Program Bimbingan Perkembangan Kompetensi Sosial Bagi Anak Tunanetra

dokumen-dokumen yang mirip
Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah TUTI FARHAN, 2013

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Intervensi bimbingan dan konseling untuk Membantu Perkembangan Kompetensi Sosial Anak Tunanetra

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan hasil studi dan pengembangan model konseling aktualisasi diri

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2014

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bab ini membahas tentang kesimpulan dan rekomendasi

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

5. PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

Pembelajaran dan Pembiasaan Aspek (Keterampilan) Sosial Peserta Didik di Institusi Prasekolah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap laju pendidikan di sekolah-sekolah, terutama di tingkat SMP dan

Gambaran peran guru..., Dewi Rahmawati, FPsi UI, PENDAHULUAN

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

PENTINGNYA GURU UNTUK MEMPELAJARI PSIKOLOGI PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah wadah untuk mencari ilmu pengetahuan bagi siswa. Selain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejarah aktivitas manusia berkomunikasi timbul sejak manusia diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan tentang modifikasi perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan dan juga penghargaan. Tanpa didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. dari itu banyak timbul sikap-sikap negatif yang ada di dalam lingkungan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

I. Sekolah Yang Ramah

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

A Critical Review of Accounting Standard Setting and the Role of Government from 1980 to 1990

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS DI KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Juanita Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat. Secara historis

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

3. Model System Henderson Keperawatan menurut Henderson di deinisikan membantu individu yang sakit dan sehat dalam melaksanakan

2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan formal pertama dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI (KKS) PENYANDANG TUNANETRA. Irham Hosni

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mengalami kelainan seperti tunanetra. Untuk dapat bersosialisasi

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diuraikan terdahulu berdasarkan fenomena-fenomena esensial di lapangan, maka

KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

tuntutan orang tua. Hal ini dapat menyebabkan anak mulai mengalami pengurangan minat dalam aktivitas sosial dan meningkatnya kesulitan dalam memenuhi

Pendidikan dan Latihan Yang Tepat sebagai Kunci Keberhasilan Kemandirian Individu Tunanetra

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

Disampaikan oleh Kusmarwanti, M. Pd. (dari berbagai sumber)

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN INKLUSIF. Oleh Mohamad Sugiarmin

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan sesuai kebutuhan masing-masing, dimana retardasi mental itu adalah

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

1.1 Latar Belakang Masalah

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUHAN. dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widya iswara, fasilitator

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Persiapan untuk Wawancara Disiplin Mulailah untuk mempersiapkan diri dengan memperbarui bagaimana Anda tahu karyawan tersebut telah melakukan suatu

KOMPETENSI PENDIDIK (GURU PAUD, GURU PENDAMPING, GURU PENDAMPING MUDA) 1 KOMPETENSI GURU PAUD

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sementara rekomendasi hasil penelitian difokuskan pada upaya sosialisasi hasil

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasar kan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

B. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga

Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

Transkripsi:

Program Bimbingan Perkembangan Kompetensi Sosial Bagi Anak Tunanetra Latar Belakang Kini terdapat kecenderungan lebih banyak orang tua yang menyekolahkan anak tunanetranya di Sekolah Luar Biasa bagi Anak Tunanetra (SLB/A) dengan tetap mempertahankan anaknya itu tinggal bersama keluarganya. Kecenderungan untuk mempertahankan anak tunanetra di dalam keluarga ini tampaknya akan lebih besar dengan mulai digalakkannya pendidikan inklusif, yaitu pendidikan di mana anak penyandang cacat belajar bersama-sama dengan anak-anak lain di sekolah reguler di wilayah tempat tinggalnya. Hal ini berimplikasi bahwa perlu ditumbuhkan kesadaran yang lebih tinggi di kalangan orang tua bahwa penting bagi anak tunanetranya untuk dapat bergaul dengan anak-anak lain di lingkungan sekitar rumahnya, suatu hal yang sesungguhnya penting dilakukan oleh setiap anak tunanetra karena pada akhirnya individu tunanetra akan hidup di dalam masyarakat awas. Akan tetapi, sebagaimana telah ditunjukkan oleh hasil-hasil penelitian ini, orang tua menghadapi kesulitan-kesulitan tertentu dalam upaya sosialisasi anak tunanetranya itu, dan kesulitankesulitan tersebut mungkin dialami juga oleh para orang tua lain yang mempunyai anak tunanetra. Oleh karena itu, penting bagi sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan program bimbingan dan konseling yang di dalamnya mencakup program yang ditujukan untuk membantu orang tua mengasuh anak tunanetranya dalam konteks pergaulan dengan anak-anak lain di lingkungan sekitar rumahnya, agar kompetensi sosial anak tunanetra itu dapat berkembang secara optimal. Program semacam ini terutama penting untuk diselenggarakan oleh SLB/A yang siswa-siswanya pulang hari dan tinggal bersama orang tuanya. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, dengan didasarkan atas hasil-hasil penelitian ini, dengan ini peneliti merekomendasikan Program Bimbingan Perkembangan Kompetensi Sosial bagi Anak Tunanetra, satu program hipotetik yang menggunakan model bimbingan perkembangan dengan pendekatan ekologi, yang dirancang khusus untuk membantu siswa-siswa SLB/A yang pulang hari dan tinggal bersama orang tuanya agar dapat mengembangkan kompetensi sosialnya secara optimal. Kedudukan Program ini seyogyanya merupakan bagian yang integral dari program bimbingan dalam kurikulum SLB/A. Tujuan Tujuan akhir program ini adalah perkembangan kompetensi sosial anak tunanetra secara optimal, yaitu perkembangan kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungannya, yang ditunjukkan

dengan kemampuannya untuk mempersepsi orang lain secara tepat, asertif, responsif, berempati, memiliki rasa humor, ramah kepada teman sebaya dan santun kepada orang dewasa. Untuk dapat mencapai kompetensi sosial tersebut, anak harus belajar berbagai keterampilan sosial, yaitu perilaku spesifik dalam tugas-tugas tertentu yang dipandang tepat oleh orang lain dalam konteks hubungan interpersonal. Program ini dimaksudkan untuk memberikan bimbingan keterampilan sosial pada anak dengan menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan suportif, sehingga dia akan mencapai kompetensi sosial tersebut. Materi Secara umum, materi program ini mencakup tiga kelompok materi dasar, yaitu (1) pengembangan psikologis dan kognitif yang terkait dengan ketunanetraan (kekuatan psikologis dan pemahaman tentang ketunanetraan), (2) kemandirian (aksesibilitas lingkungan fisik, keterampilan orientasi dan mobilitas, keterampilan merawat diri dan keterampilan makan), dan (3) keterampilan interaksi sosial (eksposur sosial, bermain fantasi, permainan terstruktur, keterlibatan dalam kegiatan kelompok, dan bahasa nonverbal). Pemilihan materi bimbingan untuk program ini didasarkan atas kebutuhan khusus anak tunanetra di dalam lingkungan belajarnya sebagaimana terungkap dalam hasil-hasil penelitian ini, tetapi daftar materi tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan di lapangan, dan urutan implementasinya pun tidak dimaksudkan untuk bersifat kaku. Sasaran Sasaran program adalah anak tunanetra beserta lingkungan sosialnya (orang tua dan kerabatnya, teman-teman sebayanya serta anggota masyarakat lainnya yang terkait dengan kehidupan anak tunanetra itu) serta lingkungan fisiknya (rumah dan sekitarnya) sebagai satu sistem sesuai dengan prinsip model bimbingan perkembangan dengan pendekatan ekologi dan dilaksanakan di dalam konteks lingkungan itu. Waktu Pelaksanaan Program ini sebaiknya diimplementasikan sedini mungkin atau selambat-lambatnya ketika anak berusia sembilan tahun. Karena sasaran program adalah anak tunanetra beserta lingkungan tempat tinggalnya, maka bimbingan dilaksanakan di luar sekolah dan kemungkinan di luar jam sekolah. Jumlah pertemuan yang dialokasikan untuk setiap materi bimbingan yang tertera pada matrix program ini (Tabel 5.1) adalah jumlah minimal, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Di dalam mengimplementasikan program ini, untuk materi-materi tertentu (misalnya untuk keterampilan orientasi dan mobilitas atau penciptaan aksesibilitas lingkungan fisik), guru pembimbing atau konselor sekolah disarankan untuk berkolaborasi dengan profesional terkait lainnya (misalnya instruktur orientasi dan mobilitas atau guru pendidikan luar biasa) atau dengan otoritas lokal di daerah tempat tinggal klien.(idh) Matrix Program Bimbingan Kompetensi Sosial bagi Anak Tunanetra No. Materi Sasaran Tujuan Khusus Meto

1 Kekuatan psikologis Orang tua anak tunanetra Orang tua dapat memahami dan Wawanca (psychological strength) menerima ketunanetraan anaknya dengan lapang dada; menemukan kebanggan pada diri anaknya; menaruh harapan untuk masa depannya; mengontrol emosinya dalam merespon sikap negatif dari masyarakat. 2 Pemahaman tentang Masyarakat dilingkungan tempat Masyarakat memperoleh Ceramah ketunanetraan tinggal anak tuna- netra, pemahaman yang tepat tentang terutama para orang tua anak ketunanetraan; menghargai lain kelebihannya dan bertole- ransi terhadap kekurangannya; tenggang rasa terhadap keluarganya; bersedia membantu bila diperlukan. 3 Aksesibilitas lingkungan Orang tua anak tunanetra dan 1) Orang tua menata lingkungan Ceramah fisik otoritas lokal fisik tempat tinggalnya dengan (RT/RW/Kelurahan) memperhatikan aksesibilitasnya bagi anak tunanetranya; 2) Otoritas lokal mempertimbangkan aksesibilitasnya bagi tunanetra dalam merancang pembangunan lingkungan fisik daerahnya. 4 Keterampilan orientasi Anak tunanetra, keluarganya, 1) Anak tunanetra terorientasi di dan mobilitas dan anak-anak lain rumah dan lingkungan sekitarnya dan mampu bergerak secara mandiri;

2) Bila diperlukan, keluarganya dan anak-anak lain dapat memberikan bantuan secara tepat. 5 Keterampilan merawat Anak tunanetra dan orang 1) Anak terampil merawat diri diri tuanya sendiri, terutama mandi dan berpakaian; 2) Orang tua membiasakan kemandirian pada anaknya. 6 Keterampilan makan Anak tunanetra dan orang tuanya 1) Anak terampil makan sendiri dengan cara yang baik (misalnya cara memegang sendok yang lazim); 2) Orang tua membiasakan anak makan sendiri dengan cara yang baik. 7 Eksposur sosial Orang tua dan anak tunanetranya 3) Orang tua membiasakan anaknya terekspos ke lingkungan sosialnya, misalnya dengan sering membawanya berjalan-jalan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Pengalam 8 Bermain fantasi Anak tunanetra dan temanteman sebayanya Melalui bermain fantasi, anak tunanetra dan teman-temannya belajar menyesuai- kan perilakunya dengan peran yang dimainkannya masing-masing dan berkesempatan untuk saling mengeritik dan mencari kompromi. Bermain p playing).

Please download full document at www.docfoc.com Thanks