Identifikasi Upaya Keberlanjutan Pengelolaan Air Minum Perdesaan di Kabupaten Tulungagung



dokumen-dokumen yang mirip
1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

KAJIAN PENINGKATAN LAYANAN SISTEM PERPIPAAN AIR MINUM PERKOTAAN MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO

Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

Optimalisasi Kinerja Badan Usaha Milik Daerah Penyelenggara SPAM

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) 1. Pedoman umum

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

INFRASTRUKTUR AIR MINUM BERKELANJUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. secara fisik saja tetapi juga kebutuhan non fisik. Seiring berjalannya waktu

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan pendekatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.8.(2) Peremajaan Permukiman Kota Bandarharjo. Semarang

BAB 6 PENUTUP. value proposition, value creation, dan value capture. Berdasarkan. pemahaman yang telah diperoleh dari tiga unsur tersebut, maka

PEDOMAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAERAH PENGEMBANGAN SPAM

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERENCANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH MENUJU 100% AIR MINUM. Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas Jakarta, Januari 2015

MEKANISME PELAKSANAAN PROGRAM HIBAH AIR MINUM TA 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

2.3. Keberlanjutan Program Konsep Keberlanjutan (Sustainability) Partisipasi Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

GAMBARAN UMUM PROGRAM PAMSIMAS III I. LATAR BELAKANG

Baharuddin Nurkin, Ph.D Lahir : 24 Febr. 1946, Bantaeng Pendidikan formal: M.Sc (Washington State Univ. USA, 1983); Ph.D (University of Idaho, USA, 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Konsep Program Hibah Air Minum Perdesaan Sumber Dana APBN Murni TA 2016

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Matriks Program Strategis AMPL Kabupaten Banyuasin Tahun

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 01 TAHUN 2018 TENTANG

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

INDONESIA WATER LEARNING WEEK WATER SECURITY FOR INDONESIA WATER ENERGY ENERGY FOOD NEXUS INSTITUTIONAL ASPECTS OF WRM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2012 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian program dan kegiatan DAK pada Dinas Kehutanan Pasaman

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA RAWAN AIR BERSIH DI KABUPATEN PONOROGO PROPINSI JAWA TIMUR

ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN)

Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA

BAB II SEJARAH PERUSAHAAN

V. EVALUASI KINERJA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dalam mengukur kinerja PDAM Kabupaten Sukabumi sebagai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

DIREKTUR PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

-1- PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SPAM OLEH KELOMPOK MASYARAKAT YANG DIBANTU FASILITATOR

- Laporan dan Analisa Berita Media Cetak dan Online Bidang Cipta Karya. Edisi: April 2014

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan

TEKNOLOGI PENYEDIAAN AIR BERSIH PERDESAAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN MOJOKERTO

PEMBERIAN SUBSIDI DARI PEMERINTAH DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH PENYELENGGARA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

6. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 16/PRT/M/2008

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan berbagai macam kebutuhan dasar manusia (basic human

KEBIJAKAN SUBSIDI UNTUK PELAYANAN AIR MINUM YANG BERKEADILAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PERKOTAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PENULIS KUTIPAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN)

PENGEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN ASET KELEMBAGAAN SUMBERDAYA AIR PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOGAWA I. PENDAHULUAN

Rencana Strategis (RENSTRA)

PAM JAYA SEBAGAI PENYEDIA AIR BERSIH DALAM RENCANA PENGEMBANGAN RUMAH SUSUN DI DKI JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Millenium Development Goals disingkat MDGs merupakan sebuah cita-cita

PROGRAM HIBAH AIR MINUM. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Pembiayaan dan Kapasitas Daerah

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON

Transkripsi:

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB Identifikasi Upaya Keberlanjutan Pengelolaan Air Minum Perdesaan di Kabupaten Tulungagung Putri Nugraheni (1), Teti A. Argo (2) (1) Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB. (2) Kelompok Keilmuan Perencanaan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. ABSTRAK Tingkat pelayanan air minum perpipaan di perdesaan yang masih rendah di Indonesia membuat pemerintah terus melakukan program untuk meningkatkan cakupan pelayanan tersebut, salah satunya adalah dengan melibatkan masyarakat dalam sistem penyediaan air minum yang telah terbangun agar pengelolaannya dapat berkelanjutan. Organisasi pengelola sistem penyediaan air minum yang ada di Jawa Timur disebut sebagai Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum (HIPPAM) yang kepengurusannya dipilih oleh masyarakat. Sejak awal pembentukan pada awal tahun 2000 sampai dengan saat ini, HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari yang ada di Kabupaten Tulungagung telah mampu untuk bertahan dan bahkan mampu memperluas cakupan pelayanannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pengelola HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari di Kabupaten Tulungagung, sehingga diharapkan mampu untuk menjadi pembelajaran bagi pemerintah daerah beserta organisasi air minum berbasis masyarakat lainnya di daerahnya untuk dapat memberikan pelayanan yang berkelanjutan bagi masyarakat perdesaan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa keberlanjutan pengelolaan air minum perdesaan yang dilakukan oleh kedua HIPPAM tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor. Tidak hanya sekedar terbangun sistem dengan teknologi yang mudah serta biaya operasional dan pemeliharaan yang terjangkau, sebuah institusi pengelola dari sistem tersebut yang memiliki kapasitas serta berinisiatif untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat selaku pelanggan, serta adanya kebutuhan terhadap air dari masyarakat dan keinginan masyarakat untuk berpartisipasi juga ikut mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan air minum di wilayah tersebut. Terlepas dari kemandirian yang telah dimilikinya, Bapel HIPPAM belum dapat berdiri sebagai suatu lembaga yang independent karena adanya keterbatasan kewenangan yang telah ditetapkan yaitu hanya sebagai pengelola fasilitas yang telah terbangun dan adanya kewajiban untuk selalu berkoordinasi dengan pihak pemerintah pada setiap keputusan yang akan diambil. Kata-kunci: HIPPAM, air minum perdesaan, keberlanjutan pengelolaan, cakupan pelayanan Pendahuluan Rendahnya tingkat pelayanan air minum di perdesaan yang baru mencapai 45,72% pada tahun 2009 (Laporan Pencapaian MDGs oleh Bappenas, 2010), selain diakibatkan oleh faktor teknis seperti letak sumber air yang sulit terjangkau, kualitas dan kuantitas sumber air tersebut yang tidak terlindungi dan tidak kontinu, juga semakin diperparah dengan terbatasnya pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah untuk menyediakan infrastruktur air minum yang layak dan mudah diakses oleh masyarakat perdesaan. Seiring dengan era desentralisasi mulai tahun 1990an, peran pemerintah dalam pengelolaan air minum ikut mengalami perubahan. Saat ini pemerintah tidak lagi berperan sebagai penyedia pelayanan air minum, namun lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator. Khusus untuk wilayah perdesaan, Kebijakan Nasional Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 163

Identifikasi Upaya Keberlanjutan Pengelolaan Air Minum Perdesaan di Kabupaten Tulungagung Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat yang dikeluarkan oleh Bappenas pada tahun 2003 menyatakan bahwa tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan, konstruksi sampai dengan operasional dan pengelolaan dalam pembangunan fasilitas infrastruktur air minum merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan fasilitas tersebut tidak dapat berfungsi secara optimal Menurut Sara and Katz (1998), pengelolaan air minum lebih berkelanjutan apabila dilakukan Pendekatan Tanggap Kebutuhan (Demand Responsive Approach) pada masyarakat, yaitu pendekatan yang menempatkan masyarakat pada posisi teratas dalam pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan sistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupun tata cara pengelolaannya (Bappenas, 2003). Melalui pendekatan ini lah kemudian muncul program pengelolaan air minum berbasis masyarakat khususnya untuk wilayah perdesaan, dengan pembentukan organisasi yang akan mengelola fasilitas pengelolaan air minum yang keanggotaannya merupakan perwakilan dari masyarakat, contohnya adalah pembentukan Himpunan Pemakai Air Minum (HIPPAM) selaku Badan Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum di wilayah perdesaan. Seperti halnya program pemberian dana stimulan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung pada awal tahun 2000- an berupa pembangunan sistem penyediaan air minum perdesaan untuk kemudian pengelolaan nantinya akan diserahkan kepada masyarakat melalui pembentukan Badan Pengelola HIPPAM. Program ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah kabupaten untuk mengatasi permasalahan kesulitan air bersih yang dialami oleh beberapa kecamatan yang ada di bagian selatan Kabupaten Tulungagung, diantaranya adalah Kecamatan Tanggunggunung dan Kecamatan Pucanglaban. Pengelolaan air minum skala perdesaan yang dilakukan oleh Badan Pengelola HIPPAM di Kecamatan Tanggunggunung dan Pucanglaban, sampai dengan saat ini terus mengalami peningkatan cakupan pelayanan bahkan telah mampu untuk melayani masyarakat yang ada di Kecamatan terdekat. Selain hal tersebut, dalam hal pengelolaan keuangan juga sudah mampu mandiri, dalam arti bahwa kebutuhan operasional bulanan sudah mampu untuk dipenuhi sendiri menggunakan tarif air yang dibayarkan pelanggan. Hal tersebut yang kemudian memunculkan pertanyaan mengenai upaya apa saja yang dilakukan oleh HIPPAM di lokasi tersebut sehingga mereka mampu untuk memberikan pelayanan yang berkelanjutan kepada masyarakat desa selaku pemanfaat air. Istilah keberlanjutan dalam pengelolaan air minum perdesaan itu sendiri dapat diartikan dengan banyak definisi. Secara umum, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1987 dalam dokumen berjudul Our Common Future menyatakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan adalah merupakan pembangunan yang mampu untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengancam kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dalam kaitannya dengan sektor air minum, Davis and Brikké (1995) mendefinisikan penyediaan air minum dapat dikatakan berkelanjutan apabila tidak terjadi over eksploitasi pada konsumsi air, sistem pengelolaan yang dipelihara pada kondisi yang menjamin penyediaan air minum yang layak dan dapat diandalkan serta adanya manfaat dari penyediaan air yang dapat dicapai sepanjang waktu. Sedangkan Tadesse, Bosona et al. (2013) dalam artikelnya mengadopsi konsep keberlanjutan pengelolaan air minum dengan mengaitkannya pada sektor sanitasi, yaitu mungkin atau tidaknya pelayanan air dan sanitasi serta penerapan higienitas yang baik dapat berlangsung secara terus menerus sepanjang waktu. Tidak seperti penyediaan air minum di perkotaan, perdesaan memiliki banyak sekali faktor yang membuat keberlanjutan dari pengelolaan air minum di wilayah tersebut menjadi sulit untuk dicapai (da Silva, Heikkila et al. 2010). Sebagai contohnya adalah kurangnya 164 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1

kapasitas masyarakat baik dari sisi finansial dan teknis untuk mengelola sistem yang ada. Namun dengan keterbatasan yang disebutkan oleh da Silva, Hodgkin and WASH (1994) justru menyebutkan pentingnya partisipasi dalam mengelola bahkan memperluas sistem untuk keberlanjutan pengelolaan air minum di perdesaan. Disebutkan oleh Silva bahwa ketika masyarakat lokal ikut berpartisipasi secara langsung dalam perencanaan sistem pengelolaan air minum mereka, maka sistem ini akan cenderung lebih berkelanjutan dibandingkan dengan sistem yang dipaksakan oleh pemerintah atau organisasi donor. Menurut Tadesse, Bosona et al. (2013), kombinasi dari dimensi institusi/organisasi, sosial, lingkungan, teknis dan pembiayaan merupakan faktor penentu bagi keberhasilan dari pelayanan air minum yang berkelanjutan. Dijelaskan bahwa untuk mendapatkan pelayanan air minum perdesaan yang berkelanjutan, dukungan yang berasal dari pihak eksternal haruslah diimbangi dengan keterlibatan masyarakat penerima dukungan tersebut. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mann (2003), yang menyebutkan bahwa keberlanjutan dari suatu teknologi tergantung pada pengetahuan, kapasitas atau kemampuan dan kepercayaan diri anggota masyarakat untuk mengelola dan memperbaiki peralatan, serta komitmen mereka untuk berkontribusi secara finansial dalam pembiayaan perawatan. Dalam laporan kegiatan untuk UNDP World Bank yang dilakukan oleh Sara and Katz (1998) disebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi keberlanjutan suatu sistem pengelolaan air minum meliputi aspek teknis yaitu terkait dengan desain dan konstruksi dari sistem pengelolaan air minum perdesaan, aspek institusi dimana diperlukan kelembagaan yang layak untuk menjalankan sistem yang terbangun tersebut, serta aspek sosial yaitu adanya keinginan dari pengguna untuk berpartisipasi baik berupa waktu, tenaga maupun finansial. Sementara menurut Gbadegesin and Olorunfemi (2011) bahwa untuk dapat mencapai hasil yang signifikan dalam pengelolaan air di perdesaan Putri Nugraheni diperlukan pemahaman yang lebih terkait dengan kapasitas institusi pengelola dalam mengadopsi dan menerapkan pengelolaan yang berkelanjutan, efektif biaya dan ramah lingkungan, yang mencakup keterampilan teknis dan pengetahuan akan kondisi sosial-ekonomi, teknologi serta isu ekologi yang akan dihadapi oleh mereka. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bentuk dari partisipasi masyarakat yang diperlukan agar dapat mengelola sistem air minum yang telah terbangun menjadi berkelanjutan, yaitu partisipasi secara komunal yang terwadahi dalam bentuk kelembagaan/institusi. Hal ini karena pada umumnya sistem pengelolaan air minum di perdesaan merupakan sistem komunal. Institusi masyarakat yang ada tersebut diharapkan memiliki kemampuan atau kapasitas untuk dapat mengadopsi teknologi yang diberikan serta memelihara fasilitas yang sudah terbangun. Tulisan ini mengidentifikasi upaya yang dilakukan oleh pengelola air minum perdesaan dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan yang berkelanjutan, dengan mengambil lokasi penelitian pada HIPPAM Sumber Songo dan HIPPAM Tirto Lestari yang terletak di Kabupaten Tulungagung. Upaya tersebut akan ditinjau menjadi dua yaitu secara jangka pendek melalui respon serta secara jangka panjang melalui rencana/langkah jangka panjang yang dilakukan oleh pengelola HIPPAM. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang umumnya digunakan pada penelitian yang sulit diukur dengan angka dan berhubungan erat dengan interaksi sosial dan proses sosial. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk dapat mengeksplorasi secara lebih mendalam maksud dari individu/kelompok terhadap suatu masalah sosial (Creswell 2007). Pada penelitian ini disusun suatu preposisi teoritis berdasarkan temuan sementara untuk menjadi acuan dalam penelitian yaitu masyarakat di lokasi penelitian telah Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1 165

Identifikasi Upaya Keberlanjutan Pengelolaan Air Minum Perdesaan di Kabupaten Tulungagung menerapkan upaya yang mampu untuk memberikan keberlanjutan pelayanan air minum. Masyarakat yang dimaksud pada preposisi tersebut akan lebih difokuskan pada Badan Pengelola HIPPAM selaku perwakilan masyarakat yang bertanggungjawab terhadap operasional pengelolaan air minum di wilayah tersebut. Preposisi tersebut dibangun berdasarkan berbagai teori bahwa adanya partisipasi masyarakat serta institusi komunal lokal yang berpartisipasi aktif merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi keberlanjutan suatu pengelolaan air minum perdesaan Metode Pengumpulan Data Dalam pelaksanaan penelitian, dilakukan pengumpulan data baik berupa data primer maupun data sekunder a. Pengumpulan Data Primer Data primer didapatkan melalui wawancara kepada pengurus HIPPAM dan responden kunci di pemerintahan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai upaya yang dilakukan oleh pengelola HIPPAM di lokasi penelitian dalam rangka memberikan pelayanan yang berkelanjutan. Penetapan responden untuk wawancara ini akan dilakukan secara purposive sampling, yaitu kepada responden yang memang memiliki peran dalam pelaksanaan pengelolaan air minum yang dilakukan oleh HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari. Tabel 1. Responden dalam Penelitian No Stakeholder/Institusi Sasaran Responden 1 Badan Pengelola HIPPAM Sumber Songo Ketua Bapel HIPPAM 2 Badan Pengelola HIPPAM Tirto Lestari Ketua Bapel HIPPAM 3 Badan Musyawarah Desa Anggota Pengurus 4 Dinas PU Kabupaten Tulungagung Kepala Seksi Air Minum 5 Dinas PU Provinsi Jawa Timur Satker PK PAM 6 Pihak Non Pemerintah Senior Officer IndII (AusAID) AusAID 7 Pengusaha Lokal Peternak Sumber: Hasil Analisa, 2013 Selain wawancara, kuesioner juga akan diberikan kepada masyarakat perdesaan yang terdapat dalam cakupan pelayanan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang ada menyangkut sistem penyediaan air minum di wilayah pelayanan serta kondisi pelayanan yang diberikan oleh Bapel HIPPAM. Pemilihan responden yang dilakukan dengan pertimbangan serta tujuan tertentu, dikenal juga dengan istilah purposive sampling. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibuat kriteria yang digunakan dalam menentukan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Responden merupakan pelanggan yang ada dalam cakupan wilayah pelayanan HIPPAM Sumber Songo di Kecamatan Tanggunggunung (6 desa) dan HIPPAM Tirto Lestari (2 dusun dalam Desa Kaligentong); 2. Untuk HIPPAM Sumber Songo yang luas cakupan pelayanannya mencapai Kecamatan Tanggunggunung, responden akan dipilih per dusun dari 6 desa yang dilayani di kecamatan tersebut; 3. Untuk HIPPAM Tirto Lestari yang luas cakupan pelayanannya hanya Desa Kaligentong, maka responden akan dipilih per RT dari total 2 dusun yang ada di desa tersebut; 4. Penentuan responden tidak memperhatikan rasio kesesuaian luasan wilayah cakupan; 5. Pembagian kuesioner ini juga mempertimbangkan kemudahan akses menuju wilayah tersebut, khususnya bagi wilayah yang sulit untuk dijangkau dan memiliki jumlah pelanggan sedikit, maka peneliti tidak akan memberikan kuesioner pada pelanggan di wilayah tersebut. b. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan dokumen yang terkait dengan penelitian seperti Peraturan Daerah mengenai pembentukan HIPPAM, dokumen rencana, dokumen perjanjian kerjasama dan dokumen lainnya. 166 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1

Metode Analisis Data Penjelasan hasil temuan dan analisis dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif yakni analisis yang digunakan untuk mengungkapkan hasil penelitian secara ringkas dan jelas pada hampir seluruh komponen yang ada dalam menjelaskan respon pengelola HIPPAM terhadap intervensi yang berasal dari stakeholder luar serta permasalahan yang ada dalam internal wilayah pelayanan, untuk kemudian dikaitkan sebagai upaya mereka untuk memberikan pelayanan yang berkelanjutan. Dari hasil sintesis hasil penelitian sebelumnya mengenai faktor yang mempengaruhi keberlanjutan SPAM, diperoleh 6 (enam) komponen pengelolaan yang akan dijadikan variabel dalam penelitian ini serta untuk membatasi pembahasan nantinya yaitu: Lingkungan, Teknis, Institusi/ Kelembagaan, Partisipasi Masyarakat/ Sosial, Pembiayaan/ Keuangan dan Manajemen. Untuk dapat menilai penerapan upaya yang dilakukan oleh HIPPAM apakah mampu untuk memberikan keberlanjutan pelayanan sistem yang mereka kelola, maka dari tiap komponen pengelolaan tersebut dibuat kriteria-kriteria keberlanjutan pengelolaan air minum perdesaan. Kriteria tersebut dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai pengelolaan air minum perdesaan yang berkelanjutan, serta diperoleh juga dari Peraturan mengenai air minum yang berlaku di Indonesia. Tabel 2. Variabel Penelitian Komponen Kriteria Penjelasan Lingkungan - Adanya upaya konservasi di sekitar sumber - Tidak terjadi over eksploitasi terhadap sumber air Dalam Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, disebutkan bahwa untuk sumber mata air tidak boleh ada kegiatan budi daya dalam radius 200 meter di sekitar sumber Sedang pemanfaatan sumber air harus mempertimbangkan kapasitas sumber yang tersedia yang harus lebih besar dari kapasitas produksi agar tidak terjadi over eksploitasi Putri Nugraheni Komponen Kriteria Penjelasan Teknis - Penerapan teknologi tepat guna - Biaya operasional dan perawatan terjangkau Kapasitas masyarakat perdesaan yang rendah mengharuskan pemilihan teknologi SPAM serta kebutuhan biaya operasional dan perawatan yang mampu dijangkau oleh masyarakat selaku pengelola sistem tersebut. Institusi/ Kelembagaan Partisipasi Masyarakat Pembiayaan/ Keuangan Manajemen - Bentuk lembaga dengan kepengurusan yang jelas - Memiliki kapasitas dalam mengelola Partisipasi masyarakat dalam bentuk finansial, tenaga dan waktu - Penetuan tarif yang cost recovery - Akuntabel - Kemampuan penanganan pengaduan - Kemudahan pelayanan Sumber: Hasil Analisa, 2013 Analisis dan Sintesis Untuk keberlanjutan sistem pengelolaan air minum perdesaan, diperlukan suatu institusi masyarakat yang memiliki kapasitas cukup untuk dapat mengelola dan memeliharan infrastruktur yang telah terbangun (Gbadegesin and Olorunfemi,2011) Masyarakat ikut membayar biaya pemasangan SR serta rekening pemakaian air per bulan, ikut serta memberikan tenaga dalam proses pembangunan fisik serta waktu untuk mengadiri pertemuan yang diadakan terkait pelaksanaan pengelolaan air minum perdesaan Tarif air yang dikenakan mampu untuk memenuhi biaya O&M agar pengelolaan dapat terus berlanjut, akuntabilitas ditunjukkan dengan pelaporan pertanggungjawaban kepada masyarakat Merupakan dua dari 10 kriteria manajemen yang disebutkan dalam Kepmendagri No. 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Bagian ini akan dibagi menjadi tiga bagian utama terkait dengan sasaran dari penelitian yang dilakukan yaitu mencakup identifikasi respon pengelola HIPPAM terhadap intervensi stakeholder eksternal dan permasalahan internal, identifikasi rencana jangka panjang, identifikasi inisiatif lokal dan identifikasi peran aktor. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1 167

Identifikasi Upaya Keberlanjutan Pengelolaan Air Minum Perdesaan di Kabupaten Tulungagung Identifikasi Respon Pengelola HIPPAM Terhadap Intervensi Stakeholder Eksternal dan Permasalahan Internal Wilayah Pelayanan Sejak awal terbentuknya HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari sampai dengan saat ini (Tahun 2001 2013), teridentifikasi 2 (dua) pihak eksternal yang memberikan intervensi berupa program dengan kriteria atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengelola HIPPAM. Kedua pihak tersebut adalah pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten) yang dalam pelaksanaannya akan melalui Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Kabupaten Tulungagung selaku institusi yang bertanggung jawab terhadap infrastruktur air minum di wilayah tersebut. Intervensi dari pemerintah ini berupa pembangunan fisik sistem penyediaan air minum menggunakan dana dari APBN, APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten. Komponen fisik yang dapat dibiayai pembangunannya menggunakan dana pemerintah ini mulai dari sumber air baku sampai pada jaringan distribusi kecuali Sambungan Rumah (SR). Selain pembangunan secara fisik, dilakukan juga pelibatan masyarakat setempat karena pada perencanaan awalnya pengelolaan fasilitas fisik yang terbangun nantinya memang akan dikelola oleh masyarakat Pada Tabel 3 berikut akan diperlihatkan respon Badan Pengelola HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari terhadap intervensi pihak eksternal dan permasalahan internal di wilayah pelayanannya. Selain pemerintah, pada tahun 2010 terdapat juga pihak AusAID bekerjasama dengan Bank Dunia yang memberikan program hibah kinerja yaitu berupa hibah bersyarat senilai 50% dari total nilai pinjaman yang diajukan oleh HIPPAM untuk membiayai pengembangan dan peningkatan pelayanan air minum di wilayahnya. Melalui program ini diharapkan HIPPAM yang merupakan organisasi berbasis masyarakat memiliki kemampuan untuk mengakses sumber pendanaan dari bank komersial dalam mengembangkan dan memperluas cakupan pelayanan mereka. Permasalahan utama di internal wilayah pelayanan yang paling dirasakan oleh Badan Pegelola HIPPAM, dapat diketahui berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara yang telah dilakukan. Maksud dari pihak internal adalah masyarakat pelanggan serta Badan Pengelola HIPPAM itu sendiri. 168 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1

Putri Nugraheni Tabel 3. Identifikasi Respon Badan Pengelola HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari Terhadap Intervensi Pihak Eksternal dan Permasalahan Internal Wilayah Pelayanan Komponen Intervensi Eksternal Permasalahan Internal Respon Lingkungan Bantuan bibit tanaman kepada pengelola HIPPAM untuk konservasi sekitar sumber air HIPPAM Sumber Songo: Program penghijauan sejak tahun 2006, dengan sumber dana dari pendapatan HIPPAM dan kerjasama dengan pihak lain HIPPAM Tirto Lestari: Bekerja sama dengan pihak desa melalui penanaman pohon rembesi pada lereng di sekitar sumber air baku Teknis Institusi/ Kelembagaan Pembangunan SPAM dengan sistem pompa, kemudian disalurkan secara gravitasi Adanya konflik kepentingan antara HIPPAM Tirto Lestari dengan para petani penggarap HIPPAM Tirto Lestari: Bekerja sama dengan pihak desa melalui penanaman pohon rembesi pada lereng di sekitar sumber air baku HIPPAM Sumber Songo: memiliki cadangan pompa sehingga pelayanan tidak akan terganggu apabila terjadi kerusakan pompa HIPPAM Tirto Lestari: melakukan penggiliran air kepada pelanggan SPAM tanpa pengolahan HIPPAM Sumber Songo: penggantian pipa secara periodik akibat sumbatan zat kapur HIPPAM Tirto Lestari: pemeliharaan pipa terhadap sumbatan zat kapur menggunakan batang besi Zat kapur yang tinggi Menginformasikan kepada pelanggan untuk mengolah air terlebih dahulu sebelum dikonsumsi Perawatan jaringan pipa dari sumbatan zat kapur Inisiasi pembentukan Badan Pengelola HIPPAM yang disetujui oleh masyarakat Memberikan pelatihan (teknis, administrasi, keuangan) Jumlah air kurang untuk didistribusikan akibat kapasitas pompa dan jaringan transmisi yang kecil pada HIPPAM Tirto Lestari Menginformasikan kepada pelanggan mengenai keterbatasan tersebut sehingga dapat mengantisipasi melalui pembuatan penampungan Membentuk struktur organisasi dengan pembagian tanggung jawab yang jelas Mengikuti pelatihan yang diadakan dengan mengirimkan keryawan yang posisinya sesuai dengan pelatihan yang diberikan Partisipasi Masyarakat Komponen SR dalam pembangunan SPAM menjadi tanggung jawab masyarakat (swadaya) Penetapan biaya pemasangan SR baru serta biaya pemakaian air setiap bulannya bagi para pelanggan Keuangan Manajemen Sumber: Hasil Analisa, 2013 Pelatihan pengelolaan keuangan agar dapat cost recovery Persetujuan masyarakat (diwakili oleh Bamus) dalam laporan pertanggungjawaban Bapel HIPPAM Pemberian kewenangan sepenuhnya untuk mampu mengatur operasionalisasi SPAM yang telah terbangun Mahalnya tarif listrik Melakukan penyesuaian tarif yang cost recovery Mengadakan pertemuan dengan Bamus tiap tahunnya untuk laporan pertanggungjawaban dan penentuan RAB tahun selanjutnya Melakukan pengaturan pemakaian pompa Menurunkan kehilangan air Terus meningkatkan pelayanan kepada pelanggan seperti kemudahan penyampaian keluhan dengan memberikan nomor telepon seluler dari petugas teknis yang siap 24 jam setiap harinya Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1 169

Identifikasi Upaya Keberlanjutan Pengelolaan Air Minum Perdesaan di Kabupaten Tulungagung Identifikasi Inisiatif Lokal Inisiatif lokal yang dimaksud di sini adalah upaya yang datang dari Bapel HIPPAM tanpa adanya intervensi dari pihak lain. Inisiatif ini muncul lebih disebabkan karena kesadaran dari Bapel untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan, serta karena adanya keterbatasan pada pelaksanaan pengelolaan yang dilakukan oleh HIPPAM. Tabel 4. Inisiatif Lokal Badan Pengelola HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari Inisiatif Lokal dari Badan Pengelola HIPPAM Sumber Songo HIPPAM Tirto Lestari Mempekerjakan tenaga lokal untuk posisi teknisi (1 teknisi/desa) karena dianggap lebih mengetahui seluk beluk wilayah sehingga pelayanan menjadi lebih cepat Menerapkan kebijakan pembatasan pemakaian air agar tidak digunakan untuk usaha yang butuh air dalam jumlah besar. Hal ini karena adanya keterbatasan kapasitas sistem sehingga air yang disalurkan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh pelanggan Memberikan kemudahan kepada pelanggan untuk dapat menyampaikan keluhan apabila terjadi suatu masalah dengan memberikan nomor telepon seluler dari petugas yang siap 24 jam setiap harinya; Memberikan kemudahan pembayaran rekening oleh pelanggan dengan membolehkan pembayaran melalui sistem kolektif. Sumber: Hasil Analisa, 2013 Identifikasi Rencana Jangka Panjang Rencana jangka panjang yang dibuat oleh Bapel HIPPAM sampai dengan saat ini masih dalam jangka waktu 1 tahun yaitu melalui pembuatan rencana pengembangan tahun berikutnya melalui laporan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diusulkan kepada Bamus untuk dapat disetujui pada setiap akhir tahun. Program pengembangan atau optimalisasi yang umumnya dilakukan adalah penambahan jaringan serta penggantian water meter pelanggan yang usianya telah cukup tua untuk mengurangi kebocoran air yang terjadi. Untuk HIPPAM Sumber Songo, pengembangan dan optimalisasi sistem serta perluasan cakupan pelayanan akan terus dilakukan sepanjang kapasitas sumber air baku masih ada serta ada kebutuhan dari masyarakat Kecamatan Tanggunggunung dan sekitarnya. Selain itu juga terdapat rencana peningkatan kualitas air yang 170 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1 didistribusikan menjadi layak minum pada saat pelayanan yang diberikan telah mampu mencapai 100%. Semakin luasnya wilayah cakupan pelayanan tentu akan memberikan beban yang lebih berat bagi Bapel HIPPAM untuk mengoperasikan sistem setiap harinya. Selain itu, proses pengolahan air baku yang diperlukan apabila kualitas air akan ditingkatkan menjadi layak minum akan menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh Bapel HIPPAM. Untuk HIPPAM Tirto Lestari yang sampai saat ini masih terkendala kapasitas pompa dan jaringan transmisi yang kecil, rencana pengembangan ke depannya adalah bagaimana untuk memberikan pelayanan yang menerus kepada setiap sambungan rumah yang ada di wilayah pelayanannya sehingga tidak ada lagi penggiliran pengaliran air kepada pelanggan. Keterbatasan sistem yang dimiliki oleh HIPPAM Tirto Lestari sangat mempengaruhi dalam penentuan rencana yang diambil oleh Bapel HIPPAM. Kegiatan tahunan yang direncanakan umumnya hanya pada perawatan jaringan karena perluasan cakupan pelayanan tidak mungkin dilakukan. Direncanakan pada tahun 2014 mendatang, Dinas PU Kabupaten Tulungagung melalui dana DAK akan membangun 1 (satu) lagi unit transmisi di Desa Kaligentong ini untuk menghubungkan sumber air baku dengan 1 (satu) dari 2 (dua) reservoir yang ada sehingga pengisian 2 (dua) reservoir tersebut dapat dilakukan secara bersamaan. Melalui rencana pembangunan tersebut, pelayanan HIPPAM Tirto Lestari dapat berlangsung 24 jam sehari tanpa harus melakukan penggiliran pengaliran air ke rumah masyarakat. Identifikasi Peran Aktor Terbatasnya modal finansial serta kapasitas pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan Bapel HIPPAM dalam melakukan tugasnya untuk mengelola SPAM perdesaan yang telah dibangun

oleh pemerintah, maka peran dari pihak lain sangat diperlukan agar HIPPAM ini mampu untuk terus memberikan pelayanan kepada masyarakat desa setempat. Beberapa aktor yang berperan dalam kegiatan pengelolaan air minum perdesaan yang dilakukan oleh HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari dapat terlihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Identifikasi Peran Aktor dalam Pengelolaan Air Minum oleh HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari Aktor Peran Pemerintah Inisiator pembangunan SPAM di wilayah tersebut, tidak hanya fisik namun juga dalam pembentukan organisasi pengelola serta pembinaan kepada Bapel HIPPAM khususnya mengenai aspek teknis Lembaga non-pemerintah Bantuan finansial dan (Donor atau pihak swasta) penguatan kapasitas Bapel HIPPAM Badan Pengelola HIPPAM Tidak hanya sebagai operator fasilitas yang telah terbangun, namun juga memiliki inisiatif dalam meningkatkan pelayanan Masyarakat Masyarakat pelanggan umum berpartisipasi dalam bentuk finansial; Partisipasi tenaga dan waktu diberikan juga oleh Badan Musyawarah (Bamus) Desa selaku perwakilan dari masyarakar pelanggan Sumber: Hasil Analisa, 2013 Sintesis Upaya Keberlanjutan Pengelolaan Air Minum Perdesaan oleh HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari Untuk HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari yang menyalurkan air baku dari sumber tanpa melakukan pengolahan, komponen lingkungan menjadi salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan oleh Bapel HIPPAM karena pengaruhnya pada kualitas air yang akan disalurkan kepada pelanggan. Penurunan kualitas air baku berarti pada peningkatan biaya operasional yang harus dikeluarkan karena pengolahan yang perlu dilakukan. Selain upaya konservasi pada sumber air baku, peran Bapel HIPPAM ke depannya perlu juga untuk diintegrasikan dengan peningkatan pelayanan sanitasi di wilayah tesebut, karena air minum dan sanitasi telah menjadi bagian tidak Putri Nugraheni tepisahkan dan saling tergantung satu sama lainnya. Dengan demikian manfaat air untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, dapat semakin dirasakan melalui perbaikan sanitasi lingkungan di wilayah tersebut. Karena melimpahnya sumber air baku yang ada di lokasi penelitian, sampai dengan saat ini ketersediaan sumber air baku yang terjamin secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas belum menjadi prioritas dari pihak Bapel maupun Dinas PU Kabupaten selaku pembina teknis. Program konservasi di wilayah sekitar mata air harus menjadi agenda rutin yang memiliki alokasi pendanaan tersendiri. Program ini tidak hanya dapat dilakukan oleh pihak Bapel dan Dinas PU sendiri namun perlu untuk dikerjasamakan dengan pihak lainnya yang memiliki kepedulian dan kepentingan yang sama terhadap permasalahan ini. Selain itu status kepemilikan lahan dari lokasi mata air yang memang bukan milik desa tersebut perlu juga untuk dicarikan solusinya terkait dengan kemungkinan adanya hambatan dalam pengambilan air baku di masa mendatang. Untuk permasalahan ini, pemerintah kabupaten harus sangat berperan untuk dapat bekerja sama dengan PT. Perkebunan Nusantara selaku pemilik lahan untuk sumber air baku HIPPAM Tirto Lestari dan PT. Perhutani selaku pemilik lahan untuk sumber air baku HIPPAM Sumber Songo. Pemberian pelayanan air minum kepada masyarakat desa yang telah dilakukan oleh Bapel HIPPAM Sumber Songo dapat dikatakan telah berkelanjutan. Jangka waktu pelayanan selama lebih dari 10 tahun dengan terus adanya peningkatan luas cakupan pelayanan merupakan satu bukti bahwa dengan kapasitas Bapel HIPPAM yang terbatas ternyata mampu untuk memberikan pelayanan yang terbaik sesuai kemampuan yang ada. Untuk HIPPAM Tirto Lestari yang masih melakukan penggiliran pendistribusian air minumnya kepada pelanggan selama 3 hari sekali, masih perlu upaya untuk peningkatan pelayanan agar air minum dapat dinikmati oleh pelanggan setiap hari. Rencana penambahan jaringan transmisi yang akan dilakukan oleh Dinas PU Kabupaten Tulungagung pada tahun Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1 171

Identifikasi Upaya Keberlanjutan Pengelolaan Air Minum Perdesaan di Kabupaten Tulungagung anggaran 2014 ini diharapkan sudah mampu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ketersediaan air yang kontinu dan mudah untuk didapatkan oleh masyarakat tentu akan mampu mengubah wajah Desa Kaligentong serta perekonomian masyarakatnya. Penghapusan kebijakan pembatasan pemakaian air yang diterapkan oleh Bapel HIPPAM diharapkan mampu untuk merangsang minat usaha dari masyarakat desa, seperti yang terjadi pada desa-desa yang ada di wilayah pelayanan HIPPAM Sumber Songo. Secara umum, upaya yang dilakukan baik berupa respon terhadap intervensi dari pihak luar maupun penanganan masalah yang ada di internal wilayah pelayanan serta adanya inisiatif dari diri Bapel HIPPAM sendiri merupakan kumpulan faktor yang membuat pelayanan yang mereka lakukan dapat terus berlanjut sampai dengan saat ini, di samping juga adanya kebutuhan atas air bersih yang sangat besar dari masyarakat sehingga bersedia untuk berpartisipasi. Namun terlepas dari kemandirian yang dimiliki oleh Bapel HIPPAM serta kemampuan mereka untuk melakukan ekspansi terhadap cakupan pelayanannya, kewenangan yang diberikan kepada Bapel HIPPAM sebagai pengelola tetap tidak bisa menjadikan HIPPAM menjadi suatu bentuk lembaga yang independent dalam memutuskan sesuatu. Seperti pada saat pembuatan rencana kegiatan tahunan, keputusan yang dibuat oleh Bapel HIPPAM biasanya selalu dikoordinasikan dengan Dinas PU Kabupaten. Hal ini kemudian semakin memunculkan ketergantungan yang sangat besar kepada Dinas PU Kabupaten. Ketergantungan tersebut disebabkan oleh kurangnya kapasitas keuangan yang dimiliki oleh Bapel HIPPAM untuk melakukan pengembangan yang berskala besar, sehingga untuk kegiatan tersebut masih menunggu program dan dana dari pemerintah. Hal ini juga berakibat pada keleluasaan Bapel HIPPAM dalam membuat perencanaan jangka panjang yang akan mereka lakukan. Perencanaan yang saat ini mampu dilakukan hanya terbatas pada jangka waktu 1 tahun ke depan dan pencapaian yang dilakukan hanya pada target yang telah ditetapkan oleh pemerintah kabupaten. Perubahan bentuk lembaga Bapel yang semula merupakan organisasi masyarakat tidak berbadan hukum kemudian menjadi koperasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan posisi tawar Bapel HIPPAM secara hukum sehingga keberadaan lembaga ini dapat bertahan yang pada akhirnya akan mampu untuk memberikan pelayanan berkelanjutan bagi masyarakat perdesaan. Keuntungan dari adanya badan hukum lembaga HIPPAM ini selain kepada keamanan aspek legal yang terkait dengan hak, kewajiban, aset dan kepemilikan serta mekanisme penyelenggaraan tugas HIPPAM sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, hal ini juga dapat membuka peluang bagi HIPPAM itu sendiri untuk mampu membangun jaringan dengan pihak lain seperti misalnya dengan lembaga perbankan komersial yang mampu untuk menjadi sumber pendanaan bagi kegiatan pengembangan yang akan dilakukan. Setelah kemandirian lembaga Bapel HIPPAM dapat terwujud, hal lainnya yang perlu untuk dipikirkan ke depan adalah proses regenerasi pengurus yang dapat berjalan. Seperti diketahui bahwa kepengurusan Bapel HIPPAM sebagai hasil dari proses rembug warga, sampai dengan saat ini masih bersifat sukarela. Berjalannya proses regenerasi kepengurusan dapat menjadi salah satu faktor yang menjamin lembaga ini terus beroperasi. Keberlanjutan dari penyediaan air minum di perdesaan akan mampu untuk memberikan dampak besar bagi kehidupan masyarakat desa baik dari sisi ekonomi, sosial dan kesehatan. Kesimpulan dan Rekomendasi Penelitian ini menemukan bahwa untuk keberlanjutan pengelolaan air minum skala perdesaan dipengaruhi oleh banyak faktor. Tidak hanya sekedar terbangun sistem dengan teknologi yang mudah serta biaya operasional dan pemeliharaan yang terjangkau, sebuah institusi pengelola dari sistem tersebut yang memiliki kapasitas serta berinisiatif untuk memberikan pelayanan yang baik kepada 172 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1

masyarakat selaku pelanggan, serta adanya kebutuhan terhadap air dari masyarakat dan keinginan masyarakat untuk berpartisipasi juga ikut mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan air minum di wilayah tersebut. Kemudahan teknologi serta biaya operasional dan pemeliharaan yang terjangkau merupakan salah satu faktor yang harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan sistem penyediaan air minum di perdesaan, terkait dengan kapasitas pengetahuan dan finansial masyarakat desa yang rendah. Kondisi lingkungan di wilayah sekitar sumber air harus lah menjadi perhatian karena akan sangat mempengaruhi kualitas air baku yang akan disalurkan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan oleh pengelola. Kualitas air baku yang tercemar akan memerlukan pengolahan yang artinya akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan. Badan Pengelola HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari merupakan organisasi yang pembentukkannya diatur sesuai Instruksi Gubernur Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1985 dan berperan sebagai pengelola sistem penyediaan air minum perdesaan yang telah dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung. Dalam pelaksanaan tugasnya, Bapel HIPPAM harus mampu mandiri secara teknis, keuangan dan manajemen. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan Bapel HIPPAM dalam melakukan perawatan jaringan yang ada, pengelolaan keuangan yang telah mampu untuk menutupi kebutuhan operasional bulanan mereka, serta kemampuan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat pelanggannya. Namun dibalik kemandirian yang telah dimilikinya, kewenangan Bapel HIPPAM yang hanya sebagai pengelola tetap tidak bisa menjadikan HIPPAM sebagai suatu lembaga yang independent karena adanya kewajiban untuk selalu berkoordinasi dalam setiap keputusan yang akan diambil. Selain itu untuk kegiatan pengembangan yang membutuhkan dana besar, Bapel HIPPAM masih sangat tergantung kepada pendanaan dari pihak lain (Pemerintah dan Lembaga Non Pemerintah) karena kapasitas modal yang dimiliki belum Putri Nugraheni mampu untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan biaya besar. Pembentukan Badan Pengelola HIPPAM Sumber Songo dan Tirto Lestari yang kepengurusannya dipilih oleh masyarakat desa setempat dengan dasar saling percaya, kemudian adanya partisipasi berupa finansial dari masyarakat pelanggan atas air yang mereka gunakan, serta adanya mekanisme pelaporan pertanggungjawaban dan rencana kegiatan tahun mendatang dari Bapel HIPPAM kepada masyarakat yang diwakili oleh Badan Musyawarah Desa, merupakan interaksi yang baik antara Badan Pengelola HIPPAM dengan masyarakat pelanggan yang turut mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan air minum di perdesaan Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam penelitian ini ditemukan juga adanya insiatif lokal dari Badan Pengelola HIPPAM dalam menghadapi keterbatasan yang mereka hadapi. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun Bapel hanya diberi peran sebagai pengelola fasilitas yang telah dibangun oleh pemerintah, kesadaran mereka untuk terus memberikan pelayanan yang baik dan terus berlanjut sudah tertanam dalam etos kerja mereka. Dalam peneliian ini direkomendasikan adalah perlunya jaminan keberlanjutan tersedianya sumber air baku. Seperti diketahui bahwa kualitas dan kuantitas sumber air baku menjadi salah satu faktor yang memperngaruhi keberlanjutan pengelolaan air minum perdesaan karena akan sangat berdampak pada beban biaya yang akan dikeluarkan oleh HIPPAM tersebut. Untuk HIPPAM Tirto Lestari yang masih memiliki konflik kepentingan dengan petani pada wilayah sekitar sumber mata air, perlu peran Pemerintah Kabupaten Tulungagung untuk mampu bekerja sama dengan PT. Perkebunan Nusantara selaku pemilik lahan dalam menetapkan batas aman di sekitar sumber mata air dari adanya kegiatan budi daya yang dilakukan petani. Sementara untuk HIPPAM Sumber Songo, ancaman kontinuitas ketersediaan air baku berasal dari adanya upaya PT. Perhutani selaku pemilik lahan untuk mengutip biaya dari pengambilan air baku yang Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1 173

Identifikasi Upaya Keberlanjutan Pengelolaan Air Minum Perdesaan di Kabupaten Tulungagung dilakukan oleh Badan Pengelola HIPPAM. Dinas PU Kabupaten Tulungagung selaku pembina seluruh HIPPAM yang ada di wilayahnya perlu untuk merumuskan mekanisme Imbal Jasa Lingkungan yang mampu menguntungkan kedua belah pihak sehingga keberlanjutan ketersediaan sumber air baku dapat terjamin. Hal lainnya terkait dengan ketergantungan Bapel kedua HIPPAM tersebut pada Dinas PU. Sebagai suatu lembaga yang diharapkan mampu untuk mandiri, ketergantungan ini harus dikurangi. Kemandirian keuangan diharapkan tidak hanya pada operasional rutin dari Bapel HIPPAM ini namun juga mampu untuk membiayai pengembangan skala besar yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan HIPPAM itu sendiri. Sumber pendanaan lainnya seperti perbankan dan swasta harus dapat diakses oleh Bapel HIPPAM sehingga tidak lagi mengandalkan pada program pemerintah semata. Selain itu juga proses regenerasi pengurus Badan Pengelola bagi kedua HIPPAM perlu juga untuk mendapat perhatian. Kepengurusan yang ada sampai dengan saat ini merupakan hasil pembentukan dari sejak awal HIPPAM tersebut berdiri (lebih dari 10 tahun), dan belum pernah mengalami perubahan personil satu pun. Regenerasi kepengurusan Bapel HIPPAM sangat diperlukan karena keberlanjutan Bapel HIPPAM sebagai sebuah lembaga yang mengelola SPAM yang sudah terbangun tersebut akan mempengaruhi keberlanjutan pemberian pelayanan air minum bagi masyarakat desa. Proses pengkaderan pengurus dapat diawali melalui sosialisasi atau pemberian informasi kepada masyarakat mengenai kewajiban dan hak, serta pentingnya kestabilan sistem yang dijalankan di dalam Bapel HIPPAM itu sendiri UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Teti A. Argo, Ph.D., selaku pembimbing atas segala bimbingan dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA (1985). Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1985 Tentang Pembentukan Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum Pedesaan Di Jawa Timur. Bappenas (2003). Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat. Jakarta: Bappenas Creswell, J. W. (2007). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage da Silva, F. O. E., T. Heikkila, et al. (2010). Developing Sustainable and Replicable Water Supply Systems in Rural Communities in Brazil. The International Journal of Water Resources Development. 629(4), 622-635 Davis, J. and F. Brikké (1995). Making Your Water Supply Work: Operation and Maintenance of Small Water Supply Systems. The Hague, the Netherlands: IRC International Water and Sanitation Centre. Gbadegesin, A. S. and F. B. Olorunfemi (2011). Sustainable Technological Policy Options for Rural Water Supply Management in Selected Rural Areas of Oyo State, Nigeria. Management of Environmental Quality: An International Journal. 22(4), 486-501 Goodman, R. M., M. A. Speers, et al. (1998). Identifying and Defining the Dimensions of Community Capacity to Provide a Basis for Measurement. Health Education & Behavior. 25(3), 258-278 Hodgkin, J. and WASH (1994). The Sustainability Of Donor-Assisted Rural Water Supply Projects, U.S. Agency for International Development. Mann, E. (2003). Sustainable Water Supply for a Remote Rural Community in Mozambique. Australia: Oxfam Sara, J. and T. Katz (1998). Making Rural Water Supply Sustainable: Report on the Impact of Project Rules. Washington, DC: UNDP - World Bank. Tadesse, A., T. Bosona, et al. (2013). Rural Water Supply Management and Sustainability: The Case of Adama Area, Ethiopia. Journal of Water Resource and Protection 5(2), 208-221. The World Comission on Environment and Development (1987). Our Common Future. Geneva: the United Nations. 174 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N1