KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/DPD RI/II/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan sebagai komplikasi persalinan atau nifas, dengan penyebab terkait atau

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah Indonesia selalu mengupayakan peningkatan

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menunjukkan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEHATAN IBU, BAYI DAN ANAK BALITA

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

EVALUASI PERSIAPAN PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

KATA PENGANTAR. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan masalah nasional yang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai komitmen internasional, yang dituangkan dalam Millennium

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI)

STRATEGI AKSELARASI PROPINSI SULBAR DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGs GOAL 5 DI PROVINSI BENGKULU

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. kandungan, saat kelahiran dan masa balita (dibawah usia lima tahun).

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hamil atau dalam 42 hari setelah persalinan, keguguran atau terminasi

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

TENTANG BUPATI SERANG,

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

I. PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan. Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di. Indonesia menempati teratas di Negara-negara ASEAN, yaitu 228 per

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat menetukan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), yang

BUPATI SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS,

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

PRA-MUSRENBANGNAS RKP 2016 Kelompok Pembahasan: Kesehatan

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB I PENDAHULUAN. positif bagi ibu maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya

PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDG) yaitu goal ke-4 dan ke-5. Target

BAB I PENDAHULUAN. dapat terwujud (Kemenkes, 2010). indikator kesehatan dari derajat kesehatan suatu bangsa, dimana kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan akibat langsung proses reproduksi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK

Transkripsi:

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 34/DPD RI/II/2013-2014 HASIL PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 KESEHATAN BERKENAAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK JAKARTA 2013

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 34/DPD RI/II/2013-2014 HASIL PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 KESEHATAN BERKENAAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah selaku penyelenggara negara berkewajiban melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan untuk mewujudkan terpenuhinya hak-hak masyarakat dalam pelayanan kesehatan yang baik; b. bahwa untuk mendorong terpenuhinya hak-hak masyarakat yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia telah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berkenaan dengan kesehatan ibu dan anak; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud ketentuan pada huruf a, dan huruf b di atas, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berkenaan dengan kesehatan ibu dan anak. Mengingat : 1. Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Nomor 123 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5043); 3. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib; 4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia; 5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/ DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun 2007-2009. 1275

Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal 20 Desember 2013 MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN HASIL PENGAWASAN DPD RI ATAS PELAKSANAAN UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 KESEHATAN BERKENAAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK. PERTAMA : Hasil pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berkenaan dengan Kesehatan Ibu dan Anak, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai pertimbangan untuk ditindak lanjuti. KEDUA : Isi dan rincian hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA, disusun dalam naskah terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PIMPINAN Ketua, Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal, 20 Desember 2013 H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA Wakil Ketua, Wakil Ketua, GKR. HEMAS DR. LAODE IDA 1276

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN NOMOR 34/DPD RI/II/2013-2014 HASIL PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 KESEHATAN BERKENAAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK HASIL PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 KESEHATAN BERKENAAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK I. Pendahuluan Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tertuang di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Salah satu bentuk layanan kesehatan yang diberikan pemerintah adalah layanan kesehatan bagi ibu dan anak. Hal ini tertuang dalam Pasal 126 ayat (1) dan Pasal 131 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Layanan kesehatan ibu ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu agar mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta untuk mengurangi angka kematian ibu. Sementara itu, layanan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Dengan demikian, lahirnya generasi yang sehat dan berkualitas tidak terlepas dari upaya untuk menjaga kesehatan ibu dan anak (KIA) dan mengurangi angka kematian ibu dan anak. Berbagai upaya dan program telah dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka meningkatkan KIA dan mengurangi angka kematian ibu dan anak, tetapi program dan upaya tersebut belum mampu mengurangi angka kematian ibu dan anak secara signifikan. Angka kematian ibu (AKI) berada pada angka 228 per 100.000 kelahiran hidup dengan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (nakes) terlatih 89,68%, sedangkan angka kematian bayi (AKB) berada pada angka 32 per 1.000 kelahiran hidup dan AKB 40 per 1000 kelahiran hidup. Baik AKI maupun AKB dikhawatirkan tidak akan mencapai target millenium development goal s (MDGs) tahun 2015, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup bagi AKI dan 23 per 1.000 kelahiran hidup bagi AKB 1 karena capaian target yang diharapkan masih sangat jauh. Selain penurunan AKI dan AKB, layanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan 1 Survei Demografi dan Kesehatan Indoesia 2012. 1277

prasarana serta fasilitas kesehatan yang memadai bagi ibu dan anak masih belum terpenuhi dengan baik. Ketidaktersediaan puskesmas yang memiliki PONED, tenaga kesehatan, khususnya bidan dan perawat yang membantu persalinan, dan rumah sakit rujukan yang memadai menghambat upaya peningkatan KIA yang berimplikasi pada minimnya pengurangan AKI dan AKB. Minimnya regulasi teknis yang menjadi dasar bagi pelaksanaan KIA, seperti belum adanya Peraturan Pemerintah (PP) mengenai Pelayanan Kesehatan Ibu dan belum adanya PP mengenai Jenis-Jenis Imunisasi Dasar, ikut berpengaruh pada capaian KIA. Minimnya regulasi teknis tersebut berdampak pada keterhambatan pelaksanaan program teknis terkait dalam menunjang capaian KIA. Di samping regulasi, minimnya koordinasi dan peran pemerintah daerah (pemda) juga menjadi kendala dalam program KIA. Program KIA yang ada selama ini terkesan hanya menjadi milik pemerintah (pusat) yang kurang melibatkan daerah sehingga program-program yang sudah bagus yang ditetapkan oleh Pemerintah tidak dapat berjalan di daerah. Hal itu disebabkan lemahnya fungsi koordinasi dan kurangnya pelibatan daerah. Sementara itu, di sisi lain, pemda kurang memberikan perhatian yang serius terhadap KIA, terlihat dengan minimnya program-program daerah yang mengalokasikan anggaran bagi program KIA. Kondisi di atas menjadi dasar bagi Komite III DPD RI melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU Kesehatan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 22D UUD RI bahwa Dewan Perwakilan Daerah RI memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, selain pertimbangan dan legislasi. II. Pelaksanaan Pengawasan Pengawasan dilakukan atas pelaksanaan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang difokuskan pada layanan kesehatan ibu dan anak yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Adapun objek yang diawasi adalah pemerintah, pemda, fasilitas kesehatan (posyandu, puskesmas, dan rumah sakit), tenaga kesehatan, khususnya bidan dan perawat, serta masyarakat. Uraian objek yang diawasi adalah sebagai berikut: (1) angka kematian ibu dan angka kematian bayi, (2) upaya kesehatan ibu dan anak, (3) fasilitas kesehatan ibu dan anak, (4) ketersediaan tenaga kesehatan, (5) gizi ibu dan anak, (6) regulasi teknis, (7) peran pemerintah daerah, dan (8) alokasi anggaran. Pengawasan terhadap pelaksanaan UU Kesehatan dilakukan dengan metode (i) observasi, (ii) wawancara dan kuesioner, dan (iii) telaah data dan informasi. Semetara itu, instrumen yang digunakan dalam pengawasan adalah sebagai berikut. 1. Rapat Kerja dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tanggal 3 Desember 2013. 2. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tanggal 02 Desember 2013 dengan: a. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes RI; b. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI); c. Rumah Sakit Ibu dan Anak Harapan Kita; dan d. Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). 3. Kunjungan Kerja ke daerah tanggal 16-19 September 2013. 4. Finalisasi hasil pengawasan tanggal 16-18 Desember 2013. Waktu pelaksanaan pengawasan dimulai tanggal 16 September 2013 yang ditandai dengan kunjungan kerja ke daerah. Pengawasan berakhir tanggal 18 Desember 2013 yang ditandai dengan berakhirnya finalisasi laporan hasil pengawasan UU Kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak. Lokasi pengawasan ada di Jakarta sebagai ibu kota negara dan di daerah yang terdiri atas tiga puluh tiga provinsi. III. Temuan Menonjol Temuan penting terhadap pengawasan pelaksanaan UU Kesehatan berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak tampak pada paparan berikut. 1. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) Masih Tinggi Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan ibu dan anak adalah menurunnya AKI dan AKB. Secara nasional, AKI dan AKB masih tinggi. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 yang disampaikan Kementerian Kesehatan tanggal 3 Desember 2013 dalam Rapat Kerja dengan Komite III DPD RI disebutkan bahwa AKI berada pada angka 228 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan 1278

AKB berada pada angka 32 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target MDGs 2015 yang masing-masing 102 per 100.000 dan 23 per 1000 kelahiran hidup, capaian AKI dan AKB masih jauh dari harapan dan kemungkinan target MDGs 2105 tidak akan tercapai dengan memakai estimasi SKDI (1990--2007) dengan menggunakan perhitungan ekponensial. Tahun 2015 AKI hanya akan mencapai angka 161 per 100.000 kelahiran hidup. Laporan tahunan KIA yang disampaikan oleh Direktur Bina Kesehatan Ibu yang disampaikan pada tanggal 6 April 2011 menyebutkan bahwa jika dihitung, AKI per provinsi cukup tinggi, yaitu 11.534 kematian pada tahun 2010 dengan perincian, lima provinsi AKInya 50% atau 5.767 kematian ibu, sembilan provinsi 25% atau 2.884 kematian ibu, dan 18 provinsi 25% atau 2883 kematian ibu. Lima provinsi yang menyumbang 50% AKI tersebut adalah Jawa Barat (19,8%), Jawa Tengah (15,3%), Nusa Tenggara Timur (5,6%), Banten (4,7%), dan Jawa Timur (4,3%). Laporan tersebut sejalan dengan temuan Komite III DPDRI yang menemukan AKI yang cukup tinggi di beberapa provinsi yang melebihi AKI nasional (228/100.000 kelahiran), seperti Provinsi Bengkulu (359/100.000 kelahiran), Sumatera Utara (359/100.000 kelahiran), Jawa Tengah (605/100.000 kelahiran), Bali (359/100.000 kelahiran), dan Papua (362/100.000 kelahiran). Begitu juga dengan AKB yang melebihi rata-rata nasional (23/1000 kelahiran), yaitu provinsi Bengkulu (35/1000 kelahiran), NTT (916/1000 kelahiran), Bali (34/1000 kelahiran), dan Papua (41/1000 kelahiran). Tingginya AKI disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pendarahan, eklampsia, dan infeksi. Sementara itu, tingginya AKB disebabkan oleh diare dan inspeksi saluran pernapasan (ISPA). Pengawasan yang dilakukan Komite III menemukan bahwa pendarahan, eklampsia, dan infeksi menjadi penyebab AKI tertinggi. Hal itu dikuatkan oleh SDKI 2007 yang menyatakan bahwa pendarahan menyumbang 27%, eklampsia menyumbang 23%, dan infeksi menyumbang 11% AKI. Selain itu, ISPA merupakan penyebab kematian bayi dan balita nomor dua setelah diare sebagaimana disampaikan oleh Wamenkes RI tanggal 3 Desember 2013 bahwa 5% dari anak yang dibawa ke faskes/nakes menderita ISPA proksi pneumonia. Selain itu, tingginya jumlah penderita HIV dan AIDS turut berkontribusi bagi tingginya AKI dan AKB; bagi ibu yang menderita HIV/AIDS akan menularkannya kepada bayi yang dikandungnya sehingga bayi tersebut dilahirkan dalam kondisi tertular HIV/ AIDS. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, jumlah HIV/AIDS dalam delapan tahun terakhir (2005-2013) cenderung mengalami peningkatan, jumlah terakhir tahun 2013 mencapai 20.397 orang untuk HIV dan 2.763 orang untuk AIDS. Pengawasan yang dilakukan menemukan bahwa rendahnya pengetahuan, pendidikan, dan minimnya akses informasi turut menyumbang AKI dan AKB, seperti rendahnya pengetahuan tentang demam (bisa disebabkan oleh malaria atau infeksi saluran pernapasan akut) yang dialami seorang balita berakhir dengan kematian. Hasil SDKI 2007 menunjukkan bahwa hanya 61% anak balita yang menderita diare diobati dengan terapi rehidrasi oral (cairan oralit). Hal itu tentu menjadi preseden buruk dalam menciptakan generasi penerus yang cerdas, sehat, dan berkualitas sebagaimana tujuan pembangunan kesehatan bidang KIA yang menjadi amanat UU Kesehatan. 2. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak Belum Optimal UU Kesehatan menyatakan bahwa upaya kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peningkatan kesehatan ibu dan anak dalam MDGs tidak hanya peningkatan layanan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, tetapi juga menyangkut upaya kesehatan reproduksi, termasuk peningkatan pelayanan antenatal, penurunan kehamilan pada remaja, peningkatan cakupan peserta aktif KB, dan penurunan unmet need KB. Hasil kunjungan kerja yang dilakukan Komite III DPD RI tanggal 16-19 September 2013 menemukan bahwa pelayanan antenatal, kehamilan remaja, peningkatatan peserta aktif KB, dan penurunan unmeet need KB belum sepenuhnya berjalan dengan baik karena berbagai hal, seperti, tempat tinggal yang jauh dari fasilitas kesehatan terdekat, kurangnya pendidikan, dan minimnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah. Hal tersebut dikuatkan oleh paparan yang disampaikan Wakil Menteri Kesehatan RI dalam Rapat Kerja dengan Komite III tanggal 3 Desember 2013, yaitu layanan antenatal 96,58% dengan target MDGs 95%, angka kehamilan remaja 48% dengan target MDGs 30%, angka peserta KB 61,9% dengan target MDGs 66%, dan angka unmeet need KB (KB yang tidak terpenuhi) 8,5% dengan target MDGs 5%. Baik layanan antenatal, kehamilan pada usia remaja, kepesertaan KB, maupun unmeet need KB dikhawatirkan tidak akan mencapai target MDGs 2015 tersebut. Di samping itu, komite III juga menemukan kasus kehamilan di usia remaja sehingga menyebabkan AKI cukup tinggi di daerah. Kondisi fisik dan mental yang belum siap serta rendahnya pengetahuan tentang KIA menyebabkan ibu-ibu yang hamil pada usia remaja yang akan melahirkan mengalami pendarahan yang mengancam nyawa mereka. 1279

Sementara itu, penanganan dan ketersediaan fasilitas kesehatan kurang memadai. Kompleksitas permasalahan di atas disinyalir menjadi penyebab tingginya kematian ibu hamil pada usia remaja, seperti yang terjadi di wilayah Kalimantan Barat dan Jawa Timur. Upaya untuk meningkatkan pelayanan antenatal, mengurangi kehamilan remaja, peningkatan peserta aktif KB, dan mengurangi unmeet need KB harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh karena merupakan hak dasar ibu dan anak untuk mendapatkan layanan tersebut. 3. Fasilitas Kesehatan Ibu dan Anak Minim Salah satu kondisi yang menyebabkan terjadinya kematian ibu dan bayi yang baru dilahirkan adalah kecepatan dan ketepatan tindakan pada saat kondisi darurat terjadi. Keberadaan Puskesmas PONED merupakan salah satu jawaban untuk mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir untuk mencegah komplikasi atau mendapatkan pelayanan pertama saat terjadi kondisi darurat tersebut dengan persyaratan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan yang baik. Pengawasan yang dilakukan menemukan bahwa keberadaan fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan KIA masih terbatas, khususnya ketersediaan Puskesmas PONED sebagai fasilitas layanan dasar bagi peningkatan KIA. Di samping itu, umumnya kondisi darurat ditangani pada fasilitas kesehatan dasar dengan teknologi yang sederhana sehingga kualitas penanganan gawat darurat belum memberikan kontribusi yang cukup besar untuk pencegahan kematian ibu dan bayi baru lahir. Dari data Riset Fasilitas Kesehatan (Risfaskes) 2011 diketahui bahwa 241 kabupaten di Indonesia (60%) belum mempunyai 4 buah Puskesmas PONED per kabupaten seperti yang dipersyaratkan oleh Kemenkes. Di samping itu, hanya di 69,7% puskesmas tersedia alat pemeriksaan haemoglobine dan hanya di 42,6% puskesmas PONED tersedia MgSO4 yang bermanfaat untuk mengatasi masalah pendarahan dan eklampsia yang merupakan dua penyebab kematian terbanyak. Dari seluruh puskesmas perawatan, termasuk PONED, hanya 76,5% puskesmas perawatan yang mempunyai alat transportasi (ambulans atau perahu motor). Kondisi yang sama juga terjadi dengan rumah sakit. Sebagai tempat rujukan akhir yang memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir seharusnya tersedia dengan cukup memadai di daerah-daerah, tetapi ketersediaannya masih terbatas. Hasil Risfaskes tahun 2011 menunjukkan bahwa hanya 7,6% RS pemerintah yang bisa memenuhi 17 kriteria RS mampu PONEK 24 jam 7 hari dalam seminggu, padahal 5%-15% kasus komplikasi membutuhkan tindakan yang hanya bisa dilakukan di rumah sakit, seperti seksio sesaria dan transfusi darah. 4. Ketersediaan Tenaga Bidan dan Dokter Spesialis belum Memadai Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memegang peranan penting dalam meningkatkan KIA. Keberadaan bidan, terutama yang ditempatkan di wilayah perdesaan dan wilayah terpencil, sangat diperlukan di tengah keterbatasan keberadaan tenaga kesehatan dan fasiltas kesehatan yang ada. Sejak tahun 1990 pemerintah telah melaksanakan program penempatan bidan di desa sebagai langkah untuk mengurangi AKI dan AKB. Program itu bertujuan untuk mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, terutama pada saat kehamilan dan persalinan. Pengawasan yang dilakukan oleh Komite III menemukan bahwa distribusi dan pemerataan bidan masih belum merata, kualitas dan kompetensi bidan yang ditempatkan juga belum memenuhi standar kompetensi yang diharapkan. Berdasarkan laporan rutin kesehatan ibu dari dinkes provinsi tahun 2011, tercatat ada 66.442 bidan yang bertugas di desa, tetapi hanya sekitar 54.369 orang atau 82% yang tinggal di desa. Kemampuan bidan di desa dalam memberikan pertolongan persalinan sesuai dengan standar juga masih terbatas. Minimnya pelatihan yang diberikan terkait asuhan persalinan khususnya pelatihan asuhan persalinan normal (APN) dan lemahnya kemampuan bidan dalam memberikan informasi dan advokasi kepada ibu dan keluarga pada saat kehamilan memperkuat tidak berjalannya program peningkatan KIA. Selain kuantitas dan kualitas bidan yang belum memadai, ketersediaan dokter terutama dokter spesialis di daerah juga masih dirasakan kurang. Kurangnya ketersediaan dokter spesialis berbading lurus dengan kurangnya sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan yang menjadi ranah praktiknya para dokter, seperti yang tergambar dalam Risdeskas 2010 yang menyatakan bahwa kekurangan sarana dan retensi dokter sepsialis obstetri dan ginekologi menjadi penyebab utama ketidakmampuan sebuah RS menyediakan PONEK 24/7. 1280

5. Kurangnya Gizi Ibu dan Anak Pasal 142 ayat (1) UU Kesehatan menyatakan bahwa upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada bayi dan balita, remaja perempuan, serta ibu hamil dan menyusui, sedangkan ayat selanjutnya menjelaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan gizi pada setiap lapisan masyarakat. Pemenuhan gizi bagi perempuan memegang peran yang signifikan dalam menurunkan AKI, AKB, dan menentukan kualitas anak yang akan dilahirkannya. Permasalahan gizi merupakan permasalahan intergenerasi karena ibu hamil yang kurang gizi akan melahirkan bayi kurang gizi yang secara medis berisiko memiliki IQ rendah dengan tumbuh kembang yang tidak optimal. Peran penting gizi tidak hanya terletak pada pertumbuhan fisik saja, tapi juga pertumbuhan otak serta perkembangan perilaku, motorik, dan kecerdasan. Pengawasan yang dilakukan Komite III DPD RI memperingatkan bahwa kondisi gizi ibu dan anak dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, ekonomi, dan politik. Nilai-nilai sosial budaya masih menjadi acuan perilaku kesehatan masyarakat. Nilai sosial budaya juga masih menerapkan tabu makanan tertentu bagi perempuan, ibu hamil, dan balita walaupun makanan tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu, kondisi yang miskin menyebabkan pengelolaan makanan cenderung mengabaikan kebutuhan gizi bagi ibu dan anak. Gizi buruk pada balita dan anak-anak yang dilahirkan disebabkan kemiskinan dan ketidakmampuan keluarga menyediakan makanan bergizi bagi perempuan hamil dan anak-anak. Hal itu menjadi penyebab meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia. Hasil Riskesdas 2013 menemukan kecenderungan peningkatan balita kurang gizi, yakni dari 18,4% pada tahun 2012 menjadi 19,6% pada tahun 2013 dengan daerah yang paling tinggi angka balita kekurangan gizi ialah NTT, yaitu sebesar 34%. 6. Peraturan Pemerintah berkaitan dengan Kesehatan Ibu dan Anak Belum Terbit Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan (UUP3) menyatakan bahwa peraturan pemerintah (PP) merupakan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan undang-undang. Dalam kaitannya dengan Undang-Undang Kesehatan, terbitnya sejumlah PP merupakan keharusan untuk menjalankan undang-undang tersebut. Terdapat enam (6) pasal yang berkaitan dengan KIA yang belum memiliki PP sebagai aturan pelaksanaanya, yaitu PP tentang reproduksi dengan bantuan, amanat Pasal 74 ayat (3); PP tentang aborsi dalam keadaan darurat, amanat Pasal 75 ayat (4); PP tentang kesehatan sekolah, amanat Pasal 79 ayat (3); PP tentang pelayanan kesehatan ibu, amanat Pasal 126 ayat (4); PP tentang persyaratan kehamilan di luar cara alamiah, amanat Pasal 127 ayat (2); dan PP tentang jenis-jenis imunisasi dasar, amanat Pasal 132 ayat (4). Belum terbitnya sejumlah PP mempengaruhi implementasi program-program kesehatan di daerah karena daerah tidak dapat menjalankan program tanpa adanya petunjuk teknis pelakasanaan undang-undang yang menjadi muatan dari PP. Di samping itu, kurang optimalnya program-program peningkatan KIA di daerah diduga karena belum adanya PP sebagai petunjuk teknis bagi pemda dalam membuat aturan dan program turunannya pada tingkat daerah sehingga terkesan pemda kurang responsif terhadap program Pemerintah. Kondisi tersebut merugikan masyarakat yang seharusnya mendapatkan layanan KIA yang paripurna sebagaimana cita-cita pembangunan kesehatan yang diamanatkan dalam UUD 1945. 7. Peran Pemerintah Daerah Belum Optimal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan bagi daerah. Salah satu kewenangan itu adalah mengurusi bidang kesehatan. Dalam pengawasan yang dilakukan ditemukan bahwa pemda dalam mengurangi AKI dan AKB masih sangat kurang. Hal itu dapat dilihat dari minimnya program-progam daerah dalam peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, dan/atau implementasi program-program nasional yang dijalankan pada tingkat daerah. Kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan yang masih belum memadai akan mengurangi kualitas layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat sehingga akan berdampak pada rendahnya capaian program KIA di daerah-daerah. Begitu juga ketersediaan fasilitas kesehatan yang belum memadai menghambat akses masyarakat terhadap layanan KIA karena masyarakat tidak mampu untuk mendapatkan (i) layanan melahirkan yang memadai, (ii) layanan kehamilan, dan (ii) layanan KIA lain yang dapat menurunkan AKI dan AKB. 8. Alokasi Anggaran Kesehatan belum memadai Pasal 171 ayat (1) UU Kesehatan menyatakan bahwa besaran anggaran kesehatan 1281

Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji, sedangkan Pasal 171 ayat (2) menyatakan bahwa besaran anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji. Kedua pasal tersebut menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah diharuskan untuk menyediakan anggaran kesehatan sebesar 5% dari APBN dan 10% dari APBD. Pengawasan yang dilakukan Komite III menemukan bahwa pemerintah dalam APBN hanya mengalokasikan anggaran kesehatan kurang dari 2% sejak 2005-2013 sebagaimana disampaikan oleh ketua Ikatan Dokter Indonesia dalam Kongres Kesehatan Rakyat Indonesia (KKRI) tanggal 19 Agustus 2013 yang lalu. Demikian juga dengan alokasi anggaran kesehatan di daerah yang belum semua daerah memenuhi amanat Pasal 171 ayat (2) yang menyatakan bahwa daerah harus menyediakan anggaran kesehatan 10% dari total APBD di luar gaji. IV. Rekomendasi Berdasarkan temuan yang telah dipaparkan di atas, Komite III DPD RI merekomendasikan hal sebagai berikut: 1. mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah yang diamanatkan dalam UU Kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak; 2. mendesak pemerintah dan pemerintah daerah agar menyediakan sarana dan prasarana puskesmas dan rumah sakit yang menunjang kesehatan ibu dan anak; dan 3. mendesak pemerintah dan pemerintah daerah untuk melaksanakan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan, yaitu pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan 5% dari APBN dan 10% dari APBD di luar gaji. V. Penutup Demikian pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, terutama yang berkenaan dengan kesehatan ibu dan anak. Pengawasan ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban konstitusional dan kewenangan DPD RI. DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PIMPINAN Ketua, H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA. Wakil Ketua, Wakil Ketua, GKR HEMAS DR. LAODE IDA 1282