SURVEI RUMAH SEHAT DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2007

dokumen-dokumen yang mirip
RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018

Berapa penghasilan rata-rata keluarga perbulan? a. < Rp b. Rp Rp c. > Rp

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Lampiran 1. I. Identitas Kepala Keluarga 1. Nomor : 2. Nama : 3. Umur : Tahun 4. Alamat :

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

M U H A M A D R AT O D I, S T., M. K E S 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan

KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI DASAR DAN RUMAH SEHAT

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

Sanitasi Penyedia Makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lelah, beristirahat setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-hari,

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 2012.

KEADAAN PERMUKIMAN PENDUDUK DI KELURAHAN TIGARAJA KECAMATAN GIRSANG SI PANGAN BOLON KABUPATEN SIMALUNGUN

Definisi Sanitasi Lingkungan Rumah

Program Kesehatan Lingkungan A. Inspeksi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM), Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Industri

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SANITASI DAN KEAMANAN

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Lingkungan yang diharapkan adalah yang

GAMBARAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG RUMAH SEHAT DI DUKUH SEPAT KELURAHAN SEPAT KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN TAHUN Eka Nurjanah ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Identitas Responden 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur : 5. Pendidikan Terakhir : 6. Pekerjaan :

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

PENGARUH LUAS BUKAAN VENTILASI TERHADAP PENGHAWAAN ALAMI DAN KENYAMANAN THERMAL PADA RUMAH TINGGAL HASIL MODIFIKASI DARI RUMAH TRADISIONAL MINAHASA

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

ANALISIS KEPADATAN PENGHUNI, LUAS LANTAI DAN LUAS VENTILASI TERHADAP SUHU DAN KELEMBABAN DI RUMAH KOS PUTRI KAJOR, NOGOTIRTO, GAMPING, SLEMAN, DIY

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR

1. No. Responden : 2. Nama : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur : 5. Lama tinggal dikost :

ANALISIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KONTRUKSI SUMUR GALI TERHADAP KUALITAS SUMUR GALI

RUMAH DAN PERMUKIMAN TRADISIONAL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian adalah suatu cara kerja yang utama, untuk mengkaji

b. Kebutuhan ruang Rumah Pengrajin Alat Tenun

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

LAPORAN PSKP INSPEKSI SANITASI RUMAH SEHAT DI DESA KEDUNGWULUH LOR KECAMATAN PATIKRAJA KABUPATEN BANYUMAS

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

Dampak kesehatan lingkungan rumah susun: studi kasus rumah susun Pulo Gadung Bose Devi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari

PERMUKIMAN SEHAT, NYAMAN FARID BAKNUR, S.T. Pecha Kucha Cipta Karya #9 Tahun 2014 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi. kesehatan lingkungan. (Munif Arifin, 2009)

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

BAB I PENDAHULUAN. Dan untuk mengenang jasanya bakteri ini diberi nama baksil Koch,

1. Pendahuluan SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA KAWASAN KUMUH KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN

BAB V HASIL. Kelurahan Bidara Cina merupakan salah satu dari delapan kelurahan yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

Iklim Perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

PENGUJIAN KARAKTERISTIK MEKANIK GENTENG

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. juga dipengaruhi oleh tidak bersihnya kantin. Jika kantin tidak bersih, maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

DENAH LT. 2 DENAH TOP FLOOR DENAH LT. 1

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

GAMBARAN KONDISI FISIK SUMUR GALI DAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR GALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ATURAN BERSAMA KONDISI FAKTUAL I. TATA RUANG DAN LINGKUNGAN

Kesehatan Lingkungan. Website:

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris Geography yang terdiri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari

Transkripsi:

SRVEI RMAH SEHAT DI KOTA PALEMBANG Ekowati Retnaningsih 1) Abstract The presence of house that healthy, secure, suitable, regular is very needed so that the functions and advantages of the house can be fulfilled well and can give healthy influence to the occupants in the house. The objection of this research was to know proportion of healthty house in each kecamatan in Palembang so we can set the right planning to the right target. This research use quantitative paradigm and it use cross sectional design. The sampling method was done by multistage randomsampling in all kecamatan in Palembang, that are 103 kelurahan. With estimate the possibilities of drop out sample is 5%, so the minimal sample amount that needed were 9.496 houses. Based on the descriptive analysis result in this research, we can conclude that kecamatan with proportion of healthty house is > 80 % are: 1) roof: 2 kecamatan, 2) floor: 14 kecamatan, 3) wall: 14 kecamatan, 4) ventilation: 9 kecamatan, 5) clean water source: 7 kecamatan, 6) family lavatory: 10 kecamatan, 7) SPAL: 1 kecamatan, 8) Garbage can: 1 kecamatan. Community knowledge about healthy environment that already good has reach > 80 % only 3 kecamatan and defecate bahaviour in lavatory that already reach > 80 % are 13 kecamatan. Key word: Proportion, healthy house, healthy environment PENDAHLAN Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, serta tempat pengembangan kehidupan keluarga. Oleh karena itu, keberadaan rumah yang sehat, aman, serasi dan teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik. Rumah sehat adalah bangunan rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik dan kepadatan hunian rumah yang sesuai. (1) Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan survei rumah sehat di kota palembang sehingga dapat diketahui proporsi rumah sehat yang ada serta dapat disusun perencanaan yang tepat sasaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi rumah sehat per kecamatan di kota palembang. rumah tinggal yang memenuhi syarat BAHAN DAN CARA kesehatan, dari aspek fisik yaitu atap, Penelitian ini menggunakan paradigma lantai dan dinding rumah serta dilengkapi penelitian kuantitatif dengan rancangan fasilitas kesehatan lingkungan yaitu 1) Badan Penelitian dan pengembangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Jl. Demang Lebar daun No. 4864 Palembang Telp. (0711) 374456 Email : eko_promkes2003@yahoo.com

penelitian Cross Sectional. Populasi penelitian adalah rumah yang ada di kota Palembang, berjumlah 472.078 rumah. nit analisa adalah rumah tinggal, bukan rumah tangga. Dengan demikian, apabila ditemukan satu rumah yang dihuni lebih dari satu rumah tangga, maka hanya satu rumah tangga yang dijadikan responden yaitu rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap kondisi rumah tinggalnya. Pengambilan sampel dilakukan secara Multistage Random Sampling, desain efek 2 (2). Pengambilan sampel dilakukan di seluruh wilayan kelurahan yang ada di seluruh kecamatan kota Palembang, yaitu sejumlah 103 kelurahan. Klaster terkecil di masingmasing kelurahan adalah wilayah RT. Jumlah RT di masing-masing kelurahan dihitung berdasarkan jumlah 10% dari total RT yang ada di masing-masing kelurahan. Sedangkan pemilihan sampel di setiap wilayah RT menggunakan tehnik Rapid Survei yang dikombinasikan dengan Sistimatic Random Sampling. Rumus perhitungan sampel minimal adalah sebagai berikut: 2 2 p p 1 α (1 ) 2 n = DesignEffect 2 d Keterangan: α=5%, p=70% d=0,05 Derajat kepercayaan : 95%. Desain efek = 2 Hasil perhitungan besar sample minimal adalah: 1,96 = 2 0,7(1 0,7) 2 2 0,05 3,84 0,21 = 2 = 646 0,0025 Jumlah sampel : 646 rumah Hasil diharapkan dapat menggambarkan proporsi rumah sehat sampai tingkat kecamatan, sehingga jumlah sampel harus dikalikan jumlah kecamatan yang ada di kota Palembang. Sampel minimal yang diperlukan untuk kota Palembang (seluruh kecamatan): 14 kecamatan x 646 =9.044 rumah. Dengan memperhitungkan kemungkinan sampel droup out sebesar 5%, maka jumlah sampel minimal yang diperlukan sebesar 9.496 rumah. Perhitungan sampel di masing-masing wilayah dilakukan secara proporsional. Tabel 1. Jumlah Sampel di Masingmasing Wilayah Kecamatan. NO KECAMATAN JMLAH JMLAH JMLAH KELRAHAN RT SAMPEL 1 IB II 7 43 523 2 GANDS 5 32 417 3 S I 10 86 1075 4 6 48 520 5 S II 7 49 557 6 7 47 480 7 IB I 6 56 903 8 BKIT KECIL 6 29 332 9 IT I 11 54 750 10 6 40 509 11 IT II 12 72 1271 12 5 40 540 13 SAKO 6 61 833 14 9 104 1200 TOTAL 103 761 9910

Pengumpulan data dilakukan secara serentak di semua wilayah kecamatan yang ada di kota Palembang. Enumerator dibagi dalam 14 kelompok sesuai jumlah kecamatan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk grafik, tabel dan peta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober s.d Desember tahun 2007. penyakit asbesito, seng kurang memenuhi syarat kesehatan karena menimbulkan udara panas di siang hari, dingin di malam hari. Pada peta dibawah dapat dilihat sebaran responden yang mempunyai atap rumah memenuhi syarat kesehatan per kecamatan di kota Palembang. HASIL Fisik Rumah (Atap. Lantai, Dinding) Jenis atap yang memenuhi syarat kesehatan adalah atap genting, sedangkan atap jenis lainnya kurang baik untuk kesehatan. Asbes mengandung residu yang berhubungan dengan PETA 4.2.1. ATAP RMAH MEMENHI SYARAT KESEHATAN DI KOTA PALEMBANG 81,3 % 49,6 % > 80 % 60-79 % < 60 % GANDS 45,8 % I 63,2 % 58,1 % 64,8 % 70,3 % 68,7 % 58,9 % 81,3 % 55,4 % I 54,8 % 55,3 % 42,7 % Sebaran proporsi responden yang mempunyai lantai rumah memenuhi syarat kesehatan per kecamatan dapat dilihat pada peta dibawah

PETA 4.2.2. LANTAI RMAH MEMENHI SYARAT KESEHATAN DI KOTA PALEMBANG 98,4 % 97,4 % >80 % 60-79 % < 60 % GANDS 99,0 % I 63,2 % 99,6 % 99,4 % 99,8 % 99,9 % 99,6 % 100 % 98,5 % I 99,3 % 98,8 % 99,8 % Sebaran proporsi responden yang mempunyai lantai rumah memenuhi syarat kesehatan per kecamatan dapat dilihat pada peta dibawah. PETA 4.2.3. DINDING RMAH MEMENHI SYARAT KESEHATAN DI KOTA PALEMBANG 99,0 % 98,1 % GANDS 98,1 % I 97,9 % >80 % 60,0 79,9 % 98,5 % 98,8 % 97,9 % 98,8 % 98,7 % 99,8 % 98,7 % 98,5 % 99,4 % I 98,7 %

Bangunan Rumah Variabel Komposit ALADIN (Atap, Lantai, Dinding) Pada peta dibawah dapat dilihat bahwa proporsi responden yang mempunyai bangunan rumah (Atap, Lantai, dan Dinding) responden memenuhi syarat, terbesar di kecamatan Plaju yaitu sebanyak 81,3%, terkecil di kecamatan Kertapati 42,7%. Sebaran proporsi responden yang mempunyai bangunan rumah (Atap, Lantai, Dinding) memenuhi syarat kesehatan per kecamatan dapat dilihat pada peta dibawah ini PETA 4.2.5. BANGNAN RMAH (ATAP, LANTAI, DINDING) MEMENHI SYARAT KESEHATAN DI KOTA PALEMBANG 80,8 % 49,1 % GANDS 45,3 % I 62,1 % > 80 % 60,0 79,9 % 57,8 % 64,0 % 70,1 % 68,4 % 58,1 % 81,3 % 55,1 % I 54,4 % 55,1 % 42,7 % Fasilitas Kesehatan Lingkungan Sebaran proporsi responden yang mempunyai ventilasi rumah memenuhi syarat kesehatan per kecamatan dapat dilihat pada peta dibawah PETA 4.2.4. RMAH MEMPNYAI VENTILASI DI KOTA PALEMBANG 88,9 % 94,8 % GANDS 73,9 % I 82,6 % >80 % 60,0 79,9 % 79,4 % 91,0 % 92,4 % 89,8 % 90,4 % 89,0 % 86,1 % I 66,4 % 67,6 % 70,4 %

Sarana Kesehatan Lingkungan Pada peta berikut dapat dilihat bahwa proporsi responden yang mempunyai Sumber Air Bersih memenuhi syarat, terbesar di kecamatan Bukit Kecil yaitu sebanyak 99,7%, terkecil di kecamatan Kertapati 32,9%. Sebaran proporsi responden yang mempunyai sarana Sumber Air Bersih memenuhi syarat kesehatan per kecamatan dapat dilihat pada peta 4.2.7. PETA 4.2.7. SMBER AIR BERSIH MEMENHI SYARAT DI KOTA PALEMBANG 96,6 % 99,1 % 52,2 % 90,8 % 88,5 % 93,8 % GANDS 32,9 % 95,2 % 87,5 % 99,7 % I 73,2 % I 97,0 % 69,2 % >80 % 60,0 79,9 % 60,6 % Pada peta berikut dapat dilihat bahwa proporsi responden yang mempunyai jamban keluarga, terbesar di kecamatan Sukarami, yaitu sebanyak 99,1%, terkecil di kecamatan Kertapati, yaitu 74,6%. Sebaran proporsi responden yang mempunyai sarana jamban keluarga per kecamatan dapat dilihat pada peta dibawah ini.

PETA 4.2.8. JAMBAN KELARGA MEMENHI SYARAT DI KOTA PALEMBANG GANDS 80,8 % > 80 % 60,0 79,9 % 77,6 % 60,3 % 98,0 % 97,1 % 98,4 % 77,4 % 97,2 % 98,5 % 95,2 % I 92,1 % I 91,7 % 90,8 % 74,6 % Sejumlah 7.560 rumah responden (76,3%) yang mempunyai SPAL, belum semuanya memenuhi syarat kesehatan yaitu kedap air dan tertutup. Pada table 4.2.13 dapat dilihat bahwa proporsi responden yang mempunyai Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) memenuhi syarat kesehatan terbesar di kecamatan Bukit Kecil, yaitu sebanyak 94,9%, terkecil di kecamatan Kertapati, yaitu 30,1%. Bila dilihat proporsi rumah yang memiliki SPAL memenuhi syarat dari total rumah responden (memiliki SPAL atau tidak), maka hasilnya dapat dilihat pada peta berikut. Proporsi responden yang mempunyai Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) memenuhi syarat kesehatan, dari total seluruh responden, terbesar di kecamatan Bukit Kecil, yaitu sebanyak 84,3%, terkecil di kecamatan Gandus, yaitu 16,5%. Sebaran proporsi responden yang mempunyai sarana Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) memenuhi syarat kesehatan per kecamatan dapat dilihat pada peta berikut

PETA 4.2.9. SALRAN PEMBANGAN AIR LIMBAH MEMENHI SYARAT DI KOTA PALEMBANG > 80 % 60,0 79,9 % GANDS 16,5 % I 56,8 % 79,1 % 74,8 % 70,5 % 84,3 % 18,4 % 79,7 % 79,2 % 64,8 % I 46,7 % 19,4 % 46,1 % 78,6 % Sebaran proporsi responden yang mempunyai sarana tempat sampah memenuhi syarat kesehatan per kecamatan dapat dilihat pada peta berikut. PETA 4.2.11. RMAH MEMPNYAI TEMPAT SAMPAH MEMENHI SYARAT DI KOTA PALEMBANG > 80 % 60,0 79,9 % GANDS 63,5 % I 43,2 % 70,2 % 42,0 % 40,6 % 49,7 % 74,1 % 68,8 % 74,9 % 80,7 % 75,6 % I 30,2 % 69,0 % 11,9 %

Pada peta berikut dapat dilihat bahwa proporsi responden yang mempunyai sarana kesehatan lingkungan (SAB, Jamban) memenuhi syarat kesehatan, terbesar di kecamatan Bukit Kecil, yaitu sebanyak 94,9%, terkecil di kecamatan Gandus, yaitu 32,4%. Sebaran proporsi responden yang mempunyai sarana kesehatan lingkungan (SAB, Jamban) memenuhi syarat kesehatan per kecamatan dapat dilihat pada peta berkut ini. PETA 4.1.13. SARANA RMAH (SMBER AIR BERSIH, JAMBAN) MEMENHI SYARAT KESEHATAN DI KOTA PALEMBANG 60,3 % 74,5 % GANDS 32,4 % I 89,9 % > 80 % 60,0 79,9 % 51,1 % 87,8 % 87,8 % 71,9 % 92,4 % 86,7 % 94,9 % I 68,8 % 68,5 % 53,5 % Pada peta berikut dapat dilihat bahwa proporsi responden yang mempunyai sarana kesehatan lingkungan (SAB, Jamban, SPAL) memenuhi syarat kesehatan, terbesar di kecamatan Ilir Barat II, yaitu sebanyak 28,9%, terkecil di kecamatan Gandus, yaitu 2,4%. Sebaran proporsi responden yang mempunyai sarana kesehatan lingkungan (SAB, Jamban, SPAL) memenuhi syarat kesehatan per kecamatan dapat dilihat pada peta dibawah ini.

PETA 4.1.14. SARANA RMAH (SMBER AIR BERSIH, JAMBAN, SPAL) MEMENHI SYARAT KESEHATAN DI KOTA PALEMBANG 5,7 % 10,8 % GANDS 2,4 % I 28,9 % > 80 % 60,0 79,9 % 4,8 % 10,4 % 11,8 % 13,5 % 15,2 % 12,1 % 4,2 % I 19,0 % 3,7 % 15,2 % Pengetahuan Kesehatan Lingkungan Pada peta berikut dapat dilihat bahwa proporsi responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik tentang kesehatan lingkungan, terbesar di kecamatan Ilir Timur I yaitu sebanyak 92,5%, terkecil di kecamatan Kemuning, yaitu 14,7%. Sebaran proporsi responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik tentang kesehatan lingkungan, per kecamatan dapat dilihat pada peta berikut ini. PETA 4.2.17. RESPONDEN DENGAN TINGKAT PENGETAHAN BAIK TENTANG KESEHATAN LINGKNGAN DI KOTA PALEMBANG > 80 % 60,0 79,9 % 75,4 % 56,4 % 37,6 % 14,7 % 63,4 % 31,9 % GANDS 82,3 % 92,5 % 82,5 % 29,8 % I 31,2 % I 50,7 % 42,5 % 15,4 %

Perilaku Buang Air Besar Pada table peta berikut dapat dilihat bahwa proporsi responden yang mempunyai perilaku Buang Air Besar (BAB) di Jamban, terbesar di kecamatan Sukarami yaitu sebanyak 96,4%, terkecil di kecamatan Kertapati, yaitu 29,8%. PETA 4.2.18. PERILAK RESPONDEN BAB DI JAMBAN DI KOTA PALEMBANG GANDS 83,0% > 80 % 60,0 79,9 % I 88,7 % 92,9 % 96,4 % 91,7 % 93,7 % 95,7 % 82,1 % 95,1 % 91,5 % 92,2 % I 85,6 % 84,2 % 29,8 % PEMBAHASAN Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping kebutuhan akan sandang dan pangan. Oleh karena itu, rumah harus sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya dan meningkat produktifitasnya. Meunurut Window dan Apha, Perumahan / Pemukiman adalah suatu tempat untuk tinggal secara permanen, berfungsi sebagai tempat untuk bermukim, beristirahat, berekreasi (bersantai) dan sebagai tempat berlindung dari pengaruh lingkungan yang memenuhi persyaratan psychologis, bebas dari penularan penyakit dan kecelakaan (1). Menurut WHO, pemukiman adalah "suatu struktur fisik" dimana orang menggunakannya untuk berlindung, dimana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rokhani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (3)

Pengertian rumah sehat adalah sebagai tempat berlindung / bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial (Sanropie, dkk, 1991). Bila ditinjau tentang pengertian rumah sehat tersebut, maka syarat-syarat rumah sehat tidak hanya ditinjau dari bentuk bangunan rumah yang memenuhi syarat kesehatan, namun perlu diperhatikan pula tentang kesegaran dan kenyamanan rumah serta lingkungan masyarakat. Kriteria Rumah Sehat menurut Pedoman Tehnis Penilaian Rumah Sehat yang diterbitkan Ditien PPM & PL Depkes RI, 2002, secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria (4) berikut : 1. Memenuhi kebutuhan physiologis: pencahayaan, kelembaban, sirkulasi udara. 2. Memenuhi kebutuhan phykologis; aman, nyaman, menciptakan suasana harmonis. 3. Memenuhi kebutuhan pencegahan penyakit: air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran di samping pencahayaan dan penghawaan yang cukup. 4. Memenuhi Persyaratan Pencegahan terjadinya Kecelakaan baik kecelakaan yang timbul dari luar maupun dalam rumah antara lain : persyaratan garis sepadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir. Atap rumah berfungsi untuk melindungi isi ruangan rumah dari gangguan angin, hujan dan panas serta melindungi isi rumah dari pencemaran udara (debu; asap dan lain-lain). Bahan atap yang paling baik bagi kesehatan adalah terbuat dari genteng, karena sejuk dimusim panas dan hangat dimusim hujan, disamping itu atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Bahan seng dan asbes tidak kurang cocok karena dapat menimbulkan panas di dalam rumah, bahkan bahan asbes yang kurang baik dapat menimbulkan polusi di dalam rumah. Proporsi atap rumah yang memenuhi syarat kesehatan di kota Palembang tahun 2007 sebesar 62,6%, yaitu terbuat dari genting sedangkan sisanya terbuat dari asbes, seng, dan

daun. Proporsi rumah yang menggunakan atap asbes terbesar di kecamatan Sako (30,0%) sedangkan yang menggunakan seng terbesar di kecamatan Kertapati (50,6%). Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh pola kebiasaan masyarakat sekitarnya. Ada sebagian masyarakat yang lebih suka menggunakan atap jenis seng dengan alasan ringan, sehingga tidak membebani kayu rumah. Jika kepemilikan atap memenuhi syarat kesehatan diartikan sebagai permintaan akan barang berupa genting, menurut teori ekonomi permintaan (5) dipengaruhi oleh 1) harga barang atau jasa itu sendiri, 2) harga barang atau jasa lain yang terkait, 3) pendapatan keluarga, 4) jumlah penduduk, 5) selera, kebiasaan, serta harapan, dan 6) usaha produsen untuk meningkatkan penjualan. Faktor pendapatan keluarga pada umumnya paling berpengaruh terhadap pemilihan atap rumah yang memenuhi syarat kesehatan, dengan asumsi ceteris paribus. Ceteris paribus mempunyai makna bahwa dalam analisis ekonomi dalam menjelaskan hubungan dua variabel disadari bahwa kesimpulan yang ditarik berdasarkan asumsi variabelvariabel lain dianggap tetap atau tidak berubah (6). Lantai dari tanah tidak direkomendasikan, sebab bila musim hujan akan lembab dan musim kemarau akan berdebu, serta dapat menjadi sumber penularan penyakit kecacingan dan sumber pencemaran makanan yang disebabkan oleh debu. ntuk itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air (disemen, dipasang tegel, teraso dan lain-lain). ntuk mencegah air masuk ke dalam rumah, sebaiknya lantai ditinggikan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah. Lantai ubin, semen, kayu yang sering terdapat pada rumah-rumah berbentuk panggung, baik digunakan. Syarat lantai yang baik adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak lembab pada musim hujan. Lantai yang berdebu dan basah merupakan sarang penyakit (1). Proporsi lantai rumah yang memenuhi syarat kesehatan di kota Palembang tahun 2007 sebesar 99,2%, yaitu terbuat dari granit, keramik, semen, dan kayu. Angka ini menggambarkan cakupan program yang sangat berhasil. Kecamatan yang mempunyai proporsi rumah dengan lantai memenuhi syarat kesehatan terkecil adalah kecamatan Sako (97,4%), namun sudah diatas 90%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh masyarakat telah menggunakan lantai yang memenuhi syarat kesehatan (bukan tanah). Cakupan lantai yang memenuhi

syarat kesehatan jauh lebih tinggi (99,2%) dibandingkan atap memenuhi syarat kesehatan (62,6%). Hal ini kemungkinan disebabkan karena pemilihan jenis lantai yang memenuhi syarat kesehatan dihadapkan pada berbagai pilihan yang lebih beragam dalam kualitas, selera dan harga mulai dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Bila kita gunakan kembali teori ekonomi diatas, maka terdapat beberapa factor yang berpengaruh yaitu: pendapatan, harga barang, harga barang lain yang terkait, selera dan harapan. Kemungkinan lain tingginya cakupan lantai memenuhi syarat kesehatan adalah adanya program pemerintah lantainisasi. Dinding berfungsi sebagai pendukung/penyanggah atap dan juga untuk melindungi rumah dari hujan, angin serta pengaruh panas dari luar. Dinding dari bahun kayu atau bambu yang tahan terhadap segala kondisi cuaca (tidak mudah rusak / lapuk) sangat cocok untuk daerah pedesaan, disamping harganya yang relatif murah, juga biasanya daya tahannya cukup lama, tetapi dinding dari kayu atau bambu umumnya mudah terbakar. Yang paling baik adalah dinding yang terbuat dari bahan yang tahan api yaitu dari batu (pasangan batu/bata). Dinding tembok adalah baik, namun harus disertai ventilasi yang cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang- lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi dan dapat menamhah penerangan alamiah. Proporsi dinding rumah yang memenuhi syarat kesehatan di kota Palembang tahun 2007 sebesar 98,7%, yaitu terbuat dari tembok dan kayu. Cakupan dinding yang memenuhi syarat kesehatan lebih tinggi (98,7%) dibandingkan atap memenuhi syarat kesehatan (62,6%) namun lebih rendah dari cakupan lantai memenuhi syarat kesehatan (99,2%). Kecamatan yang mempunyai proporsi terbesar rumah dengan dinding tembok adalah kecamatan Sako (92,0%) sedangkan yang berdinding kayu terbesar di kecamatan Seberang lu I (60,4%). Jenis dinding rumah berhubungan dengan faktor karakteritik kepala keluarga (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan), potensi keluarga (jumlah penghasilan, tingkat pengetahuan). Hawa segar diperlukan dalam rumah untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. dara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. ntuk memperoleh kenyamanan udara seperti dimaksud di atas diperlukan adanya ventilasi yang

baik. Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi diantaranya : 1. Menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetan terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya olaigen di dalam rumah yang berarti kadar karbon dioksida yang bersifat racun bagi penghuninya meningkat. Disamping itu, tidak cukupaya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan raik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri pathogen (bakteri penyebab penyakit). 2. Membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. 3. Menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban (humidity) yang optimum (7). Ada 2 (dua) macam ventilasi yaitu (1) : 1. Ventilasi alamiah, dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut Lerjadi secara alamiah melalui, jendela, pintu, lubang angin, lubanglubang pada dinding dan sebagainya 2. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut. Misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara. Perlu diperhatikan disini bahwa sistim pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak berhenti atau membalik lagi, udara harus mengalir artinya didalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara (Cross Ventilation). Pada penelitian ini ventilasi dilihat dari adanya ventilasi alamiah berupa lubang angin. Hasilnya menunjukkan bahwa proporsi ventilasi rumah yang memenuhi syarat kesehatan di kota Palembang tahun 2007 sebesar 83,9% yang terbesar di kecamatan Sako (94,8%) dan terkecil di kecamatan Seberang lu II (66,4%). Adanya ventilasi di rumah responden berhubungan dengan faktor karakteritik kepala keluarga (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan) dan potensi keluarga (tingkat penghasilan, tingkat pengetahuan). Kelembaban optimum berkisar antara 40-70% dan suhu udara yang nyaman berkisar 18-30 C. Kelembaban udara dalam di ruangan naik karena tidak cukupnya ventilasi menyebabkan

terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri pathogen (bakteri penyebab penyakit) (7). Kelembaban kamar tidur juga ditentukan oleh adanya ventilasi rumah/kamar tidur yang memenuhi syarat kesehatan dan letak rumah/kamar tidur terhadap pencahayaan sinar matahari. Ventilasi yang baik akan memberikan suhu optimum 22-24 0 C dan kelembaban 60 %. Kelembaban kamar tidur yang hanya ditentukan dari pengamatan visual fisik yaitu ada bintik-bintik air pada dinding kamar (dinding/lantai terasa basah/lembab jika dipegang) dan adanya sinar matahari yang bisa masuk kekamar tersebut (1). Pada penelitian ini dilakukan penggabungan 3 variabel konstruksi bangunan rumah yang dikenal dengan indikator ALADIN yaitu atap, lantai dan dinding rumah. Selanjutnya dilakukan penggabungan 1 tingkat lebih lengkap yaitu menggabungkan 4 indikator yang terdiri dari atap, lantai, dinding dan ventilasi yang dikenal dengan nama indikator ALADINVEN. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi rumah di kota Palembang yang memenuhi syarat kesehatan dari aspek indikator ALADIN (atap, lantai, dinding) sebesar 62,1% dan indikator ALADINVEN (atap, lantai, dinding, ventilasi) sebesar 54,6%. Walaupun cakupan masing-masing indikator secara sendiri-sendiri sangat tinggi (>90%), namun sebagian rumah belum memenuhi seluruh kriteria tersebut yaitu atap, lantai, dinding dan ventilasi. Terjadi disparitas konstruksi bangunan rumah variable komposit (Atap, Lantai, Dinding) dan variable komposit (Atap, lantai, Dinding, Ventilasi) antar wilayah kecamatan di kota Palembang. Salah satu upaya untuk meningkatkan cakupan ALADIn dan ALADINVEN yang memenuhi syarat kesehatan adalah intervensi kebijakan melalui walikota. Harus ada regulasi bahwa salah satu persyarat pembangunan rumah sangat sederhana adalah harus memenuhi indikator ALADINVEN. Hal ini akan membantu karena Palembang berkembang ke arah mitropolitan sehingga pembangunan perumahan meningkat tajam. Sedangkan bagi masyarakat miskin, bila dilakukan subsidi bahan bangunan pada kegiatan bedah kampung yang pekerjaannnya dilakukan secara bergotong royong. Sumber dana subsidi bisa berasal dari pemerintah kota Palembang dan para donatur yang tidak mengikat. Intervensi program peningkatan kesehatan lingkungan, khususnya tentang atap, lantai, dinding dan ventilasi rumah

harus difokuskan pada wilayah kecamatan yang mempunyai cakupan dibawah 60,0% sejumlah 10 kecamatan bila diurutkan berdasar prioritas penanganan adalah kecamatan Kertapati, Seberang lu II, Seberang lu I, Gandus, Kalidoni, Sako, Bukit Kecil, Ilir Barat II, Ilir Timur II, dan Kemuning. Proporsi SAB yang memenuhi syarat kesehatan di kota Palembang tahun 2007 sebesar 77,5% yaitu menggunakan PAM, sumur bor dan sumur gali yang telah memenuhi syarat kesehatan sedangkan sisanya menggunakan air sungai dan sumur gali tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang bermukim di sekitar suangi. ntuk merubah faktor kebiasaan memerlukan upaya dan waktu yang lama, bukan hanya sekedar peningkatan pengetahuan. Masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan air sungai sebagai sumber air bersih keluarga secara turun temurun, harus mendapat perlakuan khusus untuk merubah perilaku mereka. Terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar sungai. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya disparitas sumber air bersih antar kecamatan. Penyuluhan harus dibarengi dengan peningkatan keterampilan dan peningkatan kemampuan untuk mendapatkan air bersih alternatif sebagai pengganti air sungai. Hal ini akan menjadi mudah apabila air PAM dapat melayani seluruh warga, dengan harga yang terjangkau. Solusi penyediaan air bersih tidak dapat dilakukan oleh sektor kesehatan, tetapi memerlukan kerjasama dengan berbagai pihak terutama pihak PDAM, pengembang perumahan, dll. Proporsi rumah yang mempunyai jamban keluarga di kota Palembang tahun 2007 sebesar 91,8% tetapi yang mempunyai perilaku buang air besar di jamban 86,9%. Artinya, walau pun keluarga mempunyai jamban namun masih terdapat keluarga yang buang air besar tidak di jamban karena terdapat selisih 4,9%. Mereka ini lebih memilih buang air besar di sungai. Proporsi rumah yang mempunyai saluran pembuangan air limbah (SPAL) memenuhi syarat kesehatan di kota Palembang tahun 2007 sangat kecil, yaitu sebesar 18,2%. Terjadi disparitas kepemilikan SPAL yang memenuhi syarat kesehatan antar wilayah kecamatan. Besarnya jumlah keluarga Pra-Sejahtera menggambarkan banyaknya keluarga miskin di wilayah tersebut yang memunculkan kemiskinan wilayah. Kemiskinan wilayah akan sangat berpengaruh terhadap variabel yang bergantung pada faktor kontekstual wilayah. Kepemilikan SPAL sangat dipengaruhi oleh faktor kontektual wilayah tempat tinggal karena untuk mewujudkan SPAL yang baik maka harus ada penataan

SPAL di lingkungan tersebut menyangkut aliran limbah akhir. Dalam hal ini harus ada gerakan masyarakat untuk memperbaiki lingkungan dengan membuat SPAL secara bersama dan terpadu. Terdapat 58,1% responden yang mempunyai SPAL namun belum memenuhi syarat kesehatan yaitu SPAL belum dibuat secara permanen, hanya mengalirkan limbah ke halaman. Hal ini pada umumnya karena belum ada SPAL terpadu di wilayahnya. Proporsi rumah yang mempunyai ruangan dapur untuk melakukan altifitas memasak di kota Palembang tahun 2007 sebesar 92,7%. Kepemilikan dapur lebih dipengaruhi oleh faktor individu seperti halnya atap rumah, lantai dan dinding rumah. Faktor ekonomi sangat dominan, karena pada umumnya rumah keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke atas telah disesuaikan dengan keperluannya yang antara lain adanya keperluan ruang dapur. Hasil analisis variable yang telah dikompositkan atau digabungkan menunjukkan bahwa proporsi responden yang mempunyai dua sarana kesehatan berupa SAB dan jamban yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 72,7%. Proporsi terbesar di kecamatan Bukit Kecil (94,9%) dan terkecil kecamatan Gandus (32,4%). paya meningkatkan cakupan SAB dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan harus difokuskan pada 3 kecamatan yang mempunyai cakupan dibawah 60% yaitu kecamatan Gandus, Kalidoni dan Kertapati. Penyaluran air bersih harus mulai diprioritaskan ke wilayah tersebut untuk mencegah terjangkitnya penyakit diare, dll. Proporsi responden yang mempunyai tiga sarana kesehatan berupa SAB, jamban dan SPAL yang memenuhi syarat kesehatan hanya sebanyak 11,0%. Seluruh kecamatan mempunyai cakupan dibawah 60%. Angka ini sungguh sangat memprihatinkan. Penyebab rendahnya cakupan variable komposit 3 indikator (SAB, Jamban, SPAL) adalah rendahnya cakupan SPAL yang memenuhi syarat kesehatan. Berdasar teori Blum, factor perilaku dan lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Dengan demikian, harus dilakukan upaya untuk memperbaiki keadaan kesehatan lingkungan masyarakat agar tercipta derajat kesehatan masyarakat yang optimal (8). Bila kita akan melakukan intervensi di sisi hulu, yaitu membudayakan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat). Harus dibudayakan agar semua orang pada saat membuang limbah padat hendaknya dipilih antara limbah padat organik dan limbah padat non organik. Limbah padat organik hendaknya dibuang menggunakan kantong yang diikat rapat, sedangkan limbah non organik misalnya

kaleng hendaknya ditimbun (1) SIMPLAN DAN SARAN Berdasar hasil analisis deskriptif pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kecamatan yang mempunyai prevalensi > 80 % rumah memenuhi syarat kesehatan: 1) atap: 2 kecamatan, 2) lantai: 14 kecamatan, 3) dinding: 14 kecamatan, 4) ventilasi: 9 kecamatan, 5) sumber air bersih: 7 kecamatan, 6) jamban keluarga: 10 kecamatan, 7) SPAL: 1 kecamatan, 8) Tempat sampah: 1 kecamatan. Sedangkan pengetahuan masyarakat baik, tentang kesehatan lingkungan yang telah mencapai > 80 % sejumlah 3 kecamatan dan perilaku buang air besar di jamban yang telah mencapai > 80 % sejumlah 13 kecamatan. Saran bagi Dinas Kesehatan kota Palembang: 1. Advokasi untuk mendorong lintas sector dalam penyediaan air bersih, khususnya di wilayah kecamatan yang mempunyai cakupan air bersih masih dibawah 80% yaitu kecamatan; Gandus, Kalidoni, Sukarami, Kertapati, Seberang lu I, Seberang lu II, Sako. memenuhi syarat kesehatan harus dilaksanakan secara terpadu di masing-masing lingkungan sehingga aliran air limbah menjadi teratur. DAFTAR PSTAKA 1. Departemen Kesehatan.,2001 Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan Dalam Pengendalian Vektor. Jakarta. 2. Ariawan, I., 1998.Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Jakarta: Jurusan Biostatistik & Kependudukan, FKM, I. 3. Departemen Kesehatan., 1999Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/P4ENYES/SK/VII/1999. 4. Departemen Kesehatan., 2002.Pedoman Tehnis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta 5. Feldstein, P.J.,1993. Health Care Economics, Delmar Publisher Inc, New York. 6. Elfindri, 2003.Ekonomi Layanan Kesehatan. Padang: niversitas Andalas. 7. Notoadmodjo,S,1993.Pengantar Perilaku Kesehatan. Jakarta. PKIP FKM I. 8. Blum, H.L., 1981.Planning For Health, Generics For The Eigthies.second Edition. New York, London. Human SciencePre 2. Memperhatikan rendahnya cakupan rumah yang mempunyai SPAL memenuhi syarat kesehatan maka harus dilaksanakan gerakan SPAL terpadu bersama lintas sector terkait, karena pembuatan SPAL yang