KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN"

Transkripsi

1 DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 14 /DPD RI/I/ HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL JAKARTA 2013

2

3 DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 14 /DPD RI/I/ HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN DAERAH, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22D ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan melaksanakan ketentuan Pasal 223 serta Pasal 224 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, DPD perlu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang tertentu; b. bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan dalam rangka memberikan kepastian pelindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Mengingat : 1. Pasal 22D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5243); 4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata tertib; 5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/ DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun ; 803

4 Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-5 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang I Tahun Sidang tanggal 1 Oktober 2013 MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH HASIL PENGAWASAN DPD RI ATAS PELAKSANAAN UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL. PERTAMA : Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. KEDUA : Isi dan rincian hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA, disusun dalam naskah terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2013 DEWAN PERWAKILAN DAERAH PIMPINAN Ketua, H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA. Wakil Ketua, Wakil Ketua, GKR HEMAS DR. LAODE IDA 804

5 DEWAN PERWAKILAN DAERAH LAMPIRAN KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 14 /DPD RI/I/ HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KEGIATAN PENGAWASAN Jaminan Sosial Nasional merupakan program negara untuk memberikan kepastian pelindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang diamanatkan dalam Pasal 28H dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Ayat (3) Pasal 28H UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat, sedangkan ayat (2) Pasal 34 UUD NRI menyatakan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Jaminan Sosial Nasional diatur dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) yang menganut tiga (3) asas (kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial); sembilan (9) prinsip (kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilita,; kepesertaan bersifat wajib, amanat, dan hasil pengelolaan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta; dan lima (5) program (jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian). Dengan program ini diharapkan setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun. Dengan akan beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada tanggal 1 Januari 2014, semestinya banyak hal yang telah disiapkan secara matang sehingga ketika dilaksanakan per satu Januari 2014 kendala-kendala teknis maupun nonteknis tidak mengganggu jalannya program jaminan sosial tersebut. Akan tetapi, hingga mendekati akhir tahun 2013 ini, masih ditemukan berbagai permasalahan menyangkut penyelenggaraan jaminan sosial tersebut, seperti masih belum terbitnya sejumlah peraturan pelaksana sebagai petunjuk teknis operasionalisasi SJSN. Minimnya peraturan pelaksana berimplikasi pada tertundanya upaya peleburan sejumlah jaminan sosial yang dimiliki oleh pemerintah. Seperti yang dialami oleh Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan (Askes), ketiadaan regulasi terkait kelembagaan, dan tata kelola BPJS Kesehatan turut menghambat PT Askes dalam menyusun peraturan atau pedoman BPJS Kesehatan yang lebih teknis. Pemerintah baru menerbitkan dua peraturan pelaksana yang terkait teknis pelaksanaan program yaitu (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional. Selain peraturan pelaksana yang masih minim, besaran iuran dan kepesertaan masih 805

6 menyisakan pekerjaan rumah yang belum selesai. Polemik mengenai berapa besaran iuran yang ditanggung pemerintah masih belum selesai. Begitu juga data masyarakat miskin (maskin) menyangkut besaran dan kategorisasi maskin juga masih belum jelas. Sementara itu, di pihak lain, beberapa pemerintah daerah (pemda) telah menerapkan sejumlah program guna mematangkan persiapan program jaminan sosial nasional tersebut (universal coverage). Program daerah tersebut dilaksanakan untuk menutupi kelemahan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (jamkesmas) yang tidak dapat menampung seluruh maskin yang ada di daerah-daerah. Program yang dijalankan dengan menggunakan anggaran daerah (APBD) ini cukup sukses memberikan layanan kesehatan dasar bagi maskin. Dengan berlakunya Jaminan Sosial Nasional, keberlangsungan jamkesda dalam menjamin kesehatan maskin di daerah dikhawatirkan tidak akan berlanjut karena akan tumpang tindih dengan program jaminan kesehatan nasional. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang baik juga masih belum terpenuhi. Ketersediaan tenaga kesehatan terutama dokter, perawat, dan bidan masih belum tercukupi untuk menjangkau seluruh wilayah, terutama di daerah terpencil. Begitu juga ketersediaan puskesmas yang memiliki fasilitas rawat inap pun masih belum cukup. Hal itu akan mengganggu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat miskin sehingga cita-cita UU SJSN untuk memberikan layanan paripurna bagi seluruh rakyat Indonesia sulit terwujud. Kondisi di atas menjadi dasar bagi Komite III DPD RI untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU SJSN sebagaimana diamanatkan Pasal 22D UUD RI bahwa Dewan Perwakilan Daerah RI memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, selain pertimbangan dan legislasi. B. FOKUS DAN SIGNIFIKANSI KEGIATAN PENGAWASAN Fokus kegiatan diarahkan pada pengawasan UU SJSN, khususnya menyangkut efektivitas dan permasalahannya di lapangan dengan melakukan kunjungan langsung ke 33 Provinsi (daerah pemilihan Anggota Komite III DPD RI), sedangkan signifikansi kegiatan pengawasan adalah tampak sebagai berikut: (1) pengawasan pelaksanaan UU SJSN yang dilakukan DPD RI merupakan bagian implementasi kewenangan DPD RI yang diatur dalam Pasal 22D Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 224 ayat (1) huruf e, sedangkan alat kelengkapan yang melakukan pengawasan adalah Komite III sesuai dengan Peraturan DPD RI Nomor 02 Tahun 2012 tentang Tata Tertib; dan (2) jaminan sosial merupakan program negara yang bertujuan untuk memberikan kepastian pelindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang diamanatkan dalam Pasal 28H dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; C. LANDASAN YURIDIS 1. Pasal 22D Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 224 ayat (1) huruf e; 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; 4. Peraturan DPD RI Nomor 02 Tahun 2012 tentang Tata Tertib; 5. Peraturan DPD RI Nomor 06 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan DPD RI; 806

7 BAB II PELAKSANAAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL A. SUBJEK DAN OBJEK PENGAWASAN Pengawasan dilakukan atas pelaksanaan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan telah diterbitkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai badan negara yang menyelenggarakan SJSN secara nasional sehingga jaminan sosial yang selama ini diselenggarakan oleh Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes beralih ke BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 60 dan Pasal 62 UU BPJS menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan akan berjalan pada tanggal 1 Januari Artinya, seluruh pengelolaan jaminan sosial yang selama ini dijalankan oleh badan negara akan dijalankan oleh BPJS Kesehatan untuk Jaminan Kesehatan dan oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk Jaminan Ketenagakerjaan. Adapun objek yang diawasi adalah pemerintah, pemda, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial milik pemerintah (Jamsostek, Taspen, dan Askes) dan objek yang diawasi berhubungan dengan persiapan dalam menyelenggarakan Jaminan Kesehatan dan Jaminan Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 yang terdiri atas: (1) peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam UU SJSN; (2) proses transformasi kelembagaan baik dari sisi sumberdaya manusia maupun infrastruktur; (3) besaran iuran dan Kkepersertaan; (4) sarana dan prasarana penunjang di daerah, khususnya pada fasilitas kesehatan; serta (5) integrasi program jaminan sosial yang dikelola Pemda dengan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. B. METODE DAN INSTRUMEN PENGAWASAN Pengawasan terhadap pelaksanaan UU SJSN dilakukan dengan metode: 1. observasi, 2. wawancara dan kuesioner, 3. telaah data dan informasi. C. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN PENGAWASAN 1. WAKTU DAN TEMPAT KUNJUNGAN PENGAWASAN Anggota Komite III DPD dalam pelaksanaan pengawasan atas UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN melakukan kunjungan pengawasan di masing-masing daerah pemilihan di 33 Provinsi 2. BENTUK KEGIATAN Kegiatan Komite III DPD RI dalam melakukan pengawasan atas UU Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN, selain melakukan kunjungan ke daerah, komite III juga melakukan kegiatan sebagai berikut : (1) rapat kerja dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tanggal 13 Maret 2013; (2) rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Perseroan ASKES dan Perseroan TASPEN tanggal 7 Mei 2013; (3) rapat kerja dengan Kementerian Sosial Republik Indonesia tanggal 11 Juni 2013; (4) kunjungan kerja ke daerah tanggal Juni 2013; dan (5) finalisasi hasil pengawasan tanggal 3-4 September Waktu pelaksanaan pengawasan dimulai dari tanggal 13 Maret 2013 yang ditandai dengan Rapat Kerja bersama Kementerian Kesehatan RI. Pengawasan berakhir tanggal 4 September 2013 yang ditandai dengan berakhirnya finalisasi laporan hasil pengawasan UU SJSN. Lokasi pengawasan ada di Jakarta sebagai ibu kota negara dan di daerah yang terdiri atas tiga puluh tiga (33) provinsi. 807

8 BAB III TEMUAN MENONJOL UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Temuan penting terhadap pengawasan pelaksanaan UU SJSN terangkum sebagai berikut. 1. Belum Terbitnya Sejumlah Peraturan Pelaksana Undang-Undang SJSN mengamanatkan dua puluh satu peraturan pelaksanaan untuk menerapkan SJSN yang terdiri atas sebelas (11) peraturan pemerintah dan sepuluh (10) peraturan presiden. Sebelas peraturan pemerintah (PP) mengatur (i) penerima bantuan iuran (Pasal 14); (ii) iuran wajib peserta (Pasal 17); (iii) manfaat uang tunai, hak ahli waris, kompensasi, dan pelayanan medis (Pasal 33); (iv) iuran jaminan kecelakaan kerja (Pasal 34); (v) manfaat jaminan hari tua (Pasal 37); (vi) besarnya iuran jaminan hari tua (Pasal 38); (vii) besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta penerima upah (Pasal 42); (viii) besarnya manfaat jaminan kematian (Pasal 45); (ix) iuran jaminan kematian (Pasal 46); (x) tata cara pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial (Pasal 47); dan (xi) pembentukan cadangan teknis (Pasal 50). Sepuluh peraturan presiden (perpres) mengatur (i) susunan organisasi dan tata kerja Dewan Jaminan Sosial Nasional (Pasal 10); (ii) tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (Pasal 12); (iii) kepesertaan dan iuran (Pasal 13); (iv) kepesertaan jaminan kesehatan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (Pasal 21); (v) pelayanan kesehatan dan urun biaya (Pasal 22); (vi) kompensasi (Pasal 23); (vii) jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin BPJS (Pasal 26); (viii) besarnya iuran untuk peserta penerima upah (Pasal 27); (ix) iuran tambahan (Pasal 28); dan (x) manfaat jaminan pensiun (Pasal 41). Di samping itu, BPJS yang dilahirkan dengan Undang-Undang (UU BPJS) juga menuntut sejumlah peraturan pelaksanaan sebagai regulasi teknis penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS. Delapan PP dan tujuh perpres serta satu keputusan presiden yang belum diterbitkan terkait BPJS itu sendiri. Jika jumlah tersebut ditotal, ada tiga puluh lima (35) peraturan pelaksanaan yang belum diterbitkan. Dengan jumlah peraturan pelaksanaan yang belum terbit sebanyak itu, pelaksanaan SJSN oleh BPJS dikhawatirkan akan mengalami banyak persoalan, terutama terlambatnya waktu pelaksanaan dari jadwal yang sudah ditetapkan, yaitu 1 januari Transformasi Kelembagaan Pasal 5 ayat (2) UU SJSN menyatakan bahwa sejak berlakunya UU SJSN, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Transfromasi kelembagaan dilakukan terhadap Jamsostek, Askes, Taspen, dan Asabri menjadi BPJS Kesehatan dan mengurusi jaminan kesehatan (JK), sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mengurusi jaminan kecelakaan jerja (JK), jaminan kematian (jakem), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan pensiun (JP). Proses transformasi secara otomatis akan mengubah sistem dan mekanisme operasional yang juga berkaitan dengan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) dan teknologi yang dimiliki. Apabila ditambah dengan kondisi seperti yang dipaparkan di atas, yaitu terdapat 35 peraturan pelaksanaan yang belum diterbitkan, proses transformasi tersebut akan terhambat karena belum terkoordinasikannya pola pengelolaan yang beragam dari badan pengelola jaminan sosial yang ada.. Direktur Utama Askes, Fachmi Idris, dalam RDPU dengan Komite III DPDRI tanggal 7 Mei 2013 menyatakan bahwa ketiadaan aturan mengenai kelembagaan dan tata kelola BPJS, besaran iuran, pengesahan Laporan Posisi Keuangan Pembuka BPJS Kesehatan, dan Laporan Posisi Keuangan Pembuka Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menghambat Askes dalam mentransformasikan diri menjadi BPJS Kesehatan. Permasalahan lain yang dihadapi Askes dalam bertrasnformasi adalah (1) penyelesaian terhadap piutang eks Askes Komersial, (2) aset tetap yang bermasalah, (3) persediaan alat kesehatan, serta (4) pengalihan aset dan liabilitas Askes ke BPJS Kesehatan. Pemisahan aset dan liabilitas antara milik DJS atau milik BPJS akan menurunkan nilai aset yang dimiliki BPJS sehingga menganggu investasi. Sebagai pengelola BPJS Kesehatan, potensi penolakan dari badan pengelola lain untuk mengalihkan pengelolaan kepada Askes juga belum dapat diatasi, seperti potensi penolakan Jamsostek terhadap pengalihan jaminan kesehatan tenaga kerja kepada Askes; permintaan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) agar BPJS Kesehatan memanfaatkan Lembaga Farmasi (LAVIAL) sebelum menandatangi kerja sama; adanya permintaan 808

9 pelayanan khusus/tertentu terkait dengan layanan forensik bagi polisi; serta adanya keinginan kelas perawatan khusus (VIP) bagi perwira tinggi. 3. Kepesertaan Masyarakat Miskin (Maskin) Data kepesertaan maskin masih menjadi polemik. Pemanfaatan data maskin yang berbeda-beda antara satu lembaga dan lembaga yang lainmenunjukkan belum adanya standar yang baku terkait maskin. Seperti data maskin yang digunakan untuk jamkesmas berbeda-beda, Jamkesmas 2010 menggunakan data dari program Pendataan Sosial Ekonomi (PSE-05) tahun 2005 yang berjumlah 76,4 juta jiwa. Data PSE-05 tersebut juga digunakan sebagai dasar jumlah maskin oleh DJSN BPJS. Sementara itu, Program Jamkesmas 2011 menggunakan data dari Program Perlindungan Sosial tahun 2008 (PPLS- 08) yang berjumlah 60,4 juta jiwa. Untuk Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) menggunakan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang berjumlah 62 juta orang, sedangkan data TNP2K tahun 2011 berjumlah 96,7 juta jiwa tidak digunakan. Data dari Badan Pusat Statisik (BPS) menyebutkan bahwa jumlah maskin sampai dengan Maret 2013 adalah 28,07 juta jiwa. Baik data maskin yang berasal dari PPLS maupun yang berasal dari BPS tidak digunakan dalam Program Jaminan Sosial Nasional yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari Pemerintah memutuskan jumlah maskin yang akan digunakan dalam BPJS hanya 86,4 juta jiwa sebagaimana yang disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI tanggal 10 Juli 2013 yang dihadiri oleh Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar, Menteri Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Askes, serta Kementerian PPN/Bappenas. Di samping itu, masih adanya perusahaan yang nakal dan tidak bersedia membayar jaminan sosial ketenagakerjaan menyebabkan tidak tercatatnya tenaga kerja tersebut sebagai peserta Jamsostek sehingga menambah daftar panjang penduduk yang tidak mendapat jaminan sosial. Hasil pengawasan Komite III DPDRI di Kota Makassar, Sulawesi Selatan menemukan bahwa perusahaan yang menyerap lebih dari tenaga kerja, hanya tenaga kerja yang terdaftar di Jamsostek. 4. Pembiayaan Besaran iuran sangat bervariasi karena cara pengumpulannya beragam. Misalnya, Askes mengumpulkan iuran dana hanya dari PNS dengan besaran iuran 2% dari gaji atau pensiun yang diterima (PP No. 28 Tahun 2003); Jamsostek mengumpulkan iuran hanya dari tenaga kerja yang bekerja di sektor swasta dengan besaran iuran 3% bagi yang lajang dan 6% bagi yang sudah berkeluarga (PP 53 Tahun 2012); Asabri mengumpulkan dana hanya dari TNI/Polri yang besarannya 3,25% dari penghasilan peserta setiap bulannya (Keppres No.8 Tahun 1977); dan Taspen mengumpulkan iuran dari PNS yang sudah pensiun sebesar 4,75% dari pensiun yang diterima (PP No. 25 Tahun 1981). Dengan adanya BPJS, besaran iuran dan tata cara pemungutan iuran dapat diseragamkan sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses jaminan sosial. Kondisi ideal tersebut belum bisa terwujud karena sampai saat ini PP yang mengatur besaran iuran dan tata cara pemungutan belum diterbitkan walaupun pemerintah sudah menginformasikan bahwa besaran iuran adalah Rp19.225,00, tetapi belum diiringi dengan aturan legal dalam bentuk PP. 5. Ketersediaan Fasilitas Kesehatan Pasal 22 UU SJSN menyatakan bahwa manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan, sedangkan Pasal 23 UU SJSN menyatakan bahwa manfaat jaminan kesehatan diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerja sama dengan BPJS. Sementara itu, bagi daerah yang belum menyediakan fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna mencukupi kebutuhan medis sejumlah peserta, BPJS wajib memberikan kompensasi. Pengawasan Komite III DPD RI menemukan bahwa hampir seluruh daerah belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang memadai. Begitu juga dengan ketersediaan fasilitas rawat inap dan fasilitas untuk melahirkan di Puskesmas, tenaga kesehatan khususnya dokter (dokter umum, gigi, dan spesialis), tenaga keperawatan (perawat dan bidan), serta tenaga penunjang lainnya juga belum memadai, baik untuk rumah sakit maupun puskesmas. Selain itu, banyaknya rumah sakit umum di tingkat kabupaten/kota yang berklasifikasi kelas C juga turut mempengaruhi kesiapan pemerintah dalam menjalankan program jaminan sosial kesehatan secara nasional. Hal ini tentuakan mengurangi nilai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari jaminan kesehatan itu sendiri. Pengawasan yang dilakukan Komite III DPD RI juga menemukan bahwa masih 809

10 adanya rumah sakit (pemerintah dan swasta) yang menolak dalam melayani pasien, khususnya pasien Jamkesmas. Pada umumnya penolakan rumah sakit tersebut menggunakan alasan keterbatasan kamar untuk rawat inap bagi pasien Jamkesmas dan lambatnya pencairan klaim rumah sakit oleh pemerintah atas pasien Jamkesmas. Di sisi lain, tidak adanya ketiadaan sistem pelayanan yang berjenjang menyebabkan banyaknya pasien yang seharusnya dapat ditangani puskesmas malah memilih langsung ke rumah sakit sehingga rumah sakit kesulitan dalam melayani karena melebihi kapasitas dan kemampuannya. Dengan demikian, perlu dipikirkan kesiapan sistem dan komitmen semua pihak dalam melayani pasien dari kalangan masyarakat miskin. 6. Integrasi Program Jaminan Sosial Daerah (Jamkesda/Jamkesta) dengan Program Jaminan Sosial Nasional Terbitnya UU SJSN memunculkan inovasi daerah dalam program-program jaminan sosial, khususnya kesehatan, sebagai bentuk kesiapan daerah dalam menjalankan program Jaminan Sosial Nasional sebagaimana tertuang dalam UU SJSN tersebut. Hasil Kunjungan kerja Komite III menemukan bahwa hampir seluruh daerah menerapkan sistem jaminan sosial kesehatan daerah (jamkesda/jamkesta) yang didanai dari APBD. Program Jamkesda/Jamkesta menggunakan dana yang bersumber dari APBD dengan besaran iuran yang ditanggung Pemda dan bervariasi jumlahnya sesuai dengan kemampuan daerah. Sasarannya adalah masyarakat miskin yang belum tertampung dalam Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dengan payung hukum peraturan setingkat peraturan kepala daerah (peraturan gubernur/bupati/wali kota), Program Jamkesda/Jamkesta dianggap cukup suskes dalam melayani kesehatan maskin yang belum mempunyai asuransi kesehatan. Lahirnya BPJS yang akan beroperasi mulai tanggal 1 Januari 2014 menjadikan seluruh program jaminan sosial yang ada, baik kesehatan maupun tenaga kerja dikelola oleh BPJS. Sampai saat ini, belum ada aturan atau regulasi yang mengatur proses integrasi Program Jamkesda/Jamkesta dengan Program Jaminan Sosial Nasional tersebut, bahkan di dalam UU SJSN, perihal peran daerah tidak diatur sama sekali, kecuali pada Pasal 22 dan Pasal 23 mengenai kompensasi bagi masyarakat yang meggunakan fasilitas kesehatan daerah yang belum memadai. Hasil pengawasan Komite III DPD RI tanggal Juni 2013 juga terungkap bahwa daerah tidak keberatan dengan akan dikelolanya jaminan sosial secara nasional melalui BPJS yang didanai dengan APBN, tetapi daerah juga masih menginginkan adanya Program Jamkesda/Jamkesta. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi nasional yang mengatur jamkesda/jamkesta dengan jaminan sosial nasional dari segi kepesertaan, pendanaan, besaran iuran yang ditanggung, dan lembaga yang mengelola. Dengan pembagian peran yang jelas, manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat, khsususnya yang belum mendapatkan jaminan sosial. 7. Minimnya Sosialisasi Pemerintah menargetkan bahwa tanggal 1 Januari 2014 BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sudah akan berjalan dan bulan November 2013 seluruh aturan teknis yang menunjang operasional BPJS telah rampung. Hasil pengawasan yang dilakukan Komite III DPD RI menemukan bahwa masih ada masyarakat, rumah sakit, dan pemerintah daerah yang belum memahami jaminan sosial nasional yang diselenggarakan oleh BPJS, siapa yang berhak menerima, mekanisme pendaftaran, pendanaan, dan kapan dilaksanakan. Kondisi itu semakin melengkapi kekhawatiran ketidaksiapan pemerintah dalam menjalankan jaminan sosial berskala nasional tepat pada 1 Januari 2014 sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 60 dan Pasal 62 UU BPJS sebagai turunan UU SJSN. 810

11 BAB III SIMPULAN DAN REKOMENDASI I. Rekomendasi Berdasarkan temuan-temuan yang telah dipaparkan di atas, Komite III DPD RI merekomendasikan hal-hal berikut kepada pemerintah: (1) Segera menerbitkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden sebagaimana amanat dalam UU SJSN dan UU BPJS dalam waktu singkat. (2) Meningkatkan koordinasi secara lebih intensif dan berkesinambungan dengan berbagai kementerian/lembaga/badan dalam kerangka mempercepat proses transformasi Askes, Jamsostek, Asabri, dan Taspen ke dalam BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. (3) Menetapkan standardisasi penentuan yang baku berkenaan dengan pendataan masyarakat miskin sebagai basis sasaran pelayanan dalam BPJS. (4) Melakukan koordinasi secara optimal dengan pemerintah daerah berkenaan dengan (a) ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan; (b) peningkatan jumlah dan kelengkapan sarana prasarana serta sumber daya manusia di puskesmas; (c) pembuatan sistem standar pelayanan yang berjenjang berbasis rujukan antara puskesmas dan rumah sakit; (d) validasi pendataan masyarakat miskin; dan (e) pengintegrasian Program Jamkesda/Jamkesta dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diimplementasikan oleh BPJS. (5) Menetapkan besarnya iuran/pembiayaan (premi) secara proporsional, baik peserta jaminan sosial nasional yang ditanggung pemerintah maupun yang tidak ditanggung pemerintah (membayar iuran/premi sendiri). (6) Melakukan sosialisasi secara optimal dan intensif terhadap seluruh ketentuan UU SJSN, UU BPJS, dan peraturan perundang-undangan yang lain secara menyeluruh kepada masyarakat, rumah sakit, dan pemerintah daerah. II. Penutup Demikian pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pengawasan ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban konstitusional dan kewenangan DPD RI. DEWAN PERWAKILAN DAERAH PIMPINAN Ketua, H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA. Wakil Ketua, Wakil Ketua, GKR HEMAS DR. LAODE IDA 811

12 812

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Oleh: dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn Anggota Komisi IX DPR RI Rakeskesnas, 17 April 2013 Makasar VISI Kementerian Kesehatan MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 21/DPD RI/I/2013 2014 HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2013 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN bpjs-kesehatan.go.id I. PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, setiap orang berhak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 68/DPD RI/IV/2012 2013 PANDANGAN DAN PENDAPAT TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 68/DPD RI/IV/2012 2013 PANDANGAN DAN PENDAPAT TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Hasil Diskusi Peluang dan Tantangan Daerah Menyongsong Kebijakan Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. 7-8 Desember 2012 Yogyakarta

Hasil Diskusi Peluang dan Tantangan Daerah Menyongsong Kebijakan Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. 7-8 Desember 2012 Yogyakarta Hasil Diskusi Peluang dan Tantangan Daerah Menyongsong Kebijakan Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional 7-8 Desember 2012 Yogyakarta Topik Pembahasan Regulasi Jaminan Kesehatan Kepesertaan Jaminan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA Sumber: http://bpjs-kesehatan.go.id/ A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 2004, Indonesia telah mempunyai Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 (UU SJSN). Jaminan Kesehatan Nasional

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/DPD RI/II/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/DPD RI/II/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 34/DPD RI/II/2013-2014 HASIL PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 KESEHATAN BERKENAAN DENGAN KESEHATAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 50/DPD RI/III/2012 2013 HASIL PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 PERKOPERASIAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH JAKARTA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, padapasal 25 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Transformasi BPJS 2. September 2011

Transformasi BPJS 2. September 2011 Transformasi BPJS 2 September 2011 1 Transformasi BPJS 2 (1) RUU BPJS disahkan menjadi UU Nov 2011 Ijin prakarsa pembuatan dan revisi PP terkait JHT dan JP Proses konsultasi publik terkait harmonisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan dalam human development indeks (HDI) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. 1 Dengan kondisi yang sehat

Lebih terperinci

PERATURAN PELAKSANAAN (R)UU BPJS: Apa Yang Harus Dikawal? Sistem Jaminan Sosial Nasional

PERATURAN PELAKSANAAN (R)UU BPJS: Apa Yang Harus Dikawal? Sistem Jaminan Sosial Nasional Seri Telaah MARTABAT 04/2011 PERATURAN PELAKSANAAN (R)UU BPJS: Apa Yang Harus Dikawal? Sistem Jaminan Sosial Nasional Oleh: A. A. Oka Mahendra MARTABAT Prima Konsultindo Ruko Kebayoran Arcade Blok C2 No.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Pertimbangan atau alasan disusunnya UU SJSN: a. Bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014 ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014 OLEH : DR.CHAZALI H. SITUMORANG, APT, M,Sc / KETUA DJSN SJSN: Reformasi Jaminan Sosial TATA CARA SJSN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMSOS

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5482 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 239) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Mengapa RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu segera disusun? Apakah peraturan perundang-undangan yang menjadi

Lebih terperinci

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional MENTERI Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Peluncuran Peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019 Jakarta, 29 November 2012 1 MENTERI SISTEMATIKA 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482)

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) No.239, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SJSN. Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional

IMPLEMENTASI SJSN. Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional IMPLEMENTASI SJSN Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL Jakarta, 12 Desember 2011 1 Latar belakang SJSN SJSN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN A. Sejarah Berdirinya BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi kesehatan sedunia, dan secara nasional dalam amandemen UUD 1945 pada Pasal 28-

Lebih terperinci

Presentasi Rapat Kerja RUU BPJS. 7 September 2011

Presentasi Rapat Kerja RUU BPJS. 7 September 2011 Presentasi Rapat Kerja RUU BPJS 7 September 2011 1 Pending Issues yang signifikan 1. Transformasi 2. Seleksi Dewan Pengawas dan Direksi 3. Jumlah Anggota Dewan Pengawas dan Direksi 4. Hubungan dengan Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kesehatan dan dalam Pasal 28 H Ayat (3) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kesehatan dan dalam Pasal 28 H Ayat (3) Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia (HAM). Hal ini diatur di dalam Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi Setiap

Lebih terperinci

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan. DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH mutupelayanankesehatan.net I. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI Pd Peresmian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, Tgl 31 Des 2013, Bogor Selasa, 31 Desember 2013

Sambutan Presiden RI Pd Peresmian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, Tgl 31 Des 2013, Bogor Selasa, 31 Desember 2013 Sambutan Presiden RI Pd Peresmian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, Tgl 31 Des 2013, Bogor Selasa, 31 Desember 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia AHMAD ANSYORI Dewan Jaminan Sosial Nasional Padang, 26 Juni 2015 1 SJSN SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial untuk kepastian

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 38/DPD RI/II/2013 2014 TENTANG PERTIMBANGAN TERHADAP TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEMESTER I TAHUN 2013 JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 38/DPD RI/II/2013 2014

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PETA JALAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL BIDANG KESEHATAN DAN BIDANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 40/2004, SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL *15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Sumber : www.okezone.com I. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga negara. UUD 1945 telah menjamin hak tersebut

Lebih terperinci

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT Senin, 2 Januari 2014. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsabangsa di

Lebih terperinci

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013 Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen Disampaikan pada DIALOG WARGA TENTANG PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Kebumen, 19 September 2013 SISTEM KESEHATAN NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAERAH KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAERAH KABUPATEN JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL didukung oleh:

Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL didukung oleh: Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012-2019 didukung oleh: PETA JALAN MENUJU JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012-2019 DISUSUN BERSAMA: KEMENTERIAN KOORDINATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT DEWAN JAMINAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 3 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang kesejahteraan sosial sudah pasti berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 63/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDO- NESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

BUPATI KEPULAUAN MERANTI BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

41 Penyelenggara Jaminan Sosial mempunyai tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial kesehatan guna terpenuhinya kebutuhan dasa

41 Penyelenggara Jaminan Sosial mempunyai tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial kesehatan guna terpenuhinya kebutuhan dasa 40 BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL, ORGAN, FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, HAK DAN KEWAJIBAN DAN PENGELOLAAN DANA INVESTASI A. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. yang tidak mampu untuk memelihara kesehatannya maka pemerintah mengambil

BAB I PENDAHULUAN. berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. yang tidak mampu untuk memelihara kesehatannya maka pemerintah mengambil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pemerintah sebagai instansi tertinggi yang bertanggungjawab atas pemeliharaan harus pula

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus menerapkan sistem jemput bola, dan bukan hanya menunggu bola. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. harus menerapkan sistem jemput bola, dan bukan hanya menunggu bola. Dalam A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NO. NASKAH RUU USULAN DPR TANGGAPAN PEMERINTAH NASKAH RUU USUL PERUBAHAN 1. RANCANGAN 2. Menimbang:

Lebih terperinci

drg. Usman Sumantri, MSc. Dewan Jaminan Sosial Nasional

drg. Usman Sumantri, MSc. Dewan Jaminan Sosial Nasional Pencapaian dan Tantangan Program Jaminan Kesehatan Nasional drg. Usman Sumantri, MSc. Dewan Jaminan Sosial Nasional Jakarta, 28 Desember 2017 1. Pendahuluan 2. Asas Dan Prinsip 3. Pencapaian JKN 4. Tantangan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 diamanatkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum

Lebih terperinci

CH.TUTY ERNAWATI UPTD BKIM SUMBAR

CH.TUTY ERNAWATI UPTD BKIM SUMBAR CH.TUTY ERNAWATI UPTD BKIM SUMBAR - UU 40/ 2004 tentang SJSN, UU BPJS, PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. - Masih banyak masyarakat yang belum tertampaung dalam kuota jamkesmas. -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban Negara serta tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat dalam memberikan perlindungan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Pembangunan Nasional pada hakikatnya adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Pembangunan Nasional pada hakikatnya adalah pembangunan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pelaksanaan Pembangunan Nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 71 /DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN

Lebih terperinci

Program Jaminan Kesehatan Nasional-kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)

Program Jaminan Kesehatan Nasional-kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) Program Jaminan Kesehatan Nasional-kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) Sosialisasi Universitas Gajah Mada Kamis, 17/06/2016 1 OUTLINE PENDAHULUAN KEPESERTAAN MANFAAT JAMINAN KESEHATAN SANKSI DAN DENDA 2 A.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTIM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI TIMUR, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PROGRAM JAMINAN SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berlandaskan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4

BAB I PENDAHULUAN. Berlandaskan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berlandaskan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 untuk dapat menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, berbagai program pembangunan diarahkan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN SJSN MELALUI BPJS KESEHATAN DI KOTA BANDUNG

RENCANA PELAKSANAAN SJSN MELALUI BPJS KESEHATAN DI KOTA BANDUNG RENCANA PELAKSANAAN SJSN MELALUI BPJS KESEHATAN DI KOTA BANDUNG Rahmanto Fauzi Kabag Kepesertaan KCU Bandung Disampaikan pada acara PERTEMUAN KONTAK PERSON INSTANSI VERTIKAL KEMENTERIAN Tahun 2013 PT ASKES

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

Dr.. Chazali H. Situmorang, Apt, Msc.PH Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional. Jakarta, 7 Nopember 2012

Dr.. Chazali H. Situmorang, Apt, Msc.PH Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional. Jakarta, 7 Nopember 2012 Prospek Pengawasan Implementasi UU SJSN/BPJS Dr.. Chazali H. Situmorang, Apt, Msc.PH Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Jakarta, 7 Nopember 2012 1 Suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial

Lebih terperinci

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS 1. Apa itu JKN dan BPJS Kesehatan dan apa bedanya? JKN merupakan program pelayanan kesehatan terbaru yang merupakan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 45/DPD RI/III/2012-2013 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEINSINYURAN JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 45/DPD RI/III/2012-2013 TENTANG PANDANGAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya sehari-hari. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya sehari-hari. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 28 H dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci