Presiden Republik Indonesia,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Objek Pajak. Objek PPN: Pasal 4 ayat 1. Objek PPN Pasal 16 C: Kegiatan Membangun Sendiri

Objek Pajak. Objek PPN: Pasal 4 ayat penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: EKONOMI. PAJAK. Perusahaan Swasta. Undang-undang Nomor 7 Tahun Undang-undang Nomor 7 Tahun Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor : 17 Tahun 1988 Tanggal: 21 Nopember Presiden Republik Indonesia,

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

S-425/PJ.312/2006 PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS SPONSORSHIP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN AIR BERSIH YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 568/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.03/2012 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI BAB VI BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 33 TAHUN 2012 TENTANG

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT LAOS JADWAL KOMITMEN SPESIFIK

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun dari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1988 TENTANG PAJAK ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA SERTIFIKAT DEPOSITO DAN TABUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1991 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

70/PMK.03/2010 BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 of 5 21/12/ :45

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR PENETAPAN HARGA INDONESIA Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1977 tanggal 26 April 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1959 TENTANG PENGUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENJUALAN 1951

S-1034/PJ.322/2004 PERMOHONAN PENJELASAN PENGENAAN PPN DAN PPh ATAS KERJA SAMA OPERASIONAL BIDANG PE

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PP 58/1991, PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PELABUHAN III MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH PEDAGANG BESAR DAN PENYERAHAN JASA KENA PAJAK DISAMPING YANG DILAKUKAN OLEH PEMBORONG Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor: 28 Tahun 1988 Tanggal: 27 Desember 1988 Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional dan dalam rangka pemerataan pembebanan pajak yang meliputi berbagai tingkat Pengusaha Kena Pajak dalam jalur produksi dan distribusi, dipandang perlu untuk memperluas pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan pengusaha sampai pada tingkat pedagang besar dan penyerahan Jasa Kena Pajak lainnya di samping Jasa Pemborong atau Kontraktor; b. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menetapkan pengaturan perluasan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai hingga pedagang besar dan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 4945; 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1983 tentang Pendaftaran, Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Persyaratan Pengajuan Keberatan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 52); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3287); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH PEDAGANG BESAR DAN PENYERAHAN JASA KENA PAJAK DI SAMPING JASA YANG DILAKUKAN OLEH PEMBORONG. Pasal 1 Dengan Peraturan Pemerintah ini dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 atas :

1. penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan di daerah pabean Republik Indonesia dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya oleh Pedagang Besar; 2. penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di daerah pabean Republik Indonesia dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya oleh Pengusaha Jasa Kena Pajak, kecuali : a. jasa pelayanan dan perawatan kesehatan; b. jasa pelayanan sosial; c. jasa pelayanan pos dan giro; d. jasa perbankan, asuransi, Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Financial Leasing; e. jasa di bidang keagamaan; f. jasa di bidang pendidikan; g. jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial; h. jasa penyiaran radio dan televisi; i. jasa angkutan laut dan angkutan darat; j. jasa angkutan udara luar negeri; k. jasa tenaga kerja dan penyediaan tenaga kerja; l. jasa perhotelan dan rumah penginapan; m. jasa telepon umum coin-box, telegram, dan jasa penyewaan transponder luar negeri. Pasal 2 (1) Yang dimaksud dengan Pedagang Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 adalah pengusaha dengan nama dan dalam bentuk apapun dalam usaha perdagangan yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak manapun kecuali yang semata-mata melakukan penyerahan sebagai Pedagang Pengecer. (2) Termasuk dalam pengertian Pedagang Besar adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada badan tertentu baik Pemerintah maupun Swasta yang ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pasal 3 (1) Pajak Masukan yang dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak atau perolehan Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha sebagai Pedagang Besar atau sebagai Pengusaha Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan, kecuali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf a dan huruf c Undangundang Pajak-Pertambahan Nilai 1984. (2) Menteri Keuangan menetapkan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam bidang usaha tertentu. Pasal 4 Pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Keuangan.

Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan sepanjang mengenai pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan : 1. Jasa angkutan udara dalam negeri dan jasa telekomunikasi, mulai berlaku untuk pembayaran yang dilakukan sejak tanggal 15 Januari 1989; 2. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak kepada badan tertentu baik Pemerintah maupun Swasta yang ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, mulai berlaku untuk pembayaran yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari 1989; 3. Barang Kena Pajak oleh Pedagang Besar dan Jasa Kena Pajak lainnya oleh Pengusaha Jasa Kena Pajak, mulai berlaku untuk penyerahan yang terjadi sejak tanggal 1 April 1989. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 1988 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 1988 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA MOERDIONO

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1988 TENTANG PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH PEDAGANG BESAR DAN PENYERAHAN JASA KENA PAJAK DI SAMPING JASA YANG DILAKUKAN OLEH PEMBORONG I. UMUM Sejak berlakunya Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 pada tanggal 1 April 1985 sampai saat ini, ruang lingkup pengenaannya dibatasi pada tingkat Pabrikan, Penyalur Utama, dan Penyerahan Jasa Pemborongan. Pembatasan tersebut telah memberikan dampak yang kurang menguntungkan baik dari segi pemerataan beban pajak maupun dari segi keadilan. Dengan berkembangnya dunia usaha dan untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sektor pajak, maka dianggap perlu untuk memperluas cakupan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sehingga meliputi pula Pedagang Besar dan jasa-jasa lainnya di samping jasa Pemborong. Namun demikian terhadap jasa yang dianggap sangat penting bagi kehidupan dan kesejahteraan rakyat serta alasan lainnya dapat dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Sementara itu meskipun Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai memberikan kemungkinan untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai sampai tingkat Pedagang Pengecer, tetapi mengingat pertimbangan administratip, maka Pedagang Pengecer masih dianggap belum saatnya untuk dimasukkan dalam ruang lingkup pengenaannya. II. PASAL DEMI PASAL PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Ketentuan dalam angka 1 Pasal ini mengatur perluasan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Kena Pajak sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf a Undang- undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Dengan ketentuan ini, Pedagang Besar yang semula belum termasuk dalam ruang lingkup pengenaan Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Sejak penetapan itu penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Besar sepanjang dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya di daerah pabean terhutang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian apabila pengusaha tersebut tergolong sebagai Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf 1 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, maka atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukannya tidak terhutang Pajak Pertambahan Nilai. Angka 2

Ketentuan dalam angka 2 Pasal ini mengatur perluasan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak sebagai pelaksanaan dari Pasal 4 ayat (2) huruf b Undang- undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Pada dasarnya semua jenis jasa dengan nama dan dalam bentuk apapun dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Akan tetapi untuk jasa-jasa tertentu yang secara tegas disebutkan dalam Pasal ini dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Jasa-jasa yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah : a. Jasa pelayanan dan perawatan kesehatan seperti yang dilakukan oleh dokter, termasuk dokter hewan, bidan, akupunktur, ahli gigi, perawat, dukun bayi, ahli gizi dan sejenisnya serta jasa yang dilakukan oleh rumah sakit, rumah bersalin, Pusat Kesehatan Olah Raga, klinik kesehatan dan sejenisnya. b. Jasa pelayanan sosial seperti yang dilakukan oleh Panti Asuhan, Panti Jompo, Lembaga Rehabilitasi, yayasan yang semata-mata bekerja untuk kepentingan sosial, olah raga, amal, kematian serta keselamatan masyarakat seperti Pemadam Kebakaran, Team SAR dan sebagainya. c. Jasa pos dan giro yang dilakukan oleh pihak manapun yang antara lain seperti jasa pengiriman surat, wesel, uang, barang, penyimpanan serta pembayaran uang, penjualan benda-benda pos dan sejenisnya. d. Jasa perbankan, asuransi, Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Financial Leasing dikecualikan karena tidak lazim dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. e. Jasa di bidang keagamaan seperti jasa pelayanan rumah- rumah ibadah, dakwah dan sebagainya. f. Jasa di bidang pendidikan seperti Sekolah-sekolah Umum, Sekolah Luar Biasa, Sekolah Kejuruan, Universitas, Institut, Akademi, Kursus dan sebagainya baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun swasta termasuk Lembaga Pendidikan Keagamaan. g. Jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma. h. Jasa penyiaran radio dan televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial. i. Jasa angkutan laut dan angkutan darat yang dilakukan oleh pihak Pemerintah maupun oleh pihak swasta. Jasa ini harus dibedakan dengan jasa ekspedisi muatan seperti Ekspedisi Muatan Kapal Laut dan Ekspedisi Muatan Darat, Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarders), karena jasa pengusaha ekspedisi ini dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Tata cara penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. j. Jasa angkutan udara luar negeri dikecualikan sesuai dengan kebiasaan dalam hubungan penerbangan internasional. Pengertian jasa angkutan luar negeri termasuk pula jasa angkutan dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari angkutan udara luar negeri tersebut. k. Jasa tenaga kerja termasuk penyediaan tenaga kerja dikecualikan karena jasa ini merupakan faktor produksi yang menjadi unsur nilai tambah. l. Jasa perhotelan seperti persewaan kamar dan ruangan di hotel, motel, dan rumah penginapan termasuk fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk keperluan tamu yang menginap dikecualikan sejalan dengan pengecualian yang diberikan terhadap penyediaan makanan dan minuman di restoran, rumah penginapan sebagaimana dimaksud Pasal 1 huruf m ke 5 Undang-undang Pajak

Pertambahan Nilai 1984. Namun demikian jasa seperti persewaan ruangan untuk tempat tinggal (apartemen, flat), kantor, dan gudang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. m. jasa ini tergolong jasa telekomunikasi. Pasal 2 Ayat (1) Ketentuan dalam ayat (1) Pasal ini memberikan pengertian yang bersifat umum tentang Pedagang Besar. Semua pengusaha yang tidak semata-mata melakukan penyerahan Barang Kena Pajak sebagai Pedagang Pengecer adalah Pedagang Besar, seperti agen, distributor, penyalur, grosir, pemasok (supplier dan leveransir), rekanan dan sebagainya. Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini memperluas cakupan pengertian Pedagang Besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pedagang Pengecer adalah bukan Pengusaha Kena Pajak, tetapi apabila pengusaha ini melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada badanbadan yang khusus ditunjuk untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai, maka diperlakukan sebagai Pedagang Besar, sehingga atas penyerahannya terhutang Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 3 Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan tentang Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Penegasan ini diperlukan mengingat ketentuan yang menyangkut Pajak Masukan dalam Undang-undang semula mengatur Pajak Masukan untuk Pengusaha Kena Pajak sampai jalur produksi dan distribusi pada tingkat penyalur utama saja sesuai dengan ruang lingkup pengenaan pada waktu itu. Dengan perluasan pengenaan sampai dengan tingkat Pedagang Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka sesuai dengan sistem pajak atas pertambahan nilai, pengkreditan Pajak Masukan itu dapat dilakukan oleh pengusaha yang berada pada jalur distribusi pada tingkat manapun kecuali Pedagang Pengecer yang belum termasuk dalam ruang lingkup pengenaan. Ayat (2) Pada jenis-jenis usaha tertentu sering dialami kesulitan dalam menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Untuk ini perlu dapat dibuat pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Cukup jelas Pasal 4 Pasal 5 Angka 1 Jasa penerbangan dalam negeri dan jasa telekomunikasi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai untuk pembayaran yang dilakukan sejak tanggal 15 Januari 1989.

Mengingat sifat penyerahannya dan untuk mempermudah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maka atas penyerahan kedua jenis jasa tersebut dikenakan atas dasar pembayaran. Angka 2 Cukup jelas Angka 3 Ketentuan yang diatur dalam angka 3 ini diberlakukan sejak tanggal 1 April 1989 mengingat banyaknya pengusaha yang harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sehingga diperlukan persiapan yang sebaik-baiknya. Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1988