurang dari waktu pelayanan (pada level mikroskopik) pada sebuah lokasi tertentu. Beberapa contoh antrian dalam system jalan raya adalah pada persimpangan, pintu tol, fasilitas parkir, penyempitan freeway, temp[at kecelakaan, daerah pertemuan arus (merge area) dan di belakang kendaraan yang bergerak lambat. Selain itu masalah antrian banyak ditemui pada kajian tentang terminal. II - 11

Dalam membicarakan system antrian ada beberapa karakteristik yang harus di tentukan yaitu : 1. Tingkat kedatangan (λ) Yaitu jumlah kendaraan/orang yang datang pada tempat pelayanan untuk di layani (orang/sat waktu) atau (kend/sat waktu). Tingkat kedatangan biasa berpola konstan (Deterministic) atau pola kedatangan poisson/ eksponensial (acak) 2. Tingkat Pelayanan (µ) Merupakan jumlah orang / kendaraan yang dapat dilayani pada tempat pelayanan persatuan waktu. Pola tinggkat pelayanan sama dengan tingkat kedatangan. 3. Jumlah pintu pelayanan. 4. Disiplin antrin atau Cara kita mengantri yaitu : FIFO (First in first out) atau FCFS(First come first serve) Pada disiplin antrian ini dapat dilakukan dengan single channel (satu pintu) ataupun multi channel (banyak pintu) tergantung pada kebutuhan dan dengan asumsi bahwa setiap pintu mempunyai tingkat pelayanan yang sama. Contoh yang paling sering kita lihat adalah pada pintu tol. FILO (first in, last out) Dengan system ini yang terakhir datang aka dilayani lebih dahulu. Jenis ini biasanya pada tumpukan surat di kantor pos. FVFS ( first vacant first server) II - 12

Bagi tempat pelayanan yang mempunyai tingkat pelayanan berbeda, maka disiplin antrian ini dapat dilakukan. disiplin antrian yang umumnya ada pada system transportasi adalah FIFO. Bila dikaitkan dengn pola kedatangn dan pelayanan, biasnya suatu system antrian dinyatakan dengan 3 huruf seperti D/D/1, yang berarti pada suatu antrian mempunyai pola kedatangan deterministik, pola pelayanan deterministic dan 1 pitu pelayanan. Contoh lain adalah M/D/1, yang berarti kedatangan poission/distribusi eksponensial, pelayanan/keberangkatan deterministic dan terdapat 1 pintu pelayanan. Selanjutnya dalm melakukan analisis antrian perlu diketahui beberapa hal yaitu : 1. Komponen utama dalm analisis antrian Ada 2 komponen utama dalam analisis system antrian yaitu System dan Antrian. Hubungan keduanya dalam di ilustrasikan sebagai berikut λ Gate dengan µ tertentu Kendaraaan A B Gambar 2.2 Ilustrasi antrian C Dari gambar ditas dapat dijelaskan kendaraan yang datang dengan tingkat kedatangan γ akan masuk dalam antrian selama B dan akan dilayani dengan tingkat pelayanan µ atau waktu pelayanan C. dengan demikian waktu yang dipakai oleh kendaraan tersebut didalam system adalah total waktu yang digunakan didalaam antrian dan didalam pelayanan (B+C).dari ilustrai tersebut, II - 13

dapat diketahui bahwa nilai/ besarnya tingkat pelayanan dan tingkat kedatangan akan mempengaruhi terhadap terjadinyaa antrian. Dalam hal ini disebut sebaagai intensitas lalu lintas atau ρ. Agar antriaan tidak semakin panjang terbentuk dengan bertambaahnyaa waktu maka : ρ < 1 ataau λ/µ < 1 namun jika hal ini tidak terpenuhi atau terjadi antrian, maka ada dua kriteria penting yang dipertimbangkan yaitu : 1. Panjang antrian, merupakn kriteria yang dipertimbangkan oleh operator 2. Waktu antrian, merupakan kriteria yang dipertimbangkan oleh pengguna. 2.7 Kecepatan Kecepataan merupakan tingkat pergerakan suatu kendaraan dalam aliran lalu lintas yang dinyatakan sebagai hasil pembagian jarak dengan waktu tertentu, biasanya dalam satuan mil setiap jam atau kilometer setiap jam. Pemilihan kecepatan suatu kendaraan selain tergantung dari kemampuan pengemudi dan kendaraannya, juga dipengaruhi beberapa faktor antara lain adalah 1. Sifat fisik jalan dan lingkungan wilayah sampingnya. 2. Keadaaan cuaca dan penerangan. 3. Adanya kendaraan lain. 4. Pembatasan kecepatan akibat peraturan-peraturan lalu lintas. 5. Pertimbangan ekonomi yang meliputi harga konstruksi jalan dan biaya operasi kendaraan. Kecepatan jarak rata-rata (space mean speed) adalah suatu istilah ilmu statistic yang banyak digunakan untuk menunjukan kecepatan rata-rata sejumlah kendaraan berdasarkan waktu perjalanan mereka paada suatu ruas jalan tertentu. II - 14

Dari definisi tersebut laju kecepatan jarak rata-rata (space mean speed) secara praktis dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : Dimana : Sr L t n : Kecepatan jarak rata-rata (km/jam) : Panjang ruas jalan (km) : waktu bergerak kendaraan ke I untuk menempuh jarak L (jam) : Jumlah kendaraan yang diamati. 2.7.1 Kecepatan Arus Bebas Kecepatan arus bebas kendaraan menurut MKJI 1997 dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini. Keterangan : FV = (FV 0 + FV W ) FFV SF FFV CS FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam) FV 0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam) FV = Penyesuaian lebar lajur lalu lintas efektif (km/jam) W FFV = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping SF FFV = Faktor penyesuaian ukuran kota. CS Untuk jalan tak terbagi, analisis kecepatan arus bebas dilakukan pada kedua arah lalu lintas. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalu lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah. II - 15

2.7.1.1 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV 0 ) Kecepatan arus bebas dasar (FV 0 ) diperoleh dari Tabel 3.3 dengan variabel masukannya adalah tipe jalan. Tabel 2.11 Kecepatan Arus Bebas Dasar Kecepatan arus bebas dasar (FV 0 ) (km/jam) Tipe jalan Kend. Ringan (LV) Kend. Berat (HV) Sepeda motor (MC) Semua kend rata-rata (6/2) D (3/1) (4/2) D (2/1) (4/2 UD) (2/2 UD) 61 57 53 44 52 50 46 40 48 47 43 40 57 55 51 42 2.7.1.2 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalin (FV ) W Menurut MKJI 1997, penyesuaian jalur lalu lintas efektif merupakan penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari lebar jalur lalu lintas yang ada pada segmen suatu jalan. Variabel masukan yang digunakan adalah tipe jalan, dan lebar lajur lalu lintas efektif (W ). C Tabel 2.12 Penyesuaian Lebar Lalu Lintas Efektif Tipe jalan Empat lajur terbagi / jalan satu arah Empat lajur tak terbagi Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc) (m) Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur 3,00 3,25 3,5 3,75 4,00 FVw (km/jam) -4-2 0 2 4-4 -2 0 2 4 II - 16

Dua lajur tak terbagi Per lajur 5 6 7 8 9 10 11-9,5-3 0 3 4 6 7 2.7.1.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Hambatan Samping (dengan bahu (FFV SF ) Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping merupakan faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat adanya aktivitas samping segmen jalan, yang pada sample ini akibat adanya jarak antara kereb dan penghalang pada trotoar, mobil parkir, penyeberang jalan, dan simpang. Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan lebar bahu Tipe jalan Kelas hambatan Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m) samping (SFC) 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m Empat terbagi 4/2 D lajur Empat lajur tak terbagi 4/2 D Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah Sangat Sangat tinggi Sangat tinggi 1,02 0,89 0,84 1,02 0,87 0,80 0,82 0,73 1,03 0,88 1,03 0,91 0,86 0,86 0,79 1,03 1,02 1,03 1,02 0,85 1,04 1,03 1,02 1,04 1,03 1,02 0,91 II - 17

Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan jarak kereb - penghalang Tipe jalan Kelas hambatan Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m) samping (SFC) 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m Empat terbagi 4/2 D lajur Empat lajur tak terbagi 4/2 D Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah Sangat Sangat tinggi Sangat tinggi 0,87 0,81 0,91 0,84 0,77 0,87 0,78 0,68 0,85 0,87 0,81 0,89 0,81 0,72 0,88 0,85 0,84 0,77 1,02 1,02 0,88 0,82 2.7.1.4 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Ukuran Kota (FFVcs) Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota merupakan faktor penyesuaian arus bebas dasar yang merupakan akibat dari banyak populasi penduduk suatu kota. Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Ukuran Kota Faktor penyesuaian untuk ukuran Ukuran kota (juta penduduk) kota < 0,1 0,1 0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 > 3,0 1,03 II - 18

2.8 Kecepatan Operasional (FV LV ) dan Waktu Tempuh Kecepatan pada kondisi lalu-lintas yang sesungguhnya dengan kondisi jalan 2/2 UD dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini : Gambar 2.3 kecepatan operasional sebagai fungsi dari DS untuk jalan 2/2 UD Untuk menentukan kecepatan sesungguhnya dengan cara : 1. Masukan nilai derajat kejenuhan (DS) pada sumbu horizontal (X). 2. Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (Y) dari titik tersebut sampai berpotongan dengan nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya (FV). 3. Buat garis horizontal sejajar dengan sumbu (X) sampai berpotongan dengan sumbu vertical (Y) pada bagian sebelah kiri gambar dan lihat nilai kecepatan kendaraan ringan sesungguhnya untuk kondisi yang dianalisa. Dalam menghitung berapa lama waktu tempuh rata-rata dalam jam untuk kondisi yang diamati sebagai berikut : II - 19

( ) ( ) Dimana, L = Panjang segmen (km) V = Kecepatan rata-rata ruang (km/jam) (waktu tempuh rata-rata dalam detik dapat dihitung dengan TT x 3600) II - 20