REFRAT GANTUNG DIRI ( HANGING ) Oleh : DEVI FIKASARI K G0002169



dokumen-dokumen yang mirip
Tinjauan Pustaka Gantung diri (Hanging)

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.36. Januari-Juni

PEMBEKAPAN. Disusun oleh : Shinta Febriana Yustisiari G Pembimbing : dr. Hari Wujoso, Sp. F, MM

Gambaran Tanda Kardinal Asfiksia Pada Kasus Kematian Gantung Diri di Departemen Forensik RSU Dr. Muhammad Hoesin Palembang Periode Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Infantisid yaitu pembunuhan dengan sengaja. terhadap bayi baru lahir oleh ibunya (Knight, 1997).

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

VISUM ET REPERTUM NO : 027 / VER / RS / I / 2014

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum

Kriteria Infanticide

Pencatatan, Pelaporan Kasus Keracunan dan Penanganan Keracunan. Toksikologi (Teori)

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum. diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat.

GANTUNG DIRI: POLA LUKA DAN LIVOR MORTIS

Luka Akibat Trauma Benda Tumpul a Luka Lecet (Abrasi)

Pusat Hiperked dan KK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Pro: Justicia Rahasia

KEDARURATAN LINGKUNGAN

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

KEMATIAN TAHANAN DI RUANG SEL POLISI KONTROVERSI PEMBUNUHAN ATAU BUNUH DIRI DILIHAT DARI SUDUT PANDANG ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

CEDERA OLAHRAGA PADA SENAM DAN UPAYA P3K. Oleh: Dr. Sugeng Purwanto Dosen PJKR FIK UNY

11/9/2011 TOKSIKOLOGI. Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Sola dosis facit venenum

Terdakwa ditahan berdasarkan Surat Perintah/Penetapan:

Apa yang Harus Diketahui oleh Setiap Orang Tua Ketika Menidurkan Bayinya

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

REFERAT PEMBEKAPAN. Disusun oleh : Shinta Febriana Yustisiari G Pembimbing : dr. Hari Wujoso, Sp.F, MM

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

NEONATUS BERESIKO TINGGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

VISUM ET REPERTUM VER/01/XII/2014/Reskrim

Petir : Volt Volt = Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

UJIAN SEMESTER ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

Kasus Hanging Dengan Posisi Duduk Bersandar Di Kursi Sofa

PELATIHAN PERTOLONGAN PERTAMA BAGI PEMBINA PMR PMI SE- KABUPAATEN TEGAL

BULIMIA NERVOSA. 1. Frekuensi binge eating

Written by Administrator Sunday, 07 August :30 - Last Updated Wednesday, 07 September :03

KASUS ETIKA PROFESI KASUS ANGELINE. Pembunuhan Berencana Angeline

Tinjauan Hukum (Isi KUHP) 1. KUHP pasal 285 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar

BAB VI PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

Untuk mengurangi dan mencegah timbulnya gejala-gejala yang mengganggu selama kehamilan berlangsung, seperti : sakit pinggang, bengkak kaki dll

Bab IV Memahami Tubuh Kita

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

INVESTIGATION AT THE SCENE OF DEATH

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILL LEARNING) DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

LATIHAN PERNAFASAN. Pengantar

VISUM ET REPERTUM NO : 012 / KEDFOR / VI / 2013.

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

BAB I PENDAHULUAN. dan penyebab pertama kematian pada remaja usia tahun (WHO, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pertolongan pertama pada Penyakit Jantung Koroner (serangan. jantung mendadak) Adaptasi dan modifikasi oleh : Mangatas SM Manalu

2

Definisi Bell s palsy

KEDARURATAN LAIN DIABETES HIPOGLIKEMIA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

Keselamatan Kerja di Laboratorium

KOMPLIKASI PHLEBOTOMY

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

Prosedur Pemeriksaan Medis dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan. Seminar dan Workshop Penanganan Kekerasan SeksualTerhadap Perempuan

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

P3K Posted by faedil Dec :48

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG REMATIK PADA LANSIA. TIM PENGABMAS Yenni, M.kep, Ns, Sp, Kep kom. Ns. Emira Apriyeni, S.

Anita's Personal Blog Glaukoma Copyright anita handayani

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

16/02/2016 ASKEP KEGAWATAN PSIKIATRI MASYKUR KHAIR TENTAMEN SUICIDE

Jika ciprofloxacin tidak sesuai, Anda akan harus minum antibiotik lain untuk menghapuskan kuman meningokokus.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PEMERIKSAAN LABORATORIUM PENUNJANG

BAB I PENDAHULUAN. sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu regio lumbo-sakral

Metode Observasi & Wawancara

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Kasus Kematian dengan Asfiksia di Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado Periode

Kanker Darah Pada Anak Wednesday, 06 November :54

DISKUSI TOPIK SEXUAL AB USE K E L O M P O K 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

untuk Mencegah Sakit Punggung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan

Stroke: Pertolongan Pertama

TANDA KARDINAL ASFIKSIA PADA KASUS GANTUNG DIRI YANG DIPERIKSA DI DEPARTEMEN FORENSIK FK USU RSUP H

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

Transkripsi:

REFRAT GANTUNG DIRI ( HANGING ) Oleh : DEVI FIKASARI K G0002169 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2008

KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmatnya Penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis dengan judul Gantung Diri ( Hanging ) merupakan suatu persyaratan untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran di Fakultas Kedokteran UNS/RSUD. DR. MOEWARDI Surakarta. Pada kesempatan ini, tak lupa Penulis menghaturkan terima kasih yang setulusnya kepada : 1. dr. Budiyanto, MS, SpF. Selaku dokter kepala bagian kedokteran forensik Fakultas Kedokteran UNS/RSUD. DR. MOEWARDI Surakarta. 2. dr. Hari Wujoso, SpF. Selaku dosen pembimbing di bagian kedokteran forensik Fakultas Kedokteran UNS/RSUD. DR. MOEWARDI Surakarta. 3. Segenap staf beserta karyawan bagian kedoteran forensik Fakultas Kedokteran UNS/RSUD. DR. MOEWARDI Surakarta. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kesalahan, baik dalam penulisan maupun materi karya tulis ini. Untuk itu Penulis mengharapkan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Terima kasih. Penulis 2

DAFTAR ISI Judul 1 Kata Pengantar 2 Daftar Isi 3 Isi - Definisi hanging bunuh diri, patologi dan penyebab bunuh diri 4 - Posisi gantung diri, accidental hanging, homicidial hanging 5 - Mekanisme kematian, aspek medikolegal 6 - Lynching, perbedaan antemortem dan postmortem 7 - Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pembunuhan 8-9 - Periode fatal, penatalaksanaan pada kasus penggantungan yang masih hidup 10 - Gambaran postmortem 11-12 - Ringkasan 13 - Daftar pustaka 14 3

GANTUNG DIRI ( HANGING ) Definisi Terdapat beberapa definisi tentang penggantungan ( hanging ). Salah satunya, yakni ; Penggantungan ( hanging ) adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. Ada pula yang mendefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruhnya atau sebagian. Dengan demikian berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya terdapat pada asal tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkararan jerat. Kematian karena penggantungan pada umunya bunuh diri. Bunuh Diri Bunuh diri ( suicide ) dapat di definisikan sebagai : perbuatan merusak diri sendiri yang berhasil. Sedangkan perbuatan merusak diri sendiri yang dilakukan dengan keinginan destruktif, tetapi tidak nyata atau ragu ragu ( sering disebut sebagai sikap bunuh diri ) merupakan defibisi dari percobaab bunuh diri ( parasuicide ) Patologi dan penyebab parasuicide dan suicide Paling sering diserrtai dengan penyakit depresi. Mungkin pula terjadi pada alkoholisme, skizofrenia, gangguan kepribadian atau ketergantungan obat. Sejumlah kecil percobaan bunuh diri dan berhasil tidak menunjukkan adanya bukti gangguan psikiatrik. Biasanya multifaktorial : kepribadian, faktor sosial dan penyakit psikiatrik memainkan peranan yang berbeda beda. Penyakit fisik merupakan faktor penting, terutama pada usia lebih tua. Faktor resiko tinggi termasuk umur, golongan sosioekonomi, profesi ( terutama dokter ), jenis kelamin pria, penyakit fisik, kebiasaan minum alkohol dan obat, kehilangan pekerjaan. 4

Lebih sering pada usia lebih tua, penyakit fisik, terisolasi dan lingkungan sosial ; golongan profesional, eksekutif ; setelah suatu peristiwa yang menyedihkan ; dan yang menderita konflik pribadi yang akut. Beberapa usaha bunuh diri dapat dianggap sebagai jeritan untuk minta tolong, mungkin tidak berhasil Posisi Gantung Diri Posisi korban pada kasus gantung diri bisa bermacam macam, kemungkinan tersering : 1) Kedua kaki tidak menyentuh lantai ( complete hanging ) 2) Duduk berlutut ( biasanya menggantung pada daun pintu ) Untuk posisi ini ada yang menyebutkan dengan istilah penggantungan parsial. Istilah ini digunakan jika beban berat badan tubuh tidak sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali. Pada kasus tersebut berat badan tubuh tidak seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial Bahan yang digunakan biasanya tali, ikat pinggang, kain, dll. Gejala: Pada kebanyakan kasus korbannya meninggal. Gejalanya yang penting sehubungan dengan penggantungan adalah: a. Kehilangan tenaga dan perasaan subyektif b. Perasaan melihat kilatan cahaya c. Kehilangan kesadaran, bisa disertai dengan kejang-kejang d. Keadaan tersebut disertai dengan berhentinya fungsi jantung dan pernafasan 3) Berbaring ( biasanya di bawah tempat tidur ) Accidental Hanging Penggantungan yang tidak disengaja ini dapat dibagi dalam dua kelompok : yang terjadi sewaktu bermain atau bekerja dan sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang ( Auto erotic Hanging ) 5

Homicidial Hanging Pembunuhan dengan metode menggantung korbannya relatif jarang dijumpai, cara ini baru dapat dilakukan bila korbannya anak anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah, baik lemah oleh karena menderita penyakit, di bawah pengaruh obat bius, alkohol atau korban yang sedang tidur. Pembunuhan dengan cara penggantungan sulit untuk dilakukan oleh seorang pelaku. Penyebab atau mekanisme kematian pada penggantungan 1) Asfiksia. Merupakan penyebab kematian yang paling sering 2) Apopleksia (kongesti pada otak). Tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak dan mengakibatkan kegagalan sirkulasi 3) Kombinasi dari asfiksia dengan apopleksia 4) Iskemia serebral. Hal ini akibat penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri yang memperdarahi otak 5) Syok vaso vagal. Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan henti jantung 6) Fraktur atau dislokasi vertebra servikalis. (Pada korban yang dihukum gantung). Pada keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang, kemudian korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,5 2 meter maka akan mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan medulla oblongata dan mengakibatkan terhentinya pernafasan. Biasa yang terkena adalah vertebra servikalis ke-2 dan ke-3. Aspek Medikolegal Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus, walaupun demikian pemeriksaan yang teliti tetap harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain. 1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan? Pertanyaan ini sering diajukan kepada dokter pemeriksa dalam persidangan. 6

2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan? Beberapa faktor di bawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan. (a). Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali dibuktikan lain. Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri dengan cara ini. Pernah ada laporan kasus dimana seorang anak berusia 12 tahun melakukan bunuh diri dengan penggantungan. Kecelakaan yang menyebabkan penggantungan jarang terjadi kecuali pada anak-anak di bawah usia 12 tahun (b). Cara terjadinya penggantungan (c). Bukti-bukti tidak langsung di sekitar tempat kejadian (d). Tanda berupa jejas penjeratan (e). Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan Lynching Lynching merupakan tindakan hukuman gantung tanpa pengadilan yang hanya terjadi di Amerika Selatan. Jika seorang negro melakukan pelanggaran berat, dia dihukum mati dengan cara digantung pada pohon atau tiang lampu, sehingga bisa dipertontonkan sebagai peringatan bagi yang lain. Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem No Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem 1 Tanda-tanda penggantungan antemortem bervariasi. Tergantung dari cara kematian korban Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian yang bukan disebabkan penggantungan 2 Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran terputus (non-continuous) dan letaknya pada leher bagian atas Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian leher tidak begitu tinggi 3 Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali biasanya lebih dari satu, 7

No Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem pada sisi leher diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada 4 Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas jejas jerat dan pada tungkai bawah 5 Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba seperti perabaan kertas perkamen, yaitu tanda parchmentisasi 6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-lain sangat jelas terlihat terutama jika kematian karena asfiksia 7 Wajah membengkak dan mata mengalami kongesti dan agak menonjol, disertai dengan gambaran pembuluh dara vena yang jelas pada bagian kening dan dahi 8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali 9 Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Demikian juga sering ditemukan keluarnya feses 10 Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut, dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal ini merupakan pertanda pasti penggantungan ante-mortem bagian depan leher Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi mayat setelah meninggal Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain tergantung dari penyebab kematian Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat, kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan (strangulasi) atau sufokasi Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian akibat pencekikan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak ada Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus selain kasus penggantungan. 8

Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pada pembunuhan No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan 1 Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50 Tidak mengenal batas usia, karena tindakan pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari korban dan tidak bergantung pada usia tahun jarang melakukan gantung diri 2 Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa lingkaran terputus (noncontinuous) dan terletak pada bagian atas leher Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus, mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat simpul tali 3 Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang letaknya pada bagian samping leher Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat 4 Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai riwayat untuk mencoba Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk bunuh diri bunuh diri dengan cara lain 5 Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa menyebabkan kematian Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban biasanya mengarah kepada pembunuhan mendadak tidak ditemukan pada kasus bunuh diri 6 Racun. Ditemukannya racun dalam lambung korban, misalnya arsen, sublimat korosif dan lain-lain tidak bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin mendorong korban untuk melakukan gantung diri Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri 7 Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit untuk gantung diri dalam Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada kasus 9

No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan keadaan tangan terikat pembunuhan 8 Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, mayat biasanya ditemukan tergantung pada tempat yang mudah dicapai oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut 9 Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan dalam keadaan tertutup dan terkunci dari dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh diri 10 Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada kasus gantung diri Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak. Periode fatal Pada pelaksanaan hukuman gantung, kematian terjadi dengan seketika. Pada kasus gantung diri, kematian tidak langsung terjadi dan sedikit memakan waktu. Pada penggantungan parsial, kematian mendadak terjadi dalam 5 menit. Penatalaksanaan pada kasus penggantungan yang masih hidup 1) Korbannya diturunkan 2) Ikatan pada leher dipotong dan jeratan dilonggarkan 3) Berikan bantuan pernafasan untuk waktu yang cukup lama 4) Lidah ditarik keluar, lubang hidung dibersihkan jika banyak mengandung sekresi cairan 5) Berikan oksigen, lebih baik lagi kalau disertai CO 2 5% 10

6) Jika korban mengalami kegagalan jantung kongestif, pertolongan melalui venaseksi mungkin akan membantu untuk mengatasi kegagalan jantung tersebut 7) Berikan obat-obat yang perlu (misalnya Coramine) 8) Gejala sisa: hemiplegia, amnesia, demensia, bronkhitis, selulitis, parotitis. Gambaran post-mortem Pemeriksaan luar 1) Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi: (a). Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan jika menggunakan tali yang besar (b). Bentuk jeratannya berjalan miring ( oblik ) pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas diantara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang (c). Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut tanda parchmentisasi (d). Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga (e). Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di sekitarnya (f). Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2 kali 2) Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung 3) Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang 11

4) Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia tampak pada wajah dan subkonjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan adanya penekanan pada bagian leher 5) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat simpul tali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem 6) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai 7) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam 8) Urin dan feses bisa keluar Pemeriksaan dalam 1. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya 2. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan tindakan kekerasan 3. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah 4. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah di sekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem. 5. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi 6. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada korban hukuman gantung. 12

RINGKASAN Bahwa gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus, walaupun demikian pemeriksaan yang teliti tetap harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain. 1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan? 2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan? Hal tersebut dapat dibuktikan dengan beberapa faktor di bawah ini sebagai bahan pertimbangan ; a. Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali dibuktikan lain. Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri dengan cara ini. Pernah ada laporan kasus dimana seorang anak berusia 12 tahun melakukan bunuh diri dengan penggantungan. Kecelakaan yang menyebabkan penggantungan jarang terjadi kecuali pada anak-anak di bawah usia 12 tahun b. Cara terjadinya penggantungan c. Bukti-bukti tidak langsung di sekitar tempat kejadian d. Tanda berupa jejas penjeratan e. Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan 13

DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, Hanging, http//:en.wikipedia.org/wiki.com 2. Anonim, Sudden Unexpected Death: Causes and Contributing Factors, http//:www.forensic.com 3. Anonim,Tanatologi.fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment.php?attld=14 6&page=1.%20 4. Idries, A.M., 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi 1, Binarupa Aksara, Jakarta. 5. Kerkhof AJFM, Bernasco W. Suicidal Behaviour in Jails and Prisons in the Netherlands: incidence, characteristics, and prevention. Suicide Life Threat Behav 1990;20:123 37.[ISI][Medline] 6. Nurhantari, Y., 2005. Tanatologi. Makalah pada Pelatihan Instruktur Blok Medikolegal FK UII, Yogyakarta. Tidak dipublikasikan. 7. Shaw J, Appleby L, Baker D. Safer Prisons: A National Study of Prison Studies 1999 2000 by the National Confidential Inquiry into Suicides and Homicides by People with Mental Illness, 2003. 8. Soegandhi, R., 2001. Arti Dan Makna Bagian-Bagian Visum Et Repertum. Ed.-2 Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK UGM, Yogyakarta 9. Soegandhi, R., 2001. Pedoman Pemeriksaan Jenazah Forensik dan Kesimpulan Visum et Repertum di RSUP Dr. Sardjito. Ed-2. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK UGM, Yogyakarta 10. Staf Pengajar Bagian Forensik, 2000. Teknik Autopsi Forensik. Ed.4. Bagian Kedokteran Forensik FK. UI, Jakarta 14