Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi



dokumen-dokumen yang mirip
Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/ Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

BAB 2 KAJIAN LITERATUR

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

Kawasan Cepat Tumbuh

Dinamika Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Hardiani Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET DI KOTA PADANG

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

Sekapur Sirih. Kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya publikasi ini, diucapkan terima. kasih. Jambi, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Jambi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

TIPOLOGI PERTUMBUHAN DAN TINGKAT SPESIALISASI REGIONAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAMBI

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

BAB IV KONDISI UMUM. A. Letak Geografis, Iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

III. BAHAN DAN METODE

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

III. METODE PENELITIAN. kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan kecamatan hasil

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

Transkripsi:

Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi Yulmardi, Yulmardi; Junaidi, Junaidi; Nurjanah, Rahma Nurjanah LAPORAN PENELITIAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JAMBI DESEMBER, 2010 Fakultas Ekonomi Universitas Jambi, Desember, 2010

RINGKASAN Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi Yulmardi, Junaidi, Rahma Nurjanah Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) pertumbuhan penduduk kabupaten/kota di Provinsi jambi; (2) perubahan dan kecenderungan pola penggunaan lahan di Provinsi Jambi; (3) hirarkhi pusat pertumbuhan/ pelayanan di Provinsi Jambi; (4) keterkaitan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarkhi pusat pertumbuhan/pelayanan dengan pola perubahan struktur penggunaan lahan. Ruang lingkup penelitian adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Data yang digunakan adalah data penduduk, penggunaan lahan dan sarana prasarana pelayanan kabupaten/kota di Provinsi Jambi tahun 2001 dan 2008. Analisis data dengan menggunakan Analisis Komponen Utama dan Korelasi Hasil analisis menemukan: (1) Pertumbuhan penduduk bervariasi antar kabupaten/kota dengan pertumbuhan tertinggi untuk Kabupaten Muaro Jambi dan yang terendah Kabupaten Kerinci. (2) Telah terjadi pergeseran struktur penggunaan lahan di Provinsi Jambi; (3) Selama periode 2001-2008, Kota Jambi dan Kabupaten Batanghari menjadi wilayah dengan hirarki tertinggi, sedangkan Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki hirarki terendah. (4) Tidak ada keterkaitan yang nyata antara pertumbuhan penduduk dengan hirarki pusat pelayanan/pertumbuhan. Selain itu, juga tidak terlihat keterkaitan antara pertumbuhan penduduk dengan penggunaan lahan. Pada penelitian ini menyarankan untuk: (1) Perlu dikembangkan pusatpusat pertumbuhan/pelayanan pada daerah-daerah di Provinsi Jambi selain Kota Jambi. (2) Perlunya perhatian lebih pada wilayah yang terindikasi mengalami penurunan kemampuan dalam penyediaan sarana prasarana pelayanan.(3) Meskipun saat ini belum terlihat indikasi nyata perubahan struktur penggunaan lahan akibat pertumbuhan penduduk, tetapi ke depan perlu diwaspadai, terutama ketika kepadatan penduduk Provinsi Jambi sudah relatif tinggi i

KATA PENGANTAR Penelitian ini berjudul Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat Pertumbuhan/Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis: (1) pertumbuhan penduduk kabupaten/kota di Provinsi jambi; (2) perubahan dan kecenderungan pola penggunaan lahan di Provinsi Jambi; (3) hirarkhi pusat pertumbuhan/ pelayanan di Provinsi Jambi; (4) keterkaitan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarkhi pusat pertumbuhan/pelayanan dengan pola perubahan struktur penggunaan lahan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat: 1. Bapak Rektor Universitas Jambi 2. Bapak Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Jambi 3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Jambi 4. Ketua Program Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Jambi Atas segala bantuan baik moril maupun materil, sehingga terealisasinya penelitian ini. Akhirnya, semoga informasi singkat ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan peneliti lainnya serta pihak-pihak yang berkepentingan umumnya. Kritik dan saran membangun dari semua pihak selalu diterima dengan senang hati, demi kesempurnaan laporan ini. Jambi, 2010 Desember Ketua Peneliti ii

DAFTAR ISI RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR halaman i ii iii iv v I II PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...... 1 1.2. Perumusan Masalah...... 1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori......... 3 2.2. Kerangka Pemikiran...... 9 2.3. Hipotesis......... 11 III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian...... 12 3.2. Manfaat Penelitian...... 12 IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian...... 13 4.2. Data yang Digunakan...... 13 4.3. Rencana Analisis Data...... 13 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Penduduk...... 17 5.2. Penggunaan Lahan...... 23 5.3. Hirarki Pusat Pertumbuhan...... 31 5.4. Hubungan Pertumbuhan Penduduk terhadap Perubahan Penggunaan Lahan...... 34 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan...... 36 6.2. Saran...... 37 DAFTAR PUSTAKA iii

DAFTAR TABEL Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Judul Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2001 dan 2008 Distribusi Penduduk Provinsi Jambi Menurut Kelompok Umur Tahun 2001-2008 Luas Wilayah, Penduduk dan Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi 2008 Halaman 18 18 22 Tabel 5.4. Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi Tahun 2001 2008 (dalam persentase) Tabel 5.5. Struktur Penggunaan Lahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2001 (dalam persentase) Tabel 5.6. Struktur Penggunaan Lahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2008 (dalam persentase) 24 25 25 Tabel 5.7. Tabel 5.8. Tabel 5.9. Tabel 5.10. Tabel 5.11. Tabel 5.12. Perubahan Struktur Penggunaan Lahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi selama Periode 2001 2008 (dalam persen perubahan) Analisis Komponen Utama Penggunaan Lahan Provinsi Jambi Tahun 2001-2008 Nilai Skor Baku Komponen Faktor Utama L1 dan L2 Provinsi Jambi Tahun 2001-2008 Analisis Komponen Utama Indeks Pusat Pelayanan Provinsi Jambi Tahun 2001-2008 Nilai Skor Baku Komponen Sarana Prasarana di Provinsi Jambi Tahun 2001-2008 Matriks Korelasi Pertumbuhan Penduduk, Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi 27 28 29 32 33 35 iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Judul Hubungan Antara Land Rent dan Lokasi pada Berbagai Sektor Ekonomi Halaman 7 Gambar 2.2. Model Tata Guna Lahan Lingkaran Konsentris 8 Gambar 2.3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Penduduk dan Perubahan Penggunaan Lahan 11 Gambar 5.1. Piramida Penduduk Provinsi Jambi, Tahun 2008 21 v

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah di Indonesia yang mengalami pertumbuhan penduduk relatif tinggi. Selama periode 2001-2008, laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi sebesar 2,02 persen pertahun. Sebaliknya pada periode yang sama rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 1,35 persen pertahun. Pertambahan jumlah penduduk yang cepat di suatu wilayah, pada gilirannya akan mengakibatkan kebutuhan lahan di wilayah tersebut cenderung meningkat. Pertambahan jumlah penduduk yang juga diikuti oleh meningkatnya berbagai aktivitas ekonomi akan mengakibatkan tekanan-tekanan terhadap lahan dan memicu terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan pada suatu wilayah. Pergeseran pola penggunaan lahan ini menurut Saefulhakim, dkk (1994), akan memberikan implikasi yang cukup luas terhadap keragaan perekonomian wilayah, alokasi sumberdaya dan tenaga kerja serta struktur tata ruang wilayah. Implikasi tersebut dapat berdampak negatif, jika perubahan pola penggunaan lahan tersebut tidak ditanggapi melalui berbagai kebijakan-kebijakan publik yang tepat dan terarah. Berdasarkan hal tersebut, untuk mengeliminir berbagai dampak negatif dari perubahan pola penggunaan lahan sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang pesat di Provinsi Jambi, maka perlu dilakukan kajian mengenai aspek-aspek perubahaan penggunaan lahan dalam kaitannya dengan pertumbuhan penduduk wilayah tersebut. Selanjutnya dalam rangka mengkaitkannya dengan proses pembangunan yang terjadi, maka pertumbuhan penduduk juga akan dikaitkan dengan hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan kabupaten/kota di Provinsi Jambi. 1.2. Perumusan Masalah Dari uraian pada latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pertumbuhan penduduk berdasarkan kabupaten/kota di 1

Provinsi Jambi? 2. Bagaimanakah struktur penggunaan lahan dan pola perubahannya di Provinsi Jambi? 3. Bagaimanakah hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan kabupaten/kota di Provinsi Jambi? 4. Bagaimanakah keterkaitan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarki pusat pertumbuhan terhadap pola perubahan struktur penggunaan lahan di Provinsi Jambi? 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. (http://www.datastatistikindonesia.com). Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Kekuatan-kekuatan yang menambah adalah kelahiran dan migrasi masuk, sedangkan kekuatan-kekuatan yang mengurangi adalah kematian dan migrasi keluar. Jadi pertumbuhan penduduk hanya dipengamhi oleh dua Cara yaitu: melalui perubahan reproduksi dan migrasi neto (Yasin, 2007). Pertumbuhan penduduk tersebut dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut: Pt=Po + (B-D) + (Mi - Mo) Dimana: Po : Jumlah penduduk pada tahun dasar Pt : Jumlah penduduk pada tahun t B : kelahiran yang terjadi pada jangka waktu antara keduanya D : kematian yang terjadi pada jangka waktu antara keduanya Mi : Migrasi masuk yang terjadi pada jangka waktu antara keduanya Mo : Migrasi keluar yang terjadi pada jangka waktu antara keduanya Indikator tingkat pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara dimasa yang akan datang. Diketahuinya jumlah penduduk yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar penduduk, tidak hanya di bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di bidang politik misalnya mengenai jumlah pemilih untuk pemilu yang akan datang. 2.1.2. Hirarki Pusat Pertumbuhan Salah satu model pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan aspek tata ruang adalah konsep pusat-pusat pertumbuhan. Konsep ini didasarkan kepada 2 (dua) hipotesa dasar, yaitu: 3

1. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dimulai dan mencapai puncaknya pada sejumlah pusat-pusat tertentu; 2. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dijalarkan (disebarkan) di pusat-pusat pertumbuhan ini, secara nasional melalui hirarkhi kotakota dan secara regional dari pusat-pusat perkotaan (urban centre) ke daerah belakang (hinterland) masing-masing (Soedjito, 1995). Gagasan konsep tersebut pertama kali dikemukakan oleh Walter Christaler yang kemudian dikenal sebagai teori tempat central (Central Place Theory) yang selanjutnya dikembangkan oleh Losch, Berry dan Garrison (Hanafiah, 1985). Menurut teori pertumbuhan dari suatu kota merupakan akibat penyediaan barang dan jasa pada daerah belakangnya. Dengan kata lain, pertumbuhan daerah perkotaan adalah fungsi dari penduduk dan tingkat pendapatan daerah belakangnya, sedangkan laju peningkatan pertumbuhannya tergantung pada laju peningkatan permintaan dari daerah belakang atas barang dan jasa atau pelayanan perkotaan (Richardson, 1974). Pusat-pusat pertumbuhan tersebut berdasarkan studi di India telah dimodifikasikan dan dapat dibedakan atas: 1. Pusat pelayanan pada tingkat lokal; 2. Titik pertumbuhan pada tingkat sub-wilayah; 3. Pusat pertumbuhan pada tingkat wilayah; 4. Kutub pertumbuhan pada tingkat nasional. Pusat suatu wilayah juga merupakan pusat barang dan jasa yang secara terperinci dinyatakan sebagai pusat perdagangan, perbankan, organisasi perusahaan, jasa profesional, jasa administrasi, pelayanan pendidikan dan hiburan bagi daerah hinterland. Permintaan antar hinterland sangat bervariasi dan berbanding terbalik dengan jarak dari pusat pertumbuhan karena adanya perbedaan dalam biaya transportasi. Dari uraian tersebut, terlihat bahwa jarak merupakan faktor kunci bagi Teori Christaler. Jarak didefinisikan sebagai maksimum jarak yang ingin ditempuh oleh seseorang nntuk membeli barang tertentu yang ditawarkan pada suatu tempat. Dengan demikian dapat dikemukakan, bahwa fasilitas pelayanan dalam aspek tata ruang, kualitas dan jumlahnya berkaitan erat dengan tingkat 4

kesejahteraan masyarakat. Sehingga dapat diidentifikasi, bahwa peningkatan kesejahteranan masyarakat ini ditentukan oleh derajat penyediaan fasilitas pelayanan yang tersedia. Ketersediaan fasilitas pelayanan pada gilirannya juga akan mendorong aktivitas ekonomi yang makin maju. Sebagaimana dikemukakan oleh Hanafiah (1985), bahwa sistem pusat-pusat pertumbuhan sebagai salah satu implementasi pembangunan wilayah akan menciptakan perubahan-perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat, yaitu menurut suatu hirarkhi yang akan menciptakan suatu struktur dan organisasi tata ruang barn bagi kegiatan manusia. Selanjutnya dalam menelaah pembangunan wilayah terutama dengan pendekatan pusat pertumbuhan dan wilayah pendukungnya, perlu diketahui hubungan atau interaksi pusat pelayanan dengan daerah belakangnya (hinterland) dalam ruang Iingkup kegiatan sosial ekonomi. Hubungan tersebut dapat berupa spread effect yang menguntungkan daerah belakang, ataupun sebaliknya yaitu fenomena back-wash effect yang akan merugikan daerah belakang (hinterland). Dengan demikian dari penjelasan tersebut terlihat, bahwa adanya hubungan yang erat antara pusat-pusat pertumbuhan yang menyediakan berbagai fasilitas pelayanan dengan aktivitas-aktivitas dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, baik yang berada di daerah pusat pertumbuhan itu sendiri maupun daerah belakangnya. 2.1.3. Teori Lokasi dan Alokasi Sumberdaya Lahan Teori Von Thunen (Djojodipuro, 1992), dikenal sejak abad 19, dimana teori ini merupakan model tata ruang sederhana yang didasarkan pada suatu titik permintaan dalam suatu lingkaran ekonomi perdesaan yang mempunyai struktur pasar sempurna, baik pasar output maupun pasar input. Selain itu diasumsikan, seluruh wilayah dapat dijangkau tetapi terisolasi (tertutup), sehingga tidak ada ekspor dan impor. Berdasarkan asumsi tersebut, alokasi lahan akan mengikuti pola kawasan komoditi berbentuk lingkaran dengan kota sebagai pusatnya sekaligus sebagai tempat pemukiman, kemudian areal sawah, tegalan, kebun dan hutan. Bentuk lingkaran tidak selalu simetris akan tetapi tergantung pada akses yang ada, misalnya melonjong mengikuti akses jalan ataupun sungai. Menurut Pakpahan dan,anwar, 1989 dalam Somaji (1994), teori ini merupakan model statis yang menghasilkan keseimbangan berdasarkan tiga 5

parameter: harga jual, biaya produksi dan biaya angkutan. Sehingga kalau digunakan sebagai pedoman keputusan alokasi lahan memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya kelemahan asumsi pasar yang sempurna, baik untuk input maupun output karena adanya spatial monopoli. Sistem satu pasar, dalam arti semua komoditi dijual di pusat kota merupakan kelemahan lain, sebab secara empirik ada beberapa komoditi yang dijual di pasar lain. Dernikian pula asumsi homogenitas transportasi adalah jauh dari realitas. Akan tetapi terlepas dari beberapa kelemahan diatas, model Von Thunen tersebut merupakan model awal yang penting sebagai peletak dasar untuk membuat model tata guna lahan yang lebih baik. Sementara itu, teori yang dikemukakan oleh Alfred Wcber (Glasson, 1990) biasanya disebut sebagai teori biaya terkecil. Di dalam teori tersebut Weber mengasumsikan: (1) bahwa daerah yang menjadi objek penelitian adalah daerah yang terisolasi, konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Semua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna; (2) semua sumberdaya alam tersedia secara tidak terbatas; (3) barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat; (4) tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi. Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja dan kekuatan aglomerasi. Biaya transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik lokasi yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan pengumpulan berbagai input dan pendistribusian yang minimum. Dipandang dari segi tata guna lahan, model Weber berguna untuk merencanakan lokasi industri dalam rangka mensuplai pasar wilayah, pasar nasional atau pasar dunia. Dalam model ini fungsi tujuan adalah meminimumkan ongkos transportasi sebagai fungsi dad jarak dan berat barang yang harus diangkut (input dan output). Kritikan terhadap model ini terutama pada asumsi biaya transportasi dan biaya produksi yang bersifat konstan, tidak memperhatil;can faktor kelembagaan dan terlalu menekankan pada sisi input. 6

Selanjutnya Anwar (1994), menggambarkan tentang hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumberdaya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan. Sektor-sektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor-sektor tersebut berada di kawasan strategis. Sebaliknya sektor-sektor yang kurang mempunyai nilai komersial, nilai land rent-nya semakin kecil. Land rent dalam konteks ini diartikan sebagai Locational Rent. Gambar 2.1. Hubungan Antara Land Rent dan Lokasi pada Berbagai Sektor Ekonomi Land Rent Lokasi Utama Jarak dari lokasi utama (km) Sumber : Anwar (1993) Selanjutnya, ilustrasi gambar tersebut diatas dapat digamarkan dalam bentuk model tata guna lahan lingkaran konsentris (Anwar, 1993 dalam Somaji, 1994), dimana persaingan antara berbagai kegiatan akan menghasiikan suatu pola tata guna lahan yang berbentuk lingkaran konsentris seperti tampak dalam gambar berikut ini: 7

Gambar 2.2. Model Tata Guna Lahan Lingkaran Konsentris Jarak (km) Sumber: Anwar, 1993 Keterangan: 1. Kawasan Komersial (Finansial) 2. Kawasan Industri 3. Kawasan Perumahan 4. Wilayah Pertanian 2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan adalah dampak dari segala kegiatan manusia diatas muka bumi (Sandy, 1995). Penggunaan lahan merupakan jenis usaha manusia secara bertahap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik materiil maupun spiritual dengan memanfaatkan sumberdaya yang disebut lahan. Dengan demikian, 'penggunaan lahan merupakan hasii kegiatan manusia yang dipengaruhi oleh keadaan alam (fisik lingkungan) serla kegiatan sosialekonomi dan budaya masyarakat suatu wilayah. Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan, antara lain: jenis lahan, topografi, ketinggian, aksesibilitas dan tekanan penduduk (Soerianegara, 1977). Sedangkan menurut Barlowe (1978), faktor-faktor yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah faktor-faktor fisik-biologis, faktor pertimbangan ekonomi, dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis berkaitan 8

dengan lingkungan fisik dimana manusia berada. Faktor ini memberikan dukungan sifat-sifat alam yang sesuai dengan letaknya, keadaan bahan penunjang untuk kegiatan manusia, dan komunitas manusia, diantaranya mencakup keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh -tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi meliputi: produktivitas, pemasaran, transportasi dan kebutuhan yang dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Sedangkan faktor institusi dicirikan oleh ada tidaknya hukum pertanahan yang berlaku di masyarakat, dan tidak bertentangan dengan keadaan sosial budaya serta kepercayaan, yang secara empirik dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat. Penggunaan lahan juga ditentukan oleh keadaan topografi, relief dan ketinggian, aksesibilitas, kemainpuan dan kesesuaian lahan serta tekanan penduduk. Lahan yang subur lebih banyak digunakan untuk pertanian dan biasanya berpenduduk padat (Sandy, 1985). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi arah perkembangan dan laju penggunaan lahan pertanian di perkotaan dan wilayah sekitarnya antara lain: indeks aksesibilitas, faktor sosial, faktor lingkungan fisik dan kebijakan infrastruktur (Owen, 1978). Sementara itu Bern (1977), mengemukakan bahwa perubahan penggunaan lahan adalah akibat dan jumlah dan komposisi penduduk secara herkala ataupun permanen. Pengaruh yang lain ialah terhadap ekonomi iahan, seperti harga, sewa dan, pasar lahan. 2.2. Kerangka Pemikiran Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan lahan terus semakin meningkat. Hal ini akan membawa konsekuensi, bahwa lahan terutama di pusat pertumbuhan akan mempunyai nilai kelangkaan (scarcity) yang sangat tinggi, sehingga akan memberikan tekanan-tekanan terhadap lahan yang tersedia, dan pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya peruhahan penggunaan lahan. Pada saat yang bersamaan di pusat-pusat pertumbuhan, akan terjadi pertambahan jumlah penduduk yang pesat. Pesatnya pertumbuhan penduduk tersebut antara lain disehabkan, baik oleh faktor alami seperti: fertilitas, maupun migrasi yang dapat dilihat dan adanya fenomena migrasi. 9

Selanjutnya pusat pertumbuhan dapat diurutkan tingkat hirarkhinya berdasarkan kemampuan dalam menyediakan fasilitas pelayanan. Hirarkhi pusat pertumbuhan dihasilkan oleh hubungan antara ukuran dan fungsi pusat pertumbuhan serta jarak inter-urban. Distribusi spatial yang berkaitan dengan penggunaan lahan dan persebaran penduduk antara lain dipengaruhi oleh struktur jaringan transportasi. Teori pusat pertumbuhan, ini dapat diterapkan untuk menjelaskan interaksi antara pusat pertumbuhan dengan hinterland-nya atau menerangkan saling keterkaitan antar daerah dalam suatu hirarki wilayah. Proses interaksi dan saling keterkaitan dapat terjadi secara langsung tanpa perantaraan pusat atau wilayah yang lain maupun secara tidak langsung, yaitu melalui perantaraan pusat atau wilayah lain. Proses tersebut diasumsikan dilakukan melalui jarak terpendek. Dengan demikian, jarak merupakan faktor kunci bagi teori pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan, dianggap sebagai pusat pelayanan akan berpengaruh terhadap daerah belakangnya, dan diperkirakan faktor jarak dari pusat pelayanan akan berpengaruh terhadap pola penggunaan lahan. Penggunaan lahan di pusat pertumbuhan cenderung memiliki intensitas yang lebih tinggi, dibandingkan dengan lokasi yang jauh dari pusat pertumbuhan. Artinya, intensitas penggunaan lahan akan berbanding terbalik dengan jaraknya terhadap pusat pertumbuhan. Disini, penggunaan lahan sargat menentukan cara-cara masyarakat berfungsi, hal ini dapat dipahami mengingat lahan adalah matrik dasar kehidupan dan pembangunan. Hampir semua aspek kehidupan dan pembangunan, baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan permasalahan lahan. Dengan demikian, pola penggunaan lahan merupakan pencerminan dari budaya, tingkat hidup dan corak kehidupan dari masyarakat. Oleh karena budaya, tingkat hidup dan corak kehidupan dari masyarakat bersifat dinamis yang orientasinya selalu berubah setiap saat sejalan dengan pertambahan penduduk dan dinarnika pembangunan, dengan demikian maka pola penggunaan lahan juga bersifat dinamis. Fenomena tersebut pada gilirannya akan berakibat pada perubahan mutu lingkungan hidup dan peningkatan nilai lahan. Bahkan dalam kerangka yang lebih luas, fenomena pemanfaatan lahan maupun alih guna lahan akan memberikan 10

implikasi yang cukup luas terhadap keragaan perekonomian wilayah, alokasi sumberdaya dan tenaga kerja serta struktur tata ruang wilayah. Gambar 2.3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Penduduk dan Perubahan Penggunaan Lahan Aktivitas Sosial Ekonomi Aktivitas Sosial Ekonomi Hirarki Pusat Pertumbuhan/ Pelayanan Aksesibilitas Aktivitas Sosial Ekonomi Kualitas Lingkungan Perubahan Pola Penggunaan Lahan 2.3. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: "Ada hubungan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarki pusat pertumbuhan dengan pola perubahan struktur penggunaan lahan di wilayah Provinsi Jambi" 11

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan utnuk: 1. Untuk menganalisis pertumbuhan penduduk berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi jambi 2. Untuk menganalisis perubahan dan kecenderungan pola penggunaan lahan di Provinsi Jambi 3. Untuk menganalisis hirarkhi pusat-pusat pertumbuhan/pelayanan di Provinsi Jambi 4. Untuk menganalisis keterkaitan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarkhi pusat pertumbuhan/pelayanan dengan pola perubahan struktur penggunaan lahan 3.2. Manfaat Penelitian Hasil dari studi ini diharapkan dapat memberikan arahan bagi perumusan kebijaksanaan dalam pengarahan laju pertumbuhan penduduk pada masa yang akan datang, khususnya dalam usaha meninjau kembali pola penggunaan lahan dalam kerangka penataan ruang bagi pembangunan yang berwawasan spasial, integral dan berkelanjutan. 12

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 (empat) bulan, yang meliputi tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan penyusunan laporan. Lokasi penelitian adalah Provinsi Jambi dengan cakupan 9 (sembilan) kabupaten dan 1 (satu) kota yang ada dalam wilayah Provinsi Jambi. Mengingat ketersediaan data, Kota Sungai Penuh yang merupakan daerah pemekaran baru pada tahun 2008 dalam analisis ini masih tergabung dalam Kabupaten Kerinci sebagai kabupaten induknya. 4.2. Data yang Digunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini, berupa data yang dihimpun dari berbagai publikasi resmi yang dikeluarkan oleh Dinas/Instansi Pemerintah yang memiliki keterkaitan dengan tujuan penelitian ini, diantaranya data penduduk, penggunaan lahan i dan sarana prasarana pelayanan (pendidikan, kesehatan, ekonomi) kabupaten/kota di Provinsi Jambi. 4.3. Rencana Analisis Data Data yang terkumpul akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar sebagai upaya mempermudah proses analisis. Analisis data yang dilakukan meliputi:. a. Pertumbuhan Penduduk Untuk menganalisis pertumbuhan penduduk berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Jambi digunakan data dasar penduduk kabupaten/kota tahun 2001 dan 2008. Pertumbuhan penduduk diukur dengan menggunakan rumus pertumbuhan eksponensial sebagai berikut: r (log( Pt / Po))log e t Dirnana: r = tingkat pertumbuhan penduduk tahunan 13

Pt = jumlah penduduk akhir periode Po = jumlah penduduk awal periode e = angka eksponensial t = periode waktu b. Hirarkhi Pusat Pertumbuhan/Pelayanan Untuk menganalisis hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan digunakan data dasar berupa jumlah unit sarana-prasarana sosial-ekonomi, jumlah penduduk dan luas wilayah pada tiap kabupaten dan kota. Sebelumnya data dasar tersebut akan ditransformasikan terlebih dahulu. Transformasi data dilakukan dengan cara menghitung indeks pemusatan pelayanan (IPP). Indeks Pemusatan Pelayanan (IPP) dihitung dengan cara sebagai berikut: Menghitung IPP berdasarkan penduduk yaitu ratio sarana perpenduduk kabupaten/kota dibagi dengan ratio sarana-prasarana perpenduduk Provinsi terhadap masing-masing unit sarana dan prasarana Menghitung IPP berdasarkan wilayah yaitu ratio sarana per luas wilayah kabupaten/kota dibagi dengan ratio sarana-prasarana perluas wilayah Provinsi terhadap masing-masing unit sarana dan prasarana Menghitung rata-rata IPP dengan merata-ratakan IPP berdasarkan penduduk dengan IPP berdasarkan wilayah IPP pada masing-masing kabupaten atau kota dihitung pada dua titik tahun yang berbeda yaitu tahun 2001 dan 2008. Selanjutnya untuk mengetahui sarana dan prasarana yang berpengaruh sebagai penentu perkembangan wilayah pada masing-masing daerah kabupaten/kota akan dilakukan melalui Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis). Analisis komponen utama merupakan analisis data yang dilakukan dengan tujuan untuk menyederhanakan peubah yang diamati dengan menyusutkan atau mereduksi dimensinya (Gasperzs, 1992). Reduksi dimensi dilakukan dengan menghilangkan korelasi antar peubah melalui transformasi peubah-peubah asal ke peubah-peubah baru yang tidak saling berkorelasi. Peubah baru (y) disebut sebagai komponen utama yang merupakan basil transformasi dari peubah asal x. 14

Komponen utama adalah kombinasi linear terbobot peubah asal yang dapat menerangkan keragaman data dalam proporsi tertentu. Komponen utama ke-j dapat dituliskan sebagai berikut: Yj = a1jx1 + a2jx2 + + apjxp Yj = Xaj Ragam komponen utama ke-j diperoleh dari persamaan berikut: Y=Xa Y11 Y 21 Yn1 Y12... Y1p X11 X12... X1p a1 Y 22... Y 2 p X 21 X 22... X 2 p a2 Yn2... Ynp Xn1 Xn2... Xnp a3 Dimana: sampel i = 1,2,3,...,n variabel asal j = 1,2,3,...,p a diperoleh dengan cara : max a'x'xa' = Y'Y dengan kendala a'a = 1 sehingga diperoleh persamaan akar ciri sebagai berikut: X'Xa = λa, dimana a = vektor ciri (eigen vektor) dan X = akar ciri (eigen value). Vektor pembobot aj merupakan pembobot peubah asal bagi komponen utama ke-j Selanjutnya untuk mendapatkan hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan kabupaten/kota di Provinsi Jambi digunakan nilai skor baku dari masing-masing komponen faktor utama yang memiliki akar ciri > 1. c. Penggunaan Lahan Untuk mengetahui pola penggunaan lahan, data dasar yang digunakan adalah data luas lahan dari tiap jenis penggunaan lahan di tiap kabupaten/kota. Analisis data akan dilakukan melalui penghitungan nilai LQ (Location Quotient) penggunaan lahan pada dua titik waktu. Selanjutnya nilai LQ penggunaan lahan tersebut akan dianalisis melalui Analisis Komponen Utama. Selanjutnya untuk mendapatkan posisi pangsa relatif jenis penggunaan lahan dalam komponen faktor utama antara kabupaten/kota di Provinsi Jambi 15

digunakan nilai skor baku masing-masing komponen faktor utama yang memiliki akar ciri > 1. d. Analisis Korelasi Pertumbuhan Penduduk dengan Pola Penggunaan Lahan Analisis korelasi dilakukan terhadap pertumbuhan penduduk dengan nilai skor baku dari peubah-peubah sarana prasarana (pusat perturnbuhan/pelayanan) dan penggunaan lahan. Untuk menguji nilai korelasi antara dua peubah X dan Y tersebut akan dilakukan melalui uji-t, dengan membandingkan nilai t hasil perhitungan dengan nilai t-tabel pada taraf nyata yang dibutuhkan. Selanjutnya, jika terdapat lebih dari satu hubungan dengan korelasi yang signifikan dari variabel-variabel yang dianalisis, akan dilanjutkan dengan analisis jalur (path analysis) dengan memanfaatkan informasi hubungan-hubungan yang signifikan secara statistik pada pengujian korelasi sebelumnya. Pengembangan model aliran kausal satu arah ini juga didasarkan pada kerangka pemikiran bahwa pertumbuhan penduduk di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap hirarki pusat pertumbuhan, dan selanjutnya akan mempengaruhi struktur penggunaan lahan. Sistem aliran satu arah ini juga dapat secara langsung terjadi antara pertumbuhan penduduk terhadap struktur penggunaan lahan. 16

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Penduduk Pada Tahun 2008, jumlah penduduk Provinsi Jambi adalah sebanyak 2.788.269 jiwa. Jika dilihat tingkat pertumbuhannya, maka dapat dikemukakan bahwa selama periode Tahun 2001-2008, tingkat pertumbuhan penduduk di Provinsi Jambi adalah 1,91 persen pertahun (dengan jumlah penduduk Tahun 2001 sebanyak 2.439.644 jiwa). Berdasarkan kabupaten/kota memperlihatkan pertumbuhan penduduk tertinggi dialami oleh Kabupaten Muaro Jambi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 3,93 persen pertahun. Daerah yang juga memiliki pertumbuhan penduduk relatif tinggi (diatas rata-rata Provinsi Jambi) adalah Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Bungo. Tingginya angka pertumbuhan penduduk Kabupaten Muaro Jambi selain disebabkan oleh faktor pertumbuhan alami (selisih antara kelahiran dan kematian), juga disebabkan oleh adanya migrasi masuk yang tinggi terutama yang berasal dari wilayah Kota Jambi. Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi menjadi salah satu alternatif penduduk yang bekerja di Kota Jambi (dengan harga pemukiman yang mahal) untuk bertempat tinggal di daerah ini. Selanjutnya daerah dengan pertumbuhan penduduk paling rendah adalah Kabupaten Kerinci. Daerah yang juga memiliki pertumbuhan penduduk relatif rendah (dibawah rata-rata Provinsi Jambi) adalah Kabupaten Merangin, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tebo dan Kota Jambi. Rendahnya pertumbuhan penduduk Kabupaten Kerinci karena daerah ini memiliki budaya merantau yang tinggi pada penduduknya. Ini menyebabkan migrasi keluar penduduk Kabupaten Kerinci menjadi relatif tinggi. 17

Tabel 5.1. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2001 dan 2008 Tahun 2001 2008 Pertumbuhan (%/tahun) Kerinci 295,951 310,093 0.67 Merangin 258,125 286,578 1.49 Sarolangun 182,117 214,036 2.31 Batang Hari 194,251 219,181 1.72 Muaro Jambi 235,940 310,676 3.93 Tanjung Jabung Timur 191,844 211,789 1.41 Tanjung Jabung Barat 211,952 250,746 2.40 Tebo 225,739 253,373 1.65 Bungo 219,834 264,389 2.64 Kota Jambi 423,891 467,408 1.40 Provinsi Jambi 2,439,644 2,788,269 1.91 Sumber: Diolah dari Jambi dalam Angka, 2001 dan 2008 Selanjutnya untuk menggambarkan keadaan penduduk, salah satu karakteristik utama yang umum dianalisis adalah umur. Distribusi umur penduduk pada kenyataannya sering menggambarkan riwayat fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian) dan rata-rata umur penduduk. Selain itu dapat juga merefleksikan beban ketergantungan sekelompok umur tertentu terhadap kelompok umur lainnya, dalam hal ini beban tanggungan usia muda (0 14 Tahun) dan beban tanggungan usia tua (65+ Tahun) terhadap usia produktif (15 64 Tahun). Tabel 5.2. Distribusi Penduduk Provinsi Jambi Menurut Kelompok Umur Tahun 2001-2008 Kelompok Umur 2001 2008 Pertumbuhan Jumlah % Jumlah % (% /Tahun) 0-14 795,325 32.60 836,138 29.99 0.71 15 64 1,572,073 64.44 1,856,812 66.59 2.38 65+ 72,246 2.96 95,319 3.42 3.96 Jumlah 2,439,644 100.00 2,788,269 100.00 1.91 Beban Ketergantungan 55 50 Sumber: Diolah dari Jambi dalam Angka, 2001 dan 2008 18

Secara teoritis, struktur umur penduduk dapat dikelompokkan atas dua kelompok yaitu: (1) struktur umur muda, jika penduduk umur dibawah 15 Tahun lebih dari 40 persen dan penduduk usia 65 Tahun ke atas kurang dari 5 persen; (2) struktur umur tua, jika penduduk umur dibawah 15 Tahun kurang dari 40 persen dan penduduk usia 65 Tahun ke atas lebih dari dari 10 persen Dalam konteks tersebut dapat dikemukakan bahwa struktur umur penduduk di Provinsi Jambi pada Tahun 2008 sudah tidak tergolong lagi pada struktur umur muda, tetapi belum sepenuhnya memenuhi kategori struktur umur tua. Pada Tahun 2008, proporsi penduduk umur dibawah 15 tahun di Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah sebesar 29,99 persen atau sudah dibawah 40 persen, tetapi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas masih dibawah 10 persen (3,42 persen). Namun demikian, dengan mengamati perkembangan data selama Tahun 2001-2008, diperkirakan dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun kedepan, struktur umur penduduk akan mencapai kategori struktur umur tua. Selama periode Tahun 2001 2008 terlihat kecenderungan semakin berkurangnya proporsi penduduk usia dibawah 15 tahun (0-14 tahun) yang diikuti dengan peningkatan yang pesat dari jumlah dan proporsi penduduk umur 65 tahun ke atas. Transisi struktur usia ini berdampak pada perubahan beban ketergantungan penduduk Provinsi Jambi. Dari Tabel 5.2. terlihat bahwa selama periode Tahun 2001-2008, beban ketergantungan penduduk telah mengalami penurunan dari angka 55 menjadi 50. Artinya, jika pada Tahun 2001 untuk 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sebanyak 55 orang penduduk belum/tidak produktif, maka pada Tahun 2008 untuk 100 orang penduduk usia produktif hanya menanggung 50 orang penduduk belum/tidak produktif. Terjadinya transisi struktur umur dari struktur umur muda ke struktur umur tua ini disebabkan transisi fertilitas dan mortalitas yang terjadi di Provinsi Jambi. Penurunan penduduk umur 0-14 Tahun ini merupakan dampak program keluarga berencana yang telah berhasil menurunkan angka kelahiran (fertilitas) 19

selama 15 tahun terakhir. Sebaliknya peningkatan penduduk umur 65 tahun ke atas merupakan dampak dari penurunan angka kematian (mortalitas) dan peningkatan usia harapan hidup sebagai akibat meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Transisi struktur umur ini menciptakan suatu potensi peningkatan pendidikan, khususnya penduduk muda. Dengan jumlah penduduk muda yang lebih sedikit, perhatian pada mutu pendidikan dapat menjadi lebih baik. Anggaran pemerintah dan masyarakat dapat lebih diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, dan bukan sekedar mengejar sasaran jumlah. Ditambah dengan perubahan pada tingkat keluarga (yang makin menginginkan anak dalam jumlah sedikit tetapi dengan mutu yang lebih tinggi), transisi struktur usia ini akan menyebabkan peningkatan kebutuhan mutu pendidikan yang makin tinggi. Berbagai perubahan ini dapat mendorong terjadinya transisi pendidikan, dari masyarakat berpendidikan rendah ke masyarakat berpendidikan tinggi. Namun demikian, transisi struktur umur ini juga menyebabkan masalah baru, akibat peningkatan penduduk lanjut usia. Jika pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk muda yang telah mengkonsumsi tetapi belum berproduksi, pertumbuhan penduduk yang lambat menyebabkan transisi struktur usia ke penduduk yang makin banyak terdiri dari penduduk tua, yang merupakan bagian penduduk yang masih mengkonsumsi tetapi tidak berproduksi lagi. Pengeluaran pemerintah dan masyarakat akan makin banyak digunakan untuk para lansia ini. Hal lain yang perlu diwaspadai berkaitan dengan kesehatan. Transisi struktur umur/transisi demografis ini akan diikuti oleh transisi epidemiologi. Pola penyakit dominan akan berubah dari penyakit infeksi dan parasit ke penyakit degeneratif, kecelakaan dan penyakit jiwa. Ini secara langsung juga membutuhkan perubahan dalam orientasi pelayanan kesehatan. Gambar 5.1 memberikan secara lebih terperinci komposisi umur lima tahunan penduduk Provinsi Jambi dalam bentuk piramida penduduk. Piramida penduduk secara umum terdiri dari tiga bentuk yaitu: 20

(1) Expansive, jika sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur termuda. Bentuk piramidanya melebar kebawah dan semakin keatas semakin menyempit; (2) Constrictive, jika penduduk yang berada pada kelompok umur termuda jumlahnya sedikit, pada umur pertengahan lebih banyak dan semakin sedikit pada umur-umur diatasnya. Bentuk piramidanya menyempit pada bagian bawah, melebar bagian tengah dan kembali menyempit pada bagian-bagian ke atasnya; (3) Stationary, jika banyaknya penduduk dalam tiap kelompok umur hampir sama banyaknya, kecuali pada kelompok umur tertentu. Bentuk piramidanya lebih lurus dan hanya menyempit pada bagian puncaknya. Gambar 5.1. Piramida Penduduk Provinsi Jambi, Tahun 2008 Sumber: Diolah dari Jambi dalam Angka 2008 Dari gambar di atas dapat dikemukakan bahwa bentuk piramida penduduk Kabupaten Tanjung Jabung Timur termasuk kategori constrictive. Bentuk piramida constrictive ini adalah bentuk piramida penduduk yang dialami Amerika Serikat pada Tahun 1970an. 21